Sampeyan Percaya Pemilu 2009 Akan Menghasilkan Perubahan?

Kategori Opini Oleh

Sampeyan masih percaya Pemilu 2009 nanti akan menghasilkan perubahan? Saya masih sangat percaya, hehehehe 😀 Buat apa buang-buang dhuwit kalau tak menghasilkan apa-apa? Perubahan macam apa? Nah, itu menjadi pertanyaan penting yang perlu dijawab?

Kalau kita melakukan kilas balik sejenak, negeri kita sebenarnya sudah sangat kenyang pengalaman soal berdemokrasi. Namun, banyak pengamat mengatakan bahwa kita masih baru belajar berdemokrasi. Wew… kapan lulusnya, yak? Kok kalah sama orang-orang ndesa yang tinggal di pelosok-pelosok dusun. Mereka sudah sangat paham bagaimana melakukan praktik demokrasi secara benar. Mereka (hampir) tidak pernah salah memilih lurah yang bakal jadi sang pemimpin karena jelas track-record-nya.

Kalau memilih anggota dewan? Hah? Kita seperti memilih kucing dalam karung yang dibungkus rapat-rapat. Warna bulunya pun tak jelas. Namun, kita dipaksa harus memilih, kecuali mereka yang memilih untuk tidak memilih alias golput. Bisa jadi, Pemilu yang digelar selama ini selalu saja menyajikan ”kucing-kucing” yang tak jelas warna bulunya. Tak heran kalau kucing yang berhasil keluar dari karung justru banyak yang rakus dan suka menilap dendeng milik simpanan majikannya. Loh, memang siapa majikannya? Lha ya rakyat! Rakyat itu dalam paradigma *halah* kekuasaan adalah pemilik kedaulatan. Karena terlalu repot, mereka menyerahkan semua aspirasi dan keinginannya lewat wakil-wakilnya. Nah, para wakil rakyat itulah yang diberi amanat untuk menyampaikan harapan dan mimpi agar bisa hidup lebih sejahtera; gampang cari kerja, punya daya beli terhadap kebutuhan hidup sehari-hari, bisa keluar dari kubangan lumpur kemiskinan, atau bisa menikmati pendidikan murah.

Namun, agaknya banyak ”majikan” yang kecewa lantaran ulah wakil-wakilnya yang serakah dan bermental korup. Fasilitas gaji dan tunjangan bulanan yang sudah bisa untuk hidup mapan belum cukup membuat mereka merasa nyaman. Mereka masih berambisi untuk jadi OKB alias Orang Kaya Baru; menjadi kaum borjuis bergaya feodal. Mereka tak segan-segan cari ”jalan tikus” agar gampang menghilangkan jejak. Bahkan, jika perlu menggunakan cara-cara magis untuk bisa kaya secara instan.

Gedung dewan pun tak ubahnya ladang perburuan gengsi dan kekayaan. Muncullah istilah koboi-koboi Senayan. Mereka mendadak berubah menjadi selebritis politik yang dipuja para pemburu kesesatan. Para pengusaha yang ingin mulus berbisnis mesti menjalin negosiasi dan kongkalingkong dengan para koboi itu. Para birokrat yang ingin memuluskan agenda dan program ”basah” mesti ”njawil” dengan sang koboi. Para pengusaha hiburan mesti bermurah hati menyediakan fasilitas serba mewah lengkap dengan selimut ”hidup”-nya yang hangat agar usahanya tak kena ”semprit”. Paradigmanya pun dibalik. Mereka yang seharusnya mewakili dan melayani sang ”majikan”, mendadak sontak minta dilayani. Itulah perubahan yang kita rasakan selama ini, hehehehe 😀 Rakyat begitu gampang dilupakan. Janji-janji manis yang bertaburan di atas mimbar kampanye hanya membentur tembok retorika dan slogan belaka. Agaknya, periode 5 tahun belum cukup memuaskan dan memanjakan naluri ”kebrengsekan” purbanya.

Siklus 5 tahunan itu kembali akan digelar. Jika tak ada aral melintang, 4 April 2009 nanti bangsa kita akan kembali memilih ”kucing dalam karung”, eh, maksudnya memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR/DPRD dan DPD. Kini, gaungnya sudah mulai terdengar. Aroma kampanye sudah bertaburan di sudut-sudut kampung. Sebentar lagi, kita akan menyaksikan para calon wakil rakyat saling berlomba pidato, menaburkan retorika, dan menyebarkan janji-janji. Mereka mendadak jadi ”sok akrab” dengan rakyat. Bahkan, tak jarang yang memaksakan diri jadi dermawan. Seper-sekian pundi-pundinya diambil sebagai modal mendekati rakyat. Namun, jangan lupa, mereka sudah sangat piawai menyusun taktik dan strategi menjalankan ”bisnis” politik. Sungguh konyol mengeluarkan modal hanya sekadar untuk menjadi seorang dermawan. Pengalaman menjadi petualang politik dengan dukungan naluri ”kelicikan” sudah cukup menjadi modal untuk bermain akrobat di atas panggung.

Meski demikian, saya juga percaya, masih ada beberapa anggota dewan yang memiliki wisdom dan kearifan. Mereka benar-benar memosisikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang sesungguhnya sehingga tak berani main-main dan spekulasi. Mereka tak mau larut dalam kubangan lumpur kesesatan dan kenistaan. Ada amanat yang mesti diembannya. Mereka tak dilarang menjadi kaya, tetapi semata-mata itu buah dari perjuangan dan keringatnya dalam menghadirkan sosok rakyat pada setiap jengkal keputusan dan kebijakan yang diambil. Mereka inilah sosok anggota dewan yang selalu ”tapa ngrame”, hidup berbaur dengan rakyat yang diwakilinya, visioner, dan berusaha menghadirkan ”syurga” buat ”majikan”-nya.

Kalau sudah begini, masihkah Sampeyan tidak percaya kalau Pemilu 2009 akan membawa perubahan? ***

Keterangan: gambar merupakan karya sepenuhnya dari Mas Dwijo D. Laksana.

Penggemar wayang kulit, gendhing dan langgam klasik, serta penikmat sastra. Dalam dunia fiksi lebih dikenal dengan nama Sawali Tuhusetya. Buku kumpulan cerpennya Perempuan Bergaun Putih diterbitkan oleh Bukupop dan Maharini Press (2008) dan diluncurkan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada hari Jumat, 16 Mei 2008 bersama kumpulan puisi Kembali dari Dalam Diri karya Ibrahim Ghaffar (sastrawan Malaysia).

64 Comments

  1. pemilu 2009 tidak akan membawa perubahan bagi kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa ini. sebab yang bermasalah di negara ini bukan saja pemimpinnya yang busuk, tapi juga sistem demokrasi keparat yang dipakai ini juga busuk dan rusak. maka walaupun seribu kali kita pemilu dan pergantian pemimpin tapi selama sistem yang dipakai masih demokrasi maka akan tetap bobrok. ibaratnya kalo kita akan berlayar kelautan dengan memakai kapal yang rusak, wallaupun nahkodanya bagus tapi kapal tersebut tidak akan sampai ketujuan bahakan akan tenggelam dilautan tersebut. nahhhh artinya tidak cukup kita hanya mengganti nahkodanya daja tapi juga kapalnya yang DIganti dengan kapal yang bagus. begitu juga negara ini tidak cukup hanya pemimpin saja yang diganti tapi juga sistem demokrasi keparat busuk ini. gantinya yaitu sistem khilafah islam yang menerapkan syari’at islam secara menyeluruh melalui REVOLUSI sistem. insyaAllah makmur.
    SALAM REVOLUSI SALAM KEHANCURAN DEMOKRASI DAN TIRANI

    Baca juga tulisan terbaru revo berjudul MALAPETAKA AKIBAT HANCURNYA KHILAFAH

  2. Maunya sih percaya bahwa masih ada harapan untuk perubahan. Tapi mengharapkan perubahan melalui pemilu, bukankah pemilu itu sendiri adalah sumber masalah baru ?

    Kalau nggak salah ada sembilan partai lama yang akan ikut pemilu, padahal tidak memenuhi ketentuan UU. Ada dua soal di sini : pemilu menjadi inskonstitusional, dan pengurangan jumlah parpol tidak jalan.

    Kemudian, dari apa yang kita lihat dalam Pilkada Jatim; di mana tak satu pun calon gubernur/wakil gubernur yang peduli pada korban Lapindo; apa tidak menipu diri kalau kita masih berharap?

    Kita harus selalu optimis, tapi jangan sampai terlanjur jadi bangsa pengidap skizoprenik : tidak mampu membedakan realitas dengan ilusi.

    Merdeka!

    Robert Manurungs last blog post..Presiden Kita Suka Ngambek & Pendendam

    hehehe 😆 betul bung robert, apalagi jadi megalomaniak, yang pasti harus ada kekuatan yang mengontrolnya. kalau dibiarin bisa seenaknya aja tuh 🙄

  3. tentu saja percaya pak..
    apalagi jika diikuti dengan reformasi kebudayaan, misalnya budaya korupsi. bukan begitu PAK GURU (pake logatnya Urip) 😀

    nindityos last blog post..Love is …

    hehehe 😆 mudah2a perubahan postif itu bener2 bisa terwujud, mas nin 💡

  4. Does it make any differences:
    Memilih untuk optimis dan tidak optimis?
    Karena Pemilu tetap digelar… dan hasilnya, yang enak atau nggak enak itu kelak, bakal dikunyah juga… ^^

    Saya sih dari dulu nggak tertarik untuk jadi golput. Ntar nggak afdol kalau lagi pingin ikutan demo (lha wong pas Pemilu nggak ikutan milih dan nyumbang pendapat kok malah ngamuk-ngamuk pas keadaan nggak sesuai harapan? eh sapa tau, suara saya yang cuman satu biji ini bisa memenangkan jagoan saya — yang entah siapa itu… hehe).

    Saya milih aja.
    Masalah ntar yang kepilih adalah kucing garong, dosanya biar dia yang makan aja… 🙂

    Btw, salam kenal, Pak!
    Maaf, saya bego banget soal politik jadi komentarnya nggak ngalor nggak ngidul.. ^^

    Lalas last blog post..…her alcoholic boyfriend

    salam kenal juga, mbak lala. saya juga awam politik, kok, mbak hehehehe 😆 biarlah itu menjaid urusan orang2 yang memang suka berpetualang politik, hiks :oke

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Tulisan terbaru tentang Opini

Go to Top