Cerpen: Sawali Tuhusetya
Darah Gopal berdesir. Hatinya panas. Daun telinganya perih seperti tersengat lebah. Bola matanya menyala liar seolah hendak membakar orang-orang yang duduk di sekitarnya. Dia berdiri, berkacak pinggang. Otot-ototnya yang kekar menegang. Orang-orang yang semula duduk santai sambil ngobrol ngalor-ngidul terhenyak. Mereka bertatapan sambil mencuri pandang ke wajah Gopal yang sangar. Rasa waswas menggantung di wajah mereka. Hening sejenak. Di dada mereka berkecamuk tanda tanya.
“Siapa yang bilang Pak Bandiyo mata keranjang, he? Siapa tadi yang bilang?” bentaknya sambil menatap tajam orang-orang yang dilanda waswas itu.
Sepi. Tak ada jawaban. Maklum, mereka tahu siapa Gopal. Lelaki keras dan kasar, bahkan terkesan brangasan. Jika amarahnya tersulut, dia akan berubah menjadi serigala. Brutal dan tidak punya pengampunan. Memukul, menempeleng, menendang, meludahi orang, menyikut, dan semacamnya. Sangatlah beralasan kalau orang-orang di sekitarnya memilih diam.
“Ayo! Siapa yang bilang tadi?” bentaknya lagi.
Hening. Gumam-guman lenyap. Hanya sesekali terdengar ranting kering pohon trembesi raksasa tua yang patah tersentuh angin. Amarah Gopal memuncak seperti hendak meledakkan ubun-ubun. Tiba-tiba saja tangan kanannya menarik dengan keras lengan Paijo.
“Siapa yang bilang tadi, Jo? Ayo, tunjukkan!”
Paijo geragapan. Wajahnya memucat. “Tttidak tahu, kang!”
“Sundal, kamu!”
Paijo didorong Gopal dengan kasar. Lelaki muda kurus itu terjengkang. Bola mata Gopal masih tampak liar menyala-nyala. Orang-orang makin dicekam rasa waswas, bahkan kini berubah menjadi ketakutan. Tak seorang pun berani menatap wajah Gopal.
“He, dengar semua! Pak Bandiyo itu orang baik, dermawan, dan suka menolong orang susah! Sampeyan jangan suka mencari-cari kejelekannya!” cerocos Gopal.
Entah kenapa, tiba-tiba saja nyala matanya meredup. Tak lagi tampak garang. Senyum pun sesekali mengembang dari bibirnya yang tebal. Orang-orang kaget. Mereka mendongak serentak dan mulai berani menatap wajahnya.
Gopal menatap wajah mereka dengan senyum, berupaya meraih simpati. Dia terus berupaya melakukan pembelaan terhadap pribadi Pak Bandiyo dengan silat lidah. Kedua tangannya sibuk memberikan isyarat untuk memperkuat barisan argumentasi yang meluncur dari mulutnya. Suasana beku pun mencair. Suara tawa membuncah bersambung-sambungan. Riuh.
Pohon trembesi tua raksasa yang kukuh menancap jantung desa bagaikan payung iblis yang melindungi perkampungan. Di bawah pohon tua itu –-konon berusia ratusan tahun– orang-orang kampung terbiasa mengusir kepenatan, melepaskan lelah sembari mengobral pergunjingan hingga larut malam, setelah seharian bergumul lumpur di sawah. Lebih-lebih setelah listrik masuk desa, mereka yang keranjingan judi menggelar arena hingga menjelang subuh. Tak seorang pun yang melarang, lantaran ada di antara aparat desa yang mabuk judi hingga tak sempat mengurus tugas-tugasnya.
***
Pembelaan Gopal terhadap Pak Bandiyo menjadi perbincangan hangat orang-orang kampung. Mereka heran, kenapa dia bisa berubah secepat itu? Bukankah dia pernah mengancam akan membunuh calon lurah itu lantaran berselingkuh dengan Sarikem, istrinya?
“Ah, Pak Bandiyo kan orang kaya. Apa pun bisa dibelinya. Gopal pasti sudah disuapnya, bahkan mungkin dibujuknya agar bersedia menjadi gapit!” seloroh kang Duladri berapi-api. Orang-orang yang nongkrong di perempatan jalan selepas Maghrib itu membelalakkan mata, mencoba memahami jalan pikiran Kang Duladri. Mereka tahu, Kang Duladri adalah orang kepercayaan Pak Rasipin, pensiunan guru agama SD yang turut meramaikan perebutan kursi kepala desa. Lelaki itu diserahi tugas menarik simpati penduduk menjelang pemilihan. Penduduk menyebutnya gapit. Tidaklah mengherankan jika setiap omongan Kang Duladri selalu menarik perhatian orang-orang.
“Wah, bisa gawat kalau sampai Gopal jadi gapit Pak Bandiyo! Penduduk pasti takut bila tidak memilihnya!” Sahut Paijo yang nyaris jadi korban kebringasan Gopal.
“Itu bisa saja terjadi! Tapi menurutku, itu hanya perangkap Gopal untuk menjerat dhuwit Pak Bandiyo. Dia memeras. Bila Pak Bandiyo menolak, dia mungkin akan mewujudkan ancamannya. Paling tidak, melaporkan kasus perselingkuhan itu kepada pihak yang berwajib!” kata Min Kecel serius.
Orang-orang mengangguk sambil merunut berdasarkan alur pikiran masing-masing. Perbincangan mereka makin hangat. Berbagai topik terlontar ditingkah analisis sepihak yang kadang diberi muatan emosi berlebihan, khas orang desa.
***
Dua orang sudah dipastikan menjadi calon lurah. Pak Bandiyo, juragan terkaya di desa, dan Pak Rasipin, pensiunan guru agama SD. Pertarungan memperbutkan kursi akan dimulai. Setiap calon sibuk memasang strategi.
Dalam menjalankan aksi pengumpulan massa, Pak Rasipin lebih banyak mengandalkan program. Melalui gapit-gapit-nya, termasuk Duladri, dia selalu menekankan arti penting calon pemimpin desa yang paham kebutuhan warga. Jalan-jalan desa, jembatan-jembatan yang rusak, dan perbaikan pelayanan administrasi kepada warga desa terangkum dalam programnya. Sebab, selama dipimpin Pak Rapani yang keranjingan judi, pembangunan desa itu macet total.
Pak Bandiyo mengumpulkan massa lewat andalan kekayaan. Dia mengerahkan para gapit-nya untuk menyuap penduduk. Dan ternyata, Gopal menilap sebagian uang yang seharusnya dibagikan kepada penduduk itu. Pak Bandiyo tak dapat berbuat apa-apa.
“Ancaman Gopal tentu tak main-main,” pikirnya. Lagi pula, menggaet Gopal sebagai gapit dia anggap sebagai sukses tersendiri. Karena senang, dia menjanjikan sehektar sawah kepada lelaki itu jika dia berhasil menjadi orang nomor satu.
Gopal kian bersemangat memenangkan jagonya. Berbagai macam cara dia tempuh. Menyuap, merayu, menekan, mengancam, dan menakut-nakuti. Cara-cara yang tidak sehat itu tercium oleh Pak Rasipin. Dia memohon kebijakan pihak Muspika untuk menghentikan cara-cara yang tidak manusiawi itu. Namun, tampaknya dia tidak mendapatkan tanggapan. Pak Bandiyo dan para gapit-nya makin tenggelam dalam sihir kebohongan.
Pak Rasipin merasa terhina dan dilecehkan. Dia ingin membuktikan bahwa dia mampu berbuat melebihi Pak Bandiyo. Dia segera beraksi. Beberapa petak sawah dan ternak dia jual sebagai modal. Melalui para gapit, dia menyuap rakyat. Dia tak peduli lagi program-program. Yang penting, bagaimana cara memenangi perebutan kursi.
Desa kian memanas menjelang pemilihan. Para gapit antarkubu terlibat perseteruan sengit dalam memperebutkan massa. Adu fisik tak terelakkan. Gopal mengumbar kebringasan. Beberapa gapit Pak Rasipin, termasuk Duladri dan Paijo, babak-belur dihajar Gopal saat memasuki rumah seorang penduduk.
Kampung benar-benar tidak aman. Aparat keamanan dari Polsek dan Koramil turun tangan dan memberlakukan jam malam. Keadaan terkuasai dan terkendalikan. Namun, kejadian itu memberikan luka yang menyakitkan bagi para gapit.
Keberuntungan tampaknya memang belum berpihak pada Pak Rasipin. Sawah dan ternaknya ludes, dia pun gagal meraih jabatan. Pak Bandiyo duduk di kursi pemimpin desa itu. Gopal bersorak. Sehektar sawah menari-nari di pelupuk matanya.
***
Akan tetapi, siapa dapat menduga, sepekan setelah pelantikan, Pak Bandiyo bernasib tragis. Tubuhnya ditemukan sudah tak bernyawa dengan luka-luka menganga. Lehernya nyaris putus.
Desa gempar dan berkabung. Kasak-kusuk dan kecurigaan merebak. Penduduk sibuk menerka-nerka, siapa pembantai sadistis itu? Aparat keamanan turun tangan. Berhari-hari desa diubek-ubek untuk melacak sang pembunuh. Mungkinkah Gopal?
Masih samar, sesamar kesaksian pohon trembesi tua raksasa, betapa di desa yang sepi itu telah terjadi pembonsaian dan pengerdilan nilai-nilai kemanusiaan. ***
ooo
Keterangan :
Gapit: orang kepercayaan calon lurah (kepala desa).
dalam pemilihan pemimpin di sekitar kita memang sering terjadi intrik, dan karena hal2 tersebut saya jadi menyangsikan kompetensi calon yg terpilih bila uang sudah berbicara.
disini saya melihat pak sawali menunjukkan apa yang disebut dlm peribahasa kalah jadi abu menang jadi arang sbg konsekuensi money politic. saya suka endingnya, karena jika penduduk desa suka berjudi, menyuap, seperti yg dikisahkan pak sawali, siapa yang pantas menjadi pemimpinnya?
Samsul’s last blog post..Evaluasi Diri
teringat akan Tujuh Setan Desa yang akan selalu membuat bangsa ini yang berbasis agraris tak pernah memihak pada kaum petani (wong ndesa) *halah nyambung nggak ya Pak?*
tomy’s last blog post..IQRO’ Pembacaan Muhammad Atas Tuhan
Beberapa puluh tahun lalu, saat masih kecil, saya membaca di Panyebar Semangat, tentang pemilihan lurah yang juga berakibat pembunuhan. Kemudian reda, saat lurah bukan dipilih langsung oleh rakyatnya.
Sekarang, kondisi tsb jika tak disikapi dengan hati-hati bisa terulang lagi. Sebagus apapun program, tanpa modal kuat, akan kalah dengan yang punya modal dan mempengaruhi rakyat kecil, maklum rakyat kecil tak semuanya berpendidikan yang cukup sehingga bisa memilih lurah yang mempunyai program jelas,untuk memperbaiki kehidupan di desa.
edratna’s last blog post..Mengapa buka Account Multiply?
Desa dalam cerita di atas itu kok primitif banget ya, Pak, masih ada gapit model Gopal? Di desa asal saya sudah tidak ada gapit model dia.
Tahun ini akan ada pilihan karena lurah yang terpilih tahun 2004 lalu meninggal dua minggu setelah terpilih. Kena serangan jantung. Yang berkuasa sampai sekarang adalah PJS.
arif’s last blog post..Panduan Blogger: Mengembalikan URL Blog Dari Custom Domain Ke Blogspot
jah,
digantung….
huhuhuhu
pengen ih bisa nulis cerpen sebagus ini.
mo nanya pak…
kalo nulis cerpen itu di tulis draftnya dulu yah?
soalnya saya kalo nulis nggak pake gitu2an, huhuhu
bisa kasi tau cara nulis sastra yang baik pak?
huhuhu pengen nya diajarin gratis.
😀
dulu waktu di sekolah pernah diajarin sih tapi lupa lagi.
🙁
bedh’s last blog post..Anak Pak Ustat
ooo
walah, mas bedh terlalu berlebihan nih. biasa aja kok. kalo saya sih ndak pernah buat draft dulu, mas bedh, langsung aja tulis yang ada dalam imajinasi, hehehehehe 😆 cerpen mas bedh juga dah ok banget kok, hanya tinggal meruntinkan saja.
Hari ini, rakyat Malaysia pemilu. Suasana kepartaiannya masih seperti jaman sebelum reformasi di Indonesia. Partai yang berkuasa, mengerahkan segala kemampuan aparat, perusahaan milik negara, dan juga perusahaan swasta untuk memenangkan pemilu.
Satu sisi, kita rakyat Indonesia saat ini menikmati kebebasan berekspresi yang lebih baik. Di sisi yang lain, emang Indonesia kalah makmur sama Malaysia. He he he, coba pilih mana, bebas berekspresi atau makmur?
ooo
wew… ndak jauh beda dg negeri kita ya pak iwan. btw, kalo disuruh milih, bisa hidup makmusr dan memiliki kebebasan berekspresi, pak, hehehehehe 😆 daripada miskin tetapi kebebasan terkekang *halah*
Desa merupakan miniatur sebuah bangsa, dari desalah bentuk sebuah negara dapat di lukiskan. Desa2 jaman sekarang telah berubah pesat tidak hanya pembangunan fisiknya juga terjadi transisi budaya dimana budaya orang kota mulai menghinggapi orang desa. Orang kota tidak jarang menganeksasi orang desa agar kemauan orang kota terpenuhi. Bisa jadi cuplikan kejadian diatas merupakan gambaran betapa desa dahulu berbeda dengan desa sekarang.
resi bismo’s last blog post..minyak..minyak?. antre minyak
ooo
yup, itulah dinamika desa yang