Seperti yang saya tulis di sini, kontes review cerpen sudah saya tutup pada tanggal 16 Januari 2009, tepat pukul 24.00 WIB. Sesungguhnya, kontes review ini, selain sekadar untuk meramaikan setahun usia blog, juga merupakan bagian dari upaya saya pribadi untuk menemukan kritik alternatif terhadap kumcer saya Perempuan Bergaun Putih yang (nyaris) luput dari perhatian para elite kritikus yang selama ini –diakui atau tidak– hanya menyentuh teks-teks sastra “ibukota” yang dianggap bernilai dan bermutu. Selebihnya, cerpen-cerpen dari penulis katrok dan ndesa seperti saya cenderung dianggap sebagai “sampah”. Tak ada upaya serius untuk membedah, menganalisis, atau mendiskusikan teks-teks cerpen yang lahir dari tangan saya. Satu-satunya kritik yang berupaya untuk membedah kreativitas saya dalam dunia kepenulisan cerpen adalah momentum Peluncuran Kumcer Perempuan Bergaun Putih di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, 16 Mei 2008 yang silam dengan menampilkan Kurnia Effendi dan Maman S. Mahayana sebagai kritikus. Sayangnya, keterbatasan waktu menjadi kendala, sehingga tak tuntas membicarakan cerpen-cerpen saya itu secara utuh dan lengkap.
Jujur saja, selama menulis cerpen sejak 1987, saya gagal menemukan jejak-jejak historis yang bisa membuat saya makin tertantang untuk melakukan eksplorasi kepenulisan, baik secara tematis maupun stilistika. Praktis, sejak peluncuran kumcer itu, saya belum lagi melahirkan satu cerpen pun, baik yang terpublikasikan di blog ini maupun melalui media cetak. Permintaan beberapa teman redaktur budaya –ketika bertemu di Jakarta– untuk mengirimkan naskah cerpen, belum cukup memicu “adrenalin” saya untuk menulis cerpen yang lebih liar dan mencengangkan. Oleh karena itu, saya ingin menjadikan kontes review cerpen ini sebagai bagian dari proses kreativitas saya agar bisa menemukan kembali “dunia saya yang hilang”. Saya sangat membutuhkan asupan kritik yang cerdas –siapa pun dia– yang sanggup menunjukkan jalan menuju pencerahan berkarya dan berkreativitas.
Berkenaan dengan hal tersebut, saya mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada segenap sahabat yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan review beberapa cerpen dari Kumcer Perempuan Bergaun Putih yang juga saya publikasikan di blog ini. Ada 22 review cerpen yang masuk, dua di antaranya dipublikasikan di blog masing-masing.
Cerpen “PENJARA” Sawali Tuhusetya
Review ini berupaya membidik cerpen “Penjara” yang diakui sang reviewer belum bisa memberikan gambaran yang jelas tentang tindakan yang dilakukan Badrun hingga terjadi ledakan bom di sebuah toko. “Dan yang terpenting cerpen penjara ini menceritakan bagai mana nasib Badrun yang mewakili kaum kecil, kaum mayoritas yang terpinggirkan, dan terkalahkan oleh para pemilik modal hingga dia terjebak dalam subuah situasi sulit dan terperangkap dalam keadaan demi mendapatkan UANG. Tetapi jujur saja untuk apa yang dilakukan oleh Badrun hingga adanya ledakan saya belum bisa menggambarkan dengan jelas. Tapi secara umum cerpen “PENJARA” ini bagus dengan alur campurannya,” tegasnya.
Pak Iwan Awaludin yang kini masih bermukim di negeri jiran Malaysia, berupaya memberikan penilaan terhadap cerpen “Kang Sakri dan Perempuan Pemimpi”. Dalam pandangan Pak Iwan, cerpen ini dianggap sebagai sebuah cerita tentang manusia dan impiannya. Bermacam mimpi dan bermacam cara untuk membuat mimpi tersebut menjadi kenyataan. “Pada saat tertentu memang mimpi bisa dicapai dengan cara yang salah, tetapi balasannya bisa diterima tidak lama lagi atau nanti di akhirat sana. Dan hukuman Tuhan tidak hanya dirasakan oleh orang yang melakukan perbuatan dosa, melainkan juga orang-orang yang ada di sekitarnya,” tegas Pak Iwan.
Mas Samsul menjadikan cerpen “Kang Panut” sebagai bahan review-nya. Menurutnya, cerpen ini mengisahkan bagaimana di masyarakat orang memandang derajat manusia yang berpangkat, berkedudukan, berharta, dan berpenampilan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berjasa dan memberikan sumbangsihnya di masyarakat. Meskipun orang yang dianggap lebih tinggi tersebut justru merugikan dan menyebarkan ketidakadilan di masyarakat, orang-orang lebih berpihak dan hormat kepadanya, bahkan menganggap musuh kepada pemuda yang menentangnya. ”Moral yang mungkin ingin disampaikan pengarang adalah bahwa pemuda merupakan harapan untuk melawan ketidakadilan, bagaimanapun beratnya itu, dan bahwa ketidakadilan itu pasti kalah dengan kebenaran,” tegasnya.
Mas Love berupaya membidik cerpen bertajuk “Jagal Abilawa” sebagai bahan review-nya. Dalam pandangannya, cerpen ini memiliki kelebihan dari sisi temanya yang tidak biasa, yaitu menggabungkan antara cerita wayang yang dibalut dengan kisah surealis. Alur cerita mengalir sangat lancar dan tidak terkesan dipaksakan. Pemakaian idiom-idiom Jawa cukup baik sehingga menguatkan latar belakang cerita. Namun, cerpen ini dinilai juga tak luput dari kelemahan. “Akhir cerita yang saya harapkan mengejutkan ternyata lumayan datar. Tidak ada kejutan yang menggetarkan. Korelasi antara pemakaian nama Jagal Abilawa dengan monster di akhir cerita juga cenderung mengganggu penikmat wayang. Jagal Abilawa yang biasanya kasar tetapi cenderung menjadi tokoh protagonis dalam kisah pewayangan – pada kisah ini digambarkan sebaliknya. Ini bisa jadi baik, bahkan sangat baik jika ada alasan yang kuat untuk itu. Tetapi dalam cerita ini nama Jagal Abilawa terkesan hanya dipakai untuk tempelan saja. Tidak ada bedanya dengan Dursasana atau Petruk misalnya, tegas Mas Love.
Teks cerpen yang dibidik Mas Koko adalah “Kang Sakri dan Perempuan Pemimpi”. Menurutnya, membaca cerpen ini bagaikan datang bertamu ke rumah seorang koki untuk makan malam. Begitu duduk, kita langsung disajikan dengan gulai kambing yang pedas yang menggugah selera (dua paragraf pertama). Begitu selesai, rasa pedas yang enak itu masih ada di lidah. Namun kemudian, kita disajikan oleh sup sayur yang meskipun enak, namun lidah kita masih teringat rasa gulai kambing tersebut. Kita berharap akan ada rasa seperti yang pertama, namun harapan tersebut sia-sia sampai saat-saat terakhir, saat koki tersebut berusaha menambahkan sambal botol agar kembali ke rasa pedas yang pertama. ”Koki yang mengolah cerpen ini memang masih memasak dengan handal, namun terkadang urutan penyajian turut memegang peranan penting. Mungkin kokinya ingin bereksperimen dalam karyanya, itu bisa dimaklumi, namun seharusnya bisa memikirkan perut langganannya yang mengharapkan kelezatan hidangan dari setiap masakan sang Koki,” tegas Mas Koko.
Mbak Harianku menjadikan cerpen “Penjara” sebagai bahan bidikan. Dalam pandangannya, cerpen ini mengangkat kisah kehidupan di dalam bui yang sangatlah keras. Siapa yang kuat dia yang berkuasa sehingga yang lemah akan diinjak dan dihina. “Himpitan ekonomi yang terjadi pada keluarga Badrun memang bisa menjadi contoh untuk kita semua dalam mensyukuri setiap rizki yang kita dapat dan juga harus tegar dalam menghadapi setiap masalah dalam keluarga meskipun terasa amat berat untuk dihadapi. Sosok seorang ayah yang sudah melaksanakan tugasnya sebagai kepala keluarga untuk memberikan nafkah bagi anak dan istrinya, namun tetap saja penghasilan yang didapat belum mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga, sehingga mengakibatkan perseteruan dalam rumah tangga tersebut. Dan sekarang Badrun harus menghadapi beratnya kenyataan hidup dan meninggalkan anak dan istrinya akibat perbuatannya,” tegas Mbak Harianku.
Mas Francis Fatamorgana membidik cerpen “Penjara” sebagai bahan review. Menurutnya, cerpen ini memiliki kelebihan dari sisi tema yang dengan sangat jelas menggambarkan nasib buruh di Indonesia yang dibelit kemiskinan. Nilai-nilai sosial sangat kentara di cerpen ini. Unsur ‘kebejatan’ para napi dan ‘kerakusan’ para sipir juga digambarkan dengan gamblang. Bahkan, sistem hukum di Indonesia yang seharusnya menganut asas praduga tak bersalah – tetapi dalam praktek banyak orang yang tak bersalah dijebloskan dalam penjara – ikut dikupas. Bagai ungkapan: sekali tepuk dua tiga lalat terbunuh, seperti itulah isi cerpen ini. Salut buat sang penulis. Mski demikian, cerpen ini juga tak luput dari kekurangan. “Alur cerita begitu mudah ditebak dan cenderung klise. Tidak ada rasa penasaran yang membuat saya ingin segera tahu akhir cerita. Juga tidak ada kejutan yang mencengangkan,” tegasnya.
Mas Boyin me-review cerpen “Kang Sakri dan Perempuan Pemimpi”. Menurutnya, cerita ini mengingatkannya akan film fiksi ‘Titanic’ kisah cinta dibalut sejarah. Cerita Kang Sakri ini walaupun menyinggung sedikit sekali mengenai gempa jogja tetapi alur ceritanya bagus dan pas, apalagi kalau gempa jogja ini di pakai dalam rangka menutup jalannya cerita. Dalam pandangan Mas Boyin, kelebihan cerpen ini terletak pada alur cerita yang mengemukakan tentang sesuatu yang telah terjadi lalu dilanjutkan oleh flashback awal mula cerita seterusnya ada ketegangan ketegangan yang dipaparkan dan akhirnya akhir klimaks yang tak terduga. mirip film ‘terminator’. Kekurangannya? “Ya itu tadi kalau saya tidak salah menduga, kalau ini dikaitkan dengan gempa jogja, porsi cerita gempanya sangat sedikit, tapi untuk cerpen yang diakhiri semi mengambang gini saya suka,” tegasnya.
Mas Totok Sugiarto berupaya membidik cerpen “Tumbal”. Dalam pandangannya, cerpen ini memiliki kelebihan berupa sentilan tajam terhadap pemuka dan pemimpin pemimpin kita, serta membukakan mata kita terhadap fakta mengenai keculasan para pemimpin yang banyak mengalihkan pandangan serta mengaburkan borok kepemimpinannya dengan isu-isu yang meresahkan. Kekurangannya? “Sebenarnya nyaris tidak ada kekurangan, hanya cerita ini masih pendek sekali, kemudian ending ceritanya serasa mistis sekali ,dan seperti menyisakan misteri di balik cerita itu yang akhirnya jadi kesan tumbalnya mistik (atau di sengaja menggelitik pembacanya),” tegas Mas Totok.
Mas Deno menjadikan cerpen “Sang Pembunuh” sebagai bahan review. Menurutnya, cerpen berjudul Sang Pembunuh ini cukup menarik, karena ide ceritanya yang cukup membumi. Relevan dengan kondisi riil sosial Indonesia. Selain itu, alur dalam cerpen ini juga cukup bagus karena menggunakan timing method khas penulisnya, present -> past -> future. Alur khas yang unik dan seharusnya tidak mudah ditebak. Meski demikian, cerpen ini juga tak luput dari kekurangan. “Namun, lebih dari itu, saya kira cerpen ini kurang memiliki taste. Diawali dengan blunder inkonsistensi kata ganti tokoh utama -yang sebenarnya tidak perlu terjadi-. Perhatikan perubahan kata “aku” dan “saya”. Terhitung ada 3 kata “aku” dan 51 kata “saya”. Selain itu, ritme cerita juga terkesan terlampau datar, tanpa adanya kejutan yang signifikan. Juga ketika tokoh Aku sudah bebas dari penjara, keramahan warga kampung yang sebenarnya mengejutkannya diceritakan oleh penulis dengan biasa saja. Terkesan monoton dan kurang bertanggungjawab,” kata Mas Deno.
Mas Gie me-review cerpen “Sang Pembunuh”. Menurutnya, secara keseluruhan, cerpen yang diceritakan dari sudut pandang pelaku utama ini cukup unik dan menarik. Karena intisari ceritanya yang merakyat dan relevan dengan fenomena sosial masyarakat Indonesia kini. Kekurangannya? “Diceritakan dengan alur kilas balik waktu yang cukup baik, walaupun agak membingungkan pembaca. Karena alur penanda waktunya yang meloncat sana-sini. Ada beberapa kata-kata yang salah ketik karena ketergesaan, mungkin. Sehingga mengganggu penggambaran imajinasi dalam layar benak. Meskipun begitu, boleh jadi kealpaan tersebut merupakan bukti bahwa cerpen ini diselesaikan dalam satu waktu. Tidak heran ceritanya mengalir alami dengan gaya bahasa renyah yang khas, dan mudah dicerna. Kekurangan lainnya, ada beberapa inkonsistensi kata pengganti pada tokoh-tokoh dalam cerpen ini, yaitu “aku” menjadi “saya” yang dipakai oleh pelaku utama, juga “Juragan Karta” menjadi “Pak Karta”. Walaupun begitu, hal tersebut mungkin dimaksudkan penulis sebagai variasi agar tidak membuat pembaca merasa jenuh,” katanya.
Mas Nugroho menjadikan cerpen “Sang Pembunuh” sebagai bahan review. Dalam pandangannya, kelebihan cerpen ini sangat pas untuk menggambarkan seorang wong alit yang tidak dapat mengalahkan seorang yang memiliki kuasa. Dengan alur flash back penulis sangat mahir dalam memainkan kata-kata dan sangat menjiwai cerita tersebut. Dan membuat pembaca tidak menjadi bingung karena dapat mudah mencerna apa yang di maksudkan cerpen tersebut. Kekurangannya? “Di mata saya yang hanya seorang siswa SMA cerpen ini hampir sempurna, meskipun terdapat kesalahan pengetikan yang mungkin akibat tergesa-gesa mengetik yang membuat sedikit tidak nyaman untuk pembaca. Tapi tetap cerpen ini menurut saya sudah sempurna,” tegasnya.
Mas Cayo me-review cerpen “Penjara”. Dalam pandangannya, cerpen “Penjara” ini mampu mengusik hati pembaca. Pembaca tidak begitu mudah dapat menerka apa sebenarnya yang dialami Badrun? “Namun begitu sampai di akhir cerita, pembaca dibangkitkan berbagai rasa, : rasa ketidakadilan, ikhlas menjalani cobaan, dan pertaubatan atas segala tindak tanduk dalam menjalani hidup. Dan menyisakan sedikit pertanyaan,”mengapa harus badrun?”, lanjut Masvayo bertanya-tanya.
Mas Ariss memberikan catatan pendek terhadap cerpen “DHAWANGAN”. Menurutnya, jika cerpen ini kita perlakukan dengan “skimming through” (membaca sepintas), gambaran yang kita dapatkan bisa dipastikan tak akan jauh dari kisah yang hanya menyodorkan atraksi pertunjukan barongan yang ditaburi bumbu-bumbu mistis layaknya cergam Petruk-Gareng-Semar karya almarhum Tatang. S. “Membaca secara “dua lapis” cerpen Dhawangan ini, mengingatkan saya pada sebuah teori sosiologi yang membahas teori-teori umum perihal penyimpangan, yang salah satunya bernama “teori labeling”. Teori Labeling ini mengatakan, bahwa seseorang bisa menjadi menyimpang, ketika ia mendapatkan label-label (khususnya stigma) tertentu yang ia dapat dari hasil interaksi sosialnya. Ending terbuka dalam cerpen ini pun, membuat cerita serasa semakin bertambah mencekam; apakah kematian lima warga kampung yang mengenaskan dengan leher hampir terputus seperti terkena bekas gigitan makhluk ganas adalah ulah dari dhawangan sebagai sosok halus khas mitos dalam kisah-kisah zaman dulu, ataukah merupakan manifestasi dendam kesumat seorang Jayus terhadap mereka-mereka yang pernah mencaci dan menghinanya; entah, tak ada yang tahu (kecuali pengarangnya sendiri). Namun toh, seperti yang pernah dikatakan Radhar Panca Dhahana, bahwa ”sastra memang semestinya dikembalikan kepada pembaca, baik secara teoretis maupun praktis”. Dan senada pula dengan semangat postmodern, terwakili ucapan Barthes, bahwa “pengarang telah mati”, dan pembacanyalah yang memiliki kebebasan memainkan tafsir atas karyanya,” tegasnya.
Mas Adi membidik cerpen “Dhawangan” sebagai bahan review. Dalam pandangan Mas Adi, cerpen ini ingin mengangkat masalah sosial yang kelihatan sepele tapi rupanya tidak bisa disepelekan. Kebiasaan masyarakat mengejek dan merendahkan orang, itulah yang disoroti disini. Kebiasaan mengejek dan meremehkan orang bisa berakibat buruk bagi kepribadian orang mulai dari minder sampai mencari pelarian ke hal-hal yang sifatnya negatif. Kelebihan cerpen ini terletak pada ending yang terbuka yang membiarkan imajinasi pembaca berkelana adalah salah satu sisi positif dari cerpen ini. Selain itu cerpen ini memiliki pesan moral yang bagus. Kekurangannya? “Unsur mistis dalam cerpen ini bisa menjadi pembelajaran negatif karena mengajak pembaca untuk percaya pada tahayul,” tegas Mas Adi.
Cerpen yang di-review Mbak Zahra berjudul “Perempuan Bergaun Putih”. Menurutnya, cerpen ini merupakan salah satu cerpen yang sangat bagus yang dikemas dengan nuansa surelis yang begitu kental.ceritanya sederhana sehingga mudah dipahami. Namun,sangat disayangkan alurnya yang berulang dan dialog para tokohnya juga kurang menyatu dengan seting cerita sehingga menyebabkan hilangnya kesan kewajaran sebuah dialog. Kekurangannya? Mbak Zahra hanya memberikan sebuah catatan, “dialog itu dapat berupa bahasa jawa seluruhnya, sehingga lebih mengesankan desa terpencil”, begitu katanya.
adipati kademangan
Mas Adipati me-review cerpen “Sepotong Kepala”. Dalam pandangannya, cerpen ini menggambarkan sebuah potret masyarakat pingiran yang begitu takjub dengan cerita-cerita sukses TKW. Dia melihat sebuah sindiran kepada pemerintah, sebuah kenyatan bahwa pemerintah tidak bisa memberikan pekerjaan yang layak bagi kehidupan seperti Manirah. Bahwa sebenarnya bumi negeri ini sangat kaya dibanding negri-negeri yang lain, namun ironisnya pemerintah malah berharap kepada devisa negara yang mengalir melalui keringat TKW. “Pembawaan cerita yang berangsur ke hal-hal ganjil, di luar nalar manusia, memang menjadi ciri khas dari Pak Sawali. Bagi saya itu tidak masalah karena sebuah ciri khas masing-masing penulis berbeda dan saya sebagai pembaca harus menerima itu. Sebuah cerpen, jika pesan yang disampaikan telah terpahamkan kepada pembacanya setelah membaca, itulah cerpen yang berhasil, sepotong kepala ini salah satunya,” tegas Mas Adipati.
Mbak Yulfi, demikian saya biasa memanggilnya di dunia maya, me-review cerpen “Marto Klawung”. Dalam pandangannya, cerpen ini mengisahkan seorang lelaki penderita gangguan jiwa, Marto Klawung, yang namanya diambil sebagai judul tulisan. Marto Klawung digambarkan menderita Schizophrenia furor, jenis gangguan jiwa yang membuatnya sangat mudah terpancing emosi dan berani membabat siapa saja yang dianggap telah menyakiti dirinya. Karya ini sangat membumi dengan mengedepankan permasalahan yang cukup lazim ditemui di masyarakat kelas bawah di pedesaan yang terpencil. Pikiran masyarakat masih gampang disusupi prejudice dan prasangka. Perbedaan dianggap keanehan dan abnormalitas sosial, walaupun dalam cerita ini memang digambarkan dengan sangat ekstrim, yakni seorang penderita gangguan jiwa. “Kebiadaban masyarakat yang putus asa sekali lagi digambarkan dengan sadis pada akhir cerita, dengan mengorbankan tokoh Marto Klawung demi menyelamatkan desa. Satu lagi fenomena sosial yang disindir oleh penulis: main hakim sendiri. Kali ini Marto Klawung, berikutnya siapa lagi?” kata Mbak Yulfi bertanya-tanya.
Mbak Livia ingin membidik cerpen “Sepotong Kepala” sebagai bahan review. Sayangnya, karena error, review yang masuk di blog ini hanya seperempatnya. Demikian penjelasan yang disampaikan Mbak Livia dalam komentarnya di sini. “pak sawali…sebenarnya saya ikut kontes cerpen ini tapi banyak troubel. review yg pertama hilang dan blm sempat terkirim, review yg kedua malah cuma terkirim seperempatnya tok. Ahhh,,,nyesel bgt pak, gara2 komputer error jadinya malah kaya gini..,” demikian katanya. Sungguh disayangkan memang review Mbak Livia tak bisa terpublikasikan secara utuh. Meski demikian, saya sangat berterima kasih dan memberikan apresiasi kepada Mbak Livia yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan review terhadap cerpen ini. Sekali lagi, terima kasih, Mbak Livia.
Mbak Macca me-review cerpen ”Perempuan Bergaun Putih”. Dalam penafsirannya, ada tiga hal yang langsung berkelebat di benaknya. Dalam hal pemilihan gaya bahasa bernuansa kengerian, serta merta mengingatkanya pada cerpen ”Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” karya Kuntowijoyo dan buku serial Wiro Sableng yang berjudul ”Banjir Darah di Tambun Tulang”. Satu hal lainnya, percakapan dua orang tokoh yang sering berakhir dengan pertanyaan tak terjawab, mengingatkannya pada naskah drama ”Menunggu Godot”. Kekurangannya? “Saya merasa penasaran apa alasan pemilihan judul cerpen ini sebagai judul kumcer, karena cerpen ini, secara keseluruhan, tidak lebih bagus jika dibandingkan cerpen-cerpen yang lain. Hal-hal yang diceritakan dalam cerpen ini bagaikan kumpulan kepingan puzzle yang tidak utuh. Bahkan, terkadang terlalu dipaksakan untuk digabungkan, sehingga nampak semrawut di sana-sini. Saya merasa terganggu dengan penulisan lembah kematian. Apa maksudnya? Jika merujuk pada sebuah nama, sebaiknya ditulis Lembah Kematian. Dalam hal fakta atau kelogisan, ada juga beberapa hal yang mengganggu,” tegasnya.
heri kurniawan
Mas Heri Kurniawan membidik cerpen “KANG PANUT” sebagai bahwan review. Menurutnya, Mas Heri merasa risih ketika konflik yang dibangun adalah konflik murahan yang boleh dibilang terlalu mudah pembaca mencemoohnya. Perlu diingat, sekalipun cerpen (sebagai karya sastra) adalah sekedar fiksi, namun PEMBACA JUGA MEMPUNYAI NALAR untuk merunut setiap kejadian di dalamnya. “Dan saya tak mencatat kelebihan, kecuali, konsistensi anda yang tak bisa lepas dari tema kematian, serta segala sesuatu yang berbau kerakyatan. Pada poin yang terakhir ini, bapak bolehlah saya jadikan simbol cerpenis yang mempunyai solidaritas terhadap kehidupan rakyat. Dan satu tahun blok anda, (selain dengan kegembiraan) rasanya perlu sekali dirayakan dengan banyak bereksplorasi,” tegasnya.
NAQIB NAJAH
Mbak Naqib Najah membidik cerpen “JAGAL ABILAWA” sebagai bahan review. Dalam pandangannya, seorang pembaca cerpen tak ubahnya penumpang angkot. Dan pengaranglah sopir kendaraan tersebut. Selamanya penumpang akan memasrahkan segalanya terhadap sopir. Namun, seberhak apapun anda, penumpangpun mempunyai kuasa untuk melayangkan protes. Seperti ketika anda tak berhati-hati pada tikungan tajam, atau ketika anda sedikit melamun. Maka sebenarnya sah, ketika seorang pengarang menghendaki ending yang mengangetkan. (Bahkan karya yang seperti inilah karya yang diidam-idamkan pembaca). “Namun, ketika anda mengerem sebuah kendaraan dengan mendadak, tanpa kapabilitas kendaraan yang mendukung, niscaya fatal juga apa yang akan terjadi. Adalah wajar ketika istri ngidam kemudian menghendaki sesuatu yang aneh-aneh. Dan demikianlah yang terjadi terhadap Sumi, istri sang Narator. Maka sejatinya tak ada masalah sepanjang anda membangun konflik yang bermula dari ngidamnya Sumi itu. Dengan plot yang tak sebegitu berat, (mengingatkan saya akan gaya Almarhum Kuntowijoyo) anda berhasil membawa pembaca masuk ke dalam alam imaji anda. Ketika kau berniat untuk menulis, penggallah kepalamu terlebih dahulu. Kalimat di atas saya kutip dari ungkapan Joni Ariadinata. Dan memang betul, ketika kita mengarang cerpen, maka janganlah lebih mendahulukan kegeniusan ide, atau kebijakan tokoh. Sebab penjiwaan lebih wajib ketimbang beberapa perangkat itu. Oleh sebab itu, mengapa cerpen Isbedi Setiawan, atau cerpen Juwayriyah Mawardi terasa indah walaupun konflik serta tokoh-tokoh yang dihadirkan tak sehebat atau sebijak Fahri? Dijawab oleh Yanusa Nugroho (dalam pengantar cerpen Isbedi) bahwa terkadang menyajikan perkara yang biasa itu sulit. Sebab dalam cerpen yang bertemakan biasa, satu hal yang lebih dituntut adalah penjiwaan. Penjiwaan yang saya maksud, bisa diartikan semisal penyajian bahasa, atau mengeluarkan beberapa ideologi, mengeluarkan kegelisahan-kegelisahan batin,” tegas Mbak Naqib Najah.
Berikut ini adalah rekapitulasi jumlah review cerpen yang saya tawarkan untuk dipilih.
- Penjara (4)
- Sang Pembunuh (3)
- Kang Sakri dan Perempuan Pemimpi (3)
- DHAWANGAN (2)
- Jagal Abilawa (2)
- Kang Panut (2)
- Perempuan Bergaun Putih (2)
- Sepotong Kepala (2)
- Marto Klawung (1)
- Tumbal (1)
Dalam pemahaman awam dan subjektivitas saya, semua review cerpen cukup bagus dan layak untuk menjadi pemenang. Sungguh, para reviewer ternyata memiliki naluri yang tajam dalam membedah kelebihan dan kekurangan cerpen saya. Ketajaman naluri me-review itu bisa jadi tak jauh berbeda dengan pisau bedah kaum elite kritikus yang selama ini saya anggap hanya bersinggasana di atas menara gading kekuasaan yang tak pernah mau melirik teks-teks sastra yang dipublikasikan melalui sebuah blog.
Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada segenap sahabat yang telah berkenan meluangkan waktu untuk melakukan review cerpen yang saya sodorkan. Pemenangnya? Duh, jelas bukan hal yang mudah bagi saya untuk menentukannya karena sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Meski demikian, seperti yang saya informasikan, tiga pemenang (I, II, dan III) itu tetap harus saya pilih dan saya tentukan berdasarkan penafsiran awam dan subjektivitas saya. Siapa pemenangnya akan saya umumkan di blog ini pada tanggal 20 Januari 2009.
Namun, sesungguhnya bukan persoalan menang-kalah atau nilai nominal penghargaan yang lebih substansial, tetapi lebih sebagai upaya untuk menjadikan kontes review cerpen ini sebagai bagian dari proses kreativitas saya agar bisa menemukan kembali “dunia saya yang hilang”. Saya sangat membutuhkan asupan kritik yang cerdas –siapa pun dia– yang sanggup menunjukkan jalan menuju pencerahan berkarya dan berkreativitas.
Nah, salam budaya! ***
walaaahhh… udah lewat waktunya ya????? *lupa tadinya ingin ikutan* 😥
Baca juga tulisan terbaru ichanx berjudul Poster Pemilu : Siapakah Mariana Deden?
@ichanx,
kekeke …. mas ichanx sendiri kan juga mengadakan kontes, hehehe … jadi wajar dong kalau lupa *halah*
Jenengku kok rak katut diwoco Pak
Baca juga tulisan terbaru marsudiyanto berjudul H2O
@marsudiyanto,
wew… yen dikatutke, mas totok isa protes, pak mar, hehehe ….
Selamat bagi Pak Sawali atas suksesnya acara review cerpen-cerpennya. Sayang saya udah berusaha tapi nggak pede ikutan mereview. Memang untuk bidang yang satu ini saya kurang berbakat. he..he..he…
selamat-dan-sukses..! 😀
@SyamsIderis,
terima kasih pak syam. mtapi jangan merendah begitu dong, pak, hehehe … kok bisa tahu kalau pak syam ndak berbakat? hiks.
saya tukang bongkar pasang mesin kalau mereview cerpen rasanya kok nggak pede seperti syamsideris.
Baca juga tulisan terbaru endar berjudul Cara mudah diindeks Google
@endar,
walah, sebenarnya kan ndak jauh berbeda toh, mas endar, heheh … hanya objeknya yang beda, hiks.
Hiks… Diki dan Nanin nggak jadi ikut pak!… Soalnya saya tinggal di Jakarta selama seminggu, mereka pada lupa… haks…
Baca juga tulisan terbaru Andy MSE berjudul Akhirnya Datang Juga (Ubuntu 8.10)
@Andy MSE,
walah, gpp, mas andy. bapaknya sibuk terus, jadi lupa kalau mau ikutan, hiks. mudah2an lain kali diki dan nanin bisa ikutan.
wah…..reviewsnya kapan mulainya kang kok aku baru tahu?, ……heheheh (…..hayyyah kayak yang bisa nih harry…..)
Baca juga tulisan terbaru harry seenthing berjudul Hack In Twitter
@harry seenthing,
hehehe … kan dah saya publish 8 januari yang lalu, mas harry.
sekali lagi, selamat atas kontes review ini, pak.
benar sekali, menang-kalah bagi peserta kontes bukanlah menjadi soal, yang lebih oenting adalah persaudaraan sesama blogger. 🙂
Baca juga tulisan terbaru denologis berjudul Thanks, Obama and Ozawa!
@denologis,
terima kasih support dan apresiasinya, mas deno, makasih juga atas keikutsertaannya.
Akhirnya kelar juga…
Selamat, Pakde. Akan kuikuti terus selama di perjalanan, hingga pengumuman esok tanggal 20.
Mari bersorak: “Hoseee…!!!”
Baca juga tulisan terbaru Daniel Mahendra berjudul Kali Ini Datang Tanpa Pesan
@Daniel Mahendra,
“hore!” hidup mas daniel, hehehe …. wah, jadi mengembara beneran nih, mas daniel. hati2, ya, mas?
weh, pak sawali ternyata, udah buat buku ? jadi pengin, hiks.
Baca juga tulisan terbaru hendra berjudul Lesahan Pertama dari Spice Boys
@hendra,
hehehe …. mas hendra sesekali dong main ke rumah, hehehe …. kan ndak jauh2 amat sih, kekeke …
Seniman, riwayatmu ini sedari dulu selalu terabaikan 😥 😥
Hm, emang nasib seniman rata-rata kayak gitu pak. Sebelum benar-benar ngetop g bakal dilirik.
Sabar yah pak, jangan menyerah. Ganbatte kudasai..
(artinya bagus untuk membangkitkan semangat, tapi lupa persisnya ).
Baca juga tulisan terbaru Adi berjudul Flo Rida – Low
@Adi,
hhehehe … makasih banget supportnya, mas adi, makasih juga atas keikutsertaannya dalam kontes itu.
thanks nih dah ada article ky gini…jd menambah referensi gw..hehhehhe
Baca juga tulisan terbaru arsan berjudul Sachet for soap product of moustache razor
@arsan,
walah, postingan biasa saja, kok, mas arsan, makasih banget apresiasinya.
haks..
saia kok ndak ikod ya…? maaf pak, banyak kesibukan ngurus masalah ADRT, hiks…
Baca juga tulisan terbaru gajah_pesing berjudul Ngoprek
@gajah_pesing,
wew… gpp, mas vay. ad/art apaan tuh, mas?
ya maaf kang aku tidak ikut ngritik karya jenengan. tapi bukunya masih ada to? satu ya kang untuk aku. hehe. tapi salut buat kang sawali. aku jadi tertarik untuk terus nulis. eh kang kapan bisa temu muka bahas acara khusus sastra di kendal… aku tunggu undngannya ya kang
@aakdidik,
gpp, pak didik. wah, dah lama sebenarnya pingin nggelar acara sastra dg rekan2 sejawat guru smp/sma. tapi mestinya bukan saya yang ambil inisiatif, pak. bagaimana kalau panjenengan dkk. saya siap diajak kerja sama, kok, hehe …
Sing penting nama saya muncul, di blog dan formulir transfer uang, hehehe.
Baca juga tulisan terbaru Iwan Awaludin berjudul Harga Diri Bangsa
@Iwan Awaludin,
hehehe .. terima kasih atas keikutsertaan pak iwan dalam kontes itu. sangat berharga buat saya.
Kalo saya masuk katagori penulis apa ya ?
Baca juga tulisan terbaru ubadbmarko berjudul MINIMARKET VS WARUNG MANG UJANG
@ubadbmarko,
walah, saya ndak tahu juga, pak marko, hehehe …
Wah, hasil review para peserta juga diresume dan ditampilkan lagi ya, pak…
Bagi saya menang kalah tidak masalah, karena yang terpenting adalah turut andil. Lagipula, saya suka kok membaca cerpen2 Bapak. Walaupun kadang harus mengernyitkan kening. Maklum, saya kurang menguasai genre sastra kelas berat. he he he….
Baca juga tulisan terbaru francis berjudul HORMATI TEMAN HIDUPMU
@francis,
terima kasih banget apresiasi mas fata dan keikutsertaannya dalam kontes itu. review-nya sungguh berharga buat saya.
ow ow ow
baru ganti kulit keknya neh
,maaf maaf baru bisa mampir kemaren sepertinya database error neh??
Baca juga tulisan terbaru casual cutie berjudul Busana VS Underwear
@casual cutie,
ganti kulit? walah, nggak juga kok, mbak cutie, dah hampir semingguan lebih, kok.
Ditunggu pengumumannya pak saya ikut mangayubagyo saja, masalahnya saya nggak begitu mudeng sastra semoga sukses selalu buat Bapak dan Keluarga
Baca juga tulisan terbaru Achmad Sholeh berjudul Hati-hati Jika Teknology sudah Menjadi Berhala Baru
@Achmad Sholeh,
makasih atas perhatian pak sholeh. sukses selalu juga buat pak sholeh dan keluarga. saat ketemu pak wahyu, katanya pak sholeh barusan bertandang ke rumah pak wahyu. kenapa ndak pinarak sekalian, pak? dah deket banget, kok.
dunia yang hilang mas?? Atlantis…pasti saya bener…he..he,
eh..benua dingg
Baca juga tulisan terbaru Nyante Aza Lae berjudul Iklan !
@Nyante Aza Lae,
wew… apaan tuh mas kurnia? hehehe … atlantis? hiks, jadi ndak mudheng saya, kekeke ….
ngga tau tuh pak, kapan di laksanakan……..terlambat deh
Baca juga tulisan terbaru Alexhappy berjudul TAFSIR APA YANG ENGKAU KATAKAN LAGI, BUKANKAH FAKTA TELAH BICARA
@Alexhappy,
hehehe … kan dah saya publish 8 januari yang lalu, bung abdillah!
lha… ada si adipati kademangan ngikut? huehehe
Baca juga tulisan terbaru Epat berjudul Budaya Terimakasih ( Sebuah Obrolan )
@Epat,
hehehe … mas epat kenapa nggak? hehehe …
review nya review ya?
Baca juga tulisan terbaru aR_eRos berjudul Tukeran Pacar Link Yuk !
@aR_eRos,
iya, bener, mas eroz, hehehe ….
<— syapa ya kok mirip ananda mikola, ganteng tenan xixi
salam kenal ya pak Sawali *salaman*
Baca juga tulisan terbaru aR_eRos berjudul Tukeran Pacar Link Yuk !
@aR_eRos,
kekeke … mas eroz memang nggatheng sih, hehehe … salam kenal juga, mas. makasih kunjungan dan komentarnya.
Semoga yang menang nanti enggak lupa ma Gelandangan yah hihihihihihi
Siap2 nunggu traktiran Pemenang Dan Mas Sawali 😀
Baca juga tulisan terbaru Gelandangan berjudul Kaspersky Anti Virus VS File System Windows
@Gelandangan,
hehehe … menang atau kalah bukan hal yang utama, mas maulana, hehehe …
sukses deh pak wah sayang telat info nih…
@preme,
makasih support-nya, mas preme. hehehe … dah ditutup 16 januari yang lalu, mas kontesnya, hiks.
Saya tidak pinter mengarang indah jew, nilai Bahasa Indon saya cuman 6 jadi gak bisa ikut lomba review cerpen , tapi klo ngarang indah buat markup proyek udah lumayan jago, huehehehee 😆
@Bawor,
duh, mas bawor mesti hati2, kekeke …. bisa2 digerudug pasukan KPK, haks.
sejujurnya saya pengen ikutan
mereview kumcer mas Sawali itu
sayangnya sy belum punya
bukunya……
btw, bagaimana atau di mana
bisa beli kumcer itu mas ? 😐
Baca juga tulisan terbaru Mikekono berjudul Pejabat Kita Terjebak Rutinitas
@Mikekono,
terima kasih atas perhatian mas agus. buku kumcer itu agaknya sdh bisa ditemukan di toko2 buku, kok, mas, ttg review itu, kan ndak harus mbaca kumcernya. sdh terpublikasikan juga di blog ini, kok.
wah keren banget
@fajarseraya,
walah, biasa saja, kok, mas fajar, hiks.
kang kalau boleh aku pesan bukunya ❓ 😆 bagus bagus makasih dah sudi mampir keblog ku eh klo ada yang kumpulan puisi juga yah soal biaya nanti tak kirim Ok kang
@awie,
makasih mas awie atas apresiasinya. mas awie bisa kok nyari kumcer tsb di toko buku.
Waduh, lama nggak berkunjung ke sini ternyata saya ketinggalan jauh nih.
Maaf, Pak, kemarin lama nggak mampir karena sibuk ngurusi blog yang error.
Baca juga tulisan terbaru Edi Psw berjudul Dunia Ternyata Selebar Daun Kelor
@Edi Psw,
gpp, pak edi. tapi sekarang blognya dah normal kan, pak?
Wah sukses ya. =)
Baca juga tulisan terbaru Rian Xavier berjudul Realita Gaya Hidup
@Rian Xavier,
makasih mas rian supportnya.
kalo review cerpen saya emg gak bisa pak, bisanya review buku kedokteran baru.
Baca juga tulisan terbaru pakdejack berjudul Beautiful weekend
@pakdejack,
hiya, pakde jack kan biasa menggeluti ilmu2 kedokteran. tapi, sesungguhnya nggak jauh berbeda kok, pakde, hehehe ….
saya ketinggalan bgt ya.. makanya sampek gak tau kalo ada kontes segala..
@dr_eams,
hehehe … walah, gpp, bu dokter, terima kasih atas perhatiannya.
mau ikutan review tapi sayangnya hotspot saya lagi mati. nggak bisa konsentrasi untuk menikmati cerpen njenengan dan selanjutnya bikin review….
Baca juga tulisan terbaru alifahru berjudul Memang Sudah Rejeki
@alifahru,
hostspot mati? memang selama ini mas fahru menggunakan fasilitas itu gpp, mas, semoga lain kali bisa ikutan.
Halah….ngadain lomba kok ndak bilang-bilang. ❓
Rugi tenan ndak bisa ikut dan berpartisipasi. 🙄
Siapapun pemenangnya, yang diumumkan tgl 20 saya ucapkan selamat aja… ❗
Tentu yang juara patut berbangga karena yang menilai Pak Sawali (Pak Guru yang jago nulis) yang juga kandidat Ketua Agupena Jateng. 😛
@Deni Kurniawan As’ari,
walah, jadi malu sama pak deni nih, hiks, hanya sekadar kontes review kecil2an, pak. aduh, pak deni kok nyebut2 agupena jateng segala, hiks.
waduh bapak…saya akhirnya putuskan tidak bisa ikut…sebab…saya bukan kritikus karya sastra pak…jadi ngak mampu ngerievew karya bapak yang bagus banget ituh…jadi sementara saya jadi penikmat aja dulu hehehehe
Baca juga tulisan terbaru imoe berjudul …pesona carlos…
@imoe,
walah, padahal sudah saya tunggu loh, review, mas imoe. tapi makasih ya atas perhatian mas imoe.
😐
waduh .. aku keluputan pak .. 🙁 🙁
telat lagi baca ginian ..
moga-moga even pak sawali berikutnya saya masih bisa mengikuti
Baca juga tulisan terbaru dadan berjudul Sofia
@dadan,
hehehe … mungkin mas dadan sedang sibuk urusan offline, hehehe … ya, mudah2an masih ada acara kontes yang sama utk waktu yang akan datang.
saya belum merasa jadi penulis yang baik Pak, masih banyak belajar dari Pak Sawali & rekan blogger yang lain. Jadi belum bisa mengkritisi cerpen Bapak. tapi bagi saya cerpennya bagus & banyak dibalut mistik *bener kan Pak komennya ra mutu 😳 *
Baca juga tulisan terbaru tomy berjudul SOSIALISME KERAJAAN ALLAH
@tomy,
hehehe … kenapa pak tomy jadi merendah seperti itu, hehehe … saya juga masih tetep belajar kok, pak, termasuk kepada pak tomy juga.
konon belajar menulis dimulai dari belajar membaca dan membedah bacaan, pak sawali. dan saya belajar lebih banyak dari mencoba membedah salah satu cerpen pak sawali.
dalam keterbatasan waktu di saat-saat baru pulang ke tanah air kemarin, saya memberanikan diri menulis review untuk salah satu cerpen pak sawali, dan saya benar-benar belajar dari situ.
menurut saya, cerpen-cerpen pak sawali sangat kental mengusung budaya asli indonesia yang eksotis, dan saya menikmati semuanya. karya-karya pak sawali memang pantas memperoleh apresiasi.
@marshmallow,
wah, makasih banget atas keikutsertaan mbak yulfi dalam kontes review itu. saat ingin menentukan pemenang, jujur saja, saya agak bingung, mbak. rata2 review yang masuk sungguh berkualitas dan berbobot. analisis mbak yulfi ttg marto klawung juga sangat bagus, apalagi kajian mbak yulfi dari sisi psikososial yang sangat mengena. analisis itu juga menjadi pemacu “adrenalin” saya utk terus menggali nilai2 kearifan lokal ke dalam teks fiksi. makasih banget atas apresiasinya, mbak.
Saya tidak jadi ikut, Pak..
Karena sesuatu hal dan saya masih spt yg lalu – tdk pede utk me-review..
😐
Baca juga tulisan terbaru HeLL-dA berjudul Tidur Bagi Remaja – Dewasa Muda
@HeLL-dA,
widih, kenapa mbak hell-da jadi merendah begitu, hiks, kan belum dicoba, hehehe …
wah keren…. sayange aku nggak isoh nulis cerpen…
jadi nggak ikut disebut…
Baca juga tulisan terbaru ciwir berjudul Misteri-Misteri Terbesar Indonesia
@ciwir,
wew… ini bukan kontes nulis cerpen kok, mas santri, hehehe … sekadar mereview aja.
Mohon maaf, saya terus terang nggak berani ikutan mereview, lha kemampuan saya masih belum memenuhi syarat…..terus terang saya baru bisa menikmati pak.
Baca juga tulisan terbaru edratna berjudul Apa fungsi Blog,YM,FS,MP,FB bagi anda?
@edratna,
walah, kenapa bu enny jadi merendah begitu, bu, hehehe … kan belum dicoba, bu. ndak beda jauh waktu ibu bikin makalah, kok, hiks.
Baru tau banyak review cerpen disini…jadi betah kemari
untuk belajar review
dan belajar menulis
Baca juga tulisan terbaru Baka Kelana berjudul Membuat Link Untuk Download Template dan MP3
@Baka Kelana,
hehehe … hanya sekadar utk meramaikan setahun usia blog kok, mas kelana.
Young Sea
Jan-23-2009 By admin
The sea is never still.
It pounds on the shore
Restless as a young heart
Hunting
The sea speaks
And only the stormy hearts
Know what it says
It is the face
Of a rough mother speaking
The sea is young
One storm cleans all the hoar
And loosens the age of it.
I hear it laughing, reckless
They love the sea
Men who ride on it
And know they will die
Under the salt of it
Let the young come
Says the sea
Let them kiss my face
And hear me
I am the last word
And I tell
Where storms and stars come from
@Love Poems,
good and beautiful’s poems. thanks!
waw……,
1 like it. co2 a good poem. 😛
@dloen,
hiks, saya ndak mudheng maksudnya, mas dloen, hehehe….
Pingback: Mental dasar perbaikan (II) « Pabrik tentang tempe
semoga karya-karya pak sawali di gemari oleh banyak orang
amiin..:)