Kemacetan lalu lintas agaknya bukan lagi terpusat di Jakarta. Kota besar dan kecil juga menghadapi fenomena yang sama. Di Semarang, misalnya, (nyaris) tak ada jalan lengang. Jalan primer dan sekunder sama-sama macetnya. Mobilitas sosial yang begitu tinggi dengan pengguna kendaraan yang tumpah di jalanan membuat suasana kota makin bising dan semrawut. Hal itu diperparah dengan proses rehabilitasi jalan yang tak kunjung usai. Maka, jalanan pun tak jauh berbeda dengan sebuah konvoi “peradaban” yang menunjukkan secara jelas bagaimana perangai para pengendara. Saling salip dan mencuri celah sesempit mungkin menjadi sebuah pemandangan jamak dan rutin. Makin terbukti betapa sikap disiplin dan antre belum menjadi sebuah budaya di negeri ini. Mungkin ada benarnya kata orang, jika ingin tahu budaya sebuah bangsa tak perlu jauh-jauh. Luangkan waktu sejenak untuk melintas di jalan raya. Lantas, perhatikan bagaimana perilaku pengendara di jalan raya!
Kita sudah sangat paham dengan perangai pengendara di negeri ini. Jalan raya kini tak jauh berbeda dengan sebuah ladang “pembantaian” yang dengan amat sadis membunuh korban-korbannya. Hampir setiap tahun jalan raya membunuh ratusan, bahkan ribuan korban akibat aksi-aksi “brutal” para pengendara di jalan raya. Rambu-rambu lalu lintas seringkali tak berfungsi. Simbol-simbol dan tanda-tanda yang terpajang di sisi jalan pun terpaksa harus dipertegas dengan ungkapan-ungkapan vulgar, seperti “Yang ngebut benjut”, “Ingat, anak-isteri menunggu di rumah!”, “Anda sopan, kami segan”, dan semacamnya.
Idiom-idiom vulgar semacam itu sesungguhnya merupakan ekspresi sikap jengkel dan frustrasi menyaksikan ulah para pengendara yang suka ugal-ugalan dan tidak mengindahkan tata krama. Dampak yang ditimbulkan pun jauh lebih mengerikan ketimbang penyakit mematikan yang selama ini ditakuti banyak orang, seperti kanker atau jantung. Hanya dalam hitungan sepersekian detik, aksi para “bromocorah” jalanan mampu membuat nyawa orang lain melayang sia-sia.
Kemacetan arus lalu lintas memang merupakan fenomena yang lumrah terjadi. Berdasarkan catatan ilmusipil.com, ada beberapa penyebab kemacetan jalan raya, di antaranya:
- Kapasitas jalan lebih kecil daripada jumlah kendaraan yang ada.
- Jumlah kendaraan meningkat tajam sementara jalan yang ada tidak mampu menampung seluruh kendaraan yang menggunakan area jalan tertentu.
- Perencanaan alur jalan raya dan tata kota yang tidak baik sehingga tidak memberikan kenyamanan dari segi transportasi khususnya penggunaan jalan raya.
- Kemanaan yang tidak baik sehingga membuat terganggunya aktivitas lalu lintas kendaraan.
- Pengurangan lebar jalan yang ada karena berbagai aktivitas, seperti pedagang , parkir dipinggir jalan, dan sejenisnya.
- Jalan rusak sehingga mempengaruhi kecepatan laju kendaraan.
- Traffic management atau manajemen lalu lintas yang tidak baik.
- Sarana pengatur lalu lintas tidak berfungsi dengan baik.
- Presiden, menteri, atau pejabat pemerintah dengan pasukan pengamanya lewat sehingga memberhentikan pengguna jalan yang ada.
- Terjadi kecelakaan lalu lintas sehingga menghambat laju kendaraan.
- Mobil pemadam kebakaran atau mobil ambulance lewat sehingga pengguna jalan harus menyediakan jalan untuk kendaraan tersebut.
- Kesengajaan pihak-pihak tertentu yang menginginkan terjadinya kemacetan pada suatu jalan raya.
- Bus umum atau angkot berhenti seenaknya di jalan untuk mencari calon penumpang sehingga tidak memungkinkan kendaraan dibelakangnya untuk lewat.
- Perilaku pengemudi atau sopir ugal-ugalan sehingga membahayakan pengemudi lain.
- Sedang berlangsung suatu proyek pembangunan jalan pada area tertentu sehingga dilakukan pengalihan arus lalu lintas jalan raya.
- Terjadi demonstrasi yang menggunakan jalan raya sehingga menghambat perjalanan kendaraan.
Meningkatnya jumlah pemilik kendaraan secara dramatis di negeri ini, agaknya juga makin memperparah situasi jalan raya. Pada satu sisi, kondisi semacam ini bisa menjadi bukti bahwa saudara-saudara kita makin meningkat taraf hidupnya. Namun, pada sisi yang lain, kita juga makin cemas dan was-was apabila para pengendara tidak memiliki sikap “wisdom” dan kearifan dalam berkendara. Sikap toleran dan santun berkendara sangat dibutuhkan ketika titik-titik kerawanan di jalan raya kian banyak jumlahnya. Sudah saatnya kita kembali menumbuhkan kesadaran kolektif untuk menciptakan atmosfer jalan raya yang lebih nyaman. Jangan sampai terjadi jalan raya terus berwarna merah akibat banyaknya tumpahan darah saudara-saudara kita yang tengah berjuang memenuhi hasrat dan mobilitas hidupnya. ***
Memang begitulah faktanya.., dan mungkin sudah selayaknya bagi kita untuk saling menghargai dan menjaga emosi ketika berkendara.
Selamat Pagi Pak.. 😀
itulah fakta yang terjadi, mas. kalau pingin lihat bagaimana perangai orang indonesia, lihat saja suasana lalu lintasnya, hehe ….
Waduh.., berarti perangainya orang Indonesia juga sering macet donk..wkxkxkxkxkx.. 😀
Buanyak sekali ya, pak, penyebab kemacetan lalin itu… Apa masih ada sebab lain ya?
wah semarang harus hati2 dengan kemacetan. dulu beberapa tahun lalu, saat saya berada di semarang selama 1 bulan, macet belum terlalu terasa. tapi kalau sekarang sudah terasa, ya mesti hati2. kendal juga ati2, pak sawali 🙂
iya, nih, mas haris. perjalanan kendal-semarang yang bisa ditempuh dlm waktu 45 menit, sekarang bisa sampai 3-4 jam. repot!
Jangankan di jakarta dan semarang, Pak Sawali, di desa saya pelosoknya Ponorogo sana, depan rumah itu jalan lebarnya cuman 6 meter tapi ndak pernah sepi dari lalu lalang aneka macam kendaraan.
Di Surabaya sini, kesadaran kolektif dan saling merhargai di jalan raya sungguh merupakan hal yang langka. Orang seenak sendiri mau belok langsung belok, ada pula yang nyetir mobil sambil bertelepon lalu mobilnya jalan pelan-pelan di tengah gak peduli belakangnya mau nyalip ndak bisa, banyak pula yang buang puntung rokok seenaknya.
Tidak ada yang bisa diperbuat selain memperbaiki perilaku berkendara diri sendiri ketika di jalan. Prinsipnya: tidak mau menjadi bagian dari penyebab keruwetan di jalan :d
wah, ternyata memang benar, mas dion. kemacetan saat ini sdh menjadi fenomena yang lumrah terjadi di mana2. repotnya, masih saja terjadi serobot2an di tengah arus lalu lintas yg macet.
Kendal malah dirubung macet ning ngendi-endi Pak…
Mbrangsong, pertelon Kaliwungu, jalan tembus dll…
Motor wae kangelan lewat, opomaneh truck
itu dia, pak mars. semarang-kendal yang biasanya bisa ditempuh 45-1 jam, sekarang bisa sampai 3-4 jam. kapan kendal bisa segera terbebas dari kemacetan ya, pak? apa mesti menunggu sampai rehab jalan tuntas?
Pak Sawali, menurutku pembangunan infrastruktur baru bukan lah jawaban yg tepat atas kesemberawutan lalu lintas kota2 di Indonesia sekarang ini. Yang utama letaknya pada mentalitas kita, egois dan mau menang sendiri. Kalau mental kita lebih sehat, disiplin, menghormati hak orang lain atas keamanan dan kenyamanan, mestinya kendaraan umum akan jadi pilihan kita bersama. Tidak seperti sekarang, semua orang memimpikan punya mobil, sebab betapa sengsaranya melakukan mobilitas dengan angkutan kota
sepakat banget, bu evi. bangunan infrastruktur bukan satu2nya faktor penyebab. sikap dan mental kita dalam berkendara justru memiliki pengaruh yang sangat dominan terhadap kemacetan arus lalu lintas.
Di Ponorogo juga ada yang namanya macet2an pak, walau tidak sepanjang di kota-kota besar
walah, makin repot ya, mas kalau kota kecil; juga ikut2an kena macet, haks.
macet bukan hanya dominasi milik Ibukota saja pak, sekarang melebar ke mana-mana
memang benar, pak sholeh. begitulah fenomena yang terjadi akhir2 ini, khususnya menjelang ramadhan dan lebaran.
kalau transportasi umum dikelola dengan baik pasti tak ada istilah macet…
sayangnya, mengatur transportasi umum juga bukan hal yang mudah, mas.
Di Malaysia sendiri pemandangan kemacetan di Kuala Lumpur kalau di Johor Bahru masih normal bahkan tidak semacet di Semarang. Semarang udah macet tambah panasnya itu pak yang gak kuat.
loh, mas ikhwan sering lewat jalan semarang jugakah?
Aku aslinya dari kota Tembakau, bahkan pada saat seminar pendekartidar blogger magelang kita bisa kodaran Pak, pada saat itu Pak Sawali jadi speaker.
Kalau aku ke semarang sering via jalur pringsurat..
dan Banjarmasin juga mengalaminya. meski sudah berada diluar jawa ternyata dikalimantan pun kemacetan menjadi sebuah masalah. sering saya terlambat dikarenakan hal ini
wow … lalu lintas agaknya termasuk problem sosial yang mesti segera terpecahkan juga.
sepeda adalah solusi kecil untuk masalah terbesar dunia
sayangnya utk jarak jauh masih jarang yang sanggup bersepeda.
Banyaknya jumlah pengendara motor yang berlebihan dan ugal-ugalan juga nampak sebagai pemicu kemacetan,
ketika saya ngobrol disekitar kawasan Malioboro dengan Ivana, gadis Serbia, ia mengatakan “when i visited Egypt, i found the crazy driver, but the driver in Indonesia is more crazy”.
salam hangat dari Malhikdua 🙂
bisa jadi orang luar pun akan dg mudah menilai perangai orang Indonesia dari sikap para pengendara di jalan raya, mas farobi.
Kalau menurut saya angka pertumbuhan kendaraan seperti mobil yang begitu pesat yang menjadi pemicu kemacetan lalu lintas. Bayangkan saja kalau di setiap keluarga memiliki sebuah mobil, dan tiap kali keluar harus membawa mobilnya.
bisa jadi demikian, mas. fenomena ini bisa termasuk salah satu penyebab macetnya arus lalu lintas.
Yang lebih berbahaya itu bila sang pengemudi ugal-ugalan. Di kota saya Ngawi, saya pernah menjumpai bus penumpang yang besar, sopirnya ugal-ugalan. Bahkan dua bus saling salip menyalip. Seakan mereka ingin bus itu menjadi yang tercepat. Dan bus itulah (saya tidak menyebutkan namanya) yang kerap kecelakaan.
itulah repotnya, mas udin, kalau berkendara tanpa tata krama dan toleran. bukan keselamatan yang didapat, melainkan justru tak jarang membawa musibah.
kalau menurut saya, masalah utama di sini pak:
“Jumlah kendaraan meningkat tajam sementara jalan yang ada tidak mampu menampung seluruh kendaraan yang menggunakan area jalan tertentu.”
oleh karena itu perlu dibatasi jumlah kepemilikan mobil dan motor demi kepentingan bersama
bisa jadi itu termasuk salah satu penyebab kemacetan, mas. tapi bisa ndak ya kalau kepemilikan kendaraan dibatasi?
orang di Indonesia pd kaya kali ya..
tiap tahun, yg punya kendaraan sendiri makin bertambah..
jadinya tambah macet deh.. >.<
bisa jadi. kalau dari sisi ini memang kabar yang menggmbirakan. sayangnya blm diimbangi dg tingkat kesadaran berlalu lintas yang tinggi.
setuju pak,,memang kemacetan sekarng bukan hanya di jakarta saja,,,mungkin ini menandakan bahwa indonesia itu sebenarnya orang kaya semua,,hehehe,,,
apalagi kalau ad pejabat atau presiden lewat,,nyaris gak ada jalan untuk yang lain,,
itulah repotnya jadi rakyat kecil. meski selalu mengalah ketika ada pejabat, termasuk dalam urusan berkendara, hehe ….
postingannya menarik dan sangat bermanfaat gan.
makasih 🙂
Ini dampak “penjajahan ekonomi” yang tidak pernah kita sadari. Tingkat kemacetan yang sudah dalam taraf memprihatinkan di wilayah Jakarta diperkirakan juga mengakibatkan kerugian yang diderita seluruh warga ibukota bisa mencapai hingga sekitar Rp28 triliun per tahun. Estimasi total merugian karena dampak kemacetan di Jakarta mencapai Rp28,1 triliun. Jumlah kerugian yang paling besar adalah pada sektor kerugian bahan bakar yang bisa menghabiskan hingga Rp10,7 trilun per tahun. Kerugian bahan bakar dihitung dari banyaknya BBM yang terbuang karena kendaraan terjebak kemacetan. Sedangkan jumlah kerugian terbesar kedua adalah kerugian waktu produktif warga negara yang diperkirakan mencapai Rp9,7 triliun per tahun. Namun, yang paling dicemaskan adalah kerugian di sektor kesehatan yaitu sebanyak Rp5,8 triliun per tahun. Kerugian kesehatan antara lain karena stres atau faktor polutan asap yang keluar saat kemacetan dan terhirup oleh warga ibukota lainnya yang sedang melintas. Begitu kata pakar lingkungan Fakultas Tehnik Universitas Indonesia, Dr Firdaus Ali MSc.
wow .. pernyataan informatif dan faktual, pak. terima kasih atas tambahan infonya.
Wah,… sulit ini kalau bicara kemacetan. Bahwa kenderaan di negara ini sudah seperti menjual kacang, gampang dengan segala kredit yang ditawarkan. Padahal kita juga mesti mikir soal energi, energi yang tak terpakai seperti ‘berjalan kaki’ 🙂
para pengendara yang suka ugal-ugalan dan tidak tahu tata krama,tidak hanya merugikan diri sendiri, tapi juga orang lain juga bisa jadi korban. ngeri juga !!!
sepertinya macet di jakarta ini sudah menjadi hal yang tidak heran lagi apa lagi ketika jam kerja pasti akan selalu macet dan ters begitu setiap hari, jakarta bisa ga macet ketika tinggal oleh penduduknya untuk mudik pasti jadi sepi hehe,, salam kenal:)
Saat liburan kemarin Jakarta sepi.
Jakarta Hotel
banyak sekali faktor yang membuat kemacetan terjadi, mungkin tidak tegasnya pemerintah dalam mengurus kemacetan, bisa saja dengan cara pajak kendaraan dinaikan, atau lahan parkir dibuat semahal mungkin(mengikuti peraturan luar) dan lebih mengalihkan ke kendaraan umum. jalur busway yg seharusnya steril dari pengendara umum saja masih tak dihiraukan, jadi menurut saya kurang ada ketegasan saja dalam mengatur per lalu lintasan. hehehehe hanya pendapat saja, tak ada maksud apa-apa. terimakasih
untuk mengurangi kemacetan, intinya adalah regulasi dari pemerintah dan ketegasan dalam melaksanakan regulasi tersebut.