Pentas Seni dan Malam Tahun Baru 1431 Hijrah

Kamis, 17 Desember 2009, menjadi hari yang tak terlupakan bagi para siswa SMP 2 Pegandon, Kendal. Pasalnya, semua siswa bebas berekspresi di atas panggung dalam sebuah acara berlabel “Pentas Seni”. Selain sebagai unjuk kemampuan para siswa di bidang seni, pentas tersebut sekaligus juga sebagai momen perpisahan dengan mahasiswa UNNES (Universitas Negeri Semarang) yang lebih dua bulan lamanya melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Walhasil, suasana pun jadi ingar-bingar dan meriah. Suara tepuk tangan dan aplause menggema bersambung-sambungan setiap kali menyambut siapa pun yang akan tampil atau turun di atas panggung.

Saya pun tak ketinggalan berkiprah dalam momen menarik ini. Atas inisiatif sendiri, saya usul kepada pembawa acara agar saya diberi kesempatan untuk membacakan beberapa puisi karya penyair cilik yang telah lahir di SMP 2 Pegandon. Karya-karya mereka –meski sederhana– sudah terbukukan dalam sebuah “Antolologi Puisi Anak” setebal 141 halaman. Hmm … jumlah yang lumayan tebal buat sebuah anotologi puisi bocah. Ada tiga nama penyair yang karya-karyanya terbukukan dalam antologi ini, yakni Lilil Elin Y. (kelas VII-E), Ririn Yuli H. (kelas VIII E), dan M. Yasin (kelas VIII E).

Dari sisi stilistika, karya-karya mereka memang masih perus terus dipoles dan dipermak hingga mampu memperkaya teks dengan berbagai metafor yang indah dan eksotis. Demikian juga dalam kreativitas dan penciptaan. Mereka masih butuh bimbingan intens dalam pengembangan imajinasi dan ide yang lebih “liar” dan “mencengangkan”. Saya menangkap talenta besar yang melekat pada diri mereka bertiga. Jika terus dibimbing dan dipoles, bukan mustahil kelak mereka akan mampu menjadi penulis puisi yang layak diperhitungkan.

Simak saja beberapa penggalan puisi yang saya bacakan dalam ajang “Pentas Seni” berikut ini.

……
Ooh, awan hitam
Kirimlah angin walau hanya hembusan
Di sini ku yang berharap selalu kautoreh luka
Tangisku membanjiri ladang luka
Bila suatu saat ku tak mengira
Aku yang terjatuh dalam ladang sana

Kemarilah …
Periksalah ladang yang kaulukis
Maka kau kan melihat dalamnya lukaku

….
(Dari: “Seperti Mentari yang Selamanya Tertutup Awan” karya Lilin Elin Y., hal. 73-74)

Aku menjerit dan menangis
Meratapi nasibku ini
Aku dipuja dan diagungkan
Di kala warnaku secerah mentari
Di kala bauku seharum embun di pagi hari

Namun …
Aku tercampakkan setelah layu
Setelah warnaku memudar
Setelah bauku …
(Dari: “Bunga yang Tercampakkan” karya Ririn Yuli H., hal. 100)

Baja itu masih kokoh
Tegak berdiri
Menjaga rumah ini
Meski buldoser melawan
Meski palu raksasa memukul

Meski goresan di mana-mana
Meski goyang-goyang tubuh itu
Kau tetap berjuang
Mempertahankan rumah

(Dari: “Sajak Perisai Rumah” karya M. Jassin, hal. 139)

Bagaimana menurut Sampeyan? Lumayan bagus, bukan, untuk siswa kelas VII dan VIII SMP? Gairah pentas seni makin heboh ketika ada Ibu Guru yang tampil menyanyi beberapa lagu dangdut dengan diiringi musik secara langsung oleh anak-anak. Karuan saja, bapak ibu guru yang lain pun serentak ikut bergoyang. Demikian juga dengan anak-anak yang berkerumun di sekitar panggung di bawah guyuran panas matahari yang mulai merangkak sekitar pukul 11.00 WIB. Pentas pun berakhir sekitar pukul 12.00 WIB ketika semua siswa yang selama ini berlatih melalui kegiatan “Pengembangan Diri” setiap hari Jumat berekspresi dan tampil habis-habisan di atas pentas. Hmm … sebuah ajang seni yang perlu terus ditradisikan setiap akhir semester.
***

Malam 1 MuharamSementara itu, pada malam harinya, bertepatan dengan malam 1 Muharam 1431 H, saya mengikuti kegiatan “Doa Bersama” di kampung. Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan anak-anak menyatu dan berkumpul di gang kampung dalam suasana yang guyup dan akrab. Setelah dibuka, acara pun dilanjutkan dengan membaca tahlil, asma’ul husna, dan doa yang dipimpin langsung oleh Pak Subroto, guru Pendidikan Agama Islam SMK 2 Kendal, yang tinggal bersama-sama kami di kompleks Perumahan BTN Langenharjo Kendal. Suasana khusyu’ dan khidmad pun sangat terasa, bahkan ada beberapa di antaranya yang tak sanggup membendung air mata ketika ke-khusyu’-an dan ke-khidmad-an doa mencapai puncaknya.

Usai doa, acara dilanjutkan dengan potong tumpeng yang kemudian diserahkan oleh Ketua RT, Pak Sujatmin, kepada sesepuh kampung, Pak Suhono. Meski berlangsung sederhana, acara malam itu bisa menjadi pengantar untuk memasuki suasana tahun baru Hijrah dengan balutan semangat berhijrah untuk melakukan perubahan-perubahan menuju tatanan peradaban yang jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Suasana berubah ceria ketika acara ramah-tamah dan makan bersama berlangsung. Anak-anak, remaja, dan orang tua melebur dalam suasana paguyuban yang kental dengan nilai-nilai persaudaraan dan kekeluargaan. Dari momen ini, terpancar kuat aura silaturahmi yang menyelubungi perkampungan kami. Alhamdulilllah, kami masih diberi kesempatan untuk menyongsong pergantian tahun Islam dengan penuh semangat dan sarat dengan sentuhan nilai keakraban dan kekeluargaan di tengah-tengah peradaban yang ditengarai mulai abai terhadap nilai-nilai luhur baku semacam itu.

Kegiatan malam 1 Muharam diakhiri dengan tirakatan secara lesehan di gang kampung hingga pukul 02.00 dinihari sambil mendengarkan sajian wayang kulit yang disiarkan dari sebuah stasiun radio. Hmm …. bagaimana dengan kegiatan malam pergantian tahun baru Hijrah di kampung Sampeyan? ***

No Comments

  1. aqpresiasi terhadap karya siswa sangat mendorong kreatifitas siswa yang bersangkutan, saya sendiri telah merasakan betapa besarnya peran nilai pujian yang disampiakan oleh guru Bahasa Indonesia waktu SMA saat saya membawakan resensi buku Tiga Kota dan sebaliknya sangat memukul kata-kata seorang guru jika nanti melanjutkan ke PT tertentu sang guru tak mau menegur sang alumni, maka saya pun terlecut untuk tidak masuk ke PT yang dimaksud, tentu dengan resiko yang harus saya tanggung sendiri, bukan bapak guru

  2. ehm…………..jadi teringat kembali saat di “PONPES PABELAN MAGELANG”, biasanya kami mengadakan pentas seni setelah 1 bulan bergelut dengan buku-buku yang minta ampun bikin pusing……….
    tapi, rindu juga eh……..
    .-= Baca juga tulisan terbaru blogger pengamen ilmu berjudul "Hadiah Yang Kesasar" =-.

  3. Wah acaranya gayeng, Pak Sawali jadi ingat pentas seni waktu SMP dan SMA dulu..
    Btw puisinya menarik, Pak.. Salut untuk mereka yang sudah dibukukan puisinya!
    .-= Baca juga tulisan terbaru DV berjudul "LunMay" =-.

  4. suasananya mirip di kampunng2 santri ya pak, khas penuh kesejukan dan kesyahduan, ternyata ditengah2nya ada generasi yang terus berbenah, berusaha menyeimbangkan sisi spiritual dan kreatifitas mengikuti perkembangan zaman … selamat tahun baru hijriyah pak ..

  5. Karya murid-muridnya sudah berkarakter pak, perlu dikembangkan agar bisamenjadi penyair yang mumpuni. Dari secuil karyanya itu sudah terlihat kalau mereka punya bakat untuk merangkai kata yang bagus.
    .-= Baca juga tulisan terbaru mandor tempe berjudul "5S (lanjutan)" =-.

  6. kalau boleh usul…. waktu tirakat itu waktu yang pas untuk buat puisi..jadinya imajinasi dan ide anak-anak lebih “liar” dan “mencengangkan” lagi. he…

  7. mungkin bisa lebih sering diadakan bapak…kalok perlu mbikin festival puisi kayak festival2 band itu lho, harapan jangka panjangnya adalah: anak2 bangsa ini bisa menulis puisi atau seendak-endaknya bisa lebih mengapresiasi karya2 tulis, lha nantinya, anak2 ini bisa masuk ke production2 house pembuat sinetron2 indonesia, jadi bisa mbikin naskah yang bagus dan bernilai sastra yang lebih baek, endak cumak seperti cerita sinetron akhir2 ini yang endak jauh2 dari rebutan harta dan mengandalkan tampang kece.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *