Jujur saja, menjelang pengumuman hasil Nilai Akhir (NA) siswa SMP Tahun 2010/2011 tanggal 4 Juni yang lalu, saya gelisah dan berdebar-debar menantikan hasil capaian prestasi yang dicapai oleh anak-anak. Maklum, kriteria kelulusan yang digunakan merupakan formula baru. NA ditentukan berdasarkan Nilai Sekolah (NS) dan Nilai Ujian Nasional (NUN) dengan rincian sebagai berikut:
Nilai Sekolah (NS) = (40% rata-rata nilai rapor) + (60% nilai Ujian Sekolah)
Yang menjadi komponen NS hanya nilai mata pelajaran (Mapel) yang diujinasionalkan, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA.
Nilai Akhir (NA) = (40% NS) + (60% NUN)
Yang dijadikan sebagai penentu kelulusan adalah NA yang dicapai oleh peserta didik dengan ketentuan nilai rata-rata dari semua NA mencapai paling rendah 5,5 (lima koma lima) dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0 (empat koma nol).
Kegelisahan saya kian menjadi-jadi setelah mengetahui hasil nilai UN murni yang diperoleh anak-anak. Dari 205 peserta UN SMP 2 Pegandon Kendal pada tahun 2011, rata-rata nilai UN murni antara lain: Bahasa Indonesia sebesar 6,41 (nilai terendah 3,0 dan nilai tertinggi 8,8), Bahasa Inggris sebesar 5,37 (nilai terendah 2,6 dan nilai tertinggi 9,4), Matematika sebesar 4,99 (nilai terendah 3,0 dan nilai tertinggi 8,8), dan IPA sebesar 5,57 (nilai terendah 3,0 dan nilai tertinggi 8,8). Dengan capaian nilai seperti itu, tidak heran kalau tingkat kelulusan siswa hanya mencapai 95,61% (196 siswa). Ini artinya, ada 4,39% (9 siswa) yang bernasib kurang beruntung.
Saya penasaran. Setiba di rumah, saya mencoba mencari informasi dengan browsing di internet tentang hasil nilai akhir siswa SMP pada tahun ini. Berikut ini hasilnya.
Provinsi dengan tingkat Ketidaklulusan Siswa SMP Tertinggi
Provinsi |
Tidak Lulus |
Jawa Tengah | 4.823 |
Kalimantan Barat | 3.772 |
NTT | 1.919 |
Sumatra Barat | 1.525 |
Jawa Timur | 1.154 |
Provinsi dengan Tingkat Ketidaklulusan Siswa SMP Terendah
Provinsi |
Tidak Lulus |
DKI | 7 |
Bali | 38 |
Sulawesi Utara | 59 |
Sumatra Selatan | 63 |
Kalimantan Timur | 66 |
Banten | 116 |
Lampung | 158 |
Sulawesi Selatan | 250 |
Sumatra Utara | 299 |
Jawa Barat | 342 |
Lima provinsi peraih nilai akhir UN tertinggi 2011
Provinsi |
Rata-rata Nilai |
Bali | 8,11 |
Sumatera Utara | 8,04 |
Jawa Timur | 7,86 |
Sumatera Selatan | 7,84 |
Sulawesi Selatan | 7,82 |
Nilai rata-rata, tertinggi, dan terendah setiap mata pelajaran
Mata Pelajaran |
Rata-rata Nilai |
Nilai Tertinggi |
Nilai Terendah |
Bahasa Indonesia | 7,49 | 9,90 | 0,80 |
Bahasa Inggris | 7,50 | 10 | 0,80 |
Matematik | 7,60 | 10 | 1,00 |
IPA | 7,65 | 10 | 0,90 |
Sekolah dengan tingkat kelulusan 0%
Nomor |
Nama Sekolah |
Kabupaten/Provinsi |
1 | SMP Bonhkakoy | Tujo Una-una, Sulawesi Tenggara |
2 | SMPN Fef | Tambrauw, Papua Barat |
3 | SMPN 4 Wasile | Halmahera Timur, Maluku Utara |
4 | SMPN4 Tumbang Titi | Ketapang, Kalimantan Barat |
5 | Mts At-Taroqi Kendawangan | Ketapang, Kalimantan Barat |
6 | SMP PGRI Kedewan | Bojonegoro, Jawa Timur |
7 | SMPN Terbuka Pragan | Sumenep, Jawa Timur |
8 | SMPN Petanahan | Kebumen, Jawa Tengah |
9 | SMPN 1 Terbuka Cepiring | Kendal, Jawa Tengah |
10 | SMPN Terbuka Tretep | Temanggung, Jawa Tengah |
11 | SMPN Terbuka Tembarak | Temanggung, Jawa Tengah |
12 | dan SMPN Terbuka Bulun | Temanggung, Jawa Tengah |
(Dirangkum dari berbagai sumber)
Menyimak hasil perolehan nilai peserta didik pada tahun 2011 semacam itu, ada dua pertanyaan mendasar dalam pemikiran awam saya. Pertama, mengapa masih ada sekolah yang tingkat kelulusannya 0%? Kedua, mengapa nilai ujian nasional mata pelajaran Bahasa Indonesia paling rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain?
Lantaran masih gelisah dan penasaran, dua pertanyaan ini belum sempat saya telaah kemungkinan-kemungkinan jawabannya. Mudah-mudahan pada postingan berikutnya saya bisa mendapatkan data yang lebih sahih dan akurat, sehingga bisa menemukan jawabannya. Atau, Sampeyan sudah bisa menemukan jawabannya? ***
saya dulu sempat jadi korban keganasan UN. Berharap ada sistem evaluasi yang lebih baik dari sekedar ujian nasional …. Sebenarnya ada banyak kejanggalan dalam pelaksanaan UN di sekolah-sekolah, terlebih di daerah, hanya saja masih terlalu sulit untuk diungkap ….
Berdasarkan pemaparan Pak Sawali diatas, ternyata sistem ujian nasional sekarang ini tidaklah lebih baik dari sistem tahun kemarin. Mungkin sebaiknya pemerintah mulai menyusun kembali formulasi yang tepat untuk tahun depan, atau malah kalau bisa pelaksanaan ujian nasional ditiadakan saja.
saya belum tau jawabannya (jadi masih menantikan postingan selanjutnya 🙂 )
dan memang dari jaman saya sekolah, mapel bahasa indonesia lebih jadi momok daripada mapel yang lain…misterius 😀
Selamat pagi Pak Sawali. Sepertinya memang semakin tak menguji. Bahkan prihatin untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia.
ironi pak syawali
sebagai orang temanggung saya miris dengan tabel terakhir
tapi, jangan-jangan yang sekolah di SMPN terbuka memang gak serius sekolah?
hehehe…
sedj
Walah, Jawa Tengah masuk urutan atas sebagai provinsi dengan tingkat ketidaklulusan siswa SMP tertinggi, Pak Sawali? Sementara kota Kendal pun masuk ke dalam daftar sekolah dengan tingkat kelulusan 0%. Memangnya tidak mungkin ya, Pak, ada tingkat kelulusan 0%?
Aku jadi penasaran dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Kenapa nilai ujian nasionalnya bisa jadi paling rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lain? Aku jadi nggak sabar menunggu analisa Pak Sawali di postingan berikutnya.
Wow, ternyata masih ada juga sekolah yang tingkat kelulusannya 0%. Dan sebagian besar di Jateng. Padahal dengan sistem penghitungan yang kek itu nilai raport dan nilai ujian punya peranan yang gak kecil.
Alhamdulillah, tempat saya lulus semuwa kabeh pak.
Ikut prihatin mingsih ada 9 anyak pak. Itu PR tersendiri buwat keluwarga besar MP 2 nggandon, apalagi rata-ratanya.
Nyang membuwat songal kan tingkat propinsi masing-masing kan pak? Nekjika iya, nggak bisa dong dibandingin.
syukurlah, sekolah saya juga lulus semua..
hehehee…
Saya termasuk orang yang beranggapan bahwa ujian tidak dapat digunakan
untuk menilai hasil pembelajaran sesorang siswa selama 3 tahun disekolah ybs.
Saya perihatin dengan hasil ujian tersebut, kok bisa sampai ada yang 0%.
duh semakin zaman pak semakin sulit pelajarannya…semakin banyak siswa dan siswi yg tidak lulus bersabarlah bagi yg tidak lulus…
mungkin kita saja dah lupa dan tidak bisa mengerjakan soal SD kls 4 yg dah di kasih pembagian dan perkalian dan pecahan2…saya saja mengajarkan anak SD sangat sluit…
apalagi nanti y klu kita dah pnya anak lebih sulit lagi pelajaran nya…
wah, iya ya.. meski sudah digabung dg nilai sekolah, masih ada jg adik2 kita yang tidak lulus.
utk bahasa indonesia, saya pikir ada kemampuan literasi yang menurun…
peserta didik kurang serius dlm mengasah kemampuan literasinya.
pak sawali, apa bapak bisa kasih informasi ke kami, tentang hasil un smp dki 2011, untuk pemetaan nilai anak saya, tks
itu nilai kok nol koma sekian itu pas sekolah apa ya ga pernah masuk??
makin terbukti bahwa pemerintah telah gagal!!!
gagal memenuhi amanat yang tercantum dalam alinea ke-4 preambule UUD’45 yang menyatakan, “…. membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
kalau saya pribadi memang lebih enak ngerjain soal itungan daripada bahasa pak… Kalau itungan masih bisa dinalar, tapi kalau sosial dan bahasa memang harus tahu/apal
apakah “pemaksaan” sistem evaluasi melalui UN akan terus memakan korban ? Adakah gejala kecintaan terhadap Bangsa ini semakin luntur terlihat dari nilai UN bahasa Indonesia yang “rendah” atau penanaman nilai-nilai berbahasa Indonesia yang baik telah gagal ? Postingan Pak Sawali berikutnya akan memberikan jawabannya, kita tunggu.
Ikut menunggu telaah yang lebih akurat di posting berikutnya, Pak … 🙂
Jawa Tengah kok terpuruk, Pak? Huhuhuu
1. sekolah dengan kelulusan 0%, kemungkinan sekolah tersebut belum memahami kriteria kelulusan. Penilaian kadang terlalu kaku pada hasil yang diperoleh anak dari sebuah evaluasi, dengan mengesampingkan proses selama dia mengikuti proses belajar.
2. Guru bahasa Indonesia di sekolah saya, sering bertengkar (beradu argumen) tentang jawaban dari sebuah soal yang sama. Ternyata dengan soal yang sama, jawabannya bisa berbeda. Jawaban yang benar ya dari yang membuat soal.
wah… masa samapai 0%, hmmm….
nunggu hasil telaahannya, Pak… 😀
waduh… jawa barat 342 yang ngga lulus, provinsi saya ini,…
bagaimana pula ini….hmmm..
ah aku sedang berpikir masih adakah yang bisa dipercaya di negeri ini?
aku perlu merenungkan kembali”SAJAK PALSU” itu dan perlu dibaca setiap awal headline news di televisi .
kok rasanya UN sekarang itu ribet banget yach beda sama jaman aku dulu…
Saya juga deg-degan dengan hasil UN SMP kali ini pak. Karena, anak saya sebagai salah satu pesertanya, haha.. 😀 Alhamdulillah, anak saya dan kawan-kawannya lulus 100%.
Dan seperti yang Pak Sawali pertanyakan, ternyata nilai Bahasa Indonesia di sekolah anak saya juga berada pada posisi terendah. Anak saya nilai tertingginya adalah Matematika dan Bahasa Inggris. Ketika saya tanya, mengapa nilai bahasa Indonesia-nya malah rendah, dia bilang selama ini dia lebih fokus kepada pelajaran yang sulit, yakni Matematika, IPA dan Bahasa Inggris. Karena kurang persiapan, maka rendahlah nilainya. Saya pikir, kebanyakan anak SMP beralasan yang sama Pak… 🙂
Sumut termasuk angka jelek? Saya ngga heran, bukannya prasangka buruk trhadap siswa, tapi kebiasaan anak2 sekarang sering menganggap enteng UN 😀
wah dunia pendidikan kita nampaknya kok masih tetap suram ya?
nilai bahasa indonesia terendah karena banyak orang (pelajar + guru) menganggap remeh bahasa indonesia. >ini menurut saya<
saya mengalami sendiri, bahasa inggris saya lebih baik dari bahasa indonesia. dan hal ini terjadi karena hampir semua pihak selalu beranggapan, wajar kalau bahasa indonesia bernilai rendah, karena kita orang indonesia.
hasilnya cukup bagus untuk daerah DKI 🙂
selamat bagi yang lulus
Bahasa indonesia itu pelajaran yang terlihat mudah tapi kadang menjadi batu ganjalan pada siswa
Kebiijakan penentuan kelulusan sekolah sekarang ini sudah mengarah ke penilaian yang lebih obyektif dari pada tahun sebelumnya…dengan mempertimbangkan hasil usaha belajar siswa selama menimba ilmu jauh sebelum mengikuti ujian akhir…ini merupakan suatu kemajuan dalam managemen pendidikan…selamat atas kemajuan pola pendidikan di Indonesia semoga anak didik kita dapat berkualitas baik moral dan intelektualnya.
apa karena kkm juga turut menghambat, pak. saya pikir otonomi kurikulum tak sepenuhnya berlaku, karena guru harus mengikuti standar isi. seandainya pun menyederhanakan standar isi, maka bisa jadi standar isi kota-desa semakin jauh tak bersaing. benar begitukah?
Ironi juga ya bila nilai pelajaran bahasa sendiri masih lebih rendah dibanding pelajaran yang lain terus kalo yang sekolahnya 0% tingkat kelulusannya gimana bisa begitu ya ?
Salam.. .
cukup prihatin juga melihat nilai bahasa sendiri masih jauh dari memuaskan, ada apa dg bahasa kita ?
heran sekaligus miris ya pak lihat ada sekolah yg kelulusannya 0%, tapi denger2 di berita ada kasus sekolah yg menggunakan joki jadi didiskulifikasi dari UN sehingga ga ada yg lulus dari sekolah itu..
sekarang ada dispensasi buat siwa yang rapotnya tinggi tapi kata pihak sekola ngitung kelulusannya ribet dan banyak terjadi kecurangan saat ngisi nilai ujian sekola
kalau gak lulus gitu terus gimana ya pak? duh, ane punya adek mau naik kelas 3 SMP, ngeri juga lihat data diatas, musti diajak belajar lebih giat deh…
ada apa dg bahasa kita ? yg salah muridnya, guru nya atau justru di materi pelajaran bahasa indonesianya itu sendiri??
terima kasih infonya pa. kalau dilihat dari tingkat kecenderungan suka membaca, katanya siswa kita masih rendah. apalagi di ujian pasti banyak bacaannya pa. bagaimana mau mengambil pokok pikiran atau kalimat utama, lihat teksnya saja sudah malas baca, ah,, ini hanya pikiran sy aja pak! dulu jg sy kurang senang B.indo.. tapi ini mapel penting.
Sangat miris Pak melihat data yang ada di atas, terutama para siswa kita dalam bidang mata pelajaran Bahasa Indonesia kurang munguasai. Semoga hal ini dapat menjadi pembelajaran untuk kita semua agar lebih membudayakan dalam hal membaca.
Sukses selalu Pak
Salam
Ejawantah’s Blog
turun drastis ya pak, semoga tahun depan tidak terulang lagi
Kalau dari pengalaman pribadi saya sendiri, saya rasa memang pelajaran bahasa Indonesia itu gampang-gampang susah. Mikirnya pake lama. Harus benar-benar dipahami kalimatnya. Mungkin karena saya sudah membayangkan bahasa Indonesia itu “susah” duluan, jadi ya begitulah… Tapi, dikala guru yang ngajar enak, saya benar-benar cinta bahasa Indonesia dan nilai pun jadi lebih baik
Pak Sawali, aku pernah bertanya-tanya kepada beberapa siswa tentang nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia yang rendah itu. Jawaban mereka, rata-rata, menurut kesimpulanku, mata pelajran Bahasa Indonesia memang disepelekan, dianggap paling gampang, karena bahasa sendiri. Berbeda dengan bahasa Inggris atau yang lain, sampai dibela mengikuti les berkali-kali.
Kalau masalah, mengapa masih ada tingkat kelulusan 0%, sebaiknya tanya kepada pemerintah saja, hahaha.
mengapa bisa separah itu ??? pertanyaan inilah mungkin yg tepat untuk disodorkan ke para guru2 yg mengajar…
slam kenal kang,
itulah mental bangsa ini ……. panti asuhan orangnya 5 dilaporkan 50, sekolah sdh kagak ada muride msh dilaporkan ada muridnya …… gara2 dana bantuan dari Pemerintah yg mungkin anggapan segelintir orang adalah hueenaaak ……………..
itulah mental bangsa ini ……. panti asuhan orangnya 5 dilaporkan 50, sekolah sdh kagak ada muride msh dilaporkan ada muridnya …… gara2 dana bantuan dari Pemerintah yg mungkin anggapan segelintir orang adalah hueenaaak ……………..
Saya sudah menduga hasilnya “berantakan” seperti itu Pak. Seorang siswa dengan nilai 0,00 pada salah satu mapel UN pun bila ditunjang nilai yang bagus pada 3 mapel UN lainnya plus nilai sekolah ya bisa lulus.
Tapi yang lebih bikin gerah adalah “dongkrak” yang biasanya digunakan untuk kendaraan kini juga dipakai untuk nilai ujian sekolah. Selentingan yang saya dengar di DKI misalnya, saat nilai Ujian Sekolah dikirimkan, nilainya benar-benar diolah. Saat try out siswa yang biasanya hanya dapat nilai 3 atau 4 bisa menjadi 7 atau 8 di nilai ujian sekolahnya. Belum di sekolah lainnya.
Bila sudah begini, masihkah lulusan tahun ini lebih baik? Kuantitas bolehlah, tapi dari segi kualitas?
Mengerikan sekali fenomena ini? Wah saya malah baru tahu dari sini pak. Trma kash infonya 🙂
Oh ya pak, saya mohon bantuan untuk buku2 seputar blogging for learning dan juga mengarang sebagai acuan skripsi saya. Jika bapak ada saran mohon saya dibantu ya pak, via email saya.
Terima kasih sebelumnya karena merepotkan 😀
anatra org tua murid, guru/sekolah dan murid itu sndri hrus selaras dan ada slaing keterkaitan dlam mndukung hasil belajar anak
wah parah banget tw,,,
ngeriii
siapakah yang harus bertanggung jawab,,, ??? (tanda tanya besar)
kalo sudah begini para mentri biasanya suka saling salah menyalahkan,,,,
Moga2 tahun ini dan kedepannya ada perbaikan demi kemajuan pendidikan di negeri ini
sukses buat Pak sawali..