Temu Forum Komunikasi Fasilitator PUG Bidang Pendidikan

Bertempat di Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal Dan Informal (P2PNFI) Regional II Jawa Tengah, Jalan Diponegoro 250 Ungaran, Dinas Pendidikan Prov. Jawa Tengah menggelar Temu Forum Komunikasi Fasilitator PUG Bidang Pendidikan Prov. Jawa Tengah selama dua hari (1-2 November 2008). Menurut Panitia Penyelenggara (Dinas Pendidikan Prov. Jateng), tujuan diselenggarakannya Temu Forum tersebut, antara lain untuk: (1) menyamakan misi tentang kebijakan dan program PUG bidang pendidikan; (2) membangun komitmen dan kerjasama PUG bidang pendidikan; dan (3) membentuk Forum Komunikasi Fasilitator PUG bidang pendidikan.

Temu Forum diikuti sekitar 80 peserta dari berbagai kabupaten/kota se-Jateng yang berasal dari unsur: pendidik (TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, dan PKBM), PSW/PSG, dan Pokja PUG dengan narasumber yang berasal dari Kepala Dinas Prov. Jateng, Kepala BP3-AKB Prov. Jateng, dan Tim Pokja Gender Pusat.

PUGpug2pug3pug6pug1

Sesuai dengan agenda, acara Temu Forum pada hari I diisi dengan diskusi dan curah pendapat tentang berbagai temuan dan pengalaman menarik dari para fasilitator untuk mengkaji lebih jauh tentang potensi dan hambatan implementasi PUG, untuk selanjutnya dirumuskan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait agar pelaksanaan PUG berlangsung seperti yang diharapkan.

Selama diskusi berlangsung, para fasilitator sepakat bahwa dari sisi potensi, dunia pendidikan dinilai merupakan institusi yang strategis untuk menumbuhkembangkan PUG di kalangan siswa didik sejak dini. Melalui strategi pembelajaran yang mengintegrasikan kesetaraan dan keadilan gender (KKG), anak-anak masa depan negeri ini diharapkan menjadi generasi “sadar gender” sehingga mereka tidak lagi memperlakukan kaum perempuan sebagai makhluk kelas dua alias kanca wingking. Dalam perspektif yang lebih luas, kelak diharapkan tidak lagi muncul ketidakadilan gender, semacam pelabelan (stereotipe), subordinasi (penomorduaan), pemiskinan (marginalisasi), maupun beban ganda yang ditimpakan kepada kaum perempuan. Apalagi, kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sangat memberikan peluang diintegrasikannya PUG ke dalam proses pembelajaran. Hal itu terbukti dengan dimasukkannya kesetaraan gender sebagai salah satu dari 12 unsur yang perlu diperhatikan sebagai acuan operasional dalam penyusunan kurikulum. Ini artinya, dukungan input, sumber daya manusia, dan suprastruktur pendidikan sangat memberikan peluang diintegrasikannya PUG sebagai salah satu entry-point dalam dunia pembelajaran.

Meskipun demikian, bukan berarti PUG pendidikan bisa demikian mudah diaplikasikan dalam dunia pembelajaran. Masih banyak hambatan dan tantangan yang muncul dari berbagai sisi. Mengguritanya akar patriarki yang demikian kuat di tengah-tengah kehidupan masyarakat dinilai membuat isu-isu gender menjadi bias dan salah kaprah. Banyak kaum lelaki yang merasa khawatir bahwa gender akan membuat peran kaum lelaki menyempit. Bahkan, tak jarang yang berpandangan bahwa gender merupakan bentuk “perlawanan” kaum perempuan terhadap kodrat yang akan menyingkirkan peran kaum lelaki di sektor publik. Selain itu, dirasakan juga masih belum muncul adanya sentuhan politik, kebijakan, kelembagaan, atau informasi yang memberikan dukungan secara penuh, massif, dan simultan terhadap implementasi PUG pendidikan.

Berdasarkan hasil diskusi, belum semua daerah memiliki peraturan daerah (Perda) yang secara langsung terkait dengan PUG sektor pendidikan. Hal ini berdampak terhadap penganggaran yang belum maksimal untuk pelaksanaan PUG Pendidikan. Program yang dirumuskan dari kebijakan pun belum mampu menuntaskan persoalan-persoalan pendidikan yang cenderung bias gender. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 tahun 2008 tentang Pedoman umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah (pasal 4) jelas tersurat bahwa Pemda berkewajiban menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan berperspektif gender yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD, Rencana Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD.

