Setelah Memperoleh Sertifikat Pendidik, Lalu Bagaimana?

Guru, sebagaimana diyakini banyak orang, dianggap sebagai sosok pinunjul yang berdiri di garda depan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Di tangan merekalah nasib anak-anak masa depan negeri ini dipertaruhkan. Kalau sampai loyo dan tak berdaya, jangan harap negeri ini akan memiliki generasi masa depan yang cerdas, bermoral, dan bermartabat. Begitulah ungkapan-ungkapan pujian yang sering terlontar terhadap figur seorang guru. Tidak heran apabila pada setiap pergantian etafe kepemimpinan di tingkat elite negara, sosok guru selalu dilirik dan diperhatikan.

Kini, sosok guru kembali menjadi sorotan. Mereka dinilai belum layak menjadi pendidik profesional. Mereka tidak cukup hanya mengantongi kualifikasi ijazah keguruan, tetapi juga –sesuai amanat Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD)– wajib memiliki sertifikat pendidik. Imbas lanjutannya, mereka berhak mendapatkan tunjangan profesi guru sebesar satu kali gaji pokok. Ya, sebuah rangsangan yang menggiurkan.

Untuk mendapatkan sertifikat pendidik, guru mesti berkutat mengikuti program sertifikasi guru dengan mengumpulkan sejumlah dokumen portofolio –sebagai bukti fisik– minimal 850 poin. Dari situlah, konon kompetensi guru, baik profesional, kepribadian, pedagogik, maupun sosial, bisa terpotret. Sahih atau tidak model penilaian semacam itu, agaknya tidak terlalu penting lagi untuk dijawab. Yang pasti, program sertifikasi jalan terus. Sudah banyak guru yang berhasil memperoleh sertifikat pendidik, bahkan konon sudah ada yang menikmati tunjangan profesinya sebagai pendidik. Ribuan, bahkan jutaan guru yang lain, mesti harus antre menunggu giliran. Mereka yang dinilai telah memenuhi syarat, harus “berjibaku”; mengumpulkan dokumen sebagai bukti kiprah profesionalitas mereka selama menjadi tenaga pendidik.

Terlepas dari kontroversi yang masih terus berlangsung, suka atau tidak suka, kebijakan program sertifikasi guru agaknya akan terus berlangsung. Bahkan, mungkin hingga guru yang menduduki peringkat paling buncit. Bisa dibayangkan, betapa besarnya jumlah anggaran negara yang tersedot untuk tunjangan profesi guru. Andai saja tunjangan profesi setiap guru sebesar Rp1.500,000,00 dikalikan, misalnya, 2 juta guru, pemerintah mesti mengeluarkan anggaran sebesar 3 trilyun setiap bulan. Wah, angka yang tidak sedikit jika dibandingkan dengan alokasi gaji guru selama ini.

(Berikut adalah beberapa gambar ketika acara penyerahan sertifikat pendidik yang berlangsung di Universitas Negeri Semarang –Rayon 12– kepada sekitar 1.334 guru dari 19 kota/kabupaten se-Jawa Tengah pada Sabtu, 5 April 2008)


Persoalannya sekarang, setelah guru mendapat sertifikat pendidik dan berhasil menikmati tunjangan profesinya, lalu bagaimana? Benarkah kinerja guru akan meningkat? Apakah anak-anak bangsa negeri ini benar-benar menjadi lebih cerdas dan kreatif? Seandainya, sertifikat pendidik itu ternyata bukan jaminan kelayakan sebagai tenaga pendidik profesional, lalu bagaimana solusinya? Dicabut kepemilikannya atas sertifikat pendidik yang telah dikantongi yang sekaligus dicabut tunjangan profesinya atau dipensiun dini karena dinilai tidak layak menjalankan tugas profesinya?

Seandainya sertifikat pendidik itu berhasil mengatrol kesejahteraan guru, lalu bagaimana halnya dengan guru yang berkualifikasi ijazah diploma yang jelas-jelas dinilai tidak memenuhi syarat mengikuti sertifikasi guru? Haruskah mereka perlu melakukan re-edukasi? Guru yang masih berusia muda, re-edukasi bisa jadi solusi yang tepat. Namun, bagaimana halnya dengan guru yang usianya sudah di atas kepala 5 yang hanya tinggal menunggu detik-detik pensiun? Apakah mereka sama sekali tidak memiliki hak untuk menikmati tunjangan profesi itu? Kalau itu yang terjadi, sungguh, kita benar-benar hidup di sebuah negeri yang sarat ironi. ***

Comments

  1. Dee

    seremonial-administratif-formalitas-proyek….
    imbasnya terhadap peningkatan kualitas pendidikan nasional???

    Bapak-ibuku dulu seorang guru SD. Hanya lulusan setingkat SMP atau SMA. Tapi soal dedikasi dan profesionalisme, saya kagum terhadap mereka. Mungkin karena memang mereka sangat mencintai profesi mereka sebagai pendidik anak bangsa. Soal kesejahteraan? Tahu sendiri lah, gaji 200 potongannya 250 🙂

    Dee’s last blog post..Wastra Lungset ing Sampiran

    ooo
    yups, saya juga selalu kagum dengan bapak dan ibu guru tempo dulu. meski bergaji pas2an, mereka tetep loyal pada tugasnya. salam hormat buat kedua orang tua mas budee.

    • ika

      saya juga sangat kagum dengan kedua ortu saya memang untuk kesejahteraan sangat minim api saya tidak setuju kalau di katakan gaji 200 potonganya 250

  2. saya masih tetap optimis akan perbaikan kinerja guru, meski tak berharap banyak dari mereka yang sudah sepuh dengan enggannya beradaptasi dengan pemikiran baru. Saya lebih banyak menaruh harapan dari penerapan UU Guru dan Dosen yang saya taksir akan menyedot SDM terbaik dari lulusan sekolah menengah untuk menjadi guru.

    Guru kelak tak akan hanya disemati dengan “pahlawan tanpa tanda jasa” tapi juga disemati dengan “apresiasi layak [gaji layak, penghargaan layak]” untuk tetap mengabdi pada dunia pendidikan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amin

    gempur’s last blog post..Rindu Ini Terbendung

    ooo
    yups, saya sepakat dg pak gempur. kalau UUGD memang diterapkan secara konsisten, ke depan pasti banyak anak muda yang cerdas dan kreatif tertarik menjadi guru, pak. dg guru semacam itu mudah2an akan membawa perubahan yang berarti bagi masa depan bangsa.

  3. yah mudah2an dengan adanya tunjangan itu membuat guru2 nggak terlalu terbebankan bagaimana untuk membuat dapurnya berasap, jadi makin banyak pikiran yang dapat di curahkan untuk memperbaiki pendidikan bangsa. untuk guru2 yang sudah berusia mudah2an ada solusi lebih lanjut yah pak…

    bedh’s last blog post..missing-u

    ooo
    yups, mudah2an begitu, mas bedh. memang bener kok, mas, kalau menngajar dan mendidik masih juga harus memikirkan asap dapur, ngajarnya jadi ndak tenang. imbasnya juga ke siswa didik. yang sepuh2 pun mudah2an mendapatkan perhatian yang layak.

  4. Hmmm, saya sih belum merasakan lagi…mungkin nanti generasi setelah saya kali ya yang merasakan? 😀 Hanya saja, dengan seperti itu, bukannya guru malah akan ‘sibuk’ ngurusin sertifikasinya daripada kegiatan mengajar ya? 😀

    Donny Reza’s last blog post..Rafling With Anak Jalanan

    ooo
    hehehehe 🙂 ketika sedang mengumulkan dokumen podtofolio kayaknya begitu, mas donny. mereka sibuk ngubek2 arsip. heboh deh!

  5. Saya gak yakin dg semua guru yg telah disertifikasi kinerja lebih baik. Hanya guru-guru kreatif (spt P.Sawal) yg kinerjanya bisa dipercaya. Apalagi di kab tempat saya, mereka yg disertifikasi berdasarkan pada usia dan golongan, bukan prestasi. Jadi kalau masih muda, apalagi gak kenal dg jajaran diknas jangan harap bisa disertifikasi. Di samping itu saya belum melihat mereka yg sdh disertifikasi kinerja lebih baik, kecuali penampilan luarnya iya, lebih wah.

    Zulmasri’s last blog post..Jawaban Telepon yang Aneh

    ooo
    yups, fenomena semacam itu hampir terjadi di semua daerah, pak zul. apalagi proses sertifikasinya hanya sekadar mengumpulkan dokumen portofolio. belum ada jaminan mereka yang lulus pasti bagus kinerjanya. btw, saya juga hanya guru biasa2 aja kok pak zul.

  6. kalau dulu waktu sekolah “Nasib Murid ada di tangan Gurunya” sekarang berbalik “Nasib guru ada ditangan muridnya yg sudah jadi Presiden, menteri, anggota DPR”

    Malangnya guruku…punya murid macam saya yang ndak bisa membantu banyak 🙁

    annots’s last blog post..Venus

    ooo
    bener, mas annots. para pemimpin dan kaum elite yang pernah menikmati bangku pendidikan pasti pernah merasakan sentuhan perhatian dan kasih sayang guru. meski demikian, mas annots ndak perlu harus seperti itu, hehehehe :mrgreen: guru, *halah* saya kira ndak minta balas jasa dari murid2nya kok.

  7. Dua alinea terakhir seharusnya dijawab Depdiknas atau BNSP.

    Kalau mau meningkatkan kesejahteraan guru (naikan gaji) naikkan saja langsung. Ringkas. Kini disyaraktan sertifikasi, apa tidak menyebarluaskan tindak curang? Lain halnya kalau yang ‘diuji’ penampilan kerja guru dalam proses pembelajaran.
    Dan, itu soal in service training, tanggung jawab Depdiknas.

    Jangan sampai … Wo oo kamu ketahuan, ‘dikerjain’ lagi …
    Bagimana menurut Sampeyan?

    Ersis Warmansyah Abbas’s last blog post..Puisi Cinta Tanah Air: Go Lomba

    ooo
    saya sepakat, pak ersis. kalau ingin meningkatkan gaji guru, mestinya bisa dilakukan berdasarkan kinerja atau masa kerja, tanpa harus repot2 pakai sertifikasi guru. nah, persoalan itu agaknya yang perlu dijawab oleh depdiknas cq BSNP, pak!

  8. Ina

    Guru…! dikala dihadapan pada tanggungjawab akan mencerdaskan generasi bangsa semuanya meletakkan beban itu di pundak seorang guru.
    tapi dikala guru “meminta” sedikit perhatian dari pemerintah..bawaannya kok disusahkan terus.

    🙂

    Ina’s last blog post..Bayangan mimpi

    ooo
    heheheheh 😆 itulah resikonya jadi guru, na. berbuat baik mah sudah jadi hal biasa, tapi melakukan penyimpangan sedikit saja, semua pada teriak, masih ditambah banyak beban pulak!

  9. Wah, seandainya semua orang bisa menjadi guru bagi yang lainnya, tentu tidak perlu semua beban pendidikan ditanggung sendiri oleh guru. Tanggung jawab mendidik anak bukan di pundak guru seharusnya tapi dipundak orang Tua.
    Kadang menyalahkan gagalnya pendidikan di Inodniesia bukan di departemen pendidikan tapi kurangnya keterlibatan orang tua dalam sekolah.
    Emang cuma bayar setelah itu semua beres yah?

    Koko’s last blog post..Tiny USB Office [Hot Application]

    ooo
    yups, sepakat banget, mas koko. pendidikan anak seharusnya menjadi tanggung jawab bersama antara guru dan ortu, apalagi anak2 kan lebih banyak berada di rumah. kalau guru dan orang tua, serta tokoh masyarakat saling bersinergi, maka anak2 pun akan lebih banyak mendapatkan perhatian dan kasih sayang.

  10. Kita masih berkutat pada syarat administratif. Sertifikasi, salah satunya. Guru harus menyiapkan dan menyerahkan sejumlah berkas sebagai bukti kedigjayaannya. Akibatnya, dan inilah ciri Indonesia, sebagian kecil ‘oknum’ guru mengakali dengan main copypaste berkas asal memenuhi cukup batas minimal nilai kredit. Alangkah naifnya, maunya meningkatkan rezeki yang halal, tapi ditempuh dengan cara kotor. Kapan sertifikasi juga menilai kinerja dan tampilan guru sehari-hari?

    Indonesia, kapan Kau berubah?

    Tabik!

    Zul …’s last blog post..Berburu Soal Ujian Nasional

  11. kesejahteraan guru emang perlu ditingkatkan.. soalnya pak di kota-kota kaya jakarta itu guru sibuk sama yang namanya bisnis buku, LKS, fotokopi, seragam dsb.. Jadi sebelum pelajaran di mulai, eh dia nagihin utang para siswa2nya.. jadinya waktu belajar ke buang, konsentrasi guru dan siswa kebuang, dan juga kasihan orang tua kebebanin sama bisnis guru itu..

    kadang2 barang itu dijual secara “paksa” kepada siswa2nya tanpa ada alternatif yg lain, yg lebih murah. jadinya mo gak mao membeli dari guru itu dengan kekhawatiran akan mempengaruhi nilai..

    hal itu berlangsung, kebetulan ini sedang terjadi di adik saya..

    ridu’s last blog post..Raditya Dika In British Council Blogger Day

  12. Membitjarakan masalah goeroe di tanah air, saja selaloe ngimpi, kapaaan yoa negeri kita ini bisa mempoenjai goeroe se-bagoes goeroe-goeroe di Finlandia itu?
    .
    Halah, nanging semoeanja plason di sini iki, sebape kita iku tinggal di negeri jang serba paradoks. Mboten wonten mimpi sing klakon ing negeri bobrok iki. Wis! Bubarke Indonesia!
    .
    Salam, pak Guru…

    ariss_’s last blog post..Beragama = Keseimbangan Akal & Iman

  13. Sangat khas Indonesia. Segala sesuatu dijadikan proyek dan sangat mendewakan standar-standar formal. Ini penyakit birokrasi yang hanya bisa disembuhkan dengan memangkas dua eselon teratas di semua departemen. Harus dilakukan dulu revolusi struktural di tubuh birokrasi pemerintahan, baru kita bisa berharap terjadi perubahan.

    Tapi, Pak Sawali sudah aman terkendali kan ?

    Raja Huta’s last blog post..Apakah Sebaiknya Blog Ini Ditutup Saja ?

  14. Kita lihat sisi positifnya saja, Pak Guru. Guru yang bersertifikat dipercaya sebagai guru yang memenuhi standard profesionalitas sebagai guru. Sama saja dengan profesi yang lain, mereka yang memiliki sertifikat akan dihargai lebih tinggi. Tengok saja akuntan yang punya sertifikat profesi internasional (CPA) pasti harganya lebih mahal daripada yang hanya punya predikat Akt di belakang namanya. Atau, di lingkungan manajemen proyek, yang memiliki PMP akan dihargai lebih tinggi daripada yang hanya memiliki sertifikat kursus manajemen proyek.

    Kalau guru disebut sebagai profesi, mengapa guru harus takut disertifikasi? Apakah karena dia itu guru maka harus dibedakan dari profesi yang lain?

    arif’s last blog post..Perjuangan Payjo

  15. @ Zul … :
    Kapan Indonesia berubah? Pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab, Pak Zul :ide: selama ini setiap kebijakan sering lebih mengutamakan administrasi ketimbang substansi.

    @ Samsul:
    Oh, menurut Mas Sam begitu? hehehehe 😆 bisa jadi bener, mas. Kalau gaji cukup kan ndak perlu lagi demo segala! :mrgreen:

    @ ridu:
    Yapas, sepakat banget, ridu. kalau tugas mengajar harus memikirkan objekan, jelas siswa didiknya ndak terurus dg baik.

    @ # hanggadamai:
    yup, sepakat, mas hangga. kalau pendidikan hanya diserahkan kepada guru, bisa makin ndak terurus tuh anak2.

    @ ridu:
    Ndoro kakung menyebut2 nama saya, ridu? wakakakaka 😈 memangnya ada apa? jadi penasaran?

    @ ariss_ :
    Guru di finlandia bener2 hebat, yak? jadi penasaran juga nih. secara bertahap mudah2an bangsa kita bisa terus melakukan sebuah perubahan.

    @ Raja Huta:
    Begitulah bung huta. sepertinya itu sudah menjadi ciri khas bangsa kita yang sulit berubah. serba berbau proyek :mrgreen: btw, aman terkendali? wah, ndak mudheng saya, hehehehe 🙂

    @ Ersis Warmansyah Abbas:
    loh, kan dah saya masukkan juga postingan pak ersis di “postingan teman”. jadi saya bisa mengikuti tulisan2 terbaru pak ersis. blog pak ersis juga dah saya taut di “basodara” kok!

    @ arif:
    Yup, sepakat juga mas arif. mudah2an sertifikat pendidikan itu bisa memberikan nilai tambah buat kemajuan pendidikan di Indonesia.

    @ Ide Bisnis Usaha:
    Wah, bisnis onlien justru sering menjanjikan peluang keuntungan kok, bung, hehehehe 🙂

    Sawali Tuhusetya’s last blog post..Setelah Memperoleh Sertifikat Pendidik, Lalu Bagaimana?

  16. Setahu saya pendidik itu ndak perlu ada sertifikat lho Pak.. Karena ilmu itu bisa didapet dari siapa saja dan di mana saja..

    Yah, itulah cerminan negeri kita, hanya terpaku pada kertas-kertas yang tulisannya biasanya : “IJAZAH” atau “SERTIFIKAT” bahkan juga “RUPIAH”..

    ooo
    begitulah mas nazieb, agaknya kultur negeri kita ini lebih menghargai selembar sertfikat ketimbang substansi kinerjanya, hehehehehe 💡

  17. pemerintah mesti mengeluarkan anggaran sebesar 3 trilyun setiap bulan. Wah, angka yang tidak sedikit jika dibandingkan dengan alokasi gaji guru selama ini.

    Kali ini saya nggak akan banyak komentar, tadinya saya mau berkomentar lain, tetapi karena pada akhir2 artikel membaca informasi seperti di atas, saya jadi agak geli dan merasa “lucu”.
    Rp. 3 trilyun per bulan?? Wah…. kalau dana untuk memblokir situs2 porno oleh pemerintah yang Rp. 30 trilyun itu dialihkan buat alokasi gaji guru, lumayan kan tuh buat 10 bulan!! Betul nggak?? Hehehe…. 😀

    Yari NK’s last blog post..Dunia Ini Dunia Yang Relatif?

  18. sudah disertifikasi belum tentu ngajarnya sudah bermutu 🙂
    Disertifikasi atau belum yang penting kita harus ikhlas dalam memperjuangkan nasib anak bangsa yang kayanya mulai bikin mumet guru2 jaman sekarang 😥
    So, kalo sudah disertifikasi, bagaimana ?
    ya mulai memperbaiki diri untuk menjadi panutan buat anak muridnya 🙂

    Menik’s last blog post..Mereka memang selalu bersanding

  19. semoga dengan sertifikasi guru itu tidak hanya berjualan sertifikat, karena hanya dengan legitimasi selembar sertifikat blm bs menjamin kesetaraan kualitas seorang pendidik.. kenapa indonesia tdk segera membuat evolusi dlm pendidikan, khususnya tenaga pendidik dengan memberi system requirement yg lbh tinggi, misalnya seperti di China, yaitu minimal S2.. dengan itu jg, jaminan akan kualitas guru ditingkatkan.. hubungan antara siswa, org tua murid dan guru sndiri berjalan dgn harmonis, peserta didik dapat mengevaluasi guru ttg metode pengajaran, dll nya..
    *utopis yah pak, hehe*

    fauzan sigma’s last blog post..Tuntut Pelibatan Mahasiswa dalam Otonomisasi Kampus (BLU/BHP)

  20. Yah semoga dengan sertifikasi kualitas guru di negeri ini meningkat.
    Dengan menambah tunjangan guru negara kita tidak akan bangkrut kok Pak lah wong buat nggaji DPR saja mampu, kalo perlu gaji DPR potong saja untuk para Guru!

    Fadhiel yang sedang bingung dan pusing’s last blog post..Pamit

  21. setifikat itu kan hanya pengakuan bahwa si penerima itu adalah guru, tapi layak tidaknya dia jadi soerang pendidik kan tidak diukur dari apakah dia sudah menerima setifikat atau belum. alah.. serias amat ngomong opo to yooo…. kabur 🙂

    bejozz’s last blog post..Komputer gue kena Spyware

  22. @ lahapasi:
    Yaps, mudah2a begitu, mas. btw, pernah bercita2 jadi guru juga?

    @ andi basuki:
    yups, sepakat pak andi. setelah menerima sertifikat, kinerja mesti meningkat, hehehehe 💡

    @ Yari NK:
    betul banget bung yari. anggaran itu memang besar, meski dibandingkan dg negeri jiran kita konon belum sebanding juga, heheheh 🙂

    @ Menik:
    sepaka banget, bunda! guru idealnya memang mesti menjadi figur teladan bagi murid2nya agar lebih mudah menananmkan berbagai macam nilai di tengah tantangan zaman yang rumit dan kompleks ini.

    @ fauzan sigma:
    walah, ndak utopis juga, mas sigma, asalkan semua pihak mau melakukan perubahan paradigma dan kultural. kalau tdk ada perubahan, apa pun hanya akan menjadi sebuah utopia.

    @ Fadhiel yang sedang bingung dan pusing:
    yak, sepakat banget, mas fadhiel. btw, kenapa bingung dan pusing? sedang punya masalahkah?

    @ quelopi:
    yups, semoga diimbangi dg kinerja yang bagus, mas.

    sawali tuhusetya’s last blog post..Setelah Memperoleh Sertifikat Pendidik, Lalu Bagaimana?

  23. Sekarang lagi musim sertifikasi…di perbankan juga ada sertifikasi manajemen risiko (level 1 s/d 5). Untuk level 5, mereka harus lulus level 1 dulu, terus dua dst nya. Bayangkan berapa biayanya, namun memang diharapkan agar setiap personil terutama yang telah memegang jabatan pimpinan harus sadar akan risiko (bukan menghindari tapi dapat me mitigasi risiko)…dan ini memang persyaratan int’l dari Basel Commitee Accord.

    Saya berharap, sertifikasi guru juga akan meningkatkan kinerja, menghasilkan anak didikan yang lebih baik, karena ditangan guru lah sebetulnya dasar pendidikan untuk bangsa kita ini.

    edratna’s last blog post..WordPress yang baru

    ooo
    Terima kasih sekali infonya, bu enny. mudah2an saja program sertifikasi guru nanti benar2 mampu menghasilkan kinerja guru yang lebih baik.

  24. di Kalbar ada 2089 guru yang ikut sertifikasi. semoga guru2 tersebut setelah lulus benar2 bisa meningkatkan kemampuannya sehingga menjadi guru yang luar biasa 😀

    eNPe’s last blog post..Sisa Nasi

    oooo
    wah, banyak juga ya bu ita. mudah2an setelah dapat sertifikasi kinerja mereka meningkat.

  25. kawin lagi aja pak………..
    😀

    sluman slumun slamet’s last blog post..Berita duka?.

    oooo
    wakakakakaka 🙂 kalau memang banyak yang begitu, gimana, pak? hiks, bisa jadi malah lupa mengajar karena keenakan bersama istri muda, weks 😈

  26. Guru adalah sebuah profesi, layaknya insinyur, dokter dsb. Layaknya surat ijin mengemudi setiap orang yang mengendarai kendaraan wajib memiliki ijin. Nah sekarang bagaimana dengan guru, dizaman yang serba moderen dan digital merupakan keniscayaan bagi guru untuk memiliki sertifikasi (baca:ijin). Bagaimana yang sudah tua 50-an. Praktisnya gini aja deh: mereka kahn sudah mengabdi lebih lama dari usia kita, tidak perlu ikut sertifikasi, pengalaman mengabdi mereka sudah sangat cukup untuk mendapatkan sertifikasi tsb.

    Seorang guru yg telah bersertifikat tidak serta merta selesai dalam belajar, guru pun harus memperbaharui dan meningkatkan kemampuan karena zaman terus berubah, tentunya harus ada pelatihan guru yang berkesinambungan sehingga pengetahun guru selalu terbaharui.

    Berbagi info saja, seorang guru SD disini berpendapatan 2000 Euro. Sangat cukup untuk hidup. Tentunya tidak bisa dibandingkan dgn negara berkembang spt indonesia, tapi yg ingin saya garisbawahi disini adalah kemauan bangsa (pemerintah dan rakyat) untuk mengangkat derajat guru yg semestinya (perbaikan kesejahteraan). Info: guru dan dokter dikuba berpenghasilan sekitar 150-200 dolar USA, kesehatan dan pendidikan disana gratis.

    udah ya kang… kepanjangan nich

    resi bismo’s last blog post..menyebalkan?

    ooo
    terima kasih tambahan infonya, mas ario. lagi2 kita mesti mengelus dada dan prihatin kalau melihat kemajuan pendidikan di negara lain. kita baru bisa berharap dan bermimpi, pak, mudah2an kesejahteraan guru makin membaik. ttg pemberian penghargaan sertifikat kepada guru2 yang sudah di atas 50 tahun, saya juga sepakat, mas. jangan sampai nasib mereka terkebiri karena sertifikasi itu.

  27. *Lihat-lihat foto dulu*
    Pak Sawali yang mana ya?

    Saya jadi punya sedikit harapan. Setelah ada stimuli berupa sertifikat pendidik, mudah-mudahan para guru berusaha meningkatkan kualitas diri untuk mendapatkannya. Bukan hanya sekedar mengumpulkan dokumen-dokumen portfolio.
    Selanjutnya, karena sudah mendapatkan tunjangan, para guru semakin semangat mencari dan memberi ilmu. Sebab selama ini yang bikin guru loyo dan tidak berdaya kan karena kurangnya ‘penghargaan’.

    Ratna’s last blog post..Need For Speed, Pimp My Ride dan Bedah Rumah

    ooo
    sampai kiamat ndak akan menemukan foto saya di postingan ini, mbak ratna, wakakakaka 🙂

  28. :205
    Assalamualaikum Pa,
    aku dah lulus sertifikasi th 2006. Tapi ya gitu, katanya akan ada tunjang-menunjang gajih sebesar satu dikali satu gajih.
    Aku dah dapet 2 kali tuk bulan nov dan desember 2006, kalo ngga salah… Tapi sampai detik ini, tunjang-menunjang gajih tsb sudah raib kembali ditelan bumi, bumi yang mana aku ngga tau..
    Aku kurang yakin kalau pemerintah punya uang tuk bayar sertifikasi guru. Jadi ,kepada teman2 guru,ngga usah terlalu ngoyo mengejar sesuatu yang ngga pernah berlari, berjalan pun enggak…bahkan masih diam koq. Aku pikir, sebaiknya guru mulai memikirkan dunia lain…dunia enterpreneurship…(wuih, keren ya). Jadi alangkah bagusnya, guru bisa mengajar, ya bisa juga nyambi pekerjaan lain, ngga ada salahnya koq ,kalo dicoba.

    >>>
    waalaikum salam, bu ira. wah, ternyata yang dikhawatirkan banyak pihak benar2 terjadi. saya sepakat dg bu ira. ndak ada salahnya kok guru nyambi, asalkan ndak sampai melalaikan tugas dan masih berkaitan dg dunia pendidikan, menulis atau mengumpulkan dolar lewat blog spot bu ira, hehehe 🙄 salut juga buat bu ira nih. :oke

  29. tidak bisa dibayangkan kalau di satu sekolah ada 25 guru dengan jmlh jam hanya 239 jam . sementara yang masuk sertifikasi harus 24 jam. yang belum sertifikasi apakah harus gigit jari karena jamnya sudah diambil oleh yang lebih dulu sertifikasi. Padahal mereka juga berhak mengikuti program tersebut walaupun masih harus menunggu karena kualifikasi belum sampai. sementara rata-rata mereka yang notabene honorer yang di pundaknya membawa beban keluarga. ??????. Apakah yang harus mendapakan itu hanya orang yang lebih dulu sertifikasi atau bagaimana ????. Tolong kepada pemerintah, Kepala Sekolah , yayasan mempertimbangkan akan masalah ini………….
    RUMUS MANA YANG AKAN DIAMBIL…………….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *