Judul Buku: Epitaph
Pengarang: Daniel Mahendra
Penerbit: Kakilangit Kencana, Jakarta
Cetakan I: November 2009
Tebal: 358 halaman
Satu lagi, sebuah buku lahir dari tangan seorang Daniel Mahendra (DM). Rencananya, Epitaph bergenre novel ini akan menjadi buku pertama dari trilogi Epitaph (Epitaph , Epigraf, dan Epilog). Secara umum, Epitaph terdiri atas 10 bagian, yakni (1) Dia Datang; (2) Sebuah Manuskrip; (3) Sinematografi; (4) Meninggalkan yang Ditinggalkan; (5) Agustus 1994; (6) Sibayak; (7) April 1996; (8) Negosiasi; (9) Epitaph; dan (10) Sebelum Epilog.
Novel diawali dengan pertemuan antara Langi (si aku lirik) dan sahabatnya Haikal dalam sebuah perjamuan kopi yang hangat. Seperti layaknya sebuah pertemuan, mereka berdua segera terlibat dalam sebuah obrolan yang intens, hingga akhirnya Haikal meminta Langi untuk membaca catatan-catatannya sekaligus mengembangkannya menjadi sebuah novel. Semula, ada keengganan Langi untuk membaca catatan-catatan yang disodorkan sahabatnya itu. Selain Haikal memiliki keterampilan merawi teks fiksi, sehingga bisa mengembangkannya sendiri menjadi novel, Langi juga kurang merasa begitu tertarik, apalagi jika hanya berupa catatan-catatan tentang basa-basi cinta. Namun, pada akhirnya Langi tak kuasa menolak hadirnya keterkejutan-keterkejutan dan suspensi kisah yang tersirat dan tersurat di balik catatan Haikal yang sarat dengan balutan misteri itu.
Catatan Haikal –yang menjadi sekuel utama novel ini– bertutur tentang percintaan Haikal dengan Laras Sarasvati, seorang mahasiswi IKJ, yang unik dan khas. Haikal yang melankolis dan penggelisah, agaknya menjadi daya tarik tersendiri bagi Laras untuk mencintai dengan segenap ketulusan dan kesetiaannya. Haikal yang kuliah di jurnalistik, suka berpetualang, dan pintar menulis — meski tak pernah punya keinginan untuk menjadi penulis– benar-benar telah merampas ruang asmara di rongga hati Laras. Terlebih setelah kedua orang tua Laras tak kuasa menolak kehadiran Haikal. Walhasil, percintaan kedua anak muda ini pun terus melaju memenuhi sebagian dari “takdir” hidupnya.
Namun, agaknya Tuhan berkehendak lain. Haikal mesti kehilangan kekasih yang amat dicintainya itu ketika Laras dinyatakan hilang bersama kru helikopter milik Angkatan Darat dalam sebuah penerbangan di kawasan Gunung Sibayak, Sumatra Utara. Keikutsertaan Laras dalam penerbangan itu untuk mengambil gambar dari atas pesawat dalam proses pembuatan film dokumenter yang dipesan oleh sebuah BUMN. Hilangnya pesawat milik TNI-AD ini menimbulkan sejumlah tanda tanya, lantaran pihak militer tak pernah mengakui keberadaan Laras dan timnya dalam penerbangan itu. Inilah misteri yang menjadi daya tarik dalam novel ini. Pelik, melingkar-lingkar, kompleks, sekaligus memikat.
Misteri hilangnya Laras, dkk. membuat Haikal makin gelisah. Ia terus berupaya untuk menguak misteri di balik peristiwa tragis itu. Dia pun terus mengikuti berbagai pemberitaan di media massa. Berbagai upaya pun dilakukan. Haikal juga terus berkomunikasi intensif dengan keluarga Laras, IKJ, Tim SAR, dan berbagai pihak yang bisa diajak bekerja sama untuk melacak jejak Laras dan timnya. Namun, hasilnya tetap saja nihil. Pihak militer terus berupaya menutup-nutupinya. Mereka tak pernah mengakui Laras sebagai bagian dari korban penerbangan naas itu. Padahal, pihak keluarga korban juga tak pernah mempermasalahkannya. Yang penting, jasat para korban bisa segera ditemukan.
Namun, apa daya! Gengsi dan citra agaknya masih menjadi nomor satu di tubuh TNI-AD. Khawatir tercoreng dan kena “aib” lantaran dianggap telah “mengkomersilkan” pesawat, pihak militer terus bersikukuh untuk menutupi keberadaan korban sipil. Merasa frustrasi, Haikal kembali berpetualang ke daerah pesisir yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Pertemuannya dengan keluarga nelayan tua memang bisa sedikit menghibur kegelisahan hatinya. Lebih-lebih Bapak nelayan tua terus memompa semangat hidupnya agar bisa segera bangkit dan bisa mengubur masa lalunya.
“Kau kesepian, Nak. Hidupmu kauhabiskan untuk orang lain. Bahkan, kau nyaris tak peduli dengan dirimu sendiri. Tidakkah kau memerhatikan orang-orang terdekatmu? Orang-orang yang tanpa kausadari selalu ada di sekitarmu? Begitu banyak, banyak sekali yang menyayangimu. Yang tidak lagi membutuhkan alasan atau pamrih untuk mencurahkan perhatian terhadapmu. Tapi kau selalu saja merasa sendiri.” (hal. 292).
“Kau bisa jika mau. Kalau alam pikiranmu bisa kauatur seperti bayi yang baru lahir, dengan segala kekuatanmu, kau akan mencapai melebihi dari apa yang bisa kau bayangkan selama ini. Dan kau akan terkaget-kaget pada dirimu sendiri. Itulah kekuatan alam pikiran.” (hal. 293-294).
Hemm … kata-kata Pak Nelayan Tua memang bisa menghiburnya. Meski demikian, segenap pikiran dan perasaannya tak juga sanggup melupakan Laras yang hampir dua tahun lamanya tak jelas diketahui nasibnya. Haikal makin tenggelam dalam keputusasaan sebelum akhirnya dia mendengar berita bahwa puing helikopter yang ditumpangi wartawan dan mahasiswa IKJ ditemukan. Berita yang dilansir stasiun TV dan berbagai media cetak itu membuat semangat dan vitalitas hidup Haikal kembali bangkit.
Haikal kembali ke “habitat”-nya; menjalin komunikasi dengan keluarga Laras dan korban lainnya, serta berbagai pihak, termasuk Mas Oki, kakak Tedi, rekan se-tim Laras dalam pembuatan film dokumenter yang naas itu. Mas Oki-lah yang dipercaya untuk menjadi negosiator dengan pihak militer untuk mengurus keberadaan korban yang konon hanya tinggal kerangka itu. Setelah melalui prosedur yang berbelit-belit, pihak militer memperbolehkan keluarga korban untuk membawa kerangka dengan berbagai syarat, di antaranya tak boleh melibatkan pers, tidak boleh ada penyambutan secara terang-terangan setelah tiba di bandara, dan kerangka tidak boleh dimasukkan ke dalam peti, tetapi dimasukkan ke dalam tas.
Tentu saja, persyaratan yang diajukan pihak militer terasa amat berat. Namun, demi menyelamatkan kerangka korban, dengan berat hati, Mas Oki menyetujuinya. Begitulah nasib para korban yang selama dua tahun lamanya dengan penuh rekayasa didesain untuk menyelamatkan institusi militer yang nyata-nyata telah memanfaatkan helikopter untuk kepentingan komersial itu.
***
Sebuah kisah yang menarik. Berbeda dengan novel kebanyakan yang digarap dengan alur konvensional, Epitaph dirangkai dengan menggunakan kisah berbingkai dengan pola sudut pandang “aku” yang variatif. Dalam kisah ini, tokoh “aku” setidaknya terejawantahkan melalui tokoh Langsi, Laras, dan Haikal. Ketiga-tiganya bisa menjadi tokoh sentral, tergantung pada konteks peristiwa yang diusungnya. Maka, menikmati Epitaph tak bisa dilakukan dengan “main penggal di tengah”, tetapi harus utuh dan dimulai dari awal sebagai “starting point”-nya.
Dalam pandangan awam saya, Epitaph setidaknya mewakili world-view sang penulis dalam menafsirkan berbagai fenomena hidup dan peristiwa-peristiwa keseharian yang berlangsung di sekitarnya. Dalam teks ini, kita bisa memahami bagaimana pandangan sang penulis tentang cinta dan dinamikanya, kepekaannya terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dan sentuhan-sentuhan psikologis, bahkan juga filosofis seorang DM ketika menghadapi persoalan-persoalan hidup yang menelikung tokoh-tokohnya. Ya, ya, teks sastra memang tak pernah tercipta dalam situasi yang kosong, demikian kata Prof. A. Teeuw. Melalui perilaku para tokoh, tanpa bermaksud menggurui, sang pengarang berupaya “menggiring” pembaca untuk memasuki sebuah situasi rumit dan kompleks, sekaligus bagaimana sang tokoh menafsirkan dan mengatasi persoalan hidupnya.
Yang menarik, novel ini dilengkapi sejumlah fakta dengan memanfaatkan sumber dari berbagai media cetak, terutama berkaitan dengan hilangnya pesawat TNI-AD itu. Meski demikian, bagi saya, fiksi tetaplah sebuah fiksi. Se-akurat dan se-sahih apa pun fakta-fakta yang disuguhkan, novel tak pernah terlepas dari sentuhan intuisi, imajinasi, kreasi, dan stilistika sang pengarang. Dalam konteks demikian, DM bisa dibilang berhasil dalam meramu fakta dan fiksi hingga akhirnya menjadi suguhan kisah berbingkai yang menarik, tidak kenes, dan sanggup menghindar dari kesan vulgar dan artifisial. Peristiwa demi peristiwa mengalir secara wajar dan enak dibaca. Kehadiran tokoh Haikal dan Laras Sarasvati telah mampu membuka mata pembaca akan pentingnya menjaga nilai-nilai kesejatian hidup manusia sebagai mahluk yang bermartabat.
Sayangnya, kalau boleh dianggap ini sebagai sebuah kekurangan, novel menarik ini belum diimbangi dengan akurasi penulisan ejaan dan desain grafisnya. Masih banyak kalimat yang diawali dengan huruf kecil, cover-nya juga menggunakan corak font yang kurang padu dengan latarnya. Latar gelap dengan font warna hijau atau kuning, menurut hemat saya, terkesan kabur, sampai-sampai endors Gerson Poyk pun (nyaris) tak terbaca. Yang agak mengganggu, ilustrasi kisah antara Haikal dan Laras Sarasvati ketika mereka masih di bangku SMA terkesan agak berlebihan. Narasi dan dialog pada halaman 77-81, misalnya, kembali diulang pada halaman 247-251.
Meski demikian, secara keseluruhan Epitaph tetap menunjukkan totalitas seorang DM yang ingin tampil menjadi “dirinya” sendiri. Meski bayang-bayang almarhum Pramudya Ananta Toer –sastrawan yang diidolakannya– belum sanggup ditepisnya, Epitaph tetap menyisakan daya tarik kreativitas, sentuhan intuisi, imajinasi, dan stilistika yang tampil beda. Yang ingin melacak lebih jauh jelajah kreativitas DM, membaca dan memiliki novel ini menjadi sebuah keniscayaan, apalagi Epitaph didesain untuk menjadi bagian dari novel trilogi bersama Epigraf dan Epilog! Nah, sudahkah Sampeyan memilikinya? ***
*menyimak dulu pelan-pelan*
untuk membaca tulisan panjang begitu ndak boleh sepotong2, biasanya penulis menyelipkan informasi penting. kalau sembarang komentar bisa ndak nyambung he he he…
*baru komen*
wah sebuah resensi yang sangat detail, pak sawali, mulai bab per bab, alur cerita hingga detail penulisan yang terdapat beberapa kesalahan tulis. semoga bisa menjadi masukan yang bagus buat penulisnya..
salam sukses penulis buku indonesia
[sengaja font kecil semua xixix]
.-= Baca juga tulisan terbaru deteksi berjudul "Harga Lamborghini Madura" =-.
hehe … mangga, silakan, mas dion. matur nuwun. utk. komen, saya pun suka pakai font kecil semua, biar ndak ribut mesti nekan tombol shift segala, hak.
Mantap skali kalo tulisan kita di riview oleh pak sawali, bukan hanya sekedar riview, si penulis bisa tau kesalahannya dan bertambah pula ilmunya. ^:)^
.-= Baca juga tulisan terbaru Wempi berjudul "Bengkel Kita" =-.
hehe … biasa saja kok, mas wempi. tulisan macam begini bisa dilakukan siapa saja kok.
memang kalau berkomentar di blognya pak sawali harus jeli mengurai benang merahnya hehehe… bukan jas merah hehhe… kayak pak karno aja… semoga tulisan ini bermanfaat memeng me rwview buku harus jeli… sukses buat pak sawali
.-= Baca juga tulisan terbaru dameydra berjudul "Postingan Ke 100 Koe" =-.
walah, mas damey bisa saja, nih. komentar apa pun insyaallah akan saya terima dengan senang hati, kok, mas.
resensi yang menarik pak sawali. serasa sudah membaca bukunya… 😀
terima kasih apresasinya, mas baho.
wah dapet bukunya ya pak…saya udah baca di blognya mas dan dan bu edratna
iya, nih, mas boyin, langsung dapat kiriman dari mas dan.
jadi pingin baca novelnya, apalagi isteri saya, dia suka kalau tak ceritain ada novel bagus
.-= Baca juga tulisan terbaru budies berjudul "Pearson Product-moment Correlation Coefficient with Excel" =-.
mangga, silakan, kang bud. epitaph sdh bisa ditemukan di banyak toko buku, kok.
Reviewnya mengena banget, aku pingin baca novelnya.. Apalagi ada intrik-intrik dalam kemiliteran..
.-= Baca juga tulisan terbaru Anas berjudul "Serba 2000 pada kartu simPATI" =-.
terima kasih, mas anas, mangga selamat memburu epitaph, semoga segera dapat!
saya jadi kepengen ketemu sama mas daniel mahendra ini, sang begawan penulisan jgat raya blogger
.-= Baca juga tulisan terbaru ciwir berjudul "Membuat Anti Virus Sederhana" =-.
loh, memang belum sekali pun bertemu dengan mas dan, ya, mas?
wah dapet buku lagi pak, sepertinya novel yang bagus :d
hehe … bener, mas rifky. bukan sepertinya, memang novelnya oke, kok.
pak satu, ternyata dalam beberapa hal kita memiliki persamaan persepsi mengenai novel ini. memang novel yang berisi, pak. layak diapresiasi.
dan soal desain sampul itu, saya sepakat banget. sayang blurb yang bagus harus menjadi kurang jelas terbaca, ya?
ayo, pak satu kapan merilis buku lagi? ntar saya ulas juga deh. 🙂
.-= Baca juga tulisan terbaru marshmallow berjudul "Sunset at Nabawi" =-.
iya, nih, mbak yulfi. menurutku memang desain covernya kurang padu antara latar dan font-nya. doh, mengenai rilis buku, tolong doanya, ya, mbak. sedang ngumpulin naskah nih, hehe …
ending ceritanya bagaimana pak ? kisah petualangan dan misteri selalu saja layak untuk dinikmati, bikin kita awet muda meski terkadang sedikit mumet membacanya. satu point yg saya tangkap dan setuju, gaya tulisan seseorang ternyata bisa terwarisi mereka yang mengidolakannya …
novel ini menurutku termasuk kisah berbingkai, mas hatta, sebuah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi. endingnya pun kembali ke titik awal, dengan mempertemukan antara langsi (aku lirik) dan haikal sahabatnya itu. apalagi epitaph ini baru merupakan novel pertama yang akan didesain menjadi trilogi.
Makasih resensinya pak, jujur saja akhir-akhir ini karena kesibukan, sangat sulit bagi saya untuk menyempatkan membaca buku-buku novel atau fiksi, padahal dulu sangat hobby.
.-= Baca juga tulisan terbaru xitalho berjudul "A Mother’s Love" =-.
hmmm… begitu, ya, mas xit, mudah2an kalau ada waktu, nanti bisa meluangkan waktu utk mencari novel karya sahabat kita ini.
Pak Sawali yang baik, merupakan suatu kehormatan yang tak terhingga. Sungguh tak mengira. Ada yang mau membaca novel itu saja sudah betapa senangnya. Apalagi sampai diulas begini rupa.
Segala masukan akan menjadi catatan berharga bagiku dan bagi editor tentunya. Sekali lagi terima kasih. Juga atas persahabatan yang manis selama ini. Jabat erat salalu… 🙂
.-= Baca juga tulisan terbaru DM berjudul "Epitaph: Kisah Berbingkai dalam Balutan Misteri" =-.
waduh, sama2 mas dan. hanya dengan cara seperti ini saya mengapresiasi karya seorang sahabat, mas dan. saya berdoa semoga epigraf dan epilognya bisa segera menyusul, hehe ….
Wahh…mantap…terasa sekali bedanya jika yang membuat resensi juga penulis…..
Jadi belajar bagaimana membuat suatu resensi yang bagus
.-= Baca juga tulisan terbaru edratna berjudul "Bulan renungan?" =-.
matur nuwun, bu enny. tapi hanya seperti itulah review yang bisa saya tulis, bu, hehe …
tiap hari penulis kita makin banyak pak koleksi bukunya, dan ini makin baik untuk petumbuhan pendidikan kita tentunya, semoga saja 😉
.-= Baca juga tulisan terbaru arifudin berjudul "Nexian NX-G522 hasil nyata pertama ngeblog" =-.
amiiin, betul sekali, mas arif. dari kalangan bloger saja sudah banyak bermunculan karya2 apik yang layak diapresiasi.
Membaca risensi Bapak serasa telah membaca bukunya. Semoga Allah memberi kesempatan pada saya untuk mendapatkan bukunya. Semoga perjalanan liburan nanti sempat mampir ke toko buku. Amin.
.-= Baca juga tulisan terbaru Puspita W berjudul "Bejo Menunggu Kesempatan" =-.
terima kasih apresiasinya, bu pita, hanya review biasa saja, kok bu. oh, ya, saya doakan, bu, semoga bukunya segera bisa didapatkan.
😆 😆 😆 😆 😆
RAIHLAH “JATI DIRI MANUSIA”.. untuk
MENGEMBALIKAN JATI DIRI BANGSA INDONESIA
Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabatku terchayaaaaaank
I Love U fuuuuullllllllllllllllllllllllllllllll
.-= Baca juga tulisan terbaru KangBoed berjudul "Ternyata Simpanse Juga Suka Musik.." =-.
salam cinta damai dan kasih sayang juga, kangbud. matur nuwun.
Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabatku terchayaaaaaank
I Love U fuuuuullllllllllllllllllllllllllllllll:x:x:x:x:x:x:x:x
.-= Baca juga tulisan terbaru KangBoed berjudul "Hati Hati ARUS PERCEPATAN menimpa Nusantara" =-.
matur nuwun, kangbud.
Pak Sawali, apa kabar? lama juga tak berkunjung ke sini…
Benar pak, membaca epitaph tidak bisa sepotong-sepotong, ia harus dibaca dari awal secara utuh, karena keterkaitan kisah satu dengan yang lainnya. Di sinilah nilai lebih novel ini.
Lengkap sekali ulasannya Pak, semoga saya juga bisa melakukan hal yang sama… 🙂
Salam saya Pak
alhamdulillah, baik dan sehat, bang vizon. semoga demikian juga halnya dg bang vizon dan keluarga. saya kira memang demikian, bang. sbg kisah berbingkai, novel ini memang harus dibaca secara utuh dan lengkap dari awal. wah, saya yakin, bang vizon akan mampu mereview epitaph dengan lebih baik melalui sudut pandang yang berbeda.
kliatanya bagus tuh bukunya
bukan kelihatannya, mas andik, hehe … memang oke, kok.
membaca sinopsisnya aja bisa terbawa suasana, kasian dengan jasad para korban pesawat itu, misterius ya kang
.-= Baca juga tulisan terbaru Mamah Aline berjudul "Ikhlas" =-.
begitulah, mbak. ada nilai kemanusiaan yang terkoyak di situ ketika pihak militer mengajukan syarat bahwa jasatnya tdk boleh dimasukkan ke dalam peti. doh!
Selamat Siang Pak Sawali… saya mau minta tolong pak.. siapa tau Bapak ada solusinya… begini pak.. saya sudah 2 Hari ini tidak membuka blog saya ehh waktu saya buka.. tampilan nya banyak yg hilang pak yg widgetnya seperti banner2 dan yg terutama sekali komentar terakhirnya pak hilang juga jadinya saya tidak tau siap2 yg ngasih komentar terakhir.. sudah saya hapus dan saya pasang lagi widgetnya tetap tidak bisa juga pak.. kira2 kenapa pak yah.. mohon bantuannya pak.. dan kalau mau bikin blog yg berbayar seperti punya Bapak itu gimana caranya pak.. makasih pak.. Balas ke blog saya Pak yah..Mohon Bantuannya.
.-= Baca juga tulisan terbaru bayuputra berjudul "One Man One Tree" =-.
hmm … untuk domain dan hosting berbayar sudah saya sampaikan pada kolom komentar di postingan mas bayu, kok, hehe …
membaca resensi ini serasa mendapatkan gambaran tentang isi buku yang ditulis oleh begawan penganyam kata, DM. Saya jadi pengen membaca bukunya :d
.-= Baca juga tulisan terbaru mandor tempe berjudul "DMAIC" =-.
terima kasih apresiasinya, mas mandor, mangga dicari, semoga segera dapat bukunya, mas.
Wah, jadi pengen cepet nyari ney buku…
Klo bisa nyari pinjaman dulu lah.. (ge bokek)…
Nice.., gambaran yang dikasi cukup jelas,..
hehehe … terima kasih apresiasinya, mas. mangga, kalau ada waktu luangkan waktu utk mencari karya mas dan itu, mas.
Nah, mending baca resensi buku inilah, dari pada mbaca buku resensi gurita…kikikiki.
.-= Baca juga tulisan terbaru Yanti tukang kerupuk berjudul "Sistem Pendidikan Nasional kita jauh dari kesan membumi" =-.
hehehe … mbak yanti malah dah baca yang menghebohkan itu, ya, mbak? saya barusan dapat versi pdf-nya, hehe …
nice info pak ! 😀 mpe detail gt analisanya
.-= Baca juga tulisan terbaru ericova berjudul "Review Mibaba Mojokerto" =-.
walah, biasa saja kok, mas rico. makasih apresiasinya.
resensi dari pak sawali selalu komplit. cerita dijelajahi, kelebihan dan kekurangan dipaparkan. bagus pak!
.-= Baca juga tulisan terbaru haris berjudul "“The Reader” dan Banalitas Kedurjanaan" =-.
walah, mas haris bisa saja nih. biasa saja kok. hanya sebatas itu yang bisa saya lakukan ketika me-review karya sahabat, termasuk 2 buku mas haris yang dulu itu, kan?
Aku mungkin akan takut bisa suatu hari Novelku di review sama Pak Sawali, karena selalu menjadi “seakan” bagus sekali kalau kena sentuhan Pak Sawali hahahaha..
.-= Baca juga tulisan terbaru Kika berjudul "Buku Gurita Cikeas" =-.
kekeke … ayo dong, segera dikirim novelnya, mereview karya sahabat bisa dijadikan sbg media belajar utk mengingat kembali masalah kritik sastra, mas, hehe …
Mas DM mengidolakan Pramoedya Ananta Toer ya? Apakah benar bayang-bayang Pram masih terasa di Epitaph, Pak? Saya tidak mengidolakan Pram tetapi saya suka membaca novel-novelnya. Sayang, niat saya untuk mengoleksi karya Pram belum kesampaian. Harus ngalah beli bahan-bahan belajar untuk Dhenok.
Membaca resensi Pak Sawali, nampaknya Epitaph ini layak juga saya koleksi.
[OOT] tadi saya nyasar ke http://sawalinews.blogspot.com. Kirain Pak Sawali punya blog baru lagi. Ternyata, setelah saya baca di sidebarnya, sawali itu Bahasa Tagalog yang kalau dibahasajawakan berarti gedhek. Bahasa Indonesianya bilik.
.-= Baca juga tulisan terbaru Moh Arif Widarto berjudul "Bebasnya Prita, Kemenangan Siapa?" =-.
ketika saya sempat ketemu, mas dan memang sangat mengidolakan alm. pram. dalam epitaph, ada karya pak pram “pasar malam” yang dijadikan sebagai pembanding ilustrasi. wew… ternyata ada blog yang menggunakan nama sawali juga. saya malah baru tahu, mas. tapi “sawali” dalam bahasa tagalog kok berarti gedhek, toh, kok elek banget artinya, wakaka …
jika boleh dianggap sebagai kekurangan dari buku itu sebagaimana dianggap Pak Sawali, melalui resensi ini kekurangan itu menjadi terabaikan … pembacaan yang membangkitkan keinginan untuk membaca bukunya.
.-= Baca juga tulisan terbaru HE. Benyamine berjudul "PENANGGULANGAN PENYAKIT LAYU PISANG KALSEL" =-.
terima kasih apresiasinya, bang ben.
manfaatnya terasa dari bukunya ya
terima kasih apresiasinya.
yug berburu epitaph
.-= Baca juga tulisan terbaru fiki berjudul "Grosir Jaket Batik" =-.
silakan diburu sampai ketemu, mas fiki, hehe …
ciep…
.-= Baca juga tulisan terbaru modalklik.net berjudul "5 (lima) kesalahan dasar dalam pengelolaan situs" =-.
ada softcopy novelnya gak mas..
wah, kalau soft-copinya ndak ada, mas. tapi sebagian novelnya dimuat di blog pribadinya, kok. kunjungi aja sesuai link di post ini.
kayaknya bagus tuh….
widih, dari judulnya ja udah gak ngerti neh saya
penasaran nih, pengin baca lengkap bukunya :)>-
mangga, dicari aja di toko buku, di gramedia sepertinya gampang ditemukan, kok, mbak.
nice review,, it seems good
Pingback: Epitaph: Kisah Berbingkai dalam Balutan Misteri » The Epitaph Trilogy
manfaatnya mantabs banget thanks ya
kayaknya pernah baca..di terbitkan di edisi balairung UGM?? masih kuliah soalnya dulu?? betul gak?
Menarik
untuk di baca…