(Analisis dan Refleksi Pasca-UN 2011-Bagian I)
Sungguh, hasil Ujian Nasional (UN) SMP tahun ini membuat kening saya berkerut. Tak hanya bejibunnya jumlah siswa SMP di Provinsi Jawa Tengah yang tidak lulus, tetapi juga “hancur”-nya nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia yang telah diperkenalkan dan dipelajari sejak SD, bahkan TK itu. Secara nasional, rata-rata nilai Bahasa Indonesia justru berada di bawah mata pelajaran Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA.
Sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas, Mansyur Ramly, mata pelajaran bahasa Indonesia masih menjadi momok. Hal itu bisa dilihat dari hasil UN murni. Menurut catatan panitia pusat, rata-rata nilai bahasa Indonesia dalam UN tingkat SMP dan sederajat sebesar 7,12 dengan nilai terendah 0,40 atau hanya benar dua butir soal dan nilai tertinggi 10,00. Sedangkan, rata-rata bahasa Inggris sebesar 7,52, Matematika sebesar 7,30, dan IPA sebesar 7,41. Menurut Mansyur Ramly, pemicu rendahnya nilai rata-rata bahasa Indonesia karena siswa belum terbiasa membaca. Dia menjelaskan, hampir seluruh soal bahasa Indonesia diawali dengan bahan bacaan. Kelemahan kemampuan membaca itu, tegasnya, berpotensi siswa terkecoh ketika menentukan pilihan jawaban.
Warisan Budaya
Pernyataan Mansyur Ramly memang ada benarnya. Kalau mau jujur, bangsa kita memang sudah lama mendapat warisan budaya literasi yang amat rendah. Alih-alih memburu informasi dan dunia keilmuan dengan membeli buku-buku bermutu, tumpukan buku di rak perpustakaan saja dibiarkan berdebu dan (nyaris) tak tersentuh. Warisan ini agaknya terus menurun ke anak-cucu dari generasi ke generasi, sehingga budaya literasi bangsa kita tak pernah menggeliat dan beranjak naik.
Para pelajar yang seharusnya akrab dengan buku pun menghadapi persoalan yang sama. Miskinnya keteladanan orang-orang terdekat yang seharusnya menjadi patron dan anutan sosial dalam ranah “gemar membaca”, membuat kaum remaja-pelajar kita makin jauh dari budaya membaca. Hal itu diperparah dengan kondisi perpustakaan sekolah yang rata-rata masih jauh dari layak sebagai ruang baca dan gudang ilmu. Tak hanya berada di sudut sekolah yang sempit, koleksi bukunya pun rerata sudah “basi”. Kondisi seperti ini setidaknya memberikan imbas ikutan terhadap rendahnya minat kaum remaja-pelajar kita untuk gemar membaca.
Rendahnya minat baca jelas akan berdampak pada kemampuan seseorang untuk menganalisis wacana (teks) yang dibaca. Bukan semata-mata lantaran tingkat keterbacaan teks yang rumit, melainkan juga lantaran budaya literasi yang “amburadul” sehingga tampak payah dan belepotan ketika harus memahami isi teks. Agaknya, rendahnya budaya literasi di kalangan pelajar SMP terbukti ketika mereka harus mengerjakan soal-soal UN Bahasa Indonesia.
Otoritas Pembuat Soal
Meski demikian, rendahnya budaya literasi di kalangan pelajar bukanlah satu-satunya penyebab hancurnya nilai UN Bahasa Indonesia. Dalam amatan awam saya, rendahnya nilai UN Bahasa Indonesia SMP Tahun 2011, setidaknya disebabkan oleh tiga faktor yang amat mendasar, yaitu kualitas soal, kompetensi siswa, dan suasana psikologis yang tengah berlangsung.
Dari sisi kualitas soal, tingkat kesahihan (validitas) soal bisa dijadikan sebagai kriteria utama. Soal dikatakan sahih jika mampu membedakan kompetensi siswa yang berada di grade tinggi, sedang, dan rendah. Secara nasional, saya memang belum melihat hasil perolehan nilai Bahasa Indonesia siswa SMP secara lengkap. Namun, secara kualitatif kita bisa menganalisis kesahihan soal Bahasa Indonesia berdasarkan aspek-aspek berikut ini.
No. | Aspek | |
A.
1 |
Materi
Soal sesuai dengan indikator (menuntut tes tertulis untuk bentuk pilihan ganda) |
|
2. | Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi (urgensi, relevasi, kontinyuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi) | |
3. | Pilihan jawaban homogen dan logis | |
4. | Hanya ada satu kunci jawaban | |
B. 5. |
Konstruksi Pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas |
|
6. | Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban merupakan pernyataan yang diperlukan saja | |
7. | Pokok soal tidak memberi petunjuk kunci jawaban | |
8 | Pokok soal bebas dan pernyataan yang bersifat negatif ganda | |
9. | Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjau dari segi materi | |
10. | Gambar, grafik, tabel, diagram, atau sejenisnya jelas dan berfungsi | |
11. | Panjang pilihan jawaban relatif sama | |
12. | Pilihan jawaban tidak menggunakan pernyataan “semua jawaban di atas salah/benar” dan sejenisnya | |
13. | Pilihan jawaban yang berbentuk angka/waktu disusun berdasarkan urutan besar kecilnya angka atau kronologisnya | |
14. | Butir soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya | |
C. 15. |
Bahasa/Budaya Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia |
|
16. | Menggunakan bahasa yang komunikatif | |
17. | Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu | |
18. | Pilihan jawaban tidak mengulang kata/kelompok kata yang sama, kecuali merupakan satu kesatuan pengertian |
Dari 18 aspek yang ada, yang sering dipersoalkan adalah aspek materi, terutama pada butir (3) pilihan jawaban homogen dan logis dan (4) hanya ada satu kunci jawaban. Coba kita perhatikan contoh soal nomor 22 dan 23 pada paket 25 berikut ini!
Bacalah kutipan tajuk berikut dengan saksama kemudian kerjakan soal nomor 22 dan 23!
Pundi-pundi kas negara kini mencapai 156 trilliun per 7 Mi 2010. Surplus APBN merupakan gabungan antara pendapatan dari sektor perpajakan ditambah dengan penarikan pinjaman kemudian dikurangi dengan belanja. Meski demikian, surplus ini bukanlah hal yang membanggakan, sebab rendahnya penyerapan belanja yang menyebabkan fungsi anggaran sebagai pendorong perekonomian menjadi kurang efektif.
Guna mendorong kualitas penyerapan anggaran, Kementerian Keuangan akan menerapkan mekanisme reward and punishment. Artinya, bagi lembaga yang tidak bisa menyerap anggaran dengan baik pada 2010, maka pagu anggaran untuk 2011 akan dipotong. Lambatnya penyerapan anggaran selama ini menunjukkan belum seriusnya pemerintah dalam mencari solusi. Untuk membantu kelancaran penyerapan anggaran ini, proses administrasi yang terlalu berbelit-belit harus disederhanakan.
22. Gagasan utama tajuk tersebut adalah …
A. Pundi-pundi kas negara kini sedang mengalami kenaikan puncak pada tanggal 7 Mei 2010.
B. Surplus APBN didapat dari sektor perpajakan ditambah dengan penarikan pinjaman.
C. Pemerintah memberlakukan mekanisme reward and punishment pada tahun anggaran 2011.
D. Upaya penyederhanaan proses administrasi perlu dilaksanakan demi cepatnya penyerapan anggaran.
23. Kalimat yang menyatakan fakta pada tajuk tersebut terdapat pada ….
A. kalimat pertama paragraf pertamaB. kalimat ketiga paragraf pertama
C. kalimat kedua paragraf kedua
D. kalimat ketiga paragraf kedua
Untuk soal nomor 23, pilihan jawaban yang benar agaknya cukup jelas. Namun, bagaimana halnya dengan soal nomor 22? Ada kerumitan ganda yang dialami siswa ketika dihadapkan pada soal semacam ini. Selain harus menganalisis wacana, siswa harus menentukan satu-satunya pilihan jawaban yang benar berdasarkan versi pembuat soal. Jika dicermati lebih lanjut, bisa saja pilihan jawaban yang benar lebih dari satu. Sayangnya, dalam soal pilihan ganda, kreativitas dan sikap kritis siswa dalam berargumen ”ditabukan”. Siswa mesti tunduk pada otoritas sang pembuat soal yang telah memvonis ”hanya ada satu jawaban yang benar”.
Kerumitan semacam inilah yang selama ini selalu menjadi kontroversi. Soal yang seharusnya bisa membuat anak-anak masa depan negeri ini berpikir multidimensi, justru tereduksi oleh soal pilihan ganda yang linear dan monotafsir. Repotnya, tafsir tunggal sang pembuat soal yang sekaligus membuat kunci jawaban seringkali tak bisa diganggu gugat. Dengan kata lain, otoritas pembuat soal telah menjadi ”racun” mematikan dan membunuh daya nalar dan sikap kritis siswa. Dalam konteks demikian, saya tidak hendak mengatakan bahwa soal pilihan ganda sama sekali tidak sahih untuk menilai kompetensi siswa yang sesungguhnya. Sepanjang soal pilihan ganda yang ada benar-benar dijaga kualitasnya dan mengacu pada kriteria yang telah ditentukan, saya pikir masih layak dipertahankan.
Soal Apresiasi Sastra
Lantas, bagaimana halnya dengan soal-soal yang berkaitan dengan apresiasi sastra? Masih layakkah soal pilihan ganda digunakan untuk menilai kompetensi siswa secara nasional? Untuk menjawab pertanyaan semacam ini, coba kita simak contoh soal nomor 32 paket 25 berikut ini!
32. Bacalah ilustrasi berikut dengan saksama!
Seorang bernama Amar merasa segala doanya kepada Tuhan tak pernah dikabulkan. Ia menduga dosa yang banyak menjadi penyebabnya. Dosa akibat salah menjalankan perintah Tuhan.
Puisi yang sesuai dengan ilustrasi tersebut adalah ….
A. Marahkah Kau padaku
Hasratku Kau abaikan
Salahkah aku
Doaku mengalun ke arsy-Mu
Kurangkah sujudkuB. Kuterima nasibku
Jika Kau abaikan diriku
Kau memang berkuasa
Atas diriku yang hina
Segala doa sudah kulantunkanC. Segala kupinta tiada kauberi
Segala kutanya tiada kausahuti
Besar benar salah arahku
Hampir tertahan tumpah berkah
Hampir tertutup pintu restuD. Nanar mata ini menatap
Bayang-bayang dosa
Tak terhapuskanlah dosa ini
Dengan segala doa
Sengajakah kau lakukan ini
Soal ini berkaitan dengan kemampuan berekspresi. Repotnya, sang pembuat soal telah mendikte kemampuan anak dalam berekspresi melalui pilihan-pilihan jawaban yang belum tentu relevan dengan dunia imajiner dan intuisi siswa. Yang lebih repot lagi, hanya ada satu jawaban yang benar.
Meski demikian, saya juga tidak bisa menjadikan sang pembuat soal sebagai satu-satunya pihak yang paling bertanggung jawab terhadap munculnya soal apresiasi sastra semacam itu. Berdasarkan pengalaman saya selama ini, sang pembuat soal mengacu pada kisi-kisi yang sudah ditentukan berdasarkan lampiran Permendiknas tentang UN. Para pembuat soal tak bisa berbuat lain, kecuali berusaha semaksimal mungkin untuk menjabarkan kisi-kisi tersebut ke dalam soal yang ”nyaris” mendekati ”kemauan” pemerintah. Dalam konteks demikian, sang pembuat kisi-kisi soal perlu memahami benar persoalan-persoalan detil yang terkait dengan kemampuan berapresiasi dan berekspresi siswa SMP. Jangan sampai terjadi, dunia imajiner dan intuisi anak-anak makin tumpul akibat terbiasa mengerjakan soal-soal uji kompetensi bermutu rendah dan mereduksi kreativitas.
Persoalannya kemudian, bagaimana halnya dengan potret kompetensi siswa dan suasana psikologis yang tengah berlangsung ketika siswa menghadapi UN tahun 2011? Hmm … agaknya perlu ada pembahasan lebih lanjut pada tulisan berikutnya. *** (Bersambung)
saya mahasiswa sastra Indonesia. bahasa Indonesia memang tidak mudah, tetapi juga tidak sulit. kuncinya adalah keuletan, rajin membaca, rajin menulis ulang apa yang kita baca, dan banyak bersosialisasi. satu lagi, yang tidak kalah penting adalah mencintai bahasa kita sendiri, bahasa Indonesia.
kalau sudah cinta, apa pun pasti dilakukan. hehehe
wah, masukan yan sangat bagus, terima kasih banget atas masukannya, mbak.
keasalaha para siswa yang saya alami adalah karena bahasa indonesia terlalu banyak bacaan sehingga kita malas membacanya.
jadi intinya siswa itu malas membaca.