Diakui atau tidak, kesan bahwa sekolah baru sebatas menjalankan fungsinya sebagai tempat mentrasfer ilmu secara kognitif masih kuat melekat dalam imaji publik. Fungsinya sebagai pusat pembentukan nilai yang mengacu pada perubahan mendasar dalam sikap, perilaku, dan keterampilan siswa, belum dapat dilaksanakan secara optimal. Apalagi, di tengah pelaksanaan desentralisasi pendidikan yang belum sepenuhnya menemukan ”bentuk” ideal, masih banyak hambatan yang dirasakan oleh sekolah dalam menjalankan fungsinya sebagai ”agen” perubahan.
Gedung yang kokoh dan mentereng belum bisa menjadi jaminan bahwa di dalamnya berlangsung suasana dan atmosfer pendidikan yang menggambarkan perilaku ilmiah para penghuninya. Bahkan, yang terjadi sebaliknya. Sekolah baru sebatas ”menggugurkan” kewajiban pendidikan sebagai sebuah institusi; menampung anak-anak, menyuapi mereka dengan setumpuk teori dan hafalan, dan jika tiba saatnya diluluskan. Perkara mereka memiliki bekal yang cukup untuk masa depannya atau tidak, itu soal lain, bukan semata-mata menjadi tanggung jawab sekolah.
Tradisi Pengajaran
Pengajaran bahasa Indonesia pun tak luput dari situasi semacam itu. Banyak pengamat dan pemerhati pendidikan menilai, pengajaran bahasa Indonesia belum sepenuhnya mampu merangsang siswa untuk berlatih berbahasa, berpikir, dan melakukan curah pikir secara kritis, logis, dan kreatif. Bahkan, situasi pembelajaran berlangsung kaku dan menegangkan. Peserta didik tidak diberikan ruang dan kesempatan yang cukup untuk bertanya-jawab dan berdialog dalam suasana yang terbuka dan menyenangkan.
Berdasarkan amatan saya, setidaknya ada empat tradisi pengajaran bahasa Indonesia di sekolah yang hingga kini masih berlangsung sehingga membuat siswa merasa jenuh dan tidak tertarik terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia. Pertama, tradisi hafalan dan penguasaan teori. Aspek keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, yang seharusnya dipadukan dalam bentuk praktik dan latihan berbahasa, lebih sering ditekankan pada aspek kognitif semata. Bahkan, untuk mengejar target nilai ujian nasional (UN), guru tak jarang mengambil jalan pintas dengan mencekoki setumpuk soal pilihan ganda (PG) yang diperkirakan akan muncul dalam UN. Nilai UN siswa mungkin bagus, tetapi siapa dapat menjamin kalau para siswa memiliki bekal keterampilan berbahasa yang memadai?
Kedua, tradisi memperlakukan siswa sebagai ”anak mami”. Sistem pendidikan di negeri kita yang bertahun-tahun lamanya terbelenggu dalam atmosfer kebijakan yang serba sentralistis, disadari atau tidak, telah melahirkan sebuah tradisi pemasungan kemerdekaan berpikir siswa di kelas secara berlebihan. Siswa yang baik dicitrakan sebagai ”anak mami” yang selalu tunduk, penurut, tidak banyak bertanya –apalagi mendebat—dan mengamini semua pernyataan gurunya. Siswa yang kritis justru tak jarang diberi stigma sebagai pembangkang, tidak hormat, dan berani kepada sang guru. Suasana kelas yang tenang, sepi, siswa duduk manis, telah dicitrakan sebagai situasi kelas yang baik dan ideal. Dalam kondisi demikian, bagaimana mungkin siswa memiliki bekal keterampilan berbahasa yang memadai kalau mereka tidak diberikan kesempatan yang cukup untuk mengungkapkan isi hati, pikiran, dan perasaannya melalui proses interaksi dan curah pikir?
Ketiga, tradisi guru sebagai satu-satunya sumber belajar. Dalam upaya menegakkan kewibawaan, guru seringkali bersikap berlebihan di depan siswanya. Tak jarang para guru memerankan dirinya sebagai sosok yang serba tahu; alergi terhadap kritik dan pantang didebat. Di tengah perubahan dan dinamika zaman yang ditandai dengan menjamurnya informasi dari berbagai sumber (media cetak dan elektronik), bukan hal yang sulit bagi siswa untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan. Dalam kondisi demikian, agaknya dibutuhkan figur seorang guru yang tidak ”menyakralkan” dirinya sebagai sosok yang pantang didebat sepanjang perilaku siswa masih berada dalam batas-batas yang bisa ditoleransi.
Keempat, tradisi UN yang menggunakan bentuk soal PG untuk menguji kompetensi siswa. Terlepas dari kemudahan dalam menentukan standar nilai secara nasional, soal berbentuk PG jelas makin menjauhkan siswa dari praktik berbahasa. Bagaimana mungkin bisa menguji keterampilan mendengarkan, berbicara, dan menulis siswa melalui soal semacam itu?
Agenda Revitalisasi Pengajaran
Hakikat tujuan pengajaran siswa adalah untuk membantu anak dalam mengembangkan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Siswa bukan sekadar belajar bahasa, melainkan juga belajar berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi yang mendasar adalah kemampuan menangkap pesan dan makna, termasuk menafsirkan dan menilai, serta kemampuan untuk mengekspresikan diri dengan media bahasa. Berbekal kemampuan semacam itu, siswa diharapkan dapat mempertajam kepekaan perasaan dan meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar.
Dalam konteks semacam itu, siswa harus lebih sering diberikan kesempatan untuk berlatih berbahasa secara serius, total, dan berkesinambungan, kemudian dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara demikian, siswa akan selalu merasa dekat dengan peristiwa-peristiwa kebahasaan yang pada gilirannya kelak mereka akan terbiasa untuk menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Untuk menarik minat dan mendekatkan siswa terhadap pelajaran bahasa Indonesia, diperlukan upaya revitalisasi pengajaran secara serius dan sistematis. Pertama, guru dituntut kreativitasnya dalam menciptakan suasana pembelajaran di kelas yang aktif, inovatif, efektif, dan menyenangkan. Siswa perlu diberikan ruang dan kesempatan yang cukup untuk berdiskusi dan bercurah pikir secara dialogis. Selain dapat dijadikan sebagai ajang untuk mengasah penalaran siswa, juga untuk melatih keterampilan berbahasa. Guru perlu membangun imaji bahwa bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang menarik dan menyenangkan.
Kedua, mengembalikan kemerdekaan berpikir siswa di kelas yang selama ini terampas akibat paradigma pendidikan masa lalu yang memperlakukan siswa sebagai ”tong sampah ilmu pengetahuan”. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan isi hati dan perasaan mereka secara terbuka sehingga terjadi interaksi dua arah; antara guru dan siswa. Sudah bukan saatnya guru memosisikan diri sebagai satu-satunya sumber belajar.
Ketiga, membongkar tradisi UN yang menggunakan bentuk soal pilihan ganda (PG) yang dinilai telah gagal dalam menguji keterampilan berbahasa siswa secara utuh dan menyeluruh.
Keempat, menghidupkan kembali pelajaran mengarang di sekolah. Hal ini penting dan relevan dikemukakan sebab mengarang termasuk bagian pengembangan logika (akal). Dalam kegiatan mengarang terdapat aktivitas merangkaikan gagasan, berlatih mengeluarkan pendapat secara sistematis dan logis, menimbang-nimbang, memadukan aksi-aksi, berfantasi, dan semacamnya.
Melalui agenda revitalisasi pengajaran, bahasa Indonesia diharapkan benar-benar dicintai dan dibanggakan oleh anak-anak bangsa sepanjang masa di tengah kencangnya gerusan budaya global. Bahasa Indonesia tidak semata-mata melekat sebagai sesuatu yang rasional dan kognitif belaka, tetapi manunggal secara emosional dan afektif. Kemampuan dan penguasaan berbahasa Indonesia tidak hanya sebagai pengetahuan semata, tetapi juga sebagai kenikmatan. Semoga! (habis) ***
Maaf, kali ini klaim pole position dulu baru baca.
Kesempatannya seribu satu soalnya 🙂
arifs last blog post..GrandMax Spesies Angkot Baru Pengganti Kijang
Saya setuju tugas mengarang lebih banyak diberikan kepada siswa. Bahkan, lebih jauh dari itu, daripada ujian pilihan ganda, lebih baik siswa diberi tugas proyek membuat makalah/karangan pada topik yang disukainya.
Dari makalah/proyek itu guru bahasa sebenarnya bisa banyak mendapatkan obyek penilaian, misalnya: kekayaan kosa kata, pemilihan kata, perangkaian kalimat, penyusunan paragraf, tata bahasa (penulisan awalan atau kata depan, penulisan kata sapaan, penggunaan tanda baca, dll). Banyak sekali aspek yang bisa dinilai dari sebuah makalah/karangan, kalau guru bahasa mau berpikir.
Tugas sepele seperti menulis surat pribadi atau surat resmi juga akan lebih bermanfaat pada siswa. Asal, guru mau menjelaskan asal dari nilai yang diperoleh siswa dasarnya apa.
arifs last blog post..GrandMax Spesies Angkot Baru Pengganti Kijang
wah disebutin juga pak, tentang siswa yang manut sama guru 😀 hehehe
btw kayaknya sesekali perlu diberikan pengajaran tidak di dalam kelas tapi keluar dan aplikasi langsung bahasa di pergaulan gitu.
Guru memang ujung tombak pendidikan bagi para siswa. Tanpa adanya guru kita tak pernah ada apa-apa.
Saya sepakat pak, pengajaran yang baik, mendorong kreatifitas siswa, akan menumbuhkan minat baca siswa dan memahami secara benar. Saya sendiri merasa bahasa Indonesia saya kurang bagus, padahal ayah guru bahasa, namun anak sulungku sangat menyukai bahasa. Bahkan dia mengatakan, “Bu, kalau kita bisa memahami bahasa Indonesia secara baik, maka sebetulnya mempelajari bahasa Inggris mudah”
Di sisi lain, kecintaan saya membaca buku sastra karena lingkungan rumah dan sekolah, dan untuk yang ini saya berterima kasih pada bapak ibu guru, yang dulu sering membuat diskusi kelompok, membahas topik yang diceritakan dalam sebuah buku….mungkin istilah sekarang bedah buku…
Multiple choice? Memang serba repot pak….jika soalnya essay, problemnya standar penilaian bisa berbeda-beda….
edratnas last blog post..Ulat gagak, nyamuk dan cuaca panas.
klo menurut aku
bahasa daerah
juga perlu pak banyak orang
ngaku orang jawa tp gak b
isa
NJAWENI
pk wali gaul gaul, gonta ganti tmes truus
Ronggos last blog post..Gratis Premium WordPress Theme
iyah, setuju, agak meringis kalo orang indonesia ngomong chatting, download, url, website….
hiks
mungkin sistem pembelajarannya mengikuti sistem pembelajaran bahasa inggris seperti di tempat-tempat kursus atau STBA.
sudah lama sekali saya meninggalkan sekolah
tapi saya merasa pada saat saya sekolah sedikit sekali diperkenalkan dengan sastra. yang lebih banyak malah teorinya. saya malah tahu tentang sastra karena sering pinjam buku-buku karya penulis indonesia di perpustakaan.
itikkecils last blog post..Setelah makan siang
Semakin hari semakin Bobrok saja bangsa ini sangkin bobroknya imbasnya dilarikan ke Pendidikan bangsa yang dimana prospek pendidikan sendiri adalah Menciptakan Regenerasi Baru Para Pemimpin bangsa tapi buktix apa sekarang mas
1. Kurikulum yang sangat ketinggalan di banding bangsa2 maju. klo gini terus indonesia akan dibelakang terus coba kita buat terobosan baru aja di bidang pendidikan
2. Sarana Dan Prasarana yang tidak menunjang. hehehhe kata pemerintah gedung sekolah tidak taunya GUdang yang dijadikan Gedung sekolah. lihat saja mas banyak Gedung2 sekolah tidak layak Pake kasian. masih teringat peristiwa di jawa pada saat Proses Pempelajaran Gedung sekolah mereka Runtuh dan mengenai mereka pada saat berada dikelas
3. Tidak terlalu diperhatikannya Sekolah2 yang Jauh dari Kota alias ddaerah pelosok jadi Sekolah diindonesia saja belum merata
4. Kepala sekolah dimakassar saingan Gonta Ganti mobil dan HP mahal kacauuuuuuuuuuuuuuuuu
Tradisi yang ketiga itu yang paling sulit.
budaya kita pak, kemana-mana menenteng kamus bahasa inggris, padahal kamus bahasa indonesia tuh penting loh.kerap kita bicara bahasa indonesia, tapi pas ditanya per-kata-nya nggak ngerti alias nggak tau alias mbuh ora weruh, pokok’e ngono ae lah…hehehe…saya juga sering kayak gitu kok pak hehehe…mungkin sekolah bisa jadi media praktis dan efektif (halah) untuk mensosialisasikannya yak@salam
kumpulan puisi perempuan oh perempuan saya dikomen ya pak,tq
Sejak SD hingga SMA aku selalu kagum dan nyaman dengan guru kesenian kami. Mereka tidak menyodorkan segumpal teori untuk dihafalkan, melainkan mengajak dialog siswa. Yang terjadi: siswa terbiasa berargumen secara terbuka. Secara tidak sadar, teori mata pelajaran mengendap secara alami. Ini menyenangkan. Sampai dewasa, mereka tetap idola di mataku. Karena telah mengajarkan untuk berani mengemukakan serta berbeda pendapat, namun tetap taat pada pakem yang diajarkan. Selebihnya: mengembangkannya secara individu. Bukankah itu menarik?
Yang pasti, dari konsep filosofisnya sekaolah bukanlah tempat transfer ilmu, tetapi pelecut pengembangan potensi. Kalu yang terjadi sebaliknya, apalagi membelenggu, siapa dulu dong gurunya he he. Pendidikan adalah kehidpan itu sendiri, ‘nyawa’ manusia apabila memang mau jadi manusia sesungguhnya.
Ersis Warmansyah Abbass last blog post..Menangguk Ide
yang ditakutkan adalah kelulusan siswa di akhir tahun ajaran ketika tidak dapat lolos dari UAN. dari dulu pembenahan di sektor pendidikan kok selalu terhambat yah? terlalu rumit kah?
Bukan saya sedang mencoba membanggakan apa yang dulu saya dapat di SMA, tapi di Kolese De Britto Yogyakarta dulu, pelajaran Bahasa Indonesia justru menarik karena pola ajar yang diberikan tidak melulu membahas tentang bahasa Indonesia sebagai sesuatu yang dipelajari.
Yang paling sering dulu pernah Guru memberikan artikel tentang sesuatu (tak hanya sastra) kemudian kita diajak untuk menganalisanya.
Murid diajak untuk berkreasi.
Donny Verdians last blog post..Eksekusi Mati, Pantaskah ?
wah…seperti yang sama bilang kemarin mas sawali, perlahan2 bahasa indonesia akan ilang dan mengarah ke bahasa campuran, inggris + indonesia…
*MELAS MODE ON, ngeliat nasib bangsa 🙁
okta sihotangs last blog post..Mamaaaa, aku sakit….ASTRA(10)
Nah budaya anak mami itulah pak sawali yang lebih banyak terjadi, kita seperti didekte tanpa ada kesempatan untuk berpikir secara merdeka. Sehingga jadinya anak pandai hafalan. Sedangkan untuk menjadi cerdas kan melatih ketajaman logika. Ngomong2 themenya baru lagi nih. :DD :DD :DD
laporans last blog post..Politikus = Kumpulan Tikus
Falsafah guru harus digugu dan ditiru seharusnya menjadikan guru lebih kreatif dalam menyampaikan tujuan pembelajaran, sehingga komunikasi bisa lebih mengena karena anak sekarang kadang lebih pinter dan lebih kreatif dari kita…tul nggak pak guru
Achmad Sholehs last blog post..Jangan Pernah Menyerah Dalam Hidup
kalo menurut saya…
Ehh… thame-nya kok jadihh full colour ginihh yakk Pak… 😯
Wahh… harus nyesuaiin lagee inih punya mata.. pake kacamata duwelu ahh… 🙂
**malu komen cozz… bahasa di blog saya amburadull**
serdadu95s last blog post..Queen
*Waduh, ini cocok dijadikan surat pribadi ke pak menteri pendidikan nih, pak, mengena sekali. Atau dimuat di surat kabar, biar khalayak manggut2 ngerti*
.
Lantas, siapa yang sudah ada di garda depan perubahan ini, pak? Saya ngekor aja deh, sekalian masih belajar membenahi bahasa indonesia saya yang masih ra nggenah…
ariss_s last blog post..Saya, Jum’at & Dialog Imajiner
Saya ingat dulu waktu di SMA, belajar bahasa Indonesia menghafal “gaya bahasa” sampai mejen !! Benar-benar pelajaran hafalan mati. Apalagi pas ulangan, wah…. ditanyakan definisi2 gaya bahasa. Padahal lebih menarik atau lebih menstimulasi fikiran andaikan sang murid mencontohkan setiap gaya bahasa yang ada. Misalnya: “Eufemisme adalah gaya bahasa yang memperhalus suatu bahasa (eh bener nggak seh??). Buatlah sebuah contoh kalimat yang mengandung gaya bahasa eufemisme ketika anda ingin mengatakan kepada teman anda bahwa ia lebih bodoh dari anda!” **halaah**.
Nah, contoh soal di atas kan lebih stimulatif dibandingkan pertanyaan: “Apakah gaya bahasa eufemisme itu?”. Aduh, capeeee deh, ngapalin! :DD
Btw, komennya agak OOT ya?? :114
Yari NKs last blog post..Ketika Bahasa Indonesia Mengkhawatirkan Invasi Bahasa Asing…
hehehehe…sy lebih doyan pelajaran bahasa english.. abisnya bingung disuruh bikin prosa ma bu guru laaaah sy kan klo ngarang suka ngawur hehehehe
theloebizzs last blog post..we R sPeciaL
Tulisan bapak begitu bagusnya,
Halaman bapak juga baru, background hitam,
hati hati pak nanti kelutaran saya kulit hitam….
Memang benar apa yang bapak katakan,
Gedung yang kokoh dan mentereng belum bisa menjadi jaminan bahwa di dalamnya berlangsung suasana dan atmosfer pendidikan yang menggambarkan perilaku ilmiah para penghuninya. Bahkan, yang terjadi sebaliknya. Sekolah baru sebatas ”menggugurkan” kewajiban pendidikan sebagai sebuah institusi; menampung anak-anak, menyuapi mereka dengan setumpuk teori dan hafalan, dan jika tiba saatnya diluluskan. Perkara mereka memiliki bekal yang cukup untuk masa depannya atau tidak, itu soal lain, bukan semata-mata menjadi tanggung jawab sekolah.
Jadinya sulit-sulit-sulit
Tapi bapak harus bangkit-bangkit-bangkit
dan pada saatnya harapan itu akan tercapai juga,
tergantung usaha keras pejuangnya.
ya bagus metode pengajaran begitu,,
menurut saya pribadi lebih bagus lagi apabila yang bikin soalnya anak didik sendiri, sehingga secara tidak langsung mereka berusaha mencari ilmu dari soal yang akan mereka bahas serta jawaban apa kira-kira yang pas.dan setelah itu guru akan memilih soal siapa yang layak,tapi ngeluarkan soalnya ambil saja secara acak? jadi didalam kelas akan ada interaksi antara siswa dan guru,siswa dan siswa. :eyer
Diahs last blog post..Ketika Tangan Mungilnya Menulis
:acc pengembangan bahasa indonesia di sekolah semakin oke, klo di dukung dgn bahasa krama n bahasa internasional.. wuikk.. 🙄
perempuans last blog post..Terlalu indah dilupakan, terlalu sedih dikenangkan
Lho memangnya sekarang tidak ada lagi pelajaran mengarang di sekolah toh Pak. Baru tahu saya itu. :acc
Rafki RSs last blog post..Download PCMAV 1.5
duh.. saya udah gak sekolah….
semoga pendidikan semakin membaik…
moerzs last blog post..Alasan dan Memori
saya malah heran sama pelajaran komputer anak-anak SD jaman sekarang. pertanyaannya seputar email, internet, friendster, dsb… entah itu mendidik ato ngga, tapi beda sama saya SD yang diajarin ngetik di mesin tik, SMP diajarin Lotus123, Dbase…. SMA diajarin Pascal… Kuliah, IT juga deh jadinya… *kok jadi OOT?*
fennys last blog post..Aku libur… Kemana aja?
Wuihhh!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Pak Sawali, analisis dan pemecahan masalahnya sip. Oke punya!
Tak diragukan, Bapak adalah guru Bahasa Indonesia yang benar-benar perduli dengan perkembangan kemampuan berbahasa anak didik kita. Bapak pemikir hebat!
suhadinets last blog post..Volition—Selain Motivasi Belajar, Merupakan Salah Satu Aspek Penting dalam Proses Belajar Seorang Self Regulated Learner
yang penting semangat pak sawali yang menggebu untuk mentransfer ilmu tak ragu ragu sebagai guru, muridnya jadi berbahasa yang bermutu.
ubadbmarkos last blog post..KUALITAS UNGGULAN
Salam
Yap saya deal banget atas agenda revitalisasi yang Pak Dhe usung, enewei bahasa buat saya juga sama halnya seperti “art” saya mengenalnya dengan sebutan nilai rasa bahasa, (Pak Dhe *coba bahas dong*) jika tak keliru, ini berhubungan dengan pas tidaknya bahasa diterapkan pada suasana atau laku-laku tertentu terutama dalam membuat prosa atau puisi dan yang sejenisnya .*bener ga ya*
Hal paling penting bagimana menempatkan penggunaan bahasa sesuai dengan kepentingan dan sikonnya, misal membuat Essai tentu mesti menggunakan kaidah-kaidah yang baku sedangkan yang sifatnya tidak formal tergantung gaya masing-masing mungkin ya.
Dan saya kira pemahaman tersebut yang kurang tersosialisasi pada para siswa, jadinya mereka ga bisa membedakan komunikasi yang tepat dengan bahasa yang tepat pula.*sok tahu bukan ya* 💡
nenyoks last blog post..Ma Erot Sang Maestro
Itu fotonya seperti di auditorium Unnes Pak..
Dhimass last blog post..Nganter Riza Ujian Saringan Masuk Stan
Dulu, saya termasuk orang yang tidak suka dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Baru belakangan ketika menyadari bahwa begitu banyak dan pentinganya pelajaran bahasa Indonesia. Sejak saat itu saya mengejar ketertinggalan tersebut. Baru sadari bahwa kepandaian seseorang terletak pada kemampuannya berbahasa.
Harjos last blog post..Teori Evolusi di Majalah PC Media
Kirain dah ada postingan baru. Tu gambar di head lagi flu ya. Ngak apa-apa asal jangan flus menulis aja he he
Ersis Warmansyah Abbass last blog post..Blog: Menulis Buku Menulis
Oooo…. lagi flu toh…. saya kira tadinya pak Sawali lagi ngupil di gambarnya. Wakakakak….. :411
**kabooooooooor**
Yari NKs last blog post..Dunia Nyata dan Dunia Maya Patut Dipertentangkan?
Pracomment :Theme dan warna ini yg saya suka, minimalis,rapi dan ok!
Di beberapa sekolah di negara asia dan ausi kurikulum Bahasa Indonesia sudah dimasukan kedalam kurikulum mereka, dan perkembangannya sangat bagus.Di Thailand sendiri kami dari pihak atase kebudayaan akan mengadakan lomba pidato untuk masyarakat thailand yang concern Indonesia, sekitar bulan agustus nanti, dan mudah2an sukses.
aminherss last blog post..Jangan Gampang Bilang Bodoh
wah membongkar tradisi UN Pak?
jadi soal UN nya uraian gitu?
kalu soalnya jadi cuma bikin karangan ato puisi saya setuju banget tuh! hehehehehe
Saat sistem pendidikan kita mengacu pada KBK, memang guru menjadi salah satu sumber ilmu. Metode pembelajaran yang berupa ceramah sering membuat anak didik kita menjadi bosan. Guru lebih aktif sedangkan siswanya pasif.
Sistem seperti itu sudah diubah dengan dimunculkannya KTSP. Pada sistem pengajaran di sini, guru bertindak sebagai fasilitator. Guru bukan lagi menjadi segala-galanya. Metode pengajaran melalui ceramah pun sudah mulai ditinggalkan, sehingga siswanya dituntun untuk lebih aktif.
Postingan yang menarik, Pak. Semoga berguna bagi para guru, khususnya guru Bahasa Indonesia.
Edi Psws last blog post..Menata Foto untuk Dicetak
Murid yang kreatif membuat karangan dengan bumbu-bumbu yang sangat menarik, mungkin nantinya akan hebat didunia bisnis online paid to review…
Tulisan bagus, Pak…
sapimotos last blog post..Bandwidth Telkom Speedy Naik
Mo usul ajahh Pak… hambok nJenengan coba pelajaran Bhs Indonesia (BI) di-combine dgn weblog… Jadi setiap siswa wajib punya blog dan katagori nyang ada didalamnya pake sub-sub nyang ada di pelajaran BI, seperti Prosa, Puisi, Gaya Bahasa dlsb… Biar siswa nJenengan bisa berinovasi sebebas-bebasnya… tapi dgn catatan ndak boleh pake bahasa gaul ( seperti saya ) Gimana Pak…??
**Theme nyang ini saya suka Pak 🙄 **
serdadu95s last blog post..Sekilas Info ttg Peringatan ke-61 Hari Bhakti TNI AU
laaahhh…la kok dipanggil mas pras…sy perempuan aseli ni pak hehehe…visit me at http://www.duniafien.blogspot.com..baru belajar nulis ni pak.. baru belajar nge-blog juga (gaptek bgt yak)…@salam
Mr. Sawali for minister of education…………
arios last blog post..Jakarta…brutal, sumpek, tapi kok asik yach…..
Pelajaran mengarang?
Dulu saya benci pelajaran ini, sampai ketika di pesantren di Ponorogo diajar oleh seorang guru bahasa Indonesia yang cara mengajarnya kreatif banget. Sejak itu, saya suka mengarang. Apalagi kami diwajibkan menulis karangan harian seminggu tiga kali. Sejak itulah hasrat saya dalam mengarang semakin meningkat. Meski belum bisa menulis novel, minimal saya tidak grogi jika harus menulis laporan, proposal, ngeblog, dsb…
Hery Azwans last blog post..Hati-Hati di Rest Area Km 19 Jakarta-Cikampek
seprti biasa. saya baca semua. tp gak ada yang nyantol. ah dasar saya otak bandheng :112 :112 :112
thanks for sharing
salah satu tugas yang menurut saya susah di waktu sekolah adalah pelajaran bahasa indonesia dan Pendidikan moral pancasila dari sekolah dasar hingga seterusnya nilai saya selalu jelek namun dari situlah saya mengenal bahasa indonesia
selebihnya saya tak lagi mendapat basic pelajaran berbahasa yang baik dan benar
saat ini saya baru merasa mneyesal sepertinya tak terlalu menguasai bahasa indonesia dengan baik dan benar apalagi sastra sama sekali saya tak memahami maknanya
bagi saya sangat sangatlah tidak mudah untuk memahami bahasa dan mengetahui
disinilah saya putuskan untuk kembali belajar pak
salam hormat saya
Baca juga tulisan terbaru genthokelir berjudul Selamat Datang 2009 di Gunung Kelir
tulisannya bagus sekali. saya sebagai guru bahasa Indonesia yang masih dalam tahap belajar ( cz belum lulus)jadi tergugah agar tidak menciptakan kelas seperti “tradisi” yg menjemukan sprti diungkap penulis. tapi masalahnya terbentur oleh alokasi waktu. kan KD dlm bhs. Indonesia banyak banget. rata-rata 17 lebih tiap smesternya. kendala lain juga soal UAN. kita tak berdaya menghadapi masalah yang satu ini. seperti makan buah simalakama. kalo g dijejali latihan soal kasiahan kl siswa g lulus. kl dijejali soal, waktu untuk praktik berbahasa kurang. so…what should we do? ( bener ta tulisane?)
Makanya saya sangat suka saat ngajar kelas XI atau X , karena saya akan bebas mengajar bagaimana berbahasa bukan hafalan, latihan soal seperti saat ngajar kelas XII. Ngajar kelas XII dengan materi berbahasa yang kenyataannya membutuhkan waktu lebih panjang bisa-bisa tidak lulus semua. Kita tahu rumus matematika 2+ 2 pasti hasilnya 4, sementara rumus sastra 2 + 2 mudah-mudahan 4. Jadi mana mungkin sastra dibuat pilihan ganda yg jawabannya harus sama di seluruh dunia? Kalau bicara UAN sastra Ah………
hmm …. betul sekali, bu, hingga sekarang saya masih belum sreg kalau sastra dibuat soal dalam bentuk pilihan ganda. semoga ada perubahan yang memnungkinkan proses apresiasi sastra bisa berlangsung di sekolah dengan baik tanpa tereduksi masalah UN.