Will Durant, seorang sejarawan kondang, pernah mengatakan, manusia di seluruh dunia akan menyaksikan revolusi besar mulai abad ke-20. Revolusi tersebut bukanlah revolusi ekonomi, politik, atau militer, melainkan kebangkitan peran kaum perempuan di segala bidang kehidupan. Hal senada juga pernah dilontarkan oleh pasangan futurolog tenar, Naisbitt dan Patricia Aburdene bahwa salah satu trend besar tahun 2000-an adalah kebangkitan peran kaum perempuan.
Agaknya, prediksi sejawaran dan futurolog tersebut bukan isapan jempol. Realitas menunjukkan, peran kaum perempuan saat ini makin menonjol di berbagai bidang kehidupan. Profesi sebagai ilmuwan, peneliti, wartawan, pengusaha, politikus, dan semacamnya sudah menjadi demikian akrab melekat pada sosok perempuan. Tidak mengherankan jika International Council Women mencatat bahwa kaum perempuan amat menentukan masa depan umat manusia.
Meski demikian, mitos patriarki tampaknya belum sepenuhnya terhapuskan. Dikotomi peran dan diskriminasi masih saja mencuat. Kaum laki-laki –kalau mau jujur– masih tampak “arogan” sehingga di sektor publik, sosok kaum perempuan masih sering dipandang sebelah mata. Kaum perempuan masih sering dipahami sebagai sosok yang lemah dan serba bergantung. Akibatnya, tenaga kerja perempuan di sektor publik seringkali hanya mendapat posisi “pengikut” ketimbang sebagai pengambil keputusan.
Marginalisasi peran kaum perempuan itu masih tampak jelas pada, pertama, penyingkiran kaum perempuan dari pekerjaan produktif. Kedua, pemusatan kaum perempuan pada pinggiran pasar tenaga kerja, baik sektor informal maupun formal. Ketiga, pemisahan kaum perempuan pada sektor-sektor tertentu. Keempat, pelebaran ketimpangan ekonomi antara kaum lelaki dan perempuan yang diindikasikan oleh perbedaan upah dan ketidakadilan dalam mengakses keuntungan dan fasilitas kerja, termasuk akses terhadap program-program pelatihan untuk pengembangan karier. Padahal, idealnya tenaga kerja perempuan di sektor publik, selain harus memperoleh perlindungan hukum secara memadai, juga harus memperoleh upah yang layak, serta perlakuan yang egaliter dan tidak diskriminatif. Dengan cara semacam itu, kemitrasejajaran antara lelaki dan perempuan akan terwujud.
Imbas selanjutnya, akan mampu menghapus pengotakan peran kaum perempuan, terwujudnya budaya profesionalisme di kalangan perempuan, dan potensi kaum perempuan akan teraktualisasikan, sehingga mereka mampu membangun fitrahnya. Selain sukses berumah tangga dan bermasyarakat, juga sukses menggelindingkan roda karier. Dengan kata lain, proses membangun fitrah kaum perempuan yang menempatkan fungsi, peran, dan kedudukan kaum perempuan dalam satu keutuhan dimensi jasmani dan rohani, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun sektor publik, menjadi sebuah agenda vital yang tak bisa ditawar-tawar lagi pada era peradaban global dan mondial ini.
Dalam konteks demikian, penghayatan kaum lelaki terhadap nilai fitrah kaum perempuan secara proporsional menjadi sebuah keniscayaan. Artinya, kaum lelaki harus mulai “berani” dan bersedia untuk mengakui bahwa di balik sosok kaum perempuan tersimpan potensi yang sama dan sederajat dengan kaum lelaki. Terlalu naif jika potensi kaum perempuan senantiasa dinafikan dan dikebiri. Perlu juga disadari bahwa proses membangun fitrah kaum perempuan merupakan upaya manusiawi untuk bisa menggapai kehidupan yang lebih merdeka, bermartabat, dan penuh sentuhan nilai kemanusiaan. Dengan demikian, tak perlu muncul kekhawatiran bahwa kaum perempuan hendak merebut “kekuasaan” yang selama ini didominasi oleh kaum lelaki.
***
Upaya membangun fitrah kaum perempuan memang bukan persoalan yang mudah. Masih begitu kuatnya akar budaya patriarki, tingkat pendidikan yang rendah, masih minimnya perangkat hukum yang mengatur hak-hak kaum perempuan, atau diskriminasi peran, merupakan beberapa kendala krusial yang perlu segera dicarikan solusinya.
Selain itu, pemahaman terhadap fitrah kaum perempuan selama ini masih mengacu pada konsep tradisional yang memosisikan kum perempuan sebatas pada tataran 3M (macak, masak, dan manak = mengatur rumah tangga, memasak, dan mengasuh anak). Pemahaman yang berlangsung dari generasi ke generasi semacam itu mengakibatkan kaum perempuan sulit beranjak dari kubangan tradisi, yang disadari atau tidak, justru “menodai” nilai fitrah kaum perempuan itu sendiri.
Meminjam pendekatan model Gender and Developmen (GAD), fitrah kaum perempuan pada dasarnya berkisar pada tiga ranah aktivitas, yakni aktivitas reproduksi –seperti melahirkan dan mengasuh anak, mengurus pekerjaan rumah tangga (termasuk melayani suami), aktivitas produksi –seperti pekerjaan-pekerjaan yang menghasilkan uang (sektor publik), dan aktivitas komunitas –seperti aktif dalam organisasi. Ini artinya, upaya membangun fitrah kaum perempuan sudah semestinya terfokus pada upaya pemberdayaan secara harmonis dari ketiga ranah aktivitas tersebut. Dengan bahasa lain bisa dikatakan bahwa fitrah kaum perempuan akan senantiasa “suci” dan terjaga manakala mereka berupaya meraih sukses hidup berumah tangga, bermasyarakat, sekaligus sukses berkarier, sehingga ketiga aktivitas tersebut mampu menjadikan pribadi kaum perempuan yang benar-benar utuh dan padu.
Persoalan tersebut penting dan relevan untuk dikemukakan, sebab seiring dengan derap peradaban global yang gencar menawarkan produk hedonisme, materialisme, dan konsumtivisme, kaum perempaun acapkali terbawa pada titik ekstrem yang mendorong mereka tak mau lagi mengemban aktivitas reproduksi. Kaum perempuan terlalu sibuk di panggung publik sehingga mereka menjadi demikian cuek dan masa bodoh terhadap segala macam urusan rumah tangga.
Jika kondisi semacam itu yang terjadi, ungkapan bahwa kaum perempuan amat menentukan masa depan umat manusia hanya akan menjadi slogan belaka. Sejarah telah mencatat bahwa kehidupan umat manusia diawali dari aktivitas reproduksi yang dilakukan oleh kaum perempuan.
Persoalannya sekarang, bagaimana agar kaum perempuan mampu membangun fitrahnya, bagaimana agar mereka tetap mampu melakukan aktivitas reproduksi dan komunitas di tengah-tengah aktivitas produksinya? Persoalan ini penting dijawab oleh kaum perempuan, sebab prediksi Will Durant atau Naisbitt tentu tak bermaksud untuk menihilkan peran kaum perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Nah, bagaimana? ***
ooo
Keterangan: Gambar diambil dari sini.
Membicarakan perempuan memang tak habis-habisnya ya Pak. Beberapa tulisan saya juga mau saya posting bicara tentang perempuan. Kapan-kapan deh.
Eh saya dapat bocoran UN, eh salah, bocoran rencana peluncuran buku cerpen Pak Sawali. Kapan Pak? Objeknya juga ada yg perempuan?
Zulmasri’s last blog post..Situs Porno yang Belum Diblokir
oooyaps, bener banget pak zul. sosok perempuan memang selalu menarik dibicarakan, baik dari sisi fisik maupun dunia batinnya *halah* btw, ttg kumcer, wah, bocoran dari mana tuh pak zul? saya sendiri belum jelas tuh, hehehehe 🙂
wah.. ini postingan menjelang Hari Kartini yah pak.. yang penting tidak meninggalkan kewajiban dia sebagai istri atau ibu saja it’s ok. kasihan kan keluarganya yang haus akan kasih sayang istri atau ibu karena selalu terbengkalai terkalahkan sama kewajiban dia pada pekerjaannya.
ridu’s last blog post..British Council Blogger Day
ooohanya kebetulan saja ridu. awal april kok tergoda utk membuat post ini. aku juga sepakat dg ridu, nih. jangan karena ibu-ibu sibuk bekerja di sektor publik, anak2 jadi kurang perhatian dan kasih sayang.
tugas perempuan memang berat apalagi jika sudah menjadi seorang ibu sungguh berat beban yang dipikulnya. Tapi biasanya seorang ibu tidak akan menunjukkan betapa beratnya tugas yang dijalankan sebagai seorang ibu.
hanggadamai’s last blog post..Jadi Blogger Itu Maknyuss..
ooo
yaps, bener banget mashangga. tugas kaum perempuan memang berat. karena itu, kita perlu menghormati dan memuliakan mereka *halah sok tahu*
wahhh… theme nya seger sekali pak maaf saya baru tau hihi
________________________________________________
Pada topik gender mainstreaming, memang ada beberapa pendapat yang justru menafikkan kaum lelaki. Padahal bukankah sebenarnya kesamaan dalam kesempatan yang proposional, imbang dan tidak bias? hehe…
😆
ooo
kok tiba2 saja mas goop terusik themenya, hehehehe 😆 seger lagi *hayah* btw, ttg arus gender mainstrem sebenarnya sdh lama jadi bahan pembicaraan, mas goop. di dunia pendidikan, buku teks sudah tak diperbolehkan lagi menampilkan ilustrasi atau wacana yang diskriminatif.
katanyah suatu negara akan baik jika para perempuangnyah baik
dan negara akang rusyak kalok perempuangnyah rusak…. 😐
themenyah berwarna pak….anak muda buangedh….
abee’s last blog post..Tolak Ekspor Beras!
ooo
yaps, sepakat banget mas abee. kan ada idiom: “perempuan identik dengan pilar negara”. btw, themenya khas anak muda? hiks, hanya asal pakek saja kok.
Pak Sawali,
Untuk membuat perempuan bisa berkiprah secara luas, diperlukan peran aktif perempuan itu sendiri. Yang penting aturan atau undang undang tak membedakan antara laki-laki dan perempuan, biarlah kinerja yang membuktikan.
Di kantor saya (sebelum saya pensiun), peraturan kepegawaian tak membedakan antara laki-laki dan perempuan, gajipun tak dibedakan, kalau anak atau suami sakit boleh memilih mau dibiayai kantor isteri atau kantor suami. Ketua SP (Serikat Pekerja) juga pernah dijabat perempuan. Juga perempuan ada yang jadi Direktur , General manager, Manager dll.
Risiko juga ada, perempuan harus siap dipindahkan ke manapun sepanjang perusahaan mempunyai cabang nya, termasuk pindah ke luar negeri. Tinggal perempuan sendiri, maukah dia menerima tantangan, berkarir sampai mencapai jenjang tertinggi, atau mau berkorban dengan alasan tak mau meninggalkan anak dan suami berbeda kota…jadi tinggal perempuan sendiri.
Saya sendiri tak setuju ada pengkotakan, atau kuota dsb nya..kalau memang mampu, kenapa tidak? Biarkan perempuan itu sendiri, yang akan memilihnya.
Saya bersyukur selama ini bisa berkarir atas dukungan suami, dia rela berkorban momong anak-anak saat kecil kalau saya ditugaskan ke luar kota atau luar negeri. Namun ada juga kekawatiran kalau sampai dipindahkan ke luar pulau…dan semakin khusuk berdoa, semoga jikapun harus dipindahkan, jangkauan jaraknya masih mudah dicapai. Dan syukurlah, anak-anak tetap menjadi anak yang baik….tapi memang berat pak Sawali, saya hanya tidur beberapa jam setiap malam. Saat anak atau suami terlelap, saya menyelesaikan pekerjaan kantor yang belum selesai…dan pagi buta harus bangun, mengontrol pembantu menyiapkan sarapan. Kalau mau tugaske luar kota…saya harus mengatur planning selama anak-anak ditinggal, jika ada keadaan darurat siapa yang dihubungi dsb nya.
edratna’s last blog post..Majalah keluarga yang banyak membantuku
ooo
wah, salut banget buat bu enny, sukses karier sekaligus sukses membangun rumah tangga yang harmonis. itu juga berkat perjuangan bu enny yang selalu disipilin mengatur waktu *maaf kalau sok tahu, bu* apalagi bapak juga mendukung. ttg fitrah perempuan, saya juga sepakat dg bu enny bahwa kaum perempuan sendiri mestu jemput bola karena atmosfer lingkungan sudah sangat mendukung.
weitz.. panjang banget postingnya boss
ooo
terlalu panjang, yak, mas ario hehehehe 🙂 kan bisa fastreading! *halah*
Berhoeboeng jang disodori pertanjaan adalah kaoem perempuan, maka saja pikir tidak perlu lah saja memberi komentar. Biar para blogger perempoean sadja jang merespon.
.
Tjatatan : Ini adalah kali pertama saja ikoet mata peladjaran bapak.
Salam,
ariss_’s last blog post..Akhirnya Kutemukan tuhan(ku)!
ooo
wew… meski membicarakan kaum perempuan bukan berarti kaum lelaki ndak boleh komentar kok mas ariss, hehehehe 😆 btw, kok ada pelajaran segala sih di blog ini, hehehehe 😆 memang mas aris merasa begitu yak? hiks 💡
Saya setuju dengan Bu Enny (edratna). Kiprah perempuan menjadi faktor utama dalam upaya perempuan membangun fitrahnya. Hal tersebut juga berlaku dalam upaya mewujudkan kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan.
Mari kita tengok kuota keterwakilan perempuan dalam parlemen minimal 30%. Sebanyak apa pun kuota diberikan kepada legislator perempuan atau senator perempuan tetap tidak ada gunanya kalau perempuan tidak terjun di dalam bidang politik. Sebaliknya, tidak diberi kuota pun, jumlah legislator atau senator perempuan akan banyak apabila mereka secara dini sudah aktif dalam bidang politik.
Untuk pekerjaan kantoran, pengajar, birokrat, dan pekerjaan-pekerjaan lembut lainnya plus operator manufaktur perempuan sudah banyak diserap. Di sektor tertentu justru jumlah perempuannya lebih banyak. Saya pernah berada di bagian penjahitan (sewing) pabrik sepatu dan di sana sebagian besar isinya perempuan. Tiap kali saya melakukan inspeksi ke bagian itu (dulu saya pernah kerja di pabrik sepatu) saya digodain oleh mereka (terutama yang masih gadis). Laki-laki masuk ke sarang perempuan ternyata digodain juga.
Nah, untuk sektor yang lain, terutama di bidang engineering sepertinya perempuan masih belum banyak masuk. Kita masih bisa menghitung banyaknya insinyur-insinyur perempuan kita. Padahal, kesempatan pasti terbuka.
Yang menjadi pertanyaan adalah: perempuan selalu minta kemitrasejajaran tetapi hanya pada bidang-bidang tertentu saja. Ini hanya berlaku di Indonesia. Di luar negeri mungkin tidak. Coba tengok film-film Amerika. Perempuan di sana tidak menunggu laki-laki untuk memperbaiki genting yang bocor. Apalagi banyak wanita yang menjadi single parent di sana. Mereka benar-benar mandiri. Di Indonesia, perempuan akan mengatakan: “Aku kan perempuan. Masa disuruh naik ke atap?” Nah loh…
Mengganti bola lampu yang mati karena putus atau terbakar pun harus menunggu laki-laki untuk melakukan.
Moh Arif Widarto’s last blog post..Kepada Pak Tua
ooo
fenomena yang cukup menarik, mas arif, terutama sorotan terhadap kiprah kaum perempuan yang masih sering bergantung pada kaum lelaki pada aktivitas tertentu. fenomena semacam itu bisa jadi tak lepas dari persoalan kultural, mas arif, yang dicitrakan secara turun-temurun, dari generasi ke generasi. kaum perempuan indonesia dinilai masih “tabu” jika mesti melakukan pekerjaan yang bersifat “kasar”.
Leres pak. Membaca paragraf #4, saya jadi teringat ketika sarjana peternakan yang saya kenal mendapatkan kesulitan melamar pekerjaan, bidang peternakan, di beberapa perusahaan hanya karena mereka wanita.
Bahkan di beberapa lowongan pekerjaan peternakan secara tegas mereka menulis kriteria “pria”.
Padahal job deskripsi untuk pekerjaan tersebut sebenarnya juga mampu dilakukan oleh wanita.
😳
sigid’s last blog post..Jatuh Dalam Perkara Kecil
ooo
wah, ternyata ada instansi tertentu yang diskriminatid ya pak sigid. makasih infonya, pak. bener2 baru tahu nih.
Waduh, penting dijawab perempuan katanya. Kalau gitu besok saya berubah menjadi lelaki deh, hihi…
Ehm… tentang peranan perempuan? gimana ya, bingung juga mau komen apa. soalnya saya pernah ingin menjadi lelaki, wekekeke.
hanna’s last blog post..Bening Sungaiku
ooo
wakakakaka … ingin menjadi lelaki? hiks…. mbak hanna bisa aja nih. bingun mau komen? walah, komen apa pun di blog ini akan saya terima dg senang hati kok mbak, hehehehe 🙂
komen agak serius nih.
bagi saya perempuan dan lelaki itu tetap berbeda. saya pernah jadi kuli, pernah angkat beras dan segala macam. pokoknya masa remaja saya diisi dengan semua pekerjaan yang digeluti lelaki. sampai saat ini pun saya lebih suka pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh lelaki. satu tantangan.
sehebat apapun perempuan, saya tetap tidak setuju bila digunakan untuk melecehkan lelaki atau perempuan lainya.
saya juga tidak setuju bila perempuan hanya melakukan tugas 3M(bukan tiga milyar, lho, hehe). perempuan perlu membangun dirinya. perlu belajar banyak hal. perlu bisa mandiri. tapi, ada tapinya, perempuan juga tidak boleh lupa diri. harus bisa menghormati dan menghargai lelaki terutama suami.
saat mengeluti pekerjaan lelaki, sempat juga dilecehkan. kalau sudah begitu, tersenyumlah, tak perlu ditanggapi. berikan bukti, tunjukkan bahwa perempuan juga bisa sekuat lelaki.
dalam cerita srikandi mengatakan, sebenarnya perempuan lebih kuat daripada lelaki. hehe. perempuan menjadi kuat karena penderitaan. misalnya, melahirkan. perempuan perlu sakit2an. dan lelaki belum tentu kuat seperti itu, yeeee….
ok deh. maaf yak, komeng OOT, meski dah berusaha serius. mudah2an bisa saya jawab dalam sebuah tulisan di blog. hanya tunggu waktu senggang saja, nih. menarik. saya selalu tertarik topik yang mencerikan perempuan apalagi diskriminasi terhadap perempuan.
-salam-
hanna’s last blog post..Bening Sungaiku
ooo
wew…. mbak hanna pernah menggeluti pekerjaan lelaki di masa remaja? wow… salut banget nih. yaps, sepakat juga, mbak hanna, bagaimanapun juga suksesnya kaum perempuan dalam menggapai karier, agaknya tidak bagus juga kalau berubah jadi arogan. tetep mesti menjaga nama baik suami juga *halah sok tahu nih* ttg kaum perempuan yang ternyata lebih kuat daripada lelaki, pada hal2 tertentu memang benar, mbak. secara kodrati, kaum perempuan agaknya memang banyak mengalami berbagai aktivitas yang tak sedikit melibatkan taruhan nyawa.
😎
Artinya saya sekarang boleh mengabaikan perempuan yang berdiri di Depex, sementara saya duduk dengan santai, sambil ngelilir.
Hedwig™’s last blog post..Sepeda Motor Lunas
ooo
kok urusannya antara berdiri dan duduk mas, hehehehe 😆 apa ndak malah memancing persoalan baru, mas, kekekekeke 😛
humm…wanita ya..Fi wanita, tapi masih belum benar-benar mewujudkan 3M maupun reproduksi, produksi & komunitas. Berharap nanti, pada saatnya, fi bisa melakukan semua peran dengan baik.. 🙂
Fifi’s last blog post..Fitna
yups, jika saatnya tiba, mbak fifi pasti akan menjalankan ditrah itu juga. ok deh mbak, semoga impian luhurnya tercapai.
👿 wanita…
sy bingung mo komen apa..
cuz wanita adl ciptaan yg penuh liku dan juga keajaiban.
by the way, sy suka tampilan banner yg baru ini..ijo banget kyk aku.
ha ha ha
akafuji’s last blog post..Myself : Unextended Version (Chapter 1)
ooo
kenapa bingung, bu nisya, hehehehe 🙂 komen apa pun masih bisa saya terima dg senang hati kok. btw, themenya warna hijau? kok identik dg bu nisya, seh?
Saya malah belum mengerti benar fitrah perempuan itu seharusnya seperti apa? hehehehehehe… mengingat banyaknya perspektif yang berbeda dalam menyikapi apa sebenarnya fitrah perempuan!
nanti saya sambung lagi pak! maaf.. terburu kerjaan.. sekali lagi maaf!
gempur’s last blog post..Rindu Ini Terbendung
ooo
walah, kenapa mesti minta maaf, pak, hehehehe 🙂 biasa ajalah, pak. ttg sosok kaum perempuan memang banyak perspektif yang digunakan, pak gempur. oleh karena itu, fenomena kaum perempuan selalu menarik utk disoroti, hehehehe 💡
sanggup!!!!
diorockout’s last blog post..Fenomena Bola Itu Bundar
ooo
sanggup? sanggup apaan, mas dio, hehehehe 🙂
😀
Postingan bapak selalu hebat
saya salut
harus belajar banyak lagi nih.
achoey sang khilaf’s last blog post..Tatap Mata Saya!
ooo
walah, biasa ja mas achoey, ndak usah berlebihan, hehehehe 😆
Saya yang laki-laki ini bingung pak kalau ketemu aktivis perempuan. Pernah saya mengutarakan opini pribadi, langsung disambut “huuuu, kamu mana tahu perasaan perempuan?”. Nah kalo sudah gitu, saya mau ngomong apa lagi. 😮
Mardies’s last blog post..Lenyapkan Javascript dari Muka Bumi!
ooo
btw, memang opini mas mardies ttg sosok perempuan itu gimana, kok sampe di-huuu segala, hehehehe 🙂
@ Moh. Arie Widarto
Tidak hanya orang Amerika, aku sendiri biasa nyangkul nanam bunga seh, nukang (ngecat, bikin rak/dressing room, pasang wallpaper) nganti lampu, reparasi mainan anak-anak, dll.
Aku engak sabaran nunggu suami/tukang. Untuk dekorasi malah aku ngajari tukang.
Juliach’s last blog post..?FITNA?
ooo
info menarik dari mbak juliach, mas arif, hehehehe 😆 saalut juga nih kalau mbak juliach tdak serba bergantung pada sang suami tercinta, hehehehe *menjura hormat*
di Indonesia sendiri 3m udah menjadi hal yang wajib, namun… sekarang lah saat nya merubah, masak nggak ada perubahan
ooo
yups, sepakat banget mas quelopi. fitrah kaum perempuan sudah saatnya diwujudkan.
Wow … siap-siap meramaikan Hari Kartini tahun ini ya Pak. Selamat-selamat. Ikut menikmati aja ah …
Ersis Warmansyah Abbas’s last blog post..Guru Bersyarat Lebih Berat dari Presiden
ooo
ndak kok, pak, hanya kebetulan saja ingin memosting topik ttg perempuan *halah*
Ya lah, kebetulan yang pass. Cobain gambar bola kepal ah … walau ngak paham artinya. 😐
Ersis Warmansyah Abbas’s last blog post..Guru dan Salam Hangat Evo Morales
ooo
wew… sekarang smile-nya saya kembalikan ke asalnya, pak, ekekekekeke 🙂
Insya Alloh sanggup, pak. Dan harus sanggup.
Saya terkenang akan indahnya pak anis matta membuat esai tentang perempuan. Beliau menyatakan bahwa peradaban dunia yang ramai ini dimulai oleh perempuan. Meskipun pada dasarnya, sesuai fitrah, wanita dan laki –laki tetap berbeda, namun perbedaan itulah yang menjadikan dunia menjadi seimbang dan harmonis.
Saya bisa menerima adanya perbedaan antara kaum laki –laki dan perempuan, terutama dalam hal fisik, dan itu bukan berarti diskriminasi. Justru saya melihat nya menjadi amat indah –laki laki yang sifat dasarnya melindungi dan wanita yang cenderung menetap untuk perlindungan eksistensinya.
Hendaknya perjuangan kaum perempuan untuk mengembalikan hak –haknya dikembalikan pada niatnya yang murni, kembali pada fitrahnya semula.
Sebab menjadi perempuan dengan segala keperempuanannya itu indah adanya.
Saya ingat ada ayat qur’an yang artinya begini: “bahwasanya Alloh hanya melihat hamba-Nya berdasarkan derajat ketaqwaannya, baik laki –laki ataupun perempuan”.
Jadi, tidak ada diskriminasi, kita bisa berkarya dengan apa adanya kita.
ooo
opini yang bagus dan menarik mbak emina. terima kasih banget tambahan infonya. semoga kaum perempuan benar2 mampu membangun fitrahnya dg baik.
walaupun pada prakteknya masih ada perlakuan yang berbeda, namun mudah2an kita tetap semangat untuk berjuang. dan saya pikir, kini telah ada usaha usaha untuk perbaikan pemberdayaan kaum perempuan dalam setiap aspek di masyarakat maupun pemerintahan.
emina’s last blog post..Learn to talk Javanese
ooo
yups,sepakat banget, mbak. pemberdayaan kaum perempuan, terutama lewat perjuangan yang digerakkan oleh kaum perempuan, tamapkany sudah mulai membuahkan hasil. banyak kaum perempuan yang akhirnya menjalankan fitrahnya pada ranah komunitas. di dunia pendidikan pun kini diharapkan tak ada lagi bias gender.
Sampai saat ini… terus terang saja di dalam hati saya masih ada perasaan “meremehkan perempuan” walaupun sebagai intelektual
yang kurang inteleksaya harus tetap berfikir, menilai dan bertindak obyektif dalam masalah perempuan ini dan memang pada kenyataannya saya melihat bererapa perempuan patut diacungi jempol walaupunlebihbanyak juga yang harus diacungi jempol ke bawah!sama aja sih seperti laki2 juga yang sebenarnya banyak juga yg harus diacungi jempol ke bawah.Dari dulu saya senang dengan perempuan yang mandiri, perempuan yang bisa pergi ke mana2 (bukan perempuan gatel lho! ), yang bisa menyetir mobil sendiri tanpa harus didampingi laki2 kecuali kalau terpaksa atau larut malam hari. Saya juga sepakat dengan isteri, kalau mau berpergian dengan mobil, siapa yang masuk mobil belakangan dia harus menyetir mobil jadi nggak usah selalu saya yang menyetir mobil. Itulah emansipasi menurut saya pribadi, selama perempuan masih mampu, ia juga harus mau mengerjakan! Kecuali dalam beberapa kasus tertentu yang istimewa seperti kalau ia dalam keadaan hamil, dsb. Namun tentu saya juga sadar bahwa definisi emansipasi dapat saja berbeda dari suatu bangsa ke suatu bangsa yang lain bahkan dari seorang individu ke individu lainnya…. **halaah**
Yari NK’s last blog post..Selera Menonton TV Masyarakat Kita Berubah??
ooo
yups, emansipasi ala bung yari bagus juga kok untuk makin memberdayakan kaum perempuan. kesetaraan gender memang sudah saatnya dimulai dari lingkungan yang kecil, seperti keluarga. kalau setiap keluarga melakukan hal yang sama, lama kelamaan pasti pemberdayaan kaum perempuan itu akan merata.
terkadang perempuan sendiri juga memposisikan sebagai orang yg tinggi ketika semua kebutuhan hidup bisa dia cukupi, dan tidak merasa butuh laki-laki sebagai partner dalam bereproduksi..
maka kadang ada kesimpulan ngawur, bahwa wanita karir dan mapan maka siap2 menjadi prawan tua… 😕
dobelden’s last blog post..Segitu murahkah harga sebuah kehormatan??
ooo
memang ada opini semacam itu yang masih terus berkembang, mas dobelden. apalagi negeri kita ini memiliki akar budaya patriarki yang sangat kuat. muncul kesan, lelaki yang mau mendekati perempuan berpendidikan lebih tinggi, ada perasaan minder juga karena faktor kultural bahwa kaum lelaki adalah kepala rumah tangga. hehehehe 😆
Saya kira sanggup pak, tp tergantung peluang yg diberikan oleh alam patriarki di sini
isuwanita’s last blog post..Diskriminasi di Lowongan Kerja ?
ooo
utk mewujudkannya, kaum perempuan juga mesti jemput bola loh, mbak, hehehehe 😆
waduh…jawabannya saya pending dulu sampai saya menikah deh om..
menurut saya pribadi, semua itu balik ke perempuan itu sendiri. bisa atau tidak mengatur semua itu. kebanyakan komen di sini sudah mewakili sih..
cK’s last blog post..Ilmu Itu Harus Terus Dipelajari
ooo
walah, mau njawab mesti nunggu menikah dulu? wakakakaka 🙂 pertanyaan selanjutnya kapan mbak chika menikah? 🙂
Kembali kepada kaum perempuan untuk menentukan pilihannya. Tugas perempuan semakin kompleks dan berat ya Pak?
dwee’s last blog post..Semacam Virus di VCD (Bajakan) Ayat Ayat Cinta
ooo
yaps, betul sekali, mas. makanya, kaum perempuan mesti jemput bola, hehehehe 🙂
ahya…
meski saya belum dewasa *hehehe..* saya sedikit mengerti …
ohya jadi inget sebentar lagi ada temen sd yang mau nikah…
moerz’s last blog post..Tiket Hitam Blogspherexpress
ooo
ngomong perempuan ndak harus nunggu hingga dewasa loh mas moerz. btw, dah ada juga temennya yang mau married, yak?
masalahnya kaum feminis menggunakan sejarah kelam perempuan di barat sebagai tonggak perjuangan mereka dan ini kemudian direproduksi di seantero jagad. padahal konsep gender merupakan sebuah bentuk pembedaan laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi budaya. so sangat berbeda dalam ruang dan waktu.
pergeseran perempuan yang cenderung ke arah pekerjaan produktif merupakan sebuah konsekuensi logis dari tekanan ekonomi dan lingkungan. suatu kondisi ideal ketika perempuan mampu melaksanakan fungsi reproduksi dan produksi secara seimbang.
ketika perempuan keluar dari ranah domestiknya untuk membantu sang suami mencari nafkah, relakah sang suami masuk ke ranah domestik untuk membantu sang istri pada fungsi reproduksi?
–ah saya kok sok feminis hari ini, padahal cuman sarapan ketan–
sluman slumun slamet’s last blog post..Benarkah Satpol PP adalah musuh wong cilik??
ooo
wah, opini yang luar biasa, pak slamet. selama kum perempuan bergerak, kayaknya banyak juga kaum lelaki yang ketar-ketir, hehehehe 😆 bisa jugakah suami-sitri saling bertukar peran untuk menjalankan fitrahnya? wah, kayaknya sulit juga, pak. kesetaraan dan pemberdayaan kaum perempuan agaknya lebih difokuskan pada upaya untuk mengakses peran di sektor publik (ranah komunitas), tetapi juga tetap menjalankan peran reprduksi dan produksinya. sanggupkah?
sebagai perempuan *ceileeee* ita merasa bisa bersaing dgn kaum adam. tapi tetap berusaha menjalani hidup sesuai kodratnya, masih beres2 rumah, bljr masak dll
eNPe’s last blog post..eNPe dapat kiriman buku dari Abah Ersis
ooo
yups, sepakat banget dengan bu ita. betapapun majunya kaum perempuan di sektor publik, kayaknya ndak bisa meninggalkan peran domestiknya juga.
Sanggupkah ? SANGGUP! Masalahnya, mau apa nggak. Jangan salah loh Pak Sawali, kemungkinan mayoritas perempuan merasa lebih nyaman dengan kedudukan dan peran yang sekarang–minus tindak kekerasan, pelecehan dan diskriminasi.
Agak menyimpang dari teks, tapi masih relevan, zaman kita ini banyak sekali yang salah kaprah dan sulit membedakan kesetaraan dengan kesamaan. Setiap kali orang bicara kesetaraan, sebenarnya yang dimaksud adala kesamaan, dan itu identik dengan penyeragaman.
kembali ke teks, kesetaraan yang salah kaprah itu malah lebih berbahaya buat perempuan. Segala ciri eksistensi mereka yang berbeda dengan pria akan dinafikan.
Robert Manurung’s last blog post..Totto-chan, Pendidikan Berbasis Kepribadian (3)
Baca tulisan ini saya langsung liat kalender… Tanggal 21 April bukan yah? Hehe…
Betul. Kalau perempuan sudah berada dalam tiga ranah aktivitas yang kesemuanya bisa dijalani dengan baik, kayaknya lengkap deh percaya dirinya. Orang kalau sudah percaya diri, biasanya bahagia. Dan bahagia itu menulari jiwa orang-orang sekitarnya. Itu yang saya rasa penting dari keberadaan seorang perempuan. Bisa membahagiakan diri dan lingkungannya. Be an inspiring 🙂
Ratna’s last blog post..Menikah tanpa cinta??
ooo
wew… mbak ratna memang smart, hehehehe 😆 tahu bulan april, ingatan langsung melayang ke hari kartini, hehehehe 🙂 yups, sepakat banget, mbak ratna. jika ketiga fitrah kaum perempuan itu bisa terwujud, kayaknya bangsa ini makin maju abis. bukankah negara dan bangsa itu juga tergantung pada kiprah kaum perempuan?
salam kenal bwt anda, ini knjungan pertama saya. saya baru saja mebaca artikel anda di atas. saya tertarik degan pandangan dari will durant, seorang sejarawan kondang pada paragraf awal di artikel anda yang mengatakan akan ada revolusi besar mulai pada abad 20 dimana ada kebangkitan peran kaum perempuan di segala bidang kehidupan. yang ingin saya tanyakan, adakah referensi yang memuat pandangan will durant tersbut, kalo ada judulnya apa dan pada halaman berapa pandangan will durant itu di muat? kebetulan saya ingin sekali mendalami bahasan tersebut, guna menunjang pembuatan artikel yang akan segera saya bwt. mohon tanggapan anda kirim aja pada alamat email saya. terima kasih.
wah, maaf banget, mas agung. ketika memosting tulisan di blog, selain menggunakan rujukan buku, seringkali saya memanfaatkan hasil browsing di internet. info ttg will durant bisa dilacak lebih lanjut melalu searching di google. kebetulan saja tulisan ini pernah juga dimuat di koran dan sudah lama banget. Kalau tidak salah saya menggunakan rujukan dari hasil penelitian seorang pengamat perempuan. sayang sekali, saya sudah lupa. saya cari-cari majalahnya juga terselip entah di mana? mohon maaf, mas agung. mungkin bisa dilacak lebih lanjut lewat google.
Pingback: Final Lomba Cipta Teks Sastra dan Bangkitnya Perempuan Pengarang | Pojok Sastra
Pingback: Catatan Sawali Tuhusetya