Siswi Hamil, Perlukah Dikeluarkan dari Sekolah?

Opini

Oleh: Sawali Tuhusetya

Siswi hamil sebenarnya sudah bukan lagi berita baru. Hampir setiap tahun, dunia persekolahan kita (nyaris) tertampar aib akibat ulah siswinya yang dianggap telah melanggar norma dan etika. Namun, seringkali kasus tersebut menguap begitu saja. Siswi yang nyata-nyata telah hamil tak jarang diperlakukan sebagai “pesakitan” sehingga harus dikeluarkan dari sekolah. Pemecatan semacam ini dinilai sebagian kalangan sebagai penyelesaian terbaik agar marwah dan wibawa sekolah tetap terjaga, sekaligus untuk memberikan efek jera kepada siswi yang lain agar tidak melakukan ulah serupa.

Zaman memang sudah berubah. Hal-hal yang dulu ditabukan, kini sudah menjadi hal yang biasa dibicarakan. Nilai dan norma juga makin longgar. Persoalan seks bukan lagi menjadi dominasi orang tua. Anak-anak pun mulai menginternalisasi persoalan-persoalan terlarang melalui berbagai media. Anak-anak juga dimanjakan untuk mengakses informasi tentang seks melalui media maya. Produk-produk teknologi berupa VCD atau DVD juga gampang didapat. Akibatnya, mereka bisa demikian mudah menyaksikan adegan-adegan “syur” –yang seharusnya tabu ditonton– tanpa batas ruang dan waktu.

belajarLonggarnya nilai dan norma semacam itu diperparah dengan mulai mengendurnya kekuatan kontrol yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat kita, diakui atau tidak, mulai cuek dan apatis terhadap persoalan yang berkaitan dengan nilai-nilai moral. Masyarakat kita sudah menganggap hal yang wajar terjadi ketika kasus seks bebas mencuat ke permukaan. Pemerkosaan pun dinilai sebagai kasus yang lumrah terjadi. Akibatnya, pelajar berlainan jenis yang sedang dalam masa transisi, merasa mendapatkan angin untuk mencoba-coba melakukan perbuatan yang seharusnya belum pantas mereka lakukan. Masyarakat baru “heboh” setelah kasus siswi hamil terjadi.

Yang tidak kalah besar pengaruhnya, jelas lingkungan keluarga. Sebagai basis komunitas terkecil, keluarga memiliki peran yang cukup besar dalam melakukan transformasi nilai, norma, dan akhlak luhur kepada anak-anak. Keluarga diharapkan mampu menjalankan fungsinya sebagai penyemai nilai-nilai luhur baku kepada anak-anak, sehingga mereka bisa membedakan baik-buruknya sikap dan perilaku. Namun, kesibukan memburu gebyar materi seringkali menjadi alasan bagi mereka, sehingga gagal memberikan sentuhan perhatian dan kasih sayang yang cukup kepada anak-anak. Banyak kaum remaja-pelajar kita yang hidup dalam limpahan uang dan kekayaan, tetapi mereka mengalami kekeringan rohaniah. Akibatnya, mereka berusaha mencari dan mencuri kesempatan untuk menyalurkan “naluri agresivitas”-nya dalam soal seks sebagai kompensasi terhadap “pemberontakan” yang lahir dari jiwa-jiwa yang resah dan gelisah.

Dalam kondisi demikian, sekolah seringkali dituding sebagai institusi yang paling bertanggung jawab terhadap fenomena merebaknya penyimpangan perilaku seks yang melanda kaum pelajar. Sekolah dinilai telah gagal menanamkan, mengakarkan, dan mengembangkan nilai-nilai luhur hakiki sehingga kaum pelajar kita menjadi demikian gampang terjerumus ke dalam kubangan perilaku seks bebas.

Persoalannya sekarang, apa yang mesti dilakukan pihak sekolah setelah nyata-nyata terbukti kalau ada salah seorang siswinya yang hamil? Haruskah siswi yang bersangkutan dikeluarkan dari sekolah?

Memang bukan persoalan yang mudah untuk mengambil keputusan yang tepat. Sebagian besar sekolah mengambil jalan “tak kenal kompromi” dengan mengeluarkan siswi hamil dari sekolah. Bisa jadi, hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan citra dan wibawa sekolah, sekaligus untuk memberikan efek jera sehingga siswi yang lain tidak melakukan hal serupa. Namun, keputusan semacam itu juga memberikan dampak buruk terhadap masa depan anak yang bersangkutan. Selain kehilangan kesempatan belajar, siswi hamil juga kehilangan harapan untuk membangun masa depan yang lebih baik. Bukankah ini juga telah mencederai hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang layak?

Siswi hamil jelas merupakan predikat yang tak dikehendaki oleh siapa pun. Tak hanya orang tua, sekolah, dan masyarakat sekitar yang tertampar, siswi yang bersangkutan justru menanggung beban psiko-sosial yang lebih berat. Selain cibiran dan sumpah-serapah keluarga dan masyarakat sekitar, siswi yang bersangkutan tak jarang terkena stigma sebagai gadis murahan. Dalam konteks ini, siswi berada dalam posisi sebagai korban dari sebuah agresivitas nafsu yang tak bisa dikendalikan akibat kompleksnya persoalan peradaban yang kian rumit.

Tanpa bermaksud melakukan pembelaan terhadap siswi hamil, sekolah juga mesti berhati-hati dalam mengambil keputusan. Jangan sampai hanya karena alasan ingin mengembalikan citra dan nama baik, lantas mengambil sikap yang salah sehingga sangat merugikan masa depan siswi yang bersangkutan. Setidaknya, siswi yang bersangkutan perlu diberi kesempatan untuk cuti selama hamil. Selanjutnya, berikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah asal. Keputusan semacam ini juga sekaligus untuk menangkal banyaknya kasus aborsi yang dilakukan oleh kaum pelajar kita.

Meski demikian, tidak lantas berarti kita mesti menolerir perilaku seks bebas. Dikaji dari sisi mana pun, perilaku semacam itu jelas bisa dikategorikan sebagai perilaku anomali dan tak terpuji. Dibutuhkan sinergi antara orang tua, sekolah, dan masyarakat agar perilaku seks bebas tak menjadi budaya di kalangan remaja. Tindakan preventif jelas lebih baik dan bijaksana ketimbang mencari solusi instan setelah semuanya terjadi. Semoga kaum pelajar kita memiliki filter dan benteng yang tangguh dalam menghadapi agresifnya nafsu seks bebas di tengah atmosfer peradaban yang kian rumit dan kompleks. ***

154 Comments

  1. Mungkin perlu dipilah2 Pak. kalau yg menghamili Penjaga Sekolah ya jangan dikeluarkan dari sekolah.
    Memang repot kalau ndak dikeluarkan. Selama nunggu kelahiran bayinya yg berbulan2, gadog juga kalau bersosialisasi dengan temannya. kalau pelajaran olahraga juga repot. Biasanya tanpa dikeluarkan juga akan mundur teratur.
    Kok tiba2 nulis beginian emangnya ada muridnya yg hamil ya Pak. Kalau di sekolah saya sering sekali karena anaknya lebih dewasa…
    Saya sendiri pernah ngalami menghamili bekas murid saya. Tapi saya bertanggungjawab sampai sekarang.

    Baca juga tulisan terbaru marsudiyanto berjudul Makhluk Gaib

    • ya, pak mar, memang bener juga, yah, meski diberi kesempatan untuk cuti, agaknya siswi yang bersangkutan merasa malu, sehingga tanpa dikeluarkan mesti keluar dg sendirinya. bisa jadi itu juga akibat stigma masyarakat yang sudah demikian buruk terhadap siswi hamil.

      • Untungnya pak Mar hanya dengan bekas murid, kalau dengan bekas murid-murid, walaupun bertanggung jawab ya repot ya pak, karena harus berhadapan dengan PP no 10 :d

        Baca juga tulisan terbaru rochmaniac berjudul Mencicipi WordPress

  2. Kalau udah terlanjur Hamil memang susah ngambil keputusan ya Pak…
    Usul saya gini…gimana kalau setiap kabupaten ada sekolah korban Kehamilan …eh MBA .
    Asyik kali ya Pak…

    • yaps, bener banget, mas radyo. MBA? walah … artinya, sekolah khusus utk siswi yang hamil begitukah? wah, ide yang menarik.

  3. Haruskah mereka di jauhi kalau gitu mas ?
    Sekira saya pada saat sudah mengetahui bahwa dia hamil mental si siswa sudah terganggu. haruska kita memberikan lagi beba terhadap mereka. Egoisme antar lembaga pendidikan kian begitu marak antara sekolah satu dengan sekolah yang lain saling berlomba mencari popularitas dan mereka tidak memikirkan Siswa-siswi yang menuntut ilmu.

    • itula dia masalahnya, mas maulana. kalau siswi hamil lantas dijauhi, apalagi dikucilkan, tentu saja beban yang mesti mereka tanggung semakin berat. karena itu, perlu pertimbangan yang matang sebelum keputusan diambil oleh pihak sekolah.

  4. Prinsip Saya Pak : “jika ada anak yang aggal dalam menjalankan kehidupan, taroklah melanggar nilai-nilai, etika dan norma, maka itu pertanda kegagalan orang dewasa disekelilingnya memberikan perlindungan”

    Sama halnya dengan siswi hamil, tidak ada satupun anak yang ingin dia hamil di luar ikatan yang syah, jika itu terjadi berarti ada persoalan di lingkungan terdekatnya. MUlai dari orang tua, masyarakat, teman sebaya sampai institusi sekolah. Nah, faktanya, jika siswi hamil lalu dikeluarkan dari sekolah, maka dia akan mendapatkan maslaah berlipat ‘sudah jatuh tertimpa tangga’. Sementara siswa yang menghamilinya, mungkin saja biosa melanjutkan pendidikan di sekolah yang lain.

    Nah, dalam kondisi tersebut kita juga harus arif melihat persoalan ioni. Institusi sekolah kita tidak pernah mampu memberikan pembelajaran mengenai kesehatan reproduksi remaja yang bener dan bertanggung jawab. Banyak yang alergi dengan topik itu. Seksualitas dipandang hanya sebatas ‘hubungan seks’ semata, padahal di balik itu terkandung nilai-nilai sehat baik itu SEHAT FISIK, PSIKOLOGIS, SOSIAL, DAN MORAL. Kegamangan sekolah kita memberikan infor dan pendidikan seks bagi remaja tak lebih dan tak kurang karena guru tidak SIAP untuk materi itu.

    Saya pernah berdialog dengan gurtu kelas 6 SD. Dalam buku IPA kelas 6 SD sudah ada materi kesehatan reproduksi remaja, tapi guru-guru bilang ‘kami memilih untuk tidak mengajarkan, karena tidak bisa menyampaikannya dengan cara yang pas’.

    Nah, jadi ketika anak remaja butuh info menegnai tubuhnya, karena di dorong oleh pertumbuhan hormonal, mestinya para guru dan institusi sekolah kita haruslah siap mem back up nya, jangan sampai kehausan informasi mereka terpenuhi oleh MEDIA PORNOGRAFI.

    Tantanganggya, apakah kitya akan membiarkan remaja kita terjeremba karena kita tak mampu memberikan perlindungan, atau kita melawan dengan sebuah sistem pendidikan bagi kesehatan reproduksi anak dan remaja kita.

    Jadi, jika siswi hamil, butuh diskusi panjang untuk sampai pada keputusan KELUAR atau TIDAK….

    Baca juga tulisan terbaru imoe berjudul ‘ngakalin pelajaran sastra’

    • wah, terima kasih tambahan infonya, mas imoe. diskursus ini menjadi semakin menarik. saya sepakat banget bahwa anak2 justru perlu diperkenalkan pendidikan seks sejak dini utk mengetahui seluk beluk seks dan proses reproduksi. dengan pendidikan seks yang sehat, anak2 justru dapat memperoleh pemahaman yang benar ttg seks sehingga tak berani coba2 utk melakukannya. sepertinya makin mendesak pendidikan seks ini diberikan kepada anak.

  5. Pak, kok bisa pas ya. Ada murid di sekolah saya, kelas 3 yang sudah 3 minggu tidak masuk dan tersiar kabar anak itu hamil. Sayang, padahal beberapa bulan lagi kelas 3 menempuh ujian. Dipaksa masuk pun tidak memungkinkan karena ybs merasa malu dengan teman-temannya. Akhirnya solusinya ya putus sekolah di tengah jalan.

    Baca juga tulisan terbaru enggar berjudul Penyisihan

    • oh, ternyata malah ada kejadian betulan di sekolah bu enggar. wah, sayangnya, si siswa malah tidak mau masuk ke sekolah lantaran malu. agaknya, stigma buruk yang telah lama diciptakan oleh masyarakat sangat berpengaruh terhadap psikososial siswi yang hamil sehingga mereka merasa kurang nyaman jika harus kembali ke sekolah.

  6. wah klo ini no coment, aja deh karna salah satu tata tertip gak boleh hamil, lagian setiap tindakan ada resiko

    • hehehe … tapi tata tertib itu sekarang sangat ditentukan oleh otonomi sekolah yang bersangkutan, kok, mas ronggo.

  7. SJ

    kalo dikeluarkan lantaran untuk menjaga citra sekolah menurut saya tidak bijaksana. saya setuju dengan pak sawali, masa depan siswi bisa terancam dan sekolah sebetulnya turut bertanggungjawab kalo sudah begini. sebagai bahan perbandingan, adik sepupu istri saya pernah ngalamin (SMU), tapi kemudian dinikahi pacarnya. pihak sekolah tidak mengeluarkan. jadi, proses belajar tetap berjalan sampek bisa tamat kuliah, bahkan. lha, kalo dianjurkan pindah setelah melahirkan saya kira lebih bijaksana. tujuannya mungkin untuk mengurangi beban mental siswi terhadap pandangan teman-teman di sekolah yg mungkin tidak proporsional. 😕

    Baca juga tulisan terbaru SJ berjudul In Harmonie Wetenschap Kejawen

    • wah, ternyata pernah juga terjadi kejadian buruk yang menimpa sepupu istri mas jenang. nah, piahk sekolah agaknya bisa mengambil keputusan yang bijak tuh, mas jenang, sehingga siswi ybs tetep dapat melanjutkan sekolahnya. mungkin pindah sekolah juga bisa menjadi alternatif lain utk mengurangi beban psikososial anak, mas jenang.

    • yaps, bener banget, mas. sungguh dilematis, memang. makanya perlu pertimbangan yang matang sebelum sebuah keputusan diambil.

  8. kalau saya sih gak ada tawar-menawar, keluarin aja! daripada membuat siswa-siswi yang lain menjadi permisif, menganggap lumrah, aah biasa, emangnya kenapa, egepe, dst yang akhirnya akan membuat snowball effect.

    kalau siswi ngeblog … nah ini yang harus diberi perhatian.

    • hehehe … walah, memang bukan hal yang mudah untuk mengambil keputusan yang sama2 nyaman dan menguntungkan, karena siswi hamil memang bisa dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran norma dan etika. namun, pada sisi yang lain, masa depan mereka juga makin hancur jika langsung dikeluarkan, sebab banyak faktor yang menyebabkan kenapa mereka melakukan tindakan yang melanggar norma dan etika semcam itu.

      • ya begitulah pak sawali, saya memandang dari ukuran tempat saya bermukin sekarang, sebuah kota kecil, yang mana kadang hukuman sosial bisa lebih kejam daripada pembunuhan. berbeda dengan katakanlah jakarta, dimana seorang pelaku penyimpangan dengan mudah menghilang ditengah lautan jutaan manusia dengan urusannya masing-masing.

        di sini, pihak sekolah lebih memilih untuk tidak menerima hukuman sosial itu, dan menimpakan beban kepada pelaku.

        Baca juga tulisan terbaru deden berjudul Blog Gurem

        • sepakat, mas deden. pengembilan keputusan ttg kasus siswa hamil ini sebaiknya menjadi bagian dari otonomi sekolah. biarkan sekolah masing2 yang menentukan solusinya dikaitkan dg konteks sosial-budaya masyarakat setempat. terima kasih tambahan onformasinya, mas deden.

  9. meskipun masih agak tabu sekarang pergaulan bebas sudah menjadi hal yang lumrah. saya tidak bisa membayangkan sepuluh tahun lagi seperti apa pergaulan muda-mudi. barangkali orang tua akan membekali anaknya yang akan berangkat pacaran dengan kond**. pusing memikirkannya.
    mengelus dada..

    Baca juga tulisan terbaru endar berjudul Mengumpulkan PR

    • yaps, kasus siswi hamil agaknya terus menjadi siklus tahunan di berbagai sekolah, mas endar. makanya, perlu ada keterlibatan secara sinergis dari semua pihak, termasuk orang tua dan masyarakat, utk mencegah terjadinya kasus semacam itu dg cara2 yang arif sebelum semuanya terjadi.

  10. Saya tidak bisa membayangkan kalau ada siswa di kelas saya yang pernah hamil atau melahirkan. Mungkin agak kikuk mengajar di depannya, ya? Lagian, apa dia tahan dengan omongan teman-temannya?
    Saya mungkin usulkan kepada orang tuanya agar dia belajar saja di tempat yang lebih “menerima”nya, misalnya kejar paket atau pendidikan non formal.
    Saya malah khawatir kalau dia tetap bisa bersekolah di tempat asal, ini akan menjadi preseden buruk bagi siswa lainnya. “Hayo kita hamil bareng-bareng, selain dapat ijazah juga dapat anak”.
    Kalau hal ini dibiarkan, wah.. runyam jadinya. Jangan-jangan nanti ada penitipan anak di sekolah. Waktu istirahat tidak digunakan untuk ke perpustakaan, melainkan MENYUSUI.

    Baca juga tulisan terbaru bebyn berjudul PENGAJARAN MENULIS DENGAN TEKNIK RESPONS SEBAYA

    • hehehe … bisa jadi benar apa yang disampaikan pak bebyn itu. menyelesaikan pendidikan non=formal bisa menjadi salah satu alternatif utk menjaga kelangsungan pendidikan siswi ybs sekaligus utk mengurangi dampak psiko-sosial yang disandangnya.

  11. 8-| bagaimana ya.. repot juga sih..
    tapi ada baiknya jika ga di keluarkan, tapi di istirahatkan
    ntar kalo dah melahirkan dan dah merasa bisa sekolah lagi ya lanjutin
    kan sayang kalo putus sekolah. namun kemungkinan akan menjadi bahan gunjingan masyarakat juga sih 😀

    • iya, ya. tapi ini masih menjadi sebuah wacana, mas therunk. perlu ada solusi yang penuh kearifan agar anak2 yang bermasalah bisa tetap memiliki akses utk melanjutkan pendidikan, tanpa bermaksud utk mengesampingkan nilai dan norma yang berlaku.

  12. keputusan yang sulit, kalau dibiarkan nantinya takut menjadi “bola salju” seperti yang diungkapkan oleh mas deden. namun kebebasan untuk memperoleh pendidikan bagi siapapun juga merupakan amanat UUD 1945 yang harus dijalankan tanpa adanya diskriminasi dalam bentuk apapun juga.
    kalo hal ini bingung jawabannya hehehehehe…..

    Baca juga tulisan terbaru thimbu berjudul Kalah Sebelum Perang

    • betul sekali, mas thimbu, memang bukan hal yang mudah utk mengambil keputusan yang tepat dan adil. seiring dg diberlakukannya otonomi sekolah, ada baiknya kalau persoalan ini diserahkan sepenuhnya kepada sekolah masing2 utk mencari solusi yang tepat setelah melalui musyawarah dg melibatkan berbagai stakeholder yang ada.

  13. Yang saya bingung :o, kanapa kalau ada siswi yang hamil kok sekolah sebagai institusi yang paling bertanggung jawab? Mestinya yang paling bertanggung jawab ya pacar atau lelaki yang menghamilinya, iya tho…. Mosok sekolahannya..:(( , nanti penghulunya bingung ada siswi menikah sama sekolahan.
    Bagi saya, sekolah harus lihat kasusnya terlebih dahulu. Jika siswi tersebut hamil karena korban pemerkosaan misalnya, maka siswi tersebut harus dilindungi. Beri kesempatan hingga dia lulus. Kehamilan itu bukan kemauannya, dan dia tidak main-main atau coba-coba dengan yang namanya hubungan sex.
    Tetapi ada juga siswi yang memang suka bertualang, suka coba-coba, suka main-main, suka memancing birahi lawan jenis dan biasanya terjadi kehamilan karena hubungan dengan pacar. Kalau dengan pacar, kemungkinan besar mereka sadar apa yang mereka perbuat, walaupun mungkin tidak sadar apa yang akan terjadi setelah berbuat. Kelakuan keseharian siswi ini juga tampak dari kelakuan, dandanan dan cara berpakaian yang cenderung norak dan vulgar. Siswi seperti ini mungkin (semoga saya tidak salah memberi pendapat) harus dikeluarkan supaya tidak menjadi teladan siswi yang lain. Juga agar sekolah tidak mendapat citra sebagai sekolah yang siswinya gampangan atau murahan, siswinya bisa dibawa dll. :-\”:-\”

    • hehehe …. bener pak jaitoe, yang bertanggung jawab mestinya si pelaku, bukan sekolah, haks. tadi siang (sabtu, 22 nov.) ada pembahasan tata tertib sekolah dg melibatkan anak2 dan komite sekolah. agak seru juga sih, ketika persoalan siswi hamil saya angkat, agaknya masih banyak setuju mengambil jalan “tanpa kompromi”, apa pun penyebab kehamilan itu, entah diperkosa atau suka sama suka. ya, namanya musyawarah. suara yang terbanyak itulah yang dijadikan sebagai keputusan.

  14. Wah, kalau bicara masalah seperti ini saya bingung. Akar masalahnya itu dari mana sih. Mungkin karena karena tak ada tindakan tegas terhadap pelaku industri pornografi. Mungkin juga karena orang tua terlalu membiarkan bebas anaknya. Atau mungkin juga kurangnya peranan sekolah dalam pendidikan akhlak dan moral. Yang jelas mereka adalah korban keadaan yang sedang berubah dengan cepat. Sepertinya ada kegamangan di masyarakat mengenai nilai-nilai akhlah, moral, susila dll.
    Yang jelas, menurut saya sebaiknya anak seperti ini tidak begitu saja dikeluarkan. Kesannya seolah-olah sekolah ingin lari dari tanggung jawab dan tidak ingin nama sekolahnya tercemar.
    Tapi entahlah. Saya juga bingung. Berat rasanya jadi orang tua zaman sekarang.

    Baca juga tulisan terbaru Dudi berjudul LIA English Proficiency Test

    • bener sekali, pak dudi. persoalan yang dihadapi anak2 sekarang makin rumit dan kompleks. dunia industri yang hanya sekadar mengejar profit seringkali abai terhadap persoalan2 nilai dan moral sehingga banyak media yang demikian mudah menjual hal2 yang berbau porno. seiring dg diberlakukannya otonomi sekolah, penanganan siswi hamil ini sebaiknya diserahkan kepada sekolah masing2 dg melibatkan stakeholder yang ada.

  15. kalo menurut saya sih mas rasanya tidak perlu yah, meskipun beberapa pihak sekolah masih ada yang bertindak demikian, namun beberapa diantaranya keluarga yang sering kali yang memutuskan hal tersebut, karna hal ini mampu mempengaruhi faktor mental anak yang akhirnya akan menimbulkan rasa tidak percaya diri pada siswi tersebut.

    • betul sekali, mbak, ada juga sekolah yang telah mengambil solusi dengan memberikan kesempatan kepada siswi hamil utk kembali ke sekolah setelah melahirkan. namun, agaknya siswi ybs lebih memilih utk tdk melanjutkan karena menanggung beban rasa malu. wah, repot juga, ya, mbak.

  16. hal yang terpenting menurut saya addalah kontrol dari diri sendiri, walaupun lingkungan sekitar sangat mendukung, tapi tetap dari diri sendiri lah yang paling berperan. penurunan moral seperti ini makin lama makin berkembang, tak tau apakah salah si pelaku, atau lingkungan yang memaksa seperti itu, tapi seharusnya sebagai siswi, mempunyai tugass pokok sebagai pelajar, bukan untuk membuat keluarga dengan instan…..

    Baca juga tulisan terbaru aziz berjudul INTERNET BIKIN PENYAKIT

    • yaps, betul sekali, mas azis, diperlukan kontrol diri yang kuat agar kasus semacam itu jangan sampai terjadi. sekolah, keluarga, dan masyarakat perlu bersinergi utk menciptakan situasi yang kondusif sehingga para siswa/i tdk gampang mengakses informasi yang berkaitan dg hal2 yang berbau mesum.

  17. Tetap di sekolah barangkali akan membuat psikis anak terganggu. Bukan hal yang mudah menghadapi gunjingan teman sekolah. Bukan tidak mungkin juga akan berbahaya pada janin yang dikandungnya. Lebih baik orang tuanya diberi pengertian. Dia bisa ikut paket b atau paket c. Toh sekolah formal bukan satu-satunya jalan memperoleh pendidikan.

    • yaps, saya setuju sekali, pak suhadi. memberikan kesempatan kepada siswi hamil utk melanjutkan ke sekolah non-formal bisa menjadi salah satu alternatif, sekaligus utk mengurangi beban psiko-sosial anak jika mereka tetep melanjutkan pendidikan di sekolah asal.

    • wah, itu sebuah terobosan yang bagus juga, mas boyin. itu artinya, sekolah ybs sdh memikirkan kelanjutan pendidikan bagi siswi yang bermasalah. namun, agaknya keputusan semacam itu tdk bisa diseragamkan. semuanya diserahkan kepada otonomi sekolah masing2.

  18. Tidak Perlu ..
    Hamilnya karena apa, apakah di “perkosa” atau emang mau sama mau [maaf]
    Jika kasus pemerkosaan saya kira tidak perlu dikeluarkan tapi dicarikan jalan keluar untuk korban seperti ini [ mungkin masukan Pak Suhadinet adalah merupakan alternatif ]

    nah jika kejadiannya karena moral si siswi emang kurang, saya kira perlu untuk dikeluarkan dari sekolah.

    Baca juga tulisan terbaru dikma berjudul Google Mail Theme

    • saya sepakat dengan mas rudi. penanganan kasus siswi hamil memang bukan persoalan yang mudah, ada bagusnya kalau setiap sekolah membuat tata tertib dengan melibatkan semua stakeholder yang ada, sehingga memiliki landasan yang jelas dalam pengambilan keputusan, termasuk dikeluarkan atau diberi kesempatan utk melanjutkan pendidikan.

  19. Serba merepotkan ya Pak, Dasar anak dengan pergaulan yang sedemikian telah terpengaruh dengan berbagai kondisi lingkungan yang beraneka ragam…. dan anak nggak memiliki prinsip yang kuat…. Didikan di Sekolah dan dirumah yang kurang serius pada pendidikan moral…. saat itu anak sekedar suka aja….
    Eee… Tahunya jadi hamil…. Demi Citra Sekolahan anak di keluarkan… tapi masa depannya jadi suram… sudah dikeluarin darui sekolah… nggak dinikahi pula sama yang menghamili…. dan dirumah… juga jadi cibiran para tetangga…. sama ortunya juga disalahkan melulu…. Tanpa ada pembijak… anak itu bisa putus asa…. bunuh diri bisa jadi loh….
    Tapi Bagaimana ya Pak…. Emang sih Zina… itu akan membuat orang jadi turun Martabatnya….. Tapi kalau dia Tobat…. Akh…. Gimana iya Pak, Emang Susah iya Pak

    Baca juga tulisan terbaru Jahidklw berjudul NASEHAT AYAH BUNDAKU

    • itulah repotnya, om jay. sebaiknya memang upaya preventif memang lebih bagus ketimbang menunggu kasus semacam itu terjadi. dibutuhkan sinergi semua pihak agar anak2 tak gampang menyepelekan nilai2 dan norma, termasuk dalam hal seks bebas.

  20. mungkin sanksi pengeluaran thd siswi hamil sdh pantes dilakukan oleh pihak sekolah, krn utk memberi pelajaran thd siswa2 lain agar tdk terjadi peristiwa serupa…

    • bener juga, tuh, mas toim, tapi akan lebih bijaksana jika keputusan semacam itu tdk diseragamkan. berikan otonomi sekolah utk mengambil keputusan yang terbaik dg melibatkan semua stakeholder yang ada.

  21. det

    menurut saya HARUS DIKELUARKAN pak. alasannya: kalo tidak dikeluarkan maka akan menambah jumlah siswa-siswi yang sex bebas dan akhirnya hamil bebas berkeliaran di sekolah. mereka akan menganggap hamil di luar nikah bukan kesalahan. dianggap wajar. maka memang benar sekolah harus menghukumnya. perkara masa depan dia ya urusan dia sendiri. salah sendiri berbuat BODOH seperti itu.

    tapi..

    siswa-siswi melakukan sex bebas itu juga merupakan tamparan buat sekolah yang GAGAL membina mental muridnya. bukan lantas diajari supaya tidak hamil maka harus pake kontrasepsi, tapi sekolah HARUS MAMPU mendidik siswanya untuk tidak berbuat melanggar aturan sosial dan agama.

    dan..

    ORANG TUA juga harus berperan aktif mengawasi anaknya. uang saja ndak cukup. anak butuh kasih sayang 😉

    Baca juga tulisan terbaru det berjudul Pesta Blogger 2009

    • terima kasih masukannya, mas det. bisa jadi masukan berharga utk penyusunan tata tertib sekolah, nih. dalam soal penanaman nilai2 moral, sebaiknya memang perlu sinergi antara orang tua, masyarakat, dan sekolah, sehingga proses internalisasi dan implementasi nilai2 moral itu bisa berjalan dg baik.

  22. Saya sih sepakat dengan Mas Deden, nggak ada tawar-menawar. Mengenai masa depannya yang mungkin suram, itu kan akibat dari perbuatannya sendiri. Apabila siswi hamil ditolerir untuk tetap bisa sekolah di tempat yang sama, akan menjadi contoh buruk bagi siswi yang lain. Bisa-bisa kelas nanti isinya siswi hamil semua.

    Dikeluarkan tetapi, surat pengeluarannya yang dibuat sebijak mungkin sehingga bisa memungkinkan dia untuk melanjutkan sekolah lagi di sekolah yang lain setelah yang bersangkutan melahirkan.

    • terima kasih masukannya, mas arif, bisa menjadi masukan berharga buat perumusan tata tertib sekolah nih. dalam hal pengambilan keputusan, sebaiknya sekolah perlu memiliki landasan pengambilan keputusan yang baku melalui tata tertib sehingga solusinya jelas dan adil.

  23. Mungkin Diknas perlu membuat proyek “kelas khusus murid hamil” lumayan lho dapat sripilan recehan, kekeke :d/

    Baca juga tulisan terbaru Bawor berjudul Jawab PR lagi

    • walah, kelas khusus murid hamil? yang pasti utk siswi yang sedang tersandung masalah seperti itu sangat tdk memungkinkan utk mengikuti aktivitas pembelajaran. sebaiknya diserahkan kepada sekolah masing2 utk mencari solusi yang tepat dg melibatkan stakeholder yang ada.

  24. sebuah dilema…dikeluarin..sang siswi akan kehilangan masa depan…dibiarin..seolah2 kita “lembek” dan akan membuat citra negatif kepada sekolah ..Yang jelas rocker juga manusia..eh siswi juga manusia..yg tkadang bs berbuat khilaf dan salah. Tp klo terpaksa jg..mnrt dq yah harus dikeluarin..(paling tidak) bs menimbulkan efek jera bagi tmn2 yg lain..

    Menyetir statemen mas : Tindakan preventif jelas lebih baik dan bijaksana ketimbang mencari solusi instan setelah semuanya terjadi..itulah yang terbaik..

    Baca juga tulisan terbaru Nyante Aza Lae berjudul Menyambut Hari (Kesedihan) Guru Nasional

    • terima kasih masukannya, mas kurnia. seiring dg diberlakukannya otonomi sekolah, sebaiknya penanganan kasus seperti ini dicarikan solusi yang tepat dg melibatkan semua komponen sekolah sehingga keputusan yang diambil benar2 memiliki landasan yang jelas.

  25. sejenak setelah membaca tulisan bapak apalagi setelah membaca beberapa komentator saya juga bingung yah
    kerena siswi yang hamil juga nggak bisa di toleransi karena perbuatanya yang mungkin juga merupakan aib bagi para guru dan sekolahnya ( Almameternya )
    tapi kalo merasa terhukum sendiri lantas mengundurkan diri ya itu pembelajaran buat yang lain kali
    wah masalah ini sekilas repot ya pak

    Baca juga tulisan terbaru genthokelir berjudul Buah Manis Persaudaraan

    • walah, kok malah banya yang bingung sih, hehehe … memang serba dilematis, mas totok. ada kontradiksi antara tuntutan nilai moral dan masa depan anak. idealnya, keputusan seperti ini diserahkan kepada sekolah masing2 utk mencari solusi yang terbaik dg melibatkan seluruh komponen sekolah. lebih bagusnya lagi dituangkan dalam tata tertib sekolah supaya ada landasan dan dasar pengemabilan keputusan yang jelas dan tegas.

  26. mau komen bingung pak ? di satu sisi memang reputasi sekolah, harus dijaga, tapi disisi lain, kelanjutan pendidikan siswa juga penting.

    Baca juga tulisan terbaru hendra berjudul Si Jago Merah

    • walah, mas hendra jadi ikut2an bingung, hiks. memeng bener dilematis, mas hendra. dalam situasi seperti ini, sekolah idealnya berhati2 dalam mengambil keputusan. jika perlu, dibuat dg jelas tata tertibnya sehingga semua pihak bisa menerimanya dg lapang dada.

  27. Adi

    Susah juga mau komentar apa. Tapi kalo saya cenderung setuju dengan yang sudah dilakukan selama ini. Mengeluarkan mahasiswa pasti menimbulkan efek jera sehingga hal serupa tidak akan terulang lagi. Dan kalau menurut saya, perlu ditambah hukuman sosial agar menimbulkan efek jera di lingkungan masyarakat.
    Pak, bagaimanapun yang salah tetap salah. Kalau rasa kemanusiaan didahulukan dan penegakan disiplin dikesampingkan, institusi hukum mungkin g akan diperlukan lagi 🙂

    Baca juga tulisan terbaru Adi berjudul Dik

    • memang bener, mas adi, serba dilematis ketika sekolah dihadapkan pada situasi semacam ini. ada kontradiksi antara tuntutan nilai moral dan masa depan anak. seiring dg diberlakukannya otonomi sekolah idelanya pengambilan keputusannya melibatkan semua komponen sekolah, lalu dibuatkan tata tertib sehingga bisa diterima dg lapang dada oleh semua pihak.

  28. Adi

    Ralat, siswi, bukan mahasiswa 😀

    Baca juga tulisan terbaru Adi berjudul Dik

  29. Saya juga sering menjumpai siswi hamil yang dikeluarkan dari sekolah, tapi seringkali (bila yang menghamili sesama siswa), yang menghamili bisa nerusin sekolahnya. sungguh tidak adil…
    *Bagaimana ya kalau misalnya siswa setingkat SMA diperbolehkan menikah saja? Nah.. kalau hamil ya silahkan cuti dulu, kan hamilnya legal pak!..

    • tadi siang sempat dibahs dalam rapat perumusan tata tertib, mas andy. meski baru smp, pernah juga ada kejadian “aib” semacam itu. rapat yang melibatkan perwakilan siswa dan komite itu akhirnta menyepakati siswi hamil “tanpa kompromi” langsung dikeluarkan. duh, saya ndak bisa berkutik, hiks.

  30. kalo dikeluarkan apa nasipnya makin jelas? pasti makin nggakjlas
    setuju sekolah khusus bagi yang mba

    • itu dia yang jadi persoalan, mas suwung, kalau langsung dikeluarkan, akses anak utk memperoleh pendidikan jelas tertutup, namun kalau dibiarkan bisa jadi preseden. makanya, pihak sekolah sebaiknay perlu berhati2 dalam menyikapinya.

  31. Selama ini yang terjadi kedengarannya mereka mundur teratur kok pak, permasalahannya bukan dikeluarkan atau tidak. Instrospeksi saja orang tua sampai sejauh mana ngopeni anak2nya, apa hanya dikepyuri dhuwit saja sedangkan masalah yang lain dia harus ceker-ceker sendiri (bisa2 kan klelegen tho pak). Untuk sekolah (baca:guru) apa saja yang sudah ditransfer, ilmu saja atau sudah ada tambahan yang lain …(nilai, akhlaq, keimanan), karena kebanyakan sekarang “beliau2nya” cuman nransfer ilmu saja, dengan alasan kurang jam kek, urusannya orang tua kek, urusan guru agama kek, tekek kek, ujung-ujungnya mencari hewan korban (kambing hitam), …padahal bulan2 gini harganya mahal lho pak hiks

    Baca juga tulisan terbaru wahyubmw berjudul SEANDAINYA AKU DIMAKAMKAN HARI INI …..

    • hehehe … kok sampai hewan qurban segala? pak wahyu ada2 saja nih. memang benar, pak wahyu, agaknya siswa terlalu berat menanggung beban psiko-sosial, sehingga lebih baik mundur daripada menjadi bahan pergunjingan. yang terbaik memang perlu tindakan preventif, pak. orang tua, sekolah, dan masyarakat, perlu bersinergi agar kasus2 semacam itu tdk gampang terjadi menimpa anak2.

  32. komen pak Andy, hamil sebagai keadaan legal, betul juga ya
    tapi di sekolahku hampir tiap tahun ada siswa hamil dan dikeluarkan, sepertinya gak ada masalah mereka yang hamil adalah hak dan sekolah yang mengeluarkan juga kewenangan sekolah. halah kok ngawur
    ya tapi setuju ajalah yang penting suka sama suka

    • bener juga, pak budi. setiap sekolah memiliki otonomi sendiri2 kok. akan lebih bagus jika jauh2 sebelumnya dituangkan dalam tata tertib yang disampaikan kepada orang tua/wali murid, sehingga semuanya sama2 tahu.

  33. Aku sependapat dengan anda. Aku rasa siswi yang hamil itu harus masuk sekolah hingga saatnya melahirkan. Paling dia hanya berhak cuti seminggu saja untuk melahirkan dan kemudian harus ke sekolah kembali.

    Siswi hamil itu saja sudah menerima ganjaran. Dia harus mempertanggung jawabkan kelakuannya, yaitu harus menghidupi/membesarkan/mendidik anak yang dikandungnya. Apalagi jika hamilnya kecelakaan dan pasangannya tidak bertanggung jawab. Aku bisa merasakan sungguh beratnya beban gadis itu dan mungkin orang tuanya.

    Pada proses kehamilan saja, janin itu juga sudah merasakan apakah ibunya bahagia atau tidak. Pada keadaan seperti ini di Indonesia, biasanya calon ibu muda ini sungguh tidak bahagia:
    – orang tuanya murka
    – ketakutan melihat ke masa depan, apakah dia mampu membesarkan anak itu (apa lagi tak punya suami)
    – cercaan dari masyarakat sekitarnya, biasanya sudah dicap sebagai gadis murahan, bla…bla…bla…
    Kecemasan seorang calon ibu muda ini bisa mengakibatkan kecemasan pada janin dan akan dibawanya hingga dia lahir nanti. Suatu penolakan yang akan dirasakan oleh calon anak itu nantinya.
    Lah bagaimana keadaan bayi itu jika pihak sekolah menambahi kecemasan calon ibu muda ini dengan memecatnya dari sekolah?

    Apakah tidak lebih baik pihak sekolah mensupport si calon ibu muda itu supaya lebih bekerja keras supaya benar-benar berhasil demi tanggung jawabnya kepada anak itu?

    Halah sok jadi psy….wakakakak…

    Baca juga tulisan terbaru Juliach berjudul Kok malah ke Venisia sih!

    • yaps, agaknya resistensi masyarakat terahadap siswi hamil masih begitu kuat, mbak julia. beban sosial siswa yang mengalami masalah semacam itu cukup berat. dalam kondisi demikian, idealnya sekolah memang tdk lagi menambah beban dg tdk mengakuinya sbg murid. semoga saja ini bisa menjadi bahan masukan buat para pengambil kebijakan.

  34. Ya. Ini soal legalitas. Hamil di luar nikah. Jangankan anak sekolah, orang dewasa saja kalau hamil di luar nikah akan menjadi buah bibir. Sebaiknya, siswi dinikahkan saja, maka selesailah masalah.

    Baca juga tulisan terbaru laporan berjudul Well, Come to Reality

    • bener banget, pak aryo. soal yang satu ini memang cukup pelik. yang terbaik memang tindakan preventif. sayangnya, peradaban yang makin kompleks seringkali membuat tindakan preventif gagal dilakukan dg baik.

  35. Mekanisme cuti hamil kayaknya tepat untuk diterapkan. Setelah tidak hamil lagi, siswa tersebut boleh bersekolah lagi. Atau, bagaimana jika siswa tsb memanfaatkan home schooling saja? Jadi, dia bisa sambil mengasuh anaknya….

    Baca juga tulisan terbaru Hery Azwan berjudul Buah Tangan dari Pesta Blogger 2008

    • ya, ya, memang ada beberapa alternatif yang bisa digunakan utk menjaga kelangsung pendidikan siswi bermasalah, mas azwan. home schooling bisa juga, selain pendidikan nonformal yang lain.

  36. /:) mungkin bisa di pertimbangkan model kasusnya, klo siswi hamil krn freesex ato pemerkosaan sepertinya gak fair klo mngorbnkan pndidikan hny krna sanksi norma sosial, kalo di barat siswi hamil udah biasa ya kayaknya, mereka sante2 aja menanggapinya huehehe.. kacaww..

    • duh, kalau negeri barat agaknya free sex sdh bukan hal yang tabu lagi, mbak puan, hehehe … nah, di negeri kita agaknya beda, ya, mbak. semoga ini bisa menjadi bahan diskusi para pengambil kebijakan.

  37. seharusnya janganlah…
    disisi lain, siswi juga dirugikan dalam menghadapi masa depan nantinya akibat perbuatan yang seharusnya belum boleh dilakukan, tapi karena pasangannya (cowok) juga pastinya memberikan ancaman kepada siswi tersebut sehingga menghasilkan “buah” yang belum waktunya… tapi kenapa hak pendidikan yang seharusnya didapatkan oleh semua siswa siswi harus dikebiri hanya karena “buah” itu? merekan juga sudah mendapatkan sanksi moral akibat perbuatannya…:d

    Baca juga tulisan terbaru gajah_pesing berjudul Konfirm & Reservasi Ulang PB08

    • nah, itu dia, mas vay. seiring dg diberlakukannya otonomi sekolah, segenap komponen dan stakeholder perlu mengambil jalan yang terbaik, shg kelangsungan pendidikan anak tetep bisa berlangsung, tanpa harus mengabaikan nilai2 moral.

  38. prinsip sebuah hukuman adalah adanya efek jera, baik bagi si pelaku maupun orang yg ada di sekitarnya. untuk itu, hukuman bagi siswi yg hamil atau siswa yg menghamili haruslah dg dasar prinsip ini.

    hukum rajam dalam islam secara filosofis memuat makna ini; efek jera!
    menurut saya, perzinahan harus tetap “DIRAJAM” (dalam tanda kutip) dg hukuman yg membuat dia jera dan orang tidak hendak menirunya.

    home schooling? itu boleh saja dilakukan, tapi bukan sekolah yang memfasilitasi, seharusnya itu murni inisiatif orangtuanya. bila sekolah yg memfasilitasi, itu malah akan menimbulkan kesan bahwa hamil dalam masa sekolah justru diberi reward berupa home schooling… kalau sudah begitu, nanti semua pada ikutan lagi… hehehe… 🙂

    Baca juga tulisan terbaru vizon berjudul balas dendam!

    • memang bener, mas vizon. hukum rajam menang hukuman yang paling pantas buat para pezina. meski demikian, mungkin juga dibutuhkan kearifan tersendiri dalam menangani siswi bermasalah, apalagi mereka sedang dalam proses belajar. semoga ini bisa menjadi masukan buat para pengambil kebijakan. terima kasih tambahan infonya, mas vizon.

  39. Dilematis juga, sih Pak..

    Mungkin sebaiknya sih, pihak sekolah memberi waktu “libur” selama menunggu kelahiran atau mungkin sampai sang ibu sampai fit kembali, kemudian mengizinkan sang ibu untuk kembali bersekolah, kalau memang dia masih punya niatan..

    Duh, jadi ingat temen SMP yang kena masalah gini dulu.. 🙁

    Baca juga tulisan terbaru Nazieb berjudul Hosting Plugin di WordPress Plugin Directory

    • bener, mas nazieb, karena memang menyangkut kelangsungan pendidikan siswi yang bersangkutan. namun, pada sisi lain, masyarakat masih demikian kuat resistensinya terhadap siswi hamil semacam ini.

  40. terhadap tindakannya yang berbuah hamil, kita pasti tidak setuju

    hukuman,
    hamil sudah hukuman

    kadang2 seolah mengucilkan atau mengeluarkan itu sudah pantas

    pasti ada jalan lain yang lebih bijak

    Baca juga tulisan terbaru ilyas asia berjudul Bang Oblek (PM)

    • begitulah, mas ilyas. agaknya masyarakat kita, bahkan sekolah, masih banyak yang belum bisa menerima kehadiran siswi hamil. seiring dg makin rumitnya peradaban, akan lebih bagus jika keputusan menyangkut masa depan si siswi dirembug bersama dg stakeholder yang ada.

  41. yang sudah terjadi ya sudah …. mau gimana lagi.wekekeke
    biasanya yang dikeluarkan tidak siswi hamil thok pak , yang suka bikin adegan mesum lewat telpon genggamnya pun biasanya dikeluarkan . hehehe…

    Baca juga tulisan terbaru alabhy berjudul I went to pestablogger 2008

    • yaps, bener banget, mas bach. justru gambar2 yang disebarkan lewat hp semacam itu malah menjadi biang kerok siswi hamil, hehehe … sehingga layak utk mendapatkan sanksi.

  42. pengalaman saya sih pak…
    temen2 saya yang pada hamil ya langsung dikeluarin…
    lagian, yang hamil juga malu pak…
    jadi pikiran buat belajar gak ada lagi…
    jangankan murid hamil, murid kaga hamil aja pada males belajar…

    payah… hehehe..

    • walah, kalau memang dari kehendak sang murid sendiri ya silakan saja, mas moerz, hehehe … jadi makin rumit tantangan dunia pendidikan zaman sekarang.

  43. Tentang sekolah yg seringkali dituding sebagai institusi yang paling bertanggung jawab terhadap fenomena merebaknya penyimpangan perilaku seks yang melanda kaum pelajar, wah, saya kira ndak begitu. Orang tua tentunya juga harus ikut dituding.

    Terkait apakah siswa/siswi perlu dikeluarkan, saya kira ini juga tergantung keputusan orang tua dan siswa ybs. Homeschooling bisa jadi alternatif yg menarik bila siswa merasa terlalu malu untuk meneruskan sekolah. bagaimanapun, hukuman sosial tetap perlu diberlakukan pada sang siswa, agar siswa yg lain tidak lantas berpikir, “Oh, tyt ndak begitu parah to konsekuensinya klo aku hamil/menghamili.” Tentu ada konsekuensi, bukankah klo sudah berani bertindak, juga harus berani bertanggungjawab. Tapi bentuknya tidak harus langsung bentuk “pemecatan sbg siswa”. Khawatirnya siswa ybs merasa dirinya jg dipecat dari aktivitas belajar.

    • saya sepakat dg pak akhmad. perlu ada kearifan dalam menangani masalah seperti ini. home schooling bisa juga menjadi alternatif solusi, pak, selain pendidikan nonformal yang lain. tindakan preventif dianggap masih sbg yang terbaik, karenanya perlu ada sinergi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat sekitar.

  44. Mendidik anak di Zaman sekarang memang perlu extra hati-hati karena lengah sedikit saja demikianlah yang terjadi pak, tapi basis moral yang kuat memang harus kita tanamkan sejak dini kepada anak kita kalau ternyata sampai hamil gimana kalau di cuti hamilkan saja, tapi sy kira secara psikologis anak tdak akan PD lagi masuk sekolah pasca melahirkan

    • betul, pak sholeh, tantangan dunia pendidikan makin rumit dan kompleks. dalam hal penanaman nilai, idealnya perlu ada sinergi antara sekolah orang tua, dan masyarakat. jangan sampai saling menyalahkan kalau ada kausus siswi bermasalah semacam itu.

  45. kalo siswa sudah nikah .. boleh nggak Pak tetep sekolah… 😛 soalnya di tempat saya tuh kalo dah nikah gak boleh sekolah formal 🙂

    Baca juga tulisan terbaru heri berjudul ibsn: kopdar plus pesta lele

    • wah, ini sangat tergantung kebijakan sekolah masing2, mas heri. setiap sekolah sdh punya otonomi, kok. jadi, bisa beda2 keputusan yang diambil oleh setiap sekolah dalam menangani kasus semacam ini.

  46. ade

    sulit juga nih pak,
    tapi buat saya sendiri, kalo emang siswi tersebut masih mau bersekolah, ya jangan dikeluarin, sanksi sosial yg dia tanggung juga sudah cukup berat koq
    apapun itu coba dipikirkan bagaimana kalo kita menjadi dia 🙂

    Baca juga tulisan terbaru ade berjudul Sang penyelamat

    • bener banget, mas ade. kalau sampai salah mengambil keputusan, bisa2 anak ybs mengalami trauma berkepanjangan. perlu kearifan utk menyelesaikannya.

  47. hamil saat masih sekolah
    memang sebuah kesalahan,
    cuma masalahnya itu salah siapa ?
    belum tentu kesalahan siswinya
    setuju mas Sawali, siswi hamil
    tak prl dikeluarkan dari sekolah
    masih bnyk alternatif solusi lain
    agar siswi itu tetap bs melanjutkan
    studinya hingga selesai

    • yaps, idealnya memang begitu, mas agus. namun, sebagian besar sekolah belum memiliki langkah berani utk melakukannya. yang terbaik memang tindakan preventif sebelum semuanya terjadi. butuh sinergi yang bagus antara orang tua, sekolah, dan masyarakat.

  48. Berbagi pengalaman saja, kalau di tempat saya, walau Tata Tertibnya bunyi siswa hamil dikeluarkan, tapi prakteknya, tetep diberi surat pindah. Belum pernah sekalipun, tata tertib itu diterapkan apa adanya. Hukuman sosial sudah cukup berat. Kalau secara yuridis, dikeluarkan dari sekolah itu ndak dapat surat pindah…

    • bener juga, pak mar. seringkali siswi ybs juga merasa malu jika harus melanjutkan pendidikannya di sekolah asal. saya kira ini kok juga alternatif yang baik, pak. dg cara seperti ini mudah2an beban pisko-sosial siswi ybs bisa berkurang.

  49. Ya, jika calon suaminya sudah siap.
    Jika tidak, mis: suaminya seumur, pengangguran, pemabok, jika pacarnya tak bertanggung jawab lalu dijodohin sama pria lain,…bukannya ini malah jadi permasalahan lebih rumit di siswi itu! Sebaiknya jadi orang tua harus lebih bijaksana lagi.

    Baca juga tulisan terbaru Juliach berjudul Kok malah ke Venisia sih!

    • yaps, itulah salah satu resiko yang mesti dihadapi, mbak. godaan seringkali mengalahkan akal sehat. saya setuju dg mbak julia, orang tua perlu bersikap arif agar anak yang bermasalah semacam itu tdk mengalami trauma berkepanjangan.

  50. wow.. emang itu dilema, pak. Kalo dikeluarkan dari sekolah, malah nggak keurus takutnya. Sudah pendidikan nggak selesai, masih harus ada tanggung jawab ngurus anak dan suami. Memang aib, tapi nggak perlu disingkirkan bukan? 🙂

    Baca juga tulisan terbaru darnia berjudul E-World

    • betul, mbak darnia. ada tuntutan yang sama2 harus dipenuhi, antara nilai moral dan keberlangsungan pendidikan anak ybs. semoga saja para siswi makin hati2 dalam bergaul shg tak mudah terjebak utk melakukan hal2 yang belum pantas dilakukan.

  51. Pemikiran Pak Sawali di luar pendapat orang kebanyakan lho. Tapi saya pikir hal ini patut diapresiasi. memang benar, siswi hamil tidak semestinya diberi sanksi dengan dikeluarkan dari sekolah. Kasihan siswi tadi, seolah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Semestinya kalo ada kasus siswinya hasmil sekolah juga mau introspeksi, kenapa sampai sisiwinya bisa hamil? Berarti gurunya kecolongan dong? Jangan hanya menyalahkan orang tua karena siswi adalah tanggung jawab guru dan orang tua, jadi emstinya saling berkoordinasi mengenai perkembangan si siswi selama sekolah.

    Baca juga tulisan terbaru Ecko berjudul Sumber Rejeki Lain Bernama LinkShowOff

    • hehehe …. itulah yang jadi masalah, mas ecko. persoalan ini paling rumit karena melibatkan dua hal yang cukup mendasar, yakni nilai2 moral dan keberlangsungan pendidikan anak. agaknya ini masih akan terus menjadi wacana, semoga masing2 sekolah mampu menentukan solusi yang terbaik. utk tindakan preventif idealnya perlu ada sinergi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat.

  52. Wah ngeri ya pas Sawali, kondisi anak-anak jaman sekarang… Fyuuh.. [-(

    • hehehe … begitulah situasi yang sering terjadi di dunia persekolahan saat ini, mas gembul. tantangannya semakin rumit dan kompleks.

  53. suhe

    kayaknya pendapatnya bagus dan manusiawi, namun jangan lupa, seks itu seperti narkoba, bisa ketagihan – menular.

    tentu hal ini harus menjadi perhatian bapak-baoak guru disekolah, karena saya ga mau menyekolahkan disekolah yang membiarkan siswinya sekolah dalam keadaan hamil dan menjadi teman sepermainan anak saya, takut tertular juga…!!!

    • hehehe … ternyata seks bisa memiliki sifat seperti narkoba, ya, mas? bisa menular, hehehe … idealnya memang tindakan preventif yang terbaik sebelum semuanya terjadi. dalam kondisi demikian, perlu sinergi yang bagus antara orang tua, sekolah, dan masyarakat.

    • walah, ya nggaklah, mas tengku, masak kejam sih, hehehe …. nah, mungkin itu salah satu cara utk menimbulkan efek jera sehingga tak diikuti oleh teman2nya sehingga harus dikeluarkan. asalkan sdh jelas landasan pengambilan keputusannya, saya kira kok ndak masalah, mas tengku.

  54. sebuah filem berjudul “Juno” (rekomendasi Oprah Winfrey lho) bisa jadi referensi, walau film barat bisa sih diterapkan di Indonesia… tapi tetap sulit kalo liat masyarakatnya masih blum bisa memahami satu sama lain…

    • Juno? wah, belum pernah nonton, mas arul, hehehe … yah, persoalan ini memang dilematis. bagi saya, seolahlah yang paling tahu, solusi apa yang terbaik bagi siswi didiknya yang bermasalah semacam itu.

  55. paling bagus sih gak jangan pake hamil kalo masih skul, tapi kalo udah terjadi, ya kayaknya emang harus terima konsekwensi deh, karena kalo di biarin, bakal banyak banget anak smp yg masih sekolah perutnya buncit 🙂

    Baca juga tulisan terbaru hp murah berjudul Modem Internet Murah

    • yapas, saya juga sepakat tuh, mas. makanya, tindakan preventif tetep jalan yang terbaik daripada menunggu sampai kasus semacam itu terjadi. perlu sinergi yang bagus antara orang tua, sekolah, dan masyarakat sekitar.

    • idealnya begitu, wongbagoes. namun, agaknya masih banyak sekolah yang belum memiliki kebijakan semacam ini akibat masih kuatnya resistensi masyarakat sekitar terhadap siswi hamil.

  56. Salah satu yang saya suka dari blog bang Sawali adalah:
    Sikap seorang guru yang benar-benar guru.
    Sikap seorang guru yang jarang dimiliki guru.
    Sikap seorang guru yang bisa digugu lan ditiru.
    minta izin saya print, saya posting di MADING bang! 😀

    Baca juga tulisan terbaru JAUHDIMATA berjudul Daftar Peserta Seminar (semetara)

    • walah, biasa saja kok, mas jauh di mata, hehehe … wah, silakan saja kalau mau di-print-out, mas. makasih banget apresiasinya.

  57. Ya, bukan berarti menolerir seks bebas. Siswi yang masih tercatat sebagai pelajar di sebuah sekolah kedapatan hamil di luar nikah adalah preseden. Namun soal pendidikannya aku kira tidak lantas dihanguskan saat itu juga. Ia masih punya masa depan.

    Bayangkan, hamil di luar nikah, pada dasarnya dia sudah mendapatkan sangsi sosial. Tapi kalau masih juga dihanguskan masa depan pendidikannya, weh, dia juga kan berhak menebus kesahalahannya.

    Baca juga tulisan terbaru Daniel Mahendra berjudul Daniel Mahendra ada di Facebook?

    • idealnya begitu, mas daniel. siswi yang bermasalah semacam itu sudah menanggung beban psiko-sosial yang sangat berat. kalau sekolah menambah beban dg cara mengeluarkan mereka dari sekolah tanpa memberikan solusi keberlanjutan pendidikannya, jelas bebannya semakin bertambah berat.

  58. Biasanya saya setuju 99% terhadap artikel Pak Sawali yang pernah saya baca. Kali ini, saya setuju 100%.

  59. Kalau hamil karena pelanggaran moral agama (baca:zina) ya keluarkan aja, tapi kalo hamil secara syah dan legal ya patut dipertimbangkan 😀

    • bener, gus, mestinya perlu dilihat konyeks kasusnya. kasihan juga kalau langsung di-gebyah uyah. mereka juga punya hak utk mengenyam pendidikan, kok.

  60. Wah kasihan kalau lsng di suruh keluar sekolah, mending di beri kesempatan untuk sekolah di sekolah.Tapi betul biasanya akan malu dg sendirinya dan akan keluar scara halus, solusinya biasanya pindah sekolah ke luar kota dll dg alasan macam2.
    Tapi paling tidak pendidikan No1 dulu dech pak 😀

    Baca juga tulisan terbaru Diah berjudul Antara HPK Dan PHK

    • bener banget, mbak diah. sekolah perlu mempertimbangkan secara cermat agar siswi bermasalah seperti itu tdk makin shock. setidaknya, mereka perlu diberi kesempatan utk melanjutkan pendidikannya, meski harus pindah ke sekolah lain.

  61. Betul itu Pak Guru. Semestinya ada solusi yang lebih arif agar siswi yang hamil karena ‘kecelakaan pergaulan’ atau ‘dicelakai’ tidak serta merta dipecat, tetapi tetap diberi kesempatan menyelesaikan pendidikannya karena itu ada pengaruhnya dengan masa depannya.

    Namun, banyak juga kok sekolah yang tetap memberi kesempatan kepada siswa hamil tersebut, tapi akhirnya si siswi hamil tersebut yang mundur krn ‘gagal’ beradaptasi dengan lingkungan sosial dan keadaannya.

    Tapi bagaimana pun, setiap bentuk penyimpangan atau pelanggaran aturan maupun norma selayaknya mendapat sanksi, termasuk mungin ‘sanksi sosial’ spt yang dialami siswi hamil yang mundur dari sekolah tersebut.

    Dan sebetulnya, kalau si siswi hamil tadi mau dan keluarganya mendukung, ada jalur lain yang bisa ditempuh si siswi hamil tadi agar bisa tetap menyelesaikan pendidikannya. Seperti yang kita kenal dengan jalur Paket A, Paket B, dan Paket C yang ijazahnya setara dengan sekolah formal.

    Baca juga tulisan terbaru gasgus berjudul Memburu Status PNS

    • wah, solusi yang gasgus sampaikan itu saya setuju banget, perlu ada solusi yang bener2 arif dan berkeadilan agar anak2 yang bermasalah seperti itu tdk terhalangi haknya utk melanjutkan pendidikan. pada akhirnya memang kembali ke anaknya. umumnya, anak2 yang bermasalah seperti itu seringkali tak sanggup menghadapi sanksi sosial yang demikian berat. yang paling bagus memang tindakan preventif agar kasus semacam itu tak terjadi. perlu ada sinergi antara orang tua, sekolah, dan masyarakat.

  62. wah ini berat juga yak. sebenernya dilema sich kayak gitu pak..sebab akar permasalahan ini menurut saya karena kurangnya pendidikan yang diberikan oleh lingkungannya.
    Nah sebaiknya sich tetap sekolah di tempat yang sama (itu jika siswi tersebut masih punya mental), nah nanti pas lulus kan ada keluar surat berkelakuan baik …. nah bisa dibuat sebagai hukuman tuch… just my opinion saja…

    Baca juga tulisan terbaru nico kurnianto berjudul Deadline sampai Award

    • memang serba dilematis, mas nico. ada kontradiksi antara tuntutan nilai moral dan hak anak dalam mendapatkan pendidikan. dibutuhkan kearifan tersendiri agar tuntutan moral dan hak anak dalam hal pendidikan bisa terjembatani.

    • kayaknya bener juga tuh, mas badoer, asalkan penyampaiannya tdk bersifat indoktrinatif, tapi melalui metode yang menarik dan menyenangkan.

  63. memang keputusan yang tak mudah. tapi kalau pun tidak dikeluarkan, siswi yang bersangkutan pasti dengan senang hati (atau terpaksa keadaan?) mengundurkan diri sendiri karena malu.
    saya setuju dengan komentar pak suhadi untuk memberikan kesempatan para siswi ini melanjutkan pendidikan di jalur yang non-formal.
    tapi mungkinkah tetap bersekolah di jalur formal setelah berhenti beberapa waktu, pak? sebab “cuti” seperti ini kan bisa jadi diperlukanjuga dalam kondisi sakit atau keadaan emergensi lain, misalnya.

    • betul, mbak yulfi. kasus seperti itu memang bukan hal yang mudah utk bisa diselesaikan dg baik. ada kontradiksi antara tuntutan nilai moral dan hak anak dalam memperoleh pendidikan. solusi menyelesaikan pendidikan ke jalur nonformal bisa juga menjadi salah satu alternatif utk mengurangi beban psikososial dari siswi ybs.

  64. Alhamdulillah nyangkut disini :d. Postingnya asik-asik ;).

    Siswi Hamil, Perlukah Dikeluarkan dari Sekolah? Sebuah tindakan bodoh, hamil ketika masih sekolah. Tapi lebih bodoh lagi tindakan sekolah yang mengeluarkan siswinya hanya karena hamil.

    • terima kasih telah berkenan mampir mas ghosye, sempat komentar pula, hehehe … yaps, ttg siswi bermasalah seperti itu, sekolah memang butuh kearifan tersendiri demi kelangsungan pendidikan siswi ybs.

  65. mungkin iya sanksi yg pantes buat hamil di bangku sekolah y harus di DO

    • hehehe … memang sebagian besar sekolah menempuh solusi seperti itu, mas hardi. tapi kalau langsung dikeluarkan, tanpa menyelidiki dulu latar belakang masalahnya, beban psiko-sosial anak ybs makin bertambah berat.

  66. Bagusnya diberi istirahat sampai melahirkan dan siswi tersebut nantinya dipindahin ke sekolah yg baru biar siswi tersebut bisa melupakan trauma masa lalu di lingkungan yg baru.dibutuhkan juga pengawasan yg ketat dari orang tua dan guru agar kejadian yg sama tidak terulang kembali

  67. Saya lebih setuju kalau siswi diberi cuti lalu dipindahkan sekolahnya jika nanti selesai proses melahirkan. untuk mengantisipasi efek psikologis yang mungkin terjadi jika dia bersekolah di sekolah yang sama. Sekolah lama sebaiknya membantu dengan memberi rekomendasi atau bantuan yang lain tyang bisa menjamin siswi itu untuk mendapatkan sekolah baru

  68. Ya. Ini soal legalitas. Hamil di luar nikah. Jangankan anak sekolah, orang dewasa saja kalau hamil di luar nikah akan menjadi buah bibir. Sebaiknya, siswi dinikahkan saja, maka selesailah masalah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *