Pelajaran Bahasa Indonesia: Antara Sains dan Humaniora

Kurikulum 2013 yang kontroversial itu sudah diberlakukan di sekolah-sekolah sasaran pada tahun pelajaran 2013/2014. Pada tahun pelajaran 2014/2015 nanti, semua sekolah wajib melaksanakan Kurikulum 2013 di dua kelas sekaligus. Seperti biasanya, siap atau tidak, suka atau tidak, kalau sudah ada instruksi semacam ini, semua sekolah dengan amat loyal akan taat pada komando. Pada akhirnya, pro-kontra soal kurikulum pun akan bergeser dari soal substansi konsep ke soal implementasinya. Tidak lagi penting apakah Kurikulum 2013 itu berpihak pada subjek didik dan memberikan kontribusi nyata terhadap mutu pendidikan atau tidak. Yang lebih utama dipikirkan adalah bagaimana agar kurikulum yang didesain dengan pendekatan sains itu bisa diimplementasikan. Begitulah “siklus” perubahan kurikulum dalam dunia pendidikan kita. Kajian kurikulum baru tidak dilakukan secara mendalam dan komprehensif, tetapi hanya sekadar “mengamini” desain para konseptor kurikulum yang biasanya berasal dari kalangan yang dekat dengan lingkaran kekuasaan. “Siklus” Kurikulum 2013 pun tak jauh dari nuansa semacam itu.

BIPelajaran Bahasa Indonesia, misalnya, kalau kita lihat konsepnya, memang ada upaya untuk “memartabatkan” Bahasa Indonesia dalam kurikulum pendidikan kita. Lebih-lebih setelah sekolah berlabel RSBI yang dalam beberapa tahun sebelumnya hendak menjauhkan subjek didik dari kultur bangsanya dengan menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar. (Seperti kita ketahui, RSBI secara resmi telah dinyatakan bubar. Selain alasan “elitis” dan sekadar memburu gengsi global semata, RSBI, disadari atau tidak, juga kian menjauhkan anak-anak bangsa dari nilai-nilai kearifan lokal yang tersebar di setiap wilayah nusantara.) Ini artinya, Bahasa Indonesia didesain agar benar-benar menjadi “Tuan Rumah” di negeri sendiri. Semua lembaga pendidikan, berapa pun grade kualitasnya, wajib menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Tidak hanya itu. Bahasa Indonesia, bahkan, didesain untuk menjadi bahasa keilmuan yang harus digunakan ketika subjek didik menanya, mengamati, mencari informasi, menganalisis, mengomunikasikan, dan dalam berbagai kegiatan keilmuan yang lain. Dengan kata lain, Kurikulum 2013 sarat dengan pendekatan sains yang diharapkan mampu mengatrol kemampuan bernalar siswa didik yang selama ini dinilai masih amat rendah.

Persoalannya sekarang, bagaimana posisi pendidikan humaniora yang memiliki peran penting dan strategis dalam membangun moral dan karakter peserta didik? Disembunyikan di manakah teks-teks sastra yang “agung” dan sarat dengan kandungan nilai keluhuran budi itu?

Sekadar gambaran, berikut saya kutipkan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP berdasarkan LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH.

KELAS : VII

KOMPETENSI  INTI

KOMPETENSI DASAR

    1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
1.1  Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk mempersatukan bangsa Indonesia di tengah keberagaman bahasa dan budaya

1.2  Menghargai dan  mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis

1.3  Menghargai dan  mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana menyajikan informasi lisan dan tulis

    2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
2.1  Memiliki perilaku jujur, tanggung jawab, dan santun dalam menanggapi secara pribadi hal-hal atau kejadian berdasarkan hasil observasi

2.2  Memiliki perilaku percaya diri dan tanggung jawab dalam  membuat tanggapan pribadi atas karya budaya masyarakat Indonesia yang penuh makna

2.3  Memiliki perlaku kreatif, tanggung jawab, dan santun dalam mendebatkan sudut pandang tertentu tentang suatu masalah yang terjadi pada masyarakat

2.4  Memiliki perilaku jujur dan kreatif dalam memaparkan langkah-langkah suatu proses berbentuk linear

2.5  Memiliki perilaku percaya diri, peduli, dan santun dalam merespon secara pribadi peristiwa jangka pendek

    3. Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural)berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
3.1  Memahami teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi,  dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan

3.2  Membedakan teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan

3.3  Mengklasifikasi teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi,  dan cerita pendek  baik melalui lisan maupun tulisan

3.4  Mengidentifikasi kekurangan teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi,  dan cerita pendek  berdasarkan kaidah-kaidah teks baik melalui lisan mupun tulisan

4.Mencoba,  mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori 4.1  Menangkap makna teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik secara lisan maupun tulisan

4.2  Menyusun teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi,  dan cerita pendek sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat  baik secara lisan maupun tulisan

4.3  Menelaah dan merevisi teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi,  dan cerita pendek  sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan

4.4  Meringkas teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik secara lisan maupun tulisan

 
KELAS : VIII

KOMPETENSI  INTI

KOMPETENSI DASAR

    1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
1.1  Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk mempersatukan bangsa Indonesia di tengah keberagaman bahasa dan budaya

1.2  Menghargai dan  mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis

1.3  Menghargai dan  mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana menyajikan informasi lisan dan tulis

 

    2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
2.1  Memiliki perilaku jujur dalam menceritakan sudut pandang moral yang eksplisit

2.2  Memiliki perilaku peduli, cinta tanah air, dan semangat kebangsaan atas karya budaya yang penuh makna

2.3  Memiliki perilaku demokratis, kreatif, dan santun dalam berdebat tentang kasus atau sudut pandang

2.4  Memilikiperilaku jujur dan percaya diri  dalam mengungkapkan kembali tujuan dan metode serta hasil kegiatan

2.5  Memiliki perilaku jujur dan percaya diri dalam pengungkapan kembali peristiwa hidup diri sendiri dan orang lain

    3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural)berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
 

3.1  Memahami teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan

3.2  Membedakan teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan

3.3  Mengklasifikasi teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi  baik melalui lisan maupun tulisan

3.4  Mengidentifikasi kekurangan teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi berdasarkan kaidah-kaidah teks baik melalui lisan mupun tulisan

 

    4. Mengolah,  menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
4.1  Menangkap makna teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik secara lisan maupun tulisan

4.2  Menyusun teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi  sesuai dengan karakteristik teks  yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan

4.3  Menelaah dan merevisi teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi  sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan

4.4  Meringkas teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik secara lisan maupun tulisan


KELAS : IX

KOMPETENSI  INTI

KOMPETENSI DASAR

    1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
1.1  Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk mempersatukan bangsa Indonesia di tengah keberagaman bahasa dan budaya

1.2  Menghargai dan  mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis

1.3  Menghargai dan  mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana menyajikan  informasi lisan dan tulis

    2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
2.1  Memiliki perilaku jujur dan percaya diri dalam  menangani kejadian dan memberikan makna kejadian dalam konteks budaya masyarakat

2.2  Memiliki perilaku cinta tanah air dan semangat kebangsaan atas karya budaya masyarakat Indonesia yang penuh makna dalam hal pesan dan nilai-nilai budaya

2.3  Memiliki perilaku demokratis, kreatif, dan santun dalam membantah sebuah sudut pandang tentang suatu masalah

2.4  Memiliki rasa percaya diri dan semangat dalam kegiatan ilmiah dan menceritakan kembali kesimpulan hasil kegiatan ilmiah

    3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
3.1  Memahami teks eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman percobaan baik melalui lisan maupun tulisan

3.2  Membedakan teks eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman percobaan baik melalui lisan maupun tulisan

3.3  Mengklasifikasi teks eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman percobaan  baik melalui lisan maupun tulisan

3.4  Mengidentifikasi kekurangan teks eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman percobaan berdasarkan kaidah-kaidah teks baik melalui lisan mupun tulisan

    4. Mengolah,  menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
4.1  Menangkap makna teks eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman percobaan baik secara lisan maupun tulisan

4.2  Menyusun teks eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman percobaan sesuai dengan karakteristik  teks yang akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan

4.3  Menelaah dan merevisi teks eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman percobaan sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan

4.4  Meringkas teks eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman percobaan baik secara lisan maupun tulisan

 

Makin jelas betapa tidak berpihaknya para konseptor Kurikulum 2013 terhadap upaya pengembangan nilai sastrawi kepada peserta didik yang diyakini banyak kalangan mampu menjadi filter dan “katalisator” positif dalam membangun karakter peserta didik secara “utuh” dan “paripurna”. Kita tidak melihat iktikad baik dari para konseptor kurikulum untuk memperkenalkan keagungan nilai yang tersirat dalam teks-teks sastra lama (seperti pantun, syair, gurindam, karmina, talibun, dsb.) dan modern (puisi, cerpen, novel). Di SMP, misalnya, kita hanya melihat cerpen dan fabel yang disajikan kepada peserta didik. Hanya dengan dua “genre” sastra itu, mana mungkin anak-anak negeri ini akan memiliki apresiasi tinggi terhadap warisan kultur bangsanya?

Bisa saja para konseptor kurikulum berdalih guru Bahasa Indonesia harus pandai-pandai menyisipkan muatan sastra ke dalam pembelajaran berbasis teks. Artinya, ketika guru menyajikan materi tentang genre teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, misalnya, di situlah kreativitas guru ditantang. Mampukah mereka menyajikan desain pembelajaran yang “kaya”. Selain belajar bahasa, mereka juga belajar mengapresiasi sastra. Saya pikir ini sebuah dalih yang naif dan “absurd”. Alih-alih mengintegrasikan, materi yang jelas-jelas tercantum secara tersurat dalam kurikulum pun seringkali masih “miskin” kreativitas. Pembelajaran tetap saja berlangsung kaku dan monoton, apalagi dituntut harus menyajikan materi “kurikulum tersembunyi”?

Kurikulum baru idealnya berupaya menyempurnakan kurikulum sebelumnya setelah menerima masukan dari para pemangku kepentingan, termasuk para praktisi pendidikan (baca: guru). Namun, diakui atau tidak, guru selama ini masih diposisikan sebagai “pelengkap penderita” yang harus melaksanakan kurikulum, meski tidak pernah diberdayakan. Masukan dan suara guru yang begitu masif dan gencar disampaikan ketika uji publik kurikulum berlangsung hanya dianggap sebagai “angin lalu”. Ironisnya, pelatihan guru sekolah sasaran yang seharusnya sudah sangat memahami konsep kurikulum dan implementasinya, ternyata masih “jauh panggang dari api”. Pelatihan yang berlangsung selama lima hari yang diikuti dengan pendampingan langsung ke sekolah-sekolah sasaran dinilai “jalan di tempat” dan sangat tidak efektif. Akibatnya, implementasi Kurikulum 2013 –meminjam bahasa seorang rekan sejawat—seperti “Opera Van Java (OVJ)”; penonton (guru) bingung, dalang (instruktur) makin tambah bingung. Kabarnya, setiap kali ada pertanyaan dari peserta pelatihan, instruktur dan guru inti, gagal memberikan jawaban yang memuaskan.

Situasi semacam itu tidak bakal terjadi seandainya konsep Kurikulum 2013 benar-benar dipersiapkan dengan matang setelah melibatkan para pemangku kepentingan, untuk selanjutnya, guru yang berada di garda terdepan dalam pelaksanaan kurikulum, benar-benar diberdayakan secara serius melalui pelatihan total dan intensif.

Jika situasi semacam itu terus berlanjut, bukan mustahil pelajaran Bahasa Indonesia yang sejatinya mampu memosisikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa keilmuan dengan pendekatan sains dan sekaligus sebagai sarana untuk memperkenalkan, menginternalisasi, dan mengapresiasi budaya bangsa melalui pendekatan humaniora hanya mengapung-apung dalam slogan dan retorika belaka. Kalau memang demikian, quovadis Kurikulum 2013? ***

23 Comments

  1. Mungkin akan lebih harmoni lagi kalau warna biru di atas diselang-selingkan dengan warna kuning keputih-putihan. Kira-kira ini kodenya: #ffffcc

  2. Sebagai Warga Negara Indonesia, wajib bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, tetapi bahasa asing juga sangat penting. Karena berita, hiburan dan pembelajaran yang baik sehari-hari justru kita dapatkan dari media online/offline dengan bahasa asing!
    Saya suka sekolah yang menerapkan atau wajib berbahasa asing di jam-jam tertentu seperti pondok gontor dan juga pondok2 lainnya juga sekolah madrasah swasta sudah banyak yang mengikuti konsep pondok gontor.

    1. setuju banget, Mas Edi. Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, apalagi dalam lingkup pendidikan formal, tidak lantas berarti harus “alergi” dengan bahasa asing. apa pun alasannya, belajar bahasa asing tetap penting di tengah peradaban global seperti saat ini.

  3. beberapa waktu lalu, saya membaca kurikulum mata pelajaran IPA (fisika) 2013, saya sama sekali tidak mudeng bagaimana menggunakan logika mengimplementasikan kurikulum itu di kelas, hehe

    ternyata dalam pelajaran bahasa Indonesia sama sableng nya ya 😀

    1. itulah pertanyaan yang tdk mudah dijawab, Pak Hariyanto. Pergantian kurikulum biasanya sangat erat kaitannya dg kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa. Idealnya sih konon antara 5-10 tahun perlu ada evaluasi dan revisi.

  4. Terima kasih gan atas informasinya, sudah beberapa hari ini saya mencari informasi ini, ini sungguh sangat membantu saya . mulai sekarang saya akan bookmark blog ini agar saya bisa kembali dan melihat informasi yang terbaru.
    mungkin agan atau pengunjung blog agan juga membutuh kan infomasi dari saya, silahkan liat artilek saya yang sangat Mohon kunjungi website kami
    http://www.168sdbet.com
    Terima kasih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *