Sastrawan Masuk Sekolah

(Apa kabar Aruh Sastra Kalimantan Selatan X di kota Banjarbaru tahun 2013)
Oleh : Ali Syamsudin Arsi

Bahasa

Sebagai tuan rumah agenda Aruh Sastra Kalimantan Selatan, kota Banjarbaru, tentu akan mendapatkan keuntungan besar dan peristiwa ini haruslah disambut dengan suka cita. Ini bukan hanya untuk aktifitas dalam lingkup ‘sastra untuk sastra’, tetapi ia akan berimbas positif kepada dunia pendidikan. Wajarlah bila para pejabat di disdik kota Banjarbaru mulai membuka diri dan bahkan merapatkan barisan terutama bila ditelisik lebih jauh bahwa dalam agenda rangkaian mata acara Sastrawan Masuk Sekolah.

Pada agenda Aruh Sastra Kalimantan Selatan VIII di kota Barabai tahun 2011 untuk pertama kalinya mata acara Sastrawan Masuk Sekolah dilaksanakan. Kota Barabai (Kab. HST) telah menunjukan kemitraan yang bagus antara Dinas Pendidikan dengan Panitia Pelaksana, terbukti acara tersebut berjalan lancar, tertib dan mendapat sambutan yang suka cita di masing-masing sekolah.

Ada 13 sekolah yang mendapat titik-kunjung di seluruh wilayah kota Barabai, dari sekolah setingkat SMP dan SMA, masing-masing sekolah mendapat kunjungan sastrawan sebanyak 5 orang. Di Barabai sendiri pada waktu itu berkumpul sekitar 200 orang sastrawan. Pelaksanaan  mata acara  tersebut dilakukan secara serentak dari pukul 09.00 sampai pukul 11.00 (berdasar jadwal, dan ternyata ada saja beberapa sekolah yang bertahan sampai pukul 12.00), ini menunjukan bahwa pertemuan antara sastrawan dan pihak sekolah (siswa dan para guru) adalah sebuah pengalaman yang benar diperlukan. Pada waktu itu sekolah diberikan tawaran, yaitu 1. Pelatihan atau workshop sastra, 2. Dialog siswa dengan sastrawan, dan 3. Panggung hiburan (tampilan sastra dari siswa, guru dan bahkan dari para sastrawan). Semua itu bertujuan  memperkenalkan karya sastra dan juga sastrawan itu secara langsung.

Sastra sangat berdekatan dengan dunia keterbacaan, dan bila keterbacaan itu berjalan baik maka akan membuka pikiran yang memperkuat kecerdasan dan bila kecerdasan itu sudah melekat tidaklah heran akan sangat positif mendukung dunia pembangunan, baik membangun bagi diri sendiri serta-merta membangun lingkungan tempat tinggalnya. Nah, semangat untuk cerdas itu ada di dalam kesastraan, semangat dalam etos kerja itu ada di dalam kesastraan. Semangat membangun tentu harus selalu ditanamkan ke diri anak didik dan dipahami oleh para pendidik, pembimbing (para guru), sebab tanpa semangat membangun yang positif itu maka bagaimana pula kita memajukan tanah banua kita sendiri.

Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru sewajarnyalah turun tangan dan membuka ruang dialog bermitra dengan panitia pelaksana Aruh Sastra Kalimantan Selatan X, demi suksesnya rangkaian mata acara yang satu dengan mata acara yang lain. Secara teknis dapat diatur bersama, misalnya masalah mobilisasi para sastrawan yang akan menuju ke lokasi masing-masing sekolah tujuan, membuka ruang mediasi antara panitia dengan pihak sekolah (kepala sekolah, dewan guru, guru mata pelajaran bahasa dan sastra, serta kepada siswa).

Tercatat bahwa seluruh sekolah setingkat SMP (negeri dan swasta) ada 26 buah. Setingkat SMA (negeri dan swasta) ada 28 buah. Jumlah seluruhnya ada 54 sekolah. Mungkin dalam hal ini sekolah di tingkat SD (negeri dan swasta) belum dilibatkan, tetapi bila ada sekolah yang berminat dapat saja menghubungi panitia jauh-jauh hari. Ke 54 sekolah tersebut tentu saja diajak bicara dan ditawarkan untuk menjadi titik tuju para sastrawan yang hadir.

Diupayakan ketika kunjungan itu berlangsung buku-buku terbitan Aruh Sastra sudah dapat diserahkan ke masing-masing sekolah dalam jumlah yang disesuaikan persediaan. Lebih baik lagi bila buku-buku sastra tersebut sudah diserahkan jauh hari sebelum pelaksanaan kunjungan para sastrawan ke sekolah-sekolah itu, sebab terlebih dahulu para siswa dan guru-guru dapat mengenal lewat karya-karya yang terdapat di dalam buku-buku tersebut. Jadi pada waktu kunjungan sudah memiliki bahan pengetahuan dan pengenalan, ini akan sangat memperlancar komunikasi antara siswa serta guru kepada para sastrawannya.

Sebagai contoh, ada sebuah puisi yang ditulis oleh Alfian Noor (penulis dari kota Amuntai), puisi tersebut berjudul “Kota Mati” terdapat pada halaman 11 di sebuah buku berjudul “Mahligai Junjung Buih” hasil dari pelaksanaan agenda Aruh Sastra Kalimantan Selatan ke-4 yang dilaksanakan di ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Utara, Amuntai tahun 2007. Renungan apa yang ada di dalam puisi tersebut. Puisi itu lengkapnya begini:

“Kota Mati” : Tak ada lampu aneka warna/ tak ada dara berlagu ria/ gelap-gulita/ diterangi bintang-bintang di cakrawala/ gedung-gedung yang terserak letak/ peninggalan kolonianisme/ akan menanti kehancurannya/ jalan-jalan yang banyak liku/ sayang tiada aspal/ satu kendaraan tiada lalu/ cuma dek jalan membelah dua/ seperti jalan di Jakarta/ tapi tak punya roda-roda tiga/ sia-sia/ tugu kemerdekaan laksana peluru kendali/  menjulang di puncak burung rajawali/ perlambang rakyat tak menyerah/ di kota mati/// Amuntai, 2581963

Nah.
Tampak begitu sederhana. Tapi, sesederhana apapun bila tidak diupayakan publikasinya lebih dari sekedar dimuat, dicetak, dibagikan kepada para penulisnya saja, padahal di dalam paparan yang sederhana itu ada kandungan pesan, ada kata-kata penanda yang mengarah kepada hal yang penting untuk dibaca, untuk disimak, untuk diperhatikan, untuk dibijaksanai, untuk diketahui oleh orang lain.

Nah.
Agenda Aruh Sastra Kalimantan Selatan adalah wahana yang tepat untuk menampilkan karya-karya puisi juga karya sastra lain (cerpen, novel, dramatisasi sastra, musikalisasi puisi, dsb.) kepada khalayak pembacanya. Memperkenalkan karyanya, memperkenalkan penulisnya, memperkenalkan  “makna, maksud, tujuan, kandungan, harapan, cita-cita, keinginan” yang ada di dalam puisi atau karya sastra tersebut.

Betapa banyak sudah karya sastra bertebaran selama kurun waktu berjalan sejak dahulu hingga kini. Apakah hanya satu atau dua buah karya saja yang mampu kita bicarakan. Tentu masyarakat sastra tidak menutup mata dan ruang keterbacaannya terhadap karya-karya yang lain, karena pada sebuah karya sastra tentu saja mengandung nilai-makna dan melakukan jelajah pencerahan menurut daya tafsirnya masing-masing.

Ternyata.
Alfian Noor, lahir di Amuntai, 13 Juni 1943. Pensiunan pegawai negeri sipil ini mulai menulis puisi sejak 1963 dan dipublikasikan di majalah Pembina Jakarta. Di samping puisi, ia juga menulis cerpen dan beberapa di antaranya dimuat di majalah Minggu Pagi yang terbit di Jogjakarta. Bersama penyair Rosdiansyah Habib, Rakhman Rosdhy dan Amir Husaini Zamzam, ia (Alfian Noor) mengelola bulletin SASNI yang terbit di Amuntai (1972). Beliau telah menghadap Sang Pencipta, beliau pernah mengaktifkan diri di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bina Payu Amuntai dan Anggota Dewan Pembina Kesenian Hulu Sungai Utara. Ada rencana beliau menerbitkan buku kumpulan puisi berbahasa Banjar yang diberi judul “Ramak Rampu”. Apakah rencana itu terlaksana, entahlah kini kabar itu tak pernah terdengar lagi. Semoga beliau mendapat ketenangan di ‘pembaringan abadi’ dan kita yakin bahwa tuhan adalah Maha Pemberi yang sangat Maha Penyayang kepada hambaNya. Amin.

Itu hanya satu contoh saja, padahal masih berderet karya sastra dan para penulisnya selain itu. Tentu saja setiap kita, setiap orang, dari masyarakat sastra Kalimantan Selatan memberikan ruang, ya, ruang apresiasi yang seluas-luasnya untuk masuk dalam kancah jelajah yang kebermaknaan untuk mencapai nilai pesan-pesannya.

Sampaikah kita kepada pesan-pesan itu. Melalui pintu dan bangku sekolah adalah salah satu wahana yang sangat memungkinkan jawaban tepat dan agenda Aruh Sastra Kalimantan Selatan sebagai ‘kepala kereta’ yang menggiring secara positif berkesinambungan dalam nuansa kreatif dan inovatif.

Akademi Bangku Panjang Mingguraya
Banjarbaru, 21 Januari 2013

No Comments

  1. Dunia barat sudah sangat sadar dengan peran sastra untuk membentuk karakter manusia, maka mereka sangat intens memperkenalkan sastra sejak di bangku sekolah. Sastra dapat berperan strategis untuk pendidikan karakter anak bangsa…..bahkan Malaysia banyak mengajarkan sastra kita kepada anak sekolahan, kenapa justru kita masih sangat minim ya?

  2. Menjanjikan sekali pak seandainya sastra memang berhasil masuk ke sekolah-sekolah. Aku yakin bnyak generasi muda yg ingin belajar sastra, tapi terkadang kemana mereka mesti belajar dan siapa yang mau mengajar? Maka tepat sekali jika para sastrawan turun gunung menempa para murid yg haus akan pelajaran sastra…Semoga makin sukses ya pak

  3. Sungguh ini terobosan yang luar biasa. Dulu pelajaran bahasa dan sastra Indonesia seperti pelajaran kelas dua. Belajar juga cukup semalam sebelum ulangan.

    Inovasi seperti ini harus menjadi pelaran buat sekolah yang lain. Semoga sastra Indonesia terus berkembang dan mencapai jaman keemasannya kembali.

  4. Artikel yang bagus dan menginspirasi. Izin copas puisi berjudul ” Kota Mati” karya Alfian Noor. Juga izin berbagi tautan artikel ini di grup ekskul jurnalistik smp 1 Wonosobo. Makasih Pak Sawali sebelum dan sesudahnya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *