Mohon maaf, saya tidak sedang sok romantis, apalagi sentimentil, hehehe 😆 Judul tersebut sengaja saya pilih untuk menumpahkan kegelisahan saya yang selama ini hampir jarang menemukan cinta yang sesungguhnya di komunitas sastra. Jujur saja, saya memang seringkali menulis cerpen atau esai di blog. Namun, semua itu terasa belum cukup untuk menemukan cinta saya yang sesungguhnya di dunia sastra. Saya ingin sekali menikmati perdebatan di komunitas sastra yang sesekali memanas dan menegangkan, seperti yang pernah saya saksikan di UNDIP Semarang ketika acara “Nurdien Kembali” (1996) atau Temu Sastrawan Jawa Tengah di Purwokerto (2000) berlangsung.
Alhamdulillah, kalau tak ada aral melintang, saya mendapatkan kesempatan untuk memburu cinta saya yang hilang di rimba sastra. Tanggal 19-21 Januari 2008 di gedung DPRD Kudus, Jawa Tengah, akan berlangsung “pesta akbar”, tempat para sastrawan berkumpul, beraksi, dan memberikan sumbangsih pemikiran agar dunia sastra Indonesia tidak macet dan stagnan. Di tempat itulah para “penggila” sastra akan menggelar Kongres Komunitas Sastra Indonesia (KSI) untuk memilih pengurus KSI periode 2008-2010, sekaligus dilanjutkan dengan seminar dan pentas seni.
Seperti biasanya, acara kongres akan berlangsung seru dan memanas. Namun, hal itu tak akan sanggup mengalahkan serunya para dedengkot sastra menumpahkan gagasan-gagasan kreatif atau beraksi di atas panggung membacakan teks-teks sastra.
Menurut jadwal, Seminar KSI itu akan diawali dengan orasi sastra oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, yang sekaligus membuka acara secara resmi dengan pemukulan Terbang Papat. Yang bakal ramai adalah pentas baca puisi oleh Jero Wacik, Surya Yuga, Thomas Budi Santoso, U. Saefuddin Noer, Jumari HS, Diah hadaning, Nuzumul Laily, Bambang Supriyadi, dan Emha Ainun Najib. Mudah-mudahan mereka tidak berhalangan sehingga bisa beraksi di atas pentas baca puisi.
Esoknya (Minggu, 20 Januari 2008) akan berlangsung seminar dengan mengusung tema “Meningkatkan Peran Komunitas Sastra sebagai Basis Perkembangan Sastra Indonesia”. Ada banyak “suhu” sastra yang memberikan “wejangan”, di antaranya: Idris Pasaribu (Sumatra), Mukti Sutarman SP (Jawa), Micky Hidayat (Kalimantan), Dendy Sugono, Ahmadun Yosi Herfanda, Shiho Sawai, Budi Darma, Maman S. Mahayana, Korrie Layun Rampan, Habiburrahman El Shirazy, Eko Budihardjo, atau Arswendo Atmowiloto.
Acara kongres dan seminar ditutup dengan pentas baca puisi oleh Parni Hadi, Bambang Widiatmoko, Habiburrahman El Shirazy, Fatin Hamama, Rohadi Noor, Anita Retno Lestari, Yose Rizual Manua, Sutardji Calzoum Bachri. Secara resmi, acara akan ditutup oleh Parni Hadi, Direktur Utama RRI, dilanjutkan dengan pentas sastra dan seni, serta pertunjukan wayang klithik.
Semoga rangkaian acara tersebut bisa mengobati kerinduan saya terhadap komunitas sastra yang sudah hampir sewindu lamanya merajam jiwa dan batin saya. *halah* Berkaitan dengan hal tersebut, saya mohon maaf kepada teman-teman bloger dan sahabat-sahabat pengunjung apabila setelah postingan ini saya absen dulu di dunia maya. Saya ingin menumpahkan kerinduan saya selama beberapa hari di rimba sastra.
Salam budaya,
—————————————————–
Catatan:
Informasi tentang Kongres KSI bisa di baca di sini atau di sini.
selamat mas atas keberhasilannya, semoga dapat membantu teman teman lainnya untuk mengikuti dan termotivasi.
saya ada tulisan mengenai sastra yang bisa dilihat disini.
Informasi sastra Indonesia
selain arswendo,siapa lagi ya penulis hebat dari negeri ini yang bisakita jadikan panutan?? saya baru mau belajar menulis neh??
banyak kok, mas. selain arswendo, ada juga kok seno gumira ajidarma, triyanto triwokromo, gus tf sakai, dlll.