Perempuan yang Menggelisahkan ASA

Oleh Nailiya Nikmah JKF “Bukankah kau perempuan?” …. “Aku? Perempuan? Pertanyaan apa itu.”   1 Ada dua hal yang menjadi kebutuhan pokok seorang pengarang. Pertama, ia memerlukan saat-saat untuk mengeluarkan…

Resensi Buku Gumam Asa, Bungkam Mata Gergaji

Menyingkap Nomena Gumam ASA dalam Buku ”Bungkam Mata Gergaji” Karya Ali Syamsudin Arsi Alih-Alih Pendahuluan PPada mulanya adalah gumam, bukan kata. Yang mula-mula ini berkaitan dengan kelanjutan persinggungan saya dengan…

Sastrawan Masuk Sekolah

(Apa kabar Aruh Sastra Kalimantan Selatan X di kota Banjarbaru tahun 2013) Oleh : Ali Syamsudin Arsi Sebagai tuan rumah agenda Aruh Sastra Kalimantan Selatan, kota Banjarbaru, tentu akan mendapatkan…

Semangat Aruh Sastra Kalsel

Oleh: Ali Syamsudin Arsi Di setiap pertemuan sastra yang kita tahu bahwa mata acara seminar merupakan bagian terpenting, ada rasa aneh saja bila masih terdengar pertanyaan mendasar, “Untuk apa seminar…

Jalan Puisi: Kembalikan Daulat Sungai

Pengantar Diskusi Sastra Malam Sabtu Jalan Puisi: Kembalikan Daulat Sungai “Selamat datang Aruh Sastra Kalsel X di kota Banjarbaru tahun 2013” Oleh: Ali Syamsudin Arsi Kepada yang bertema : “Sungai…

IDEOLOGI SASTRA INDONESIA

IDEOLOGI SASTRA INDONESIA

Maman S Mahayana

Dua tulisan tentang ideologi yang dimuat Kompas (Novel Ali, “Ideologi Media Massa” 15/4 dan Komaruddin Hidayat, “Reformasi tanpa Ideologi” 24/4) menegaskan pentingnya institusi, gerakan, dan teristimewa: bangsa, melandasi arah perjuangannya ke depan dengan sebuah ideologi. “Ideologi media massa berkaitan dengan idealisme yang mestinya menjadi dasar perjuangan pers nasional,” demikian Novel Ali. Sementara hal penting yang diajukan Komaruddin Hidayat adalah penyikapan negara menghadapi fenomena global. Di situlah, perlu diciptakan: “ideologi baru yang menyatukan kepentingan semua anak bangsa dan menjadi pengikat kohesi emosi dan cita-cita bersama ….”

***

Kesusastraan Indonesia sesungguhnya dapat memainkan peranan penting dalam menawarkan ideologi sebagai usaha membangun cita-cita bersama. Mengapa sastra? Bukankah itu cuma hayalan sastrawan belaka? Bukankah membaca karya sastra berarti membaca sebuah dunia fiksional? Bagaimana mungkin membangun cita-cita dan kepentingan bersama dapat dilakukan melalui sastra?

Gumam Asa, Aforisma dan Pasta Kebenaran

Gumam Asa, Aforisma dan Pasta Kebenaran Oleh : Sainul Hermawan (Koran Media Kalimantan, Sabtu, 28 Agustus 2010, Sastra) Istana Daun Retak (IDR) (Frame Publishing, 2010) adalah kumpulan tulisan yang dinamai…