Dari sisi kelembagaan, lembaga yang dibentuk dinilai juga belum berfungsi secara optimal, sehingga pelaksanaan PUG sektor pendidikan belum terlaksana dengan baik. Demikian juga dalam hal akses informasi. Pelaksanaan PUG pada tiap unit utama dan daerah dinilai belum terdokumentasi dan teradministrasikan secara lengkap. Yang lebih menyedihkan, pelaksanaan sosialisasi PUG pendidikan untuk para pejabat sebagian diwakilkan kepada staf di bawahnya yang kadang kala berganti-ganti, sehingga berdampak terhadap kebijakan pendidikan yang responsif gender.

Berkaitan dengan masih banyaknya hambatan dan tantangan implementasi PUG pendidikan, para fasilitator sepakat untuk merumuskan beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait, mulai dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga para pejabat dan birokrat pendidikan. Mereka diharapkan memberikan dukungan penuh terhadap implementasi PUG pendidikan melalui program, kebijakan, dan anggaran Berperspektif Gender (Gender budget) yang adil dan proporsional. Yang tidak kalah penting, para pejabat perlu memberikan keteladanan dalam mengapresiasi nilai-nilai kesetaraan gender sehingga secara tidak langsung mampu memberikan pencitraan yang positif terhadap publik.

PUG sejatinya merupakan strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di daerah. Ketika dunia sudah masuk pada pusaran arus global, kesetaraan gender yang mengacu pada kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan, perlu terus-menerus disosialisasikan dan diimpelementasikan secara massif dan berkelanjutan agar tercipta harmoni kehidupan yang bebas dari ketidakadilan gender.

Dalam upaya memberikan kekuatan pendorong dan pressure agar implementasi PUG pendidikan berlangsung lancar dan kondusif, pada hari kedua, para fasilitator juga sepakat untuk membentuk Forum Komunikasi Focal Point Gender Bidang Pendidikan di tingkat kabupaten, eks karesidenan, dan provinsi. Setelah melalui voting yang demokratis, telah terpilih pengurus harian Forum Komunikasi Focal Point Gender Bidang Pendidikan di tingkat provinsi, antara lain: Ketua I: Sudarno (SMK 2 Kebumen); Ketua II: Sri Handayani (SD Denasri Kulon 01 Batang); Sekretaris I: F. Atok Dwiyono (SMP 2 Boyolali); Sekretaris II: Arti Luwarsih Lucia (YK PGRI Baran Ambarawa); Bendahara I: Mulyono (SMP 2 Pati); dan Bendahara II: Sarinem (SD 3 Boyolali).

Forum Komunikasi Focal Point memiliki beberapa fungsi strategis, di antaranya sebagai: (1) salah satu sumber informasi tentang konsep gender, PUG, KKG, dan program PP; (2) penggerak (perintis) terbentuknya jejaring PUG di lingkungan kerjanya; dan (3) pelaksana dari setiap kegiatan pembangunan yang responsif gender. Sejumlah tugas berat pun telah siap menghadangnya, yakni: (1) membantu proses pengambilan kebijakan pada ruang lingkup tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) unit kerja untuk meminimalisir kesenjangan gender; (2) mendorong dan membantu instansi dalam mereview dan memperbaiki mandat, kebijakan, program, kegiatan, dan anggaran agar lebih berperspektif gender; (3) memfasilitasi pelaksanaan pelatihan dan membangun jejaring kerja PUG; (4) mengupayakan terselenggaranya Analisis Gender sebagai salah satu tahap dlm proses pembangunan mulai perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi; (5) menjabarkan dan menindaklanjuti kebijakan dan program yang ada dalam dokumen perencanaan; dan (6) aktif dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Pokja PUG.

Untuk membangun jejaring sosial yang lebih luas, forum juga telah menyepakati dibuatnya milling list dan web (blog) sebagai media penyebarluasan dan akses informasi terhadap berbagai program dan kegiatan yang akan, sedang, dan telah dilakukan oleh forum dalam melakukan aktivitas sosialisasi dan implemetasi PUG bidang pendidikan. Semoga dengan terbentuknya forum ini secara bertahap bisa ikut berkiprah dalam membangun konstruksi sosial dan kultur masyarakat yang responsif gender. ***

82 Comments

  1. pertama saya tanya, PUG itu singkatan dari apa ya? (hihihi maaf, saya cari2 kok ndak ada di tulisan ini)

    kedua, apa iya melek atau ‘sadar gender’ itu bisa ditanamkan melalui pendidikan formal? saya kok ndak bisa membayangkan gimana cara implementasinya. suasana kelas dan kehidupan sosial diluaran itu sptnya dua hal yg berbeda. lagian, banyak orang yg mengaku sadar gender hanya sekedar supaya dibilang dia tidak melakukan diskriminasi gender saja dan saat merasa tidak ada yang ‘melihat’ … dia lupa tuh.

    Baca juga tulisan terbaru Timun berjudul sore

    1. hehehe …. saya lupa memberikan keterangan singkatannya, hiks. PUG = Pengarusutamaan gender. yang mas timun sampaikan itu memang bener adanya. memang bukan hal yang mudah utk mengimplementasikan KKG (keadilan dan kesetaraan gender) di tengah masyarakat patriarki. makanya, sejak TK anak2 bangsa negeri ini perlu dibangun mind-set-nya agar mulai memiliki sikap responsif terhadap gender.

  2. kalo membicarakan TI, ga ada habisnya yah mas, setiap hari, bulan dan tahun terus ada perkembangan, tapi dengan adanya temu forum seperti yang mas sawali ceritakan diatas mungkin bisa menambah wawasan bagi para pelajar dan mempermudah bagi para guru.

    Baca juga tulisan terbaru akangjuned berjudul Bahaya produk melamin untuk bayi

    1. sebenarnya temu forum itu ndak membahas ttg masalah pembelajaran berbasis TI, kok, kangjuned, hehehe … fokusnya lebih ke persoalan keadilan dan kesetaraan gender (KKG) berikut implementasinya dalam pembelajaran.

  3. Di tempat saya bergiat, “perspektif gender” diartikan lebih luas lagi, pak Sawali! tidak hanya laki-laki perempuan, melainkan sudah menjangkau anak-anak, lansia, dan difabel.
    *Blog-nya di-informasikan dong! Siapa tahu boleh nyumbang tulisan juga, hehehe

    1. sepakat banget, mas parvian. dunia pendidikan mereupakan upaya utk menanamkan nilai2 kesetaraan dan keadilan gender agar anak2 masa depan negeri ini mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan di tengah2 masyarakat.

  4. sebagai langkah awal, sudah bagus supaya pendidikan perspektif gender diperhatikan. mungkin yg juga penting adalah penyadaran terhadap wali murid atau para orangtua. hal ini untuk mempersempit kesenjangan kultural bias gender di rumah dan di sekolah. salam hangat./:)

    Baca juga tulisan terbaru Hejis (KajianKomunikasi) berjudul PUISI

    1. sepakat banget, mas hejis. memang idealnya, orang tua dan seluruh masyarakat “sadar gender”. namun, agaknya bukan hal yang mudah ketika budaya patriarki yang menempatkan kaum perempuan sbg “makhluk kelas dua” sudah berlangsung bertahun-tahun, bahkan berabad2 lamanya. butuh waktu dan proses yang panjang.

  5. Wah ternyata PUG saat ini sedang marak digalakkan oleh instansi pemerintah terutama sejak adanya program Milleniun Development Goals (MDG) dari PBB. Namun yang jadi pertanyaan saya apakah PUG itu nantinya tidak berbenturan dengan tradisi masyarakat Indonesia yang sangat patriarki ??? Yang kedua, bagaimana mengimplementasikan PUG didalam pendidikan di Indonesia yang berbasis kompetensi ???

    mohon maaf apabila kebanyakan nanya, pak…

    1. nah, itu dia, mas thimbu, dimasukkannya PUG bidang pendidikan justru dilakukan untuk mengikis bias gender akibat masih kuatnya budaya patriarki di tengah masyarakat, memang butuh waktu dan proses yang lama, semoga melalui dunia pendidikan, suatu ketika KKG (keadilan dan kesetaraan gender) benar2 bisa terwujud.

  6. wah, masalah gender selalu jadi topik hangat… masalah kesetaraan gender saya sangat mendukung, yang saya kurang setuju adalah adanya pelecehan gender *saya kira semua juga setuju* semangat pak….

    1. sungguh, sikap yang patut dihargai itu, mas azis. idealnya memang begitu. sudah bukan saatnya lagi terjadi stereotipe yang membedakan peran laki2 dan perempuan di tengah2 kehidupan masyarakat.

  7. Menarik juga ya Pak Sawali temu forum PUG ini.
    Tapi mohon maaf, saya tidak bisa komen banyak masalah KKG di bidang pendidikan karena saya termasuk orang yang kurang setuju dengan dikotomi masalah gender yang sering diributkan para aktivis dan penganut keseteraan jender. Jadi saya tidak memahami kemana arah KKG ini dalam implementasinya di lapangan.

    Baca juga tulisan terbaru Syamsuddin Ideris berjudul Teknologi Tepat Guna Pendidikan

    1. gpp, pak syam. memang bukan hal yang mudah kok utk menanamkan nilai2 kesetaraan gender di tengah masyarakat patriarki. makanya, implementasinya dalam pembelajaran pun perlu dilakukan secara inklusif dan integratif, sehingga secara tidak langsung, peserta didik memiliki pemahaman yang benar antara seks yang bersifat kodrati dan gender yang merupakan hasil konstruksi sosial dan budaya.

  8. Sayang ya, pak Sawali tidak ikut terpilih menjadi pengurus harian Forum Komunikasi Focal Point Gender Bidang Pendidikan tingkat provinsi. Kalau terpilih kan lumayan, bisa dapat sukurannya. hikhik

  9. iya nih,,semoga dunia perpendidikan Indonesia semakin maju dan prioritas dari pemerintah,,kan yg bikin indonesia maju dari pendidikan juga 😀
    klo perempuan karir dan ngejaga statusnya sbg istri itu pasti keren banget deh..hehehe (ini mah maunya..hehehe..)
    insya Allah dateng ke acara pesta blogger..amiiiin..hehe..

    Baca juga tulisan terbaru Ananto berjudul MeT PaGi…

    1. amiin, doakan ya, mas zoa, semoga cepet terealisasi. blog dan milis bisa menjadi media komunikasi yang bagus dan efektif utk menyebarluaskan info2 peting yang berkenaan dg masalah KKG (keadilan dan kesetaraan gender).

  10. gender harus dimaknai bukan sekeder perempuan dan laki2. bahwa gender adalah antara yang umum dg yang tdk umum. misal ; maaf, antara orang biasa dgn sahabat2 diffabel. itu menurut saya pak.

    Baca juga tulisan terbaru ciwir berjudul Kena Musibah

    1. wew… ternyata ada definisi baru utk gender nih. baru tahu saya mas santri, hehehe … setahuku gender ya sebatas menyangkut peran laki2 dan perempuan yang dibangun berdasarkan konstruksi sosial dan budaya masyarakat. btw, makasih infonya.

  11. forum yg sangat bermanfaat niy mas…ngomong2 niy ada kaitannya g sm pemilu legislatif? berapa persen quota guru dr kaum perempuan? heheheh..

    Boleh nanya mas,maklum awam…Apa pandangan mas ttg renc kenaikan gaji/penghasilan yg cukup signifikan tuk guru? Kan guru juga (dlm hal ini) PNS. PNS jg manusia..Klo seseorang dah memilih profesi apapun juga, berarti iya harus sanggup menerima konsekuensi apapun juga.

    Apakah guru yng mendidik umat manusia menjadi cerdas, apakah guru yang mendidik orang seperti Habibie (Oemar Bakri), lantas kemudian mendapat penghargaan pahlawan tanpa tanda jasa? Klo PNS-PNS lain yang setia mengabdi dan berdinas dengan penuh semangat dan dedikasi di pelosok2 Indonesia g berhak mendapat kan “awards” itu? Sorry g nyambung n trims.

    1. agaknya tak ada kaitannya dengan politik, mas lae. Program Pengarusutamaan gender sebenarnya kan sudah berlangsung sejak 4-5 tahun yang lalu. ttg rencana kenaikan gaji guru, jelas itu kabar yang menggembirakan. semoga kinerja guru semakin bagus.

  12. “The most beautiful thing we can experience is the mysterious. It is the source of all true art and all science. He to whom this emotion is a stranger, who can no longer pause to wonder and stand rapt in awe, is as good as dead: his eyes are closed.” – Albert Einstein !

    What do you think ?

  13. I unearth this article from google,it’s really usable as far as something me,I upright converge these infomation.I from subscribe the newsletter,do these articles procure copyright limit? can I register them in my blog?

  14. Hello friends,

    I am looking for a good love spells web site, I know this sounds weird or funny, but I’m desperate. Please, no jokes.
    Would anyone recommend a trustworthy website?

    Thanks 🙁

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *