Kang Badrun Juga Puasa

Sebagaimana muslim yang lain, Kang Badrun juga puasa. Lelaki separo baya ini harus menghadapi tiga tantangan sekaligus. Menahan diri dari makan dan minum, memanjakan nafsu, serta tidak iri dengan orang-orang…

Virus Menulis: Dari ERA hingga EWA

Saya baru saja mendapatkan kiriman buku bagus dari Divisi Buku Umum Grafindo Media Pratama, Jakarta, atas kebaikan seorang sahabat saya, Mas Hery Azwan. Judulnya Blind Power: Berdamai dengan Kegelapan. Sebuah…

Ujian Nasional (UN) Jalan Terus?

Selama dua hari (Kamis-Jumat, 28-29 Agustus 2008), saya mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Evaluasi hasil Ujian Nasional (UN) di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Semarang Jawa Tengah. Dalam acara itu hadir…

Refleksi Menjelang Ramadhan

Tanpa terasa, jejak-jejak Ramadhan akan kembali hadir di tengah-tengah kehidupan kita. Sebuah momentum yang amat ditunggu-tunggu umat muslim di berbagai belahan dunia. Kehadiran bulan suci diharapkan akan memberikan ”pencerahan” baru…

Saya Sedang Mencari Tuhan

Untuk ke sekian kalinya, Aula Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi, Kabupaten Kendal, menjadi saksi sebuah perhelatan sastra. Minggu, 24 Agustus 2008 (pukul 09.00-13.30), penyair Dharmadi (Purwokerto) hadir menemui publik sastra Kendal. Tak kurang, sekitar 100 peminat dan pencinta sastra dari kalangan guru, mahasiswa, siswa SMP/SMA/MAN, dan masyarakat umum mengapresiasi sekaligus membedah teks-teks puisi karya penyair kelahiran Semarang, 30 September 1948, itu. Secara khusus, penyair yang kini menetap di Tegal (Jateng) itu mendedahkan antalologi puisi terbarunya, “Jejak Sajak” yang diterbitkan secara mandiri.

Tragedi Pasca-Pesta Karnaval

Sesuai sumpahnya, Bhisma tak akan terusik persoalan duniawi. Harta, tahta, dan wanita, sudah tak ada lagi dalam kamus hidupnya. Kecintaannya pada Hastina, negeri besar yang telah melahirkan dan membesarkannya, melebihi kecintaannya pada diri sendiri. Sebagai lelaki normal, sesekali dia ingin juga mencium aroma ketiak perempuan yang sanggup merangsang naluri kelelakiannya. Lantas, menuntaskan gairah asmara yang berlipat-lipat di dalam keremangan sebuah bilik bertaburkan bunga-bunga narwastu dari syurga.

Dirgahayu Negeriku!

63 tahun sudah masa-masa heroik itu berlalu. Meski kini tampak sempoyongan menanggung beban, kau masih kokoh dan perkasa. Kini, musuh yang tampak di depan mata adalah kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.…