Saya Sedang Mencari Tuhan

buku puisiUntuk ke sekian kalinya, Aula Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi, Kabupaten Kendal, menjadi saksi sebuah perhelatan sastra. Minggu, 24 Agustus 2008 (pukul 09.00-13.30), penyair Dharmadi (Purwokerto) hadir menemui publik sastra Kendal. Tak kurang, sekitar 100 peminat dan pencinta sastra dari kalangan guru, mahasiswa, siswa SMP/SMA/MAN, dan masyarakat umum mengapresiasi sekaligus membedah teks-teks puisi karya penyair kelahiran Semarang, 30 September 1948, itu. Secara khusus, penyair yang kini menetap di Tegal (Jateng) itu mendedahkan antalologi puisi terbarunya, “Jejak Sajak” yang diterbitkan secara mandiri.

Acara diawali dengan pembacaan dua buah puisi oleh awak Teater Semut Kendal yang sekaligus juga menjadi penjaga gawang acara. Fenny mampu berekspresi secara total dan musikal sehingga mengundang aplaus pengunjung. Agaknya, pembacaan puisi yang total dan ekspresif itulah yang mampu membawa audiens ke ruang imajinasi yang hendak disuguhkan oleh sang penyair. Buktinya, begitu diskusi dibuka, muncul banyak respon. Tak hanya dari kalangan guru. Siswa pun tak kalah bersemangat dalam mengapresiasi dan berdiskusi. Abdul Majid, salah seorang siswa SMA 1 Kendal, misalnya, langsung menghentak lewat sebuah “gugatan”, “Mengapa Pak Dharmadi masih saja selalu mengangkat tema-tema religius ke dalam puisi? Bukankah tema-tema itu sudah menjadi tema umum yang diangkat oleh para penyair?”

Yaps, sebuah “gugatan” yang mengejutkan sekaligus cerdas. Saya yang kebetulan didaulat menjadi moderator pun sempat terhenyak. Sebuah pertanyaan yang (nyaris) tak pernah terlintas dalam imajinasi dan pikiran saya. Menjawab “gugatan” semacam itu, Dharmadi dengan tangkas bereaksi bahwa setiap orang pada hakikatnya memiliki rasa berketuhanan.

“Saya sedang mencari Tuhan!” Demikian reaksi balik dari penyair berpenampilan kalem ini. “Sejak kecil saya belum pernah bisa membumikan Tuhan. Didikan keluarga belum sepenuhnya mampu menghidupkan nilai-nilai religius itu ke dalam jiwa dan batin saya. Demikian juga selama proses kepenyairan saya yang telah berlangung lebih dari 30 tahun. Selalu saja Tuhan mengusik kegelisahan saya.” Begitulah jawaban yang bisa saya tangkap dari sang penyair.

Simak saja larik-larik puisi berikut ini!

//Kamboja tumbuh di retak-retak sawah ladang/melintas-lintas gagak terbang/sungai meratapi diri/merasa kehilangan arti.//

//gunung kelabu/di puncaknya tak ada lagi/ langit biru//

//matahari tajam menatap bumi/tak henti-henti melelehkan api.//

(Musim Kering)

diskusipentas pentas1pentas 2diskusi2diskusi3

Memang tak ada kata-kata Tuhan atau kutipan ayat-ayat suci. Namun, berdasarkan pendalaman rasa dan olah intuisi sang penyair, ada persoalan religi yang sangat kuat terpancar di sana. Betapa Dharmadi sangat peka dan sekaligus meratapi nasib lingkungan hidup yang (nyaris) mengalami kematian. Gersang dan tandus. Betapa umat manusia selama ini, disadari atau tidak, selalu abai terhadap teks-teks Tuhan yang tampak jelas di depan mata.

Demikian juga dalam sajak “Rindu Bening Telaga Matamu”; //kurindu bening telaga mata-mu/untuk membasuh muka agar kembali mengenal/wajah asalku//

Sajak yang pendek, tapi sungguh cerdas dalam mengungkapkan kegelisahan batin sang penyair ketika menghadapi kegamangan hidup hingga lupa mengenal jatidirinya sendiri. Dalam kondisi semacam itu, sang penyair sangat rindu kepada Sang Pencipta.

Dari sisi stilistika, Dharmadi memang tak banyak menggunakan metafor-metafor yang “njlimet” dan ndakik-ndakik (bombastis). Ia berpuisi dengan polos dan jujur. Diksinya sederhana. Dharmadi juga tak tergoda untuk berbicara tentang tema dan narasi-narasi besar. Ia berbicara tentang persoalan-persoalan keseharian dalam upayanya membumikan Tuhan dalam makna yang sesungguhnya.

Walhasil, diskusi pun makin seru ketika banyak guru yang ingin menjadikan teks puisi Dharmadi sebagai salah satu rujukan dalam pembelajaran.

“Saya sangat suka dengan puisi Pak Dharmadi yang sederhana diksinya. Cocok untuk bahan ajar murid-murid saya yang selama ini hampir tak pernah paham apa itu puisi!” ujar Pak Subadi, guru SMP 3 Pegandon. Terbatasnya waktu, jelas tak memungkinkan Dharmadi untuk menjawab secara tuntas semua respon audiens. Namun, yang pasti, kehadiran Dharmadi makin menggeliatkan dinamika sastra di kota “Beribadat” ini.

Baik, Bung Dharmadi, semoga Sampeyan tetap eksis berkiprah untuk menghasilkan teks-teks puisi yang lebih “membumi”; yang berbicara secara polos dan jujur, untuk terus melakukan pencarian terhadap Tuhan. Semoga Tuhan yang sesungguhnya bisa Sampeyan temukan, sebab pada zaman yang “sakit” seperti sekarang, memang banyak bermunculan tuhan-tuhan baru yang tampil penuh kesombongan dan ingin disembah-sembah banyak orang.

Ok, salam kreatif dan salam budaya! ***

No Comments

  1. Dulu ketika mendapati karya-karya Gola Gong berubah drastis menjadi”religius” di dalam cerita-ceritanya, aku sampai kaget bukan kepalang. Merasa kehilangan dan bertanya: “Ada apa dengan Gola Gong?” Saat itu aku tidak mengerti. Aku terlanjur terbiasa dengan gaya Gola Gong masa muda.

    Makin kemari, baru aku memahami: mengapa orang bisa tiba-tiba begitu dekat denganTuhan. Dan proses kreatif pun di jalan Tuhan sehingga menciptakan karya-karya yang bernafaskan religi seperti itu.

    Rupanya proses setiap orang berbeda-beda dalam menukan “jalannya”.

    BTW: kalau kuperhatikan, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kabupaten Kendal, kok rajin betul menggelar perhelatan sastra, Pak Sawali? Memang berangkat dari inisiatif dinas tersebut atau ada penggagas lain yang memang kebetulan sekadar menggunakan tempat tersebut? Salam.

    yaps, sepakat banget, mas daniel. proses kreativitas penulis agaknya terus menawarkan dinamika yang seringkali suliut kita pahami. btw, dinas sosial hanya kebetulan jadi tempatnya, mas, bukan penggagas acara. diskusi itu berawal ketika bung dharmadi sms. lantas kukabarkan kepada temen di teater semut kendal. gayung pun bersambut. karena tempat yang agak longgar di kantor itu, ya, akhirnya sepakatlah tempat itu utk menggelar acara. 💡

  2. Pak Sawali, secara pribadi saya ingin sekali bisa mengerti tentang puisi, akan tetapi entahlah, hingga saat ini saya tetap tak mampu untuk memahami puisi…

    Donny Verdians last blog post..Like a Song

    wah, saya juga baru belajar, kok, mas donny, hehehe 😆 konon sih puisi bukan sekadar utk dipahami. yang lebih penting justru utk dinikmati keindahannya :oke

  3. Sastra dan puisi menjadi ikon dalam sastra, saya sendiri kalau mendengar sastra pasti poin pertama adalah puisi hehe. Menerbitkan karya sendiri telah menjadi alternatif yang rasional pak Sawali, sehingga tidak tergantung ileh penerbit.

  4. saia kok ingin tau juga tentang puisi ya!..
    belajar ke njenengan saja pak ya!

    haks, jawa timur malah gudangnya seniman toh, mas khuclukz, hehehe 💡

  5. Pengenalan akan Tuhan dan nilai-nilai religi harus diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak di awang-awang tapi membumi. Apalah artinya jadi pendengar firman tapi tidak melakukannya kan?
    Saya blogger baru, salam kenal pak Sawali !

    tantis last blog post..Paman Gober dan Gudang Uang

    salam kenal juga, mbak tanti. makasih kunjungannya. apa yang disampaikan mbak tanti bener adanya. 🙄

  6. Wah kalau puisi saya belum berani mengomentari banyak deh…. takut salah… huehehe…. karena menikmati puisi harus dengan hati pula….. karena kalau hanya dinikmati oleh fikiran ‘rasa’-nya jadi berubah dan pengapresiasiannya menjadi kurang sempurna…. huehehehe……

    Yari NKs last blog post..Olimpiade: Citius, Altius, Fortius. Adakah Limitnya?

    teks sastra, termasuk puisi, bersifat multitafsir, kok, bung yari, hehehe 😆 bung yari pun bisa menafsirkannya secara bebas :oke

  7. Aktifis saastra ni Bang? sering ya didaulat menjadi modedrator?
    Wah seandainya ssaja saaya ikut, barangkali saaya tahu secara benar apa itu puisi sekaligus membuatnya? Soalnya kalau saya massih bikin puisi-ouisian tak punya pakem dan hanya mengeluarkan saja yang ingin diitulis 🙂

    ningrums last blog post..Pertemanan dan Persahabatan

    loh, memang menulis puisi konon ndak harus pakai pakem, mbak ningrum. tulis saja yang melintas dalam pikiran dan imajinasi, hehehe 😆 *kok jadi sok tahu nih*

  8. Mencari Tuhan ?
    Tuhan tak perlu dicari
    DIA ada di mana-mana
    kalau kita mau, DIA akan hadir di hati
    kalau kita menjauh, DIA pun akan menjauh
    soal puisi, mas Sawali numero uno, saluut 🙄

    mikekonos last blog post..Alumni or Alumnus

    walah, saya juga sedang belajar mengapresiasi, mas mikekono, hehehe 😆 sang penyair agaknya memang punya penafsiran tersendiri ttg Tuhan, mas, termasuk dharmadi 🙄

  9. Wah. moderatornya santai banget. Cuma pakai t’shirt.

    Selamat buat teman-teman di Kendal yang kembali melarutkan kesejukkan apresiasi sastra.
    Salut juga buat panitia yang menggelar kegiatan ini.
    Semoga membawa bekas bagi peserta yang hadir yang dibuktikan dengan hadirnya karya-karya mereka selanjutnya.

    Tabik!

    hehehehe 😆 memang acaranya ndak terlalu resmi, pak zul, hehehe 😆 makasih apresiasinya 🙄

  10. kegiatan sastra yang bagus banget Pak.. :oke
    *sudah lama saya ngga dengerin orang baca puisi gitu…*

    makasih apresiasinya, mbak yuyun 🙄

  11. /kurindu bening telaga mata-mu/untuk membasuh muka agar kembali mengenal/wajah asalku//

    Aku suka puisi pendek yang bernas ini.

    Pilihan Mas Dharmadi mencari Tuhan di sawah retak, gagak terbang, sungai, langit, matahari, dll; nyaris seperti napak tilas di rute peziarahan para leluhur kita sejak zaman purba.

    Sebaliknya kebanyakan di antara kita sudah terlanjur terbiasa, menempuh jalan yang mudah melalui rute resmi; menyambangi bayangan Tuhan yang “dibekukan” di ruang-ruang rutin terbuat dari batu, beton, dan kertas; atau hanya menitipkan pesan kepada para pemandu.

    Kita jarang atau bahkan tidak pernah sama sekali sekadar MERASAKAN kehadiran Tuhan, karena kita melulu ingin MENYADARI kehadiranNya.

    Khalil Gibran, dalam salah satu sajaknya di Sang Nabi, melukiskan dengan manis :

    Kau hendak mengenal Tuhan ? Maka janganlah kau menjadi
    pemecah persoalan,
    Seyogyanya kaupandang sekelilingmu dahulu, dan di situ,
    Kau akan melihat Tuhanmu, sedang bermain dengan anak-anakmu

    Robert Manurungs last blog post..Otentikkah Foto-foto Kehadiran Presiden SBY di Pesta Pernikahan Putrinya Artalyta ?

    makasih banget penafsirannya, bung robert. memang begitulah kira2 yang dimaksudkan bung dharnadi dalam teks puisinya. makasih juga tambahan infonya ttg puisi gibran 🙄

  12. Saya termasuk yang tak memahami puisi…tapi dulu senang kalau mendengarkan orang membaca puisi….walau tak paham maksudnya.

    Namun kalau udah tertulis, saya kok sulit ya memahaminya……padahal kalau buku (roman sastra) saya masih bisa mengerti…… 🙁

    edratnas last blog post..Andaikata orangtuaku ngeblog

    hehehe 😆 konon puisi ndak harus selalu dipahami kok, bu enny, tapi dinikmati. itu sudah merupakan salah satu bentuk apresiasi 🙄

  13. Asyik tenan tu acara. Sekali-kali undang kita dong (kog minta diundang, ngak tau diri, emang lu siapa he he). Rupanya Pak Sawali orang super sibuk juga, Jaga kesehatan ya Pak. Salam dari Bprneo, Indon.

    Ersis Warmansyah Abbass last blog post..The Spirit of Change in Progress

    walah, nggak juga, pak ersis. hanya kebetulan saja kok, pak. wew… memang sudah saatnya kami mesti mengundang pak ersis ke kendal, hehehe…. 😆 cuma masih mikir2, pak ersis kan sangat sibuk.

  14. Wah kapan kita di undang pak aku kan suka juga menikmati sajak atau puisi hhhhhaaaa puisi kan multitafsir ya pak hheeee
    bebas kita untuk menafsirkan dan multibahasa hem kemarin belajar bikin puisi tentang cinta kekasih lama yang baru terungkap dikiranya ulang tahun pernikahan heeeee 😀 heee kalo ultah nikah baru 8 thn pak dan jatuh bulan september setelah agustus dia menikah hehehehehhe
    sehat selalu dan tetap semangat
    terima kasih

    kambingkelirs last blog post..Sehari Semalam

    wah, kalau pas ke purworejo kabar2 dong, mas totok, agar kita bisa bertemu darat, hehehe 😆

  15. mencari tuhan memang bisa lewat mana saja, termasuk dengan puisi. Diksi yang digunakan mas Dharmadi sederhana tapi mudah dicerna. Lirik-liriknya juga enak. Salut buat mas Dharmadi!

    Qizinks last blog post..Puisi untuk Para Kawan (1)

    makasih apresiasinya, mas qizink. seperti itulah karakteristik puisi bung dharmadi. :oke

  16. Assalamu’alaikum Pak Sawali……

    Puisi yg indah tentunya…..seperti akan halnya Chairil Anwar dan Taufiq Ismail mencari Tuhan hingga mereka menemukan-NYA.

    Sekalian sy mohon maaf lahir bathin pak, Moga Ramadhan kita kali ini mampu menjadikan kita pribadi2 yg unggul dan berkualitas dunia akhirat. amin.

    Alex Abdillahs last blog post..BALADA BLOGGER INDONESIA

    begitulah, bung abdillah. saya juga mohon maaf lahir-batin, bung, semoga kita bisa memasuki bulan suci dg suasana hati yang bening dan bersih :oke

  17. Hmmm… membumikan Tuhan–sang pemilik Bumi sendiri, yang sering kali terasa dekat tapi juga sering menjauh, ketika Ia mendekat Pak Dharmadi “mengikatnya” di dalam puisi agar ia bisa mengenalnya lebih dekat atau dengan istilahnya membumikan. Bisakah saya menyimpulkan demikian? 🙂

    bisa saja, mas yoga. puisi memang multitafsir, kok, siapa pun berhak utk menafsirkan dengan caranya sendiri 🙄

  18. Pak, berkali-kali saya mencoba masuk untuk membaca postingan Pak Sawali kok masuk pada sebuah pendaftaran blog baru pada domain sicantik.com
    Ini terjadi ketika saya melakukan klik terhadap link yang terdapat pada judul tulisan untuk menampilkan keseluruhan tulisan, screenshot saya simpan.
    Tapi setelah berkali-kali mencoba, akhirnya berhasil masuk…

    sapimotos last blog post..Traffic Berantai

    waduh, kok bis begtiu, ya, mas? padahal, aku ndak pernah bikin akun di sicantik.com. nggak tahu juga tuh :oke

  19. memang kalau puisi yang berasal dari hati yang mendalam seperti itu jadinya pak… kita bisa terbawa suasana si pembuat puisi, apalagi di sertai dengan penyampaiannya yang bagus… sehingga seolah-olah kita bisa merasakan apa yang di sampaikan oleh puisi tersebut…
    salam kenal pak,

    webers last blog post..Tan Malaka, Tokoh Kemerdekaan Yang Terabaikan…

    salam kenal juga, mas weber, makasih kunjungannya. memang benar, mas. penyair yang bagus mampu menghanyutkan emosi pembacanya 💡

  20. Barangkali, karena kita menganggap Tuhan ada di langit, jadinya repot kalau harus membumikan … 😀 padahal, bisa jadi Tuhan ada di bumi, di sekeliling kita, di dekat kita … lebih dekat daripada urat leher kita? 🙂

    Donny Rezas last blog post..Terapi Energi

    betul banget, mas donny. tapi begitulah penafsiran bung dharmasi ttg persoalan religiusitas. dia punya caranya sendiri dalam menemukan Tuhan. :oke

  21. Mencari Tuhan dan kehilangan-Nya kembali justeru sering menghinggapi peradaban yang sungguh tak memberi peluang bagi mnanusia modern untuk sekadar menenangkan alam pikir dan batin. Sekadar untuk berhenti sejenak tenggelam dalam kontemplasi. Seperti putaran mesin yang tak berhenti bekerja. tak ada rehat meski sejenak.

    Jiwa kehilangan keilahiannya. Gersang kering kerontang dan entah kapan akan menemukan jalannya pulang.

  22. hubungi saja 24434 .. pasti nyambung … kata kyai besar saya begitu 😀

    wah, bener banget, mas ardy. ini jalur khusus yang bisa membuat kita bisa melakukan kontak dng Allah. matur nuwun, mas. 🙄

  23. Penyair saja lahap dalam mencari Tuhan padahal dia kadang lebih “religius” dalam perasaan disetiap kata-kata. Kalau saya mau menggugat saya sendiri, seberapa jauh Kurt kamu mencari Tuhan… 😀

    waduh, makasih apresiasinya terhadap bung dharmadi, mas kyai kurt. agaknya setiap orang punya penafsiran yang berbeda dalam menemukan Tuhan-nya, mas kurt. :oke

  24. salam kenal mas
    mas boleh kita berdiskusi tentang puisi
    saya ingin sekali belajar memahami puisi
    mas koment ya puisi saya
    sebagai bahan penambah wawasan untuk sebuah perbaikan

    salam kenal juga, mas bambang. ufh, saya juga masih berlajar mengapresiasi puisi, mas. hanya sebatas bisa menikmati. :oke

  25. Salam
    Akh Pakde saya suka sekali membaca puisi meski dengan susah payah memahami maknanya, Dengan membaca puisi-puisi relijius begitu terkadang gampang menyentuh kalbu juga. duh di kotaku ga pernah nie ada acara beginian ya.. hiks..

    hehehehe 😆 saya malah ndak bisa bikin puisi, mbak nenyok. makasih apresiasinya buat puisi bung dharmadi 🙄

  26. ya ya ya…
    menarik, mencari tuhan dengan pemikiran, buah tinta, lirik dan bait

    asal tidak seperti teman saya yang slank waktu kita membahas serius mencari pencarian tuhan dia berkata dengan gampangnya:

    cari aja di guugle :-p *plaks…!*

    hehehehe 😆 makasih atas apresiasinya terhadap puisi karya bung dharmadi, mas denny. :oke

  27. aku masih rindu acara begituan. kalo punya gawe lagi jangan lupa kabari aku ya Den Bagus……!!!!! mungkin yang baca puisi atau cerpennya bisa diambil dari para peserta acara atau panjenengan sakbolo kurowone, ada murid panjenengan, teman guru, anak n istri panjenengan, ato sapa aja lah yang mau.jadi lebih bervariasi acaranya. eh Pak, aku kemarin lagi belajar bikin blog, tapi masih wagu….he…he…he. isin aku ma panjenengan.

    wew… akhirnya ngeblog juga. siplah, saya langsung meluncur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *