Penyair Indonesia Asal Kalimantan Selatan dalam “Sauk Seloko”

(Bunga Rampai Puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI)
Oleh : Ali Syamsudin Arsi

Bahasa

Buku kumpulan puisi lintas negeri tetangga di kawasan melayu terbit di penghujung tahun 2012; “Sauk Seloko”, bersamaan dengan perayaan PPN atau Pertemuan Penyair Nusantara VI di kota Jambi, tepat di akhir bulan Desember. Sejumlah nama, sejumlah karya dan sejumlah bangsa ada di dalamnya. Buku tersebut mencatat data; Dari sekitar 3000 puisi karya sekitar 600 penyair itu, kami memilih 300 puisi (sesuai jumlah permintaan panitia) yang kemudian kami ketahui merupakan hasil karya 213 penyair. Pernyataan itu dikemukakan oleh tim kurator dalam pengantarnya pada halaman vii. Tim kurator terdiri dari Acep Zamzam Noor, Dimas Arika Mihardja, dan Gus tf. Buku tersebut merupakan mata rantai dari buku sebelumnya, yaitu “Akulah Musi” (hasil agenda Pertemuan Penyair Nusantara V di Palembang, 2011).

Sebelum Jambi (2012) sebagai tuan rumah, perhelatan PPN telah berlangsung di beberapa daerah di Indonesia dan Negara sahabat lainnya, yaitu Medan (Sumatera Utara, 2007), Kediri (Jawa Timur, 2008), Kuala Lumpur (Malaysia, 2009), Brunei Darussalam, 2010), Palembang (Sumatera Selatan, 2011).

Pelaksanaan agenda PPN VI Jambi sendiri dihadiri duta-duta sastra dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Korea Selatan dan satu orang dari Prancis. Duta-duta sastra Indonesia berasal dari banyak provinsi dan kota, salah satunya adalah provinsi Kalimantan Selatan, yaitu 3 orang dari kota Banjarbaru dan 1 orang dari Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar. Arsyad Indradi, Hudan Nur, dan Ali Syamsudin Arsi adalah yang kini berdomisili di kota Banjarbaru, sedang Mahmud Jauhari Ali saat ini bermukim di Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar. Keempat duta sastra tersebut otomatis diperkenankan hadir lewat undangan langsung dari panitia, tetapi hanya 2 orang duta saja yang dapat memenuhi karena 2 orang duta lainnya menemui kendala dengan alasannya masing-masing.

Dalam buku “Sauk Seloko” pada halaman 48 dapat dijumpai puisi karya Arsyad Indradi (Kalimantan Selatan, Indonesia), sebagai berikut:

KEMBALI KE HAKIKAT

Aku terus juga berlari ke puncak tubuhmu

Adakah pelangi di langit atau cuma gemawan

Tubuh tidak lagi tubuh di batas ranjang

Lakilaki kehilangan lelaki

Keluhkesah membasuh batin sunyi

Di padang bunga ilalang terbang melayang

Apakah sampai ke puncak

Aku becermin di awan

Wajah bergurat lembayung senja

Sampai ke kutub penghabisan bukit jiwa

Kau tutup riwayat membuka ayat

Di ruasruasjari gemetar :

Sukma suara beri aku suara

Kssb, 2012

Arsyad Indradi, lahir di Barabai tanggal 31 Desember 1949. Karya puisinya banyak dipublikasikan baik di media cetak lokal maupun nasional. Kumpulan puisi tunggalnya: Nyanyian Seribu Burung KSSB, 2006), Kalalatu (KSSB, 2006), Romansa Setangkai Bunga (KSSB, 2006), Narasi Musafir Gila ( KSSB, 2006), Puisi Penyair Nusantara: 142 Penyair Menuju Bulan (KSSB, 2006), Anggur Duka (KSSB, 2009), dan Kumpulan Esai: Risalah Penyair Gila (KSSB, 2009). Karyanya juga tergabung ke dalam berbagai antologi puisi bersama. Menerima anugerah bidang sastra dari Walikota Banjarbaru (2010) dan dari Gubernur Prov. Kalsel (2010).

Setelah itu kita dapat pula meresapi puisi karya Hudan Nur (Kalimantan Selatan, Indonesia) pada halaman 129, yaitu:

DI PADANG LITANI

seorang mualaf terkutuk mengemis di ladang litani

tangis merebak di sela akasia

impian akbarnya mengendap ditumpuk batu

Tuhan akan menakar dosa yang sehasta

tak ada masa lalu yang lindap dalam lamunan

setelah mengulum airmata yang

tersesat di kepala sendiri

tanpa sepengetahuanmu

diam-diam Dia

menulis takdirNya sendiri

Teluk Palu, 2011

Hudan Nur, lahir di Banjarbaru. Karya-karyanya berupa puisi, cerpen, esai dan artikel tersebar antara lain di Sinar Harapan, Republika, Suara Karya, Sinar Kalimantan, Radar Sulteng, Mercusuar, Media Alkhairat, Buletin Hysteria, Majalah Horison, dll. Sajak-sajaknya bisa ditemukan dalam berbagai bunga rampai antara lain: Nyanyian Pulau-pulau (Wanita Penulis Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, 2010), Jilfest 2011 Ibu Kota Keberaksaraan (Jaya Raya Pemprov Jakarta, 2011), Narasi Tembuni (KSI 2012), dan lain-lain. Tahun 2012 menerima hadiah sastra dari Gubernur Prov. Kalimantan Selatan.

Selanjutnya puisi Ali Syamsudin Arsi (Kalimantan Selatan, Indonesia) pada halaman 34, simaklah:

ENGKAU DAHULU PERAHU

ombak yang ditawarkan kepada gelombang adalah

engkau dahulu perahu

badai yang ditawarkan kepada angin adalah

engkau dahulu perahu

pantai yang ditawarkan kepada pasir adalah

engkau dahulu perahu

itu aku

betapa senyap

laut luas membiru

sendiri aku

dalam ombak dalam badai dalam pantai

itu engkau

perahu

asa, banjarbaru, juli 2012

Ali Syamsudin Arsi, lahir di Barabai, Kalimantan Selatan. Telah menerbitkan 4 buku Gumam Asa, yaitu: Negeri Benang pada Sekeping Papan (2009), Tubuh di Hutan-hutan (2009), Istana Daun Retak (2010), Bungkam Mata Gergaji (2011). Tahun 1999 menerima hadiah sastra dari Bupati Kabupaten Kotabaru. Tahun 2005 menerima hadiah sastra dari Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan. Tahun 2007 menerima hadiah sastra (bidang puisi) dari Kepala Balai Bahasa Banjarmasin (kini Balai Bahasa Kalimantan Selatan). Tahun 2012 menerima hadiah sastra dari Walikota Banjarbaru via Panitia Tadarus Puisi dan Silaturrahmi Sastra kota Banjarbaru.

Kemudian, Mahmud Jauhari Ali (Kalimantan Selatan, Indonesia) dalam puisinya pada halaman 186, yaitu:

PASAR TERAPUNG, MENJELANG FAJAR

jukung-jukung, kelotok-kelotok, bergoyang, menampung roh-roh

seperti reuni di ambang fajar, di tiap cekungnya, jeruk, bayam, kelapa,

juga bergelas-gelas teh berdiri, sedangkan tangan-tangan bertautan

menjadi tarian Kuin yang eksotis, langka

sedangkan suara-suara kecil melenting ke udara

membelah-belah sunyi yang tak dinamis,

“Limau!Manis!” teriaknya lantang

dan wajah-wajah turis seketika menghadap ke matanya yang sipit

lalu menoleh ke tumpukan jeruk di depannya, bulat-segar

“Untuknya, Cil?! Enak.” bocah kecil, kurus, merayu

sementara kue-kuenya yang bulat cokelat tengadah ke langit

menatap bulan bundar yang terus beringsut, pelan sekali

oh, jukung-jukung, kelotok-kelotok, roh-roh, aneka jualan di atas pendar

masih terjaga di atas Kuin dan pada terang, masing-masing pulang ke pelukan daratan

membawa bibir-bibir yang merekah menawarkan cahaya jingga di ufuk timur

Tanah Borneo, 16 Oktober 2011

Catatan:

jukung = perahu kayu yang digerakkan dengan cara dikayuh

kelotok = perahu kayu bermesin, ukurannya lebih besar dari jukung

limau = jeruk

cil = kependekan dari Acil (bibi)

untuk = nama salah satu kue khas suku Banjar berbentuk bulat

kuin = salah satu nama sungai di Kalimantan Selatan

Mahmud Jauhari Ali, lahir di Banjarmasin 15 Januari 1982. Buku-buku terbitannya adalah : Lingkar Kata, Kupu-kupu Kuning, Demi Pernikahan Adik, Menanti Tamu Lebaran, Bulan di Padang Lalang, Imanku Tertelungkup di Kakinya, Lelaki Lebah, Selia, Sepasang Matahari, Cinta di Tepi Geumho, dan Kudekap Hatinya di Bawah Langit Seoul, tiga naskah novelnya menyusul.
*****

Nah, sebagai bahan pembanding, di bawah ini akan kita lihat bagaimana puisi-puisi yang dihasilkan oleh penyair-penyair dari negara tetangga, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand yang termaktup dalam buku kumpulan puisi “Sauk Seloko”.

Boleh kita lihat karya Shamsudin Othman (Malaysia), puisi pada halaman 286, yaitu:

SEGELAS IMAN

Segelas iman di meja taqwa

aku hirup semahunya

mengalir dalam darah

membasah dalam nafsu

merawat rindu tandus

lalu membening

dalam hayat Ilahiyiah

Segelas iman berperasa zuhud

menjadi uzlah di lubuk mujahadah

aku hirup semahunya

kemudian menyatu

di kalbu taubat

Segelas iman di meja taqwa

aku hirup semahunya

lalu aku

mabuk di hujung syahwat

insaf di puncak makrifat

abadi di taman hayat

segar di janjang munajat

Mekah-Madinah

Shamsudin Othman, lahir di Tangkak, Johor pada 31 Julai 1966. Memperoleh pendidikan hingga ke peringkat Ph.D dalam bidang kesusasteraan Melayu-Islam di Universiti Malaya, Kuala Lumpur. Pernah memenangi lebih daripada 30 hadiah sastera khususnya dalam genre puisi anjuran pelbagai pihak. Kumpulan puisi perseorangan ialah Taman Percakapan (DBP: 2006) dan Tanah Nurani (PIB: 2009). Kini bertugas sebagai pensyarah sastera Melayu di Universiti Putra Malaysia, Serdang, Malaysia.

Selain Shamsudin Othman tentu ada rekan lain dari Malaysia, yaitu: Abang Patdeli Abang Muhi, Abd. Razak Adam, Aminudin Mansor, Benyamin Matussin, Mabulmaddin Shaiddin, Marsli NO, Mohammad Saleeh Rahamad, Mohammad Puad Bin Bebit, Naapie Mat, Rahimidin Zahari, S.M. Zakir, dan Sani La Bise.

Bandingkan pula dengan karya Nazwan Karim (Brunei Darussalam), puisi di halaman 228, jelas terbaca:

AQUARIUM

Aquarium itu,

kini dipenuhi ikan-ikan

yang pelbagai datangnya

tetapi matlamat yang sama

dalam aquarium itu

ada yang seekor

ada yang dua ekor

ada yang tiga ekor

dan ada yang berekor-ekor

ikan aquarium itu,

menelaah kepingan kertas

yang berintikan abjad

lalu memuntahkan kembali

pada hari yang dinantikan

dan sudah ditetapkan

FASS UBD

16 November 2011

Nazwan Karim (Mohammad Khairol Nazwan bin Karim) lahir pada 10 Januari 1987 di Hospital Raja Isteri Pengiran Anak Saleha (RIPAS), Bandar Seri Begawan. Beliau yang berkelulusan Sarjana (Master of Art in Malay Literature) di Universiti Brunei Darussalam berminat dalam penulisan puisi (sajak), esai, rencana, laporan, kritikan dan skrip drama. Selain aktif dalam bidang penulisan, juga aktif dalam bidang kesusasteraan dan kebudayaan seperti bengkel, seminar, ahli persatuan (Majelis Belia Brunei, Putraseni, Asterawani), dsb.

Selain Nazwan Karim, ada pula Adi Swara, Anjungbuana, Kamarudin Bin Pengiran Haji, dan Zefri Ariff.

Nah, ini beda pula karya puisi dari Rohani Din (Singapura), terbaca pada halaman 272, simak saja:

BEDAK

Usai mandi bayi ditaburi bedak

Tubuh abang dilumuri bedak

Wajah kakak disapu bedak

Adik kecil suka bermain bedak

Ibu tak sempat berbedak

Sibuk menguruskan rumahtangga, suami dan anak-anak

Hidung ayah kembang kempis

Mengusap bedak di bawah hidung dan dagu

Selepas bercukur janggut dan kumis

Tampak kemas dan tampan selalu

Beras direndam empat puluh hari

Diproses dengan sabar di hati

Air rendaman ditukar setiap hari

Bedak sejuk nama diberi

Nenek melumur muka setiap hari

Walau berumur wajah berseri

Datuk pun suka bedak

Sambil batuk dan tersedak-sedak

Tangan datuk menadah bedak

Tetapi … hanya diusap di celah ketiak

1Jan 2012 Ulang Tahun Harris @ TPY

Rohani Din, lahir pada 17.10.1953 di utara Malaysia. Karya-karyanya, Diari Bonda Creative Enterprise (CESB,1999) dicetak sebanyak lima kali. Hangat diperkatakan keunikannya oleh Sastrawan Negara, Tan Seri Datuk Samad Said di TV3, Profesor Madya mana Sikana dan juga media-media lain. Diari Bonda 2 – CESB, 2001 (Secebis sedutan dari novel ini digunakan dalam peperiksaan oral peringkat N level 1998). Anugerah Buat Syamsiah – Pustaka Nasional (PN) 2002. Memenangi hadiah pertama dalam Sayembara Novel Watan 2002 oleh Perikatan Sayembara Dayacipta (PERSADA), dan masih banyak karyanya yang lain serta berhasil meraih penghargaan di Singapura.

Bukan hanya Rohani Din tentu ada Abdul Samad Bin Salimin, Ahmad Md Tahir, Almahdi Al-Haj Bin Ibrahim, Herman Mutiara, Noor Aisya Binte Buang, dan Noor Hasnah Adam.

Tentu saja tidak lupa puisi karya Phaosan Jehwae (Thailand), terbaca pada halaman 249, kita baca:

KACA-KACA PASIR

detik demi detik

akar-akar tumbuh berserabut

berambut hitam dan putih

berwajah gelap dan terang

berkaki panjang dan pendek

punya pepohon yang gugur

daun-daun ringan dan berat

itulah namanya khalifah

difirmankan sempurna jadian

tetapi hamparan ada jurang

lembah hamis dan wangi

api dingin dan membakar

pohon susu air madu

perlu tenaga memanjat

membakar semangat cinta

munajat kasih yang Esa

jangan sekadar melihat

bingkai-bingkai kaca

pecahlah remuklah

kaca-kaca pasir

di batu keras di air tenang

menjejaki hikmah ilahi

20/4/12

Phaosan Jehwae, lahir di Pattani, Thailand, 1 Januari 1980. Karya tulisnya banyak membahas soal-soal kebudayaan, seperti Gender Issues in Thailand, Paper Presented at Short Course Shoutheast Asia on Islam, Gender and Reproductive Rights, 13 July – 14 August 2002, The Ford Foundation, Yogyakarta, Indonesia, PATTANI DARUSSALAM (Telaah Atas Sejarah, Gerakan dan Kebangkitan Islam di Selatan Thailand) diterbitkan oleh Majalah Hidayah, Edisi Spesial Idul Fitri, tahun 2-edisi 17 Ramadhan 1423/Desember 2002, Ratu-Ratu Kerajaan Patani, diterbitkan oleh “The Indonesian Nasional News Agensy” Lembaga Kantor Berita Nasional (Antara), pada tanggal 6 Februari 2003, dan lain-lain.
*****

Selain itu ada banyak nama dan karya ditemukan dalam “Sauk Seloko”, nama dan karya yang telah dikenal luas di belantara sastra Indonesia, ada nama Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda, Anwar Putra Bayu, Asa Jatmiko, Bambang Widiatmoko, Beni Setia, Budhi Setyawan, D. Kemalawati, Dhenok Kristianti, Diah Hadaning, Dinullah Rayes, Dorothea Rosa Herliany, Esha Tegar Putra, Fakrunnas Ma Jabbar, Hasan Al Banna, Hasan Bisri BFC, Iman Budi Santosa, Isbedy Stiawan, Iyut Fitria, Joko Pinurbo, Jumari Hs, L.K. Ara, Mardi Luhung, Mustofa W Hassyim, Nanang Suryadi, Nirwan Dewanto, Raudal Tanjung Banua, Sindu Putra, Soni Farid Maulana, Tarmizi Rumahitam, Toto ST Radik, Warih Wisatsana, Wayan Sunarta, Yupnical Saketi, Yvone de Fretes, dan lain-lain.

Sebuah penghormatan dan apresiasi ketika nama dan karya-karya dari Arsyad Indradi, Hudan Nur, Ali Syamsudin Arsi, dan Mahmud Jauhari Ali, bersanding rapat akrab dan erat bersahabat dalam jabat-dekap ketika puisi-puisi itu sungguh dinikmat.

Agenda Pertemuan Penyair Nusantara ke-7 akan dihelat kemudian, di Negara Singapura, tentu dengan cuaca dan suasana berbeda tetapi keakraban kesahajaan kebersamaan akan tetap terjaga. Silahkan memulai rencana.

Akademi Bangku Panjang Mingguraya, Banjarbaru
Maret 2013, salam gumam asa

No Comments

  1. Saya penyair dari Malaysia. Bagaimana agar saya bisa memiliki ‘Bunga Rampai Puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI’.?

    Saya ingin sekali memilikinya kerana karya saya termuat dalam antologi ini.

    Terima kasih.

  2. Kepada Saudara Sani La Bise, coba hubungi panitia PPN VI di Jambi, cari tahu dengan Jumadi Putera atau Akang Dimas Arika Mihardja, sayang bila tidak punya buku tersebut, salam gumam asa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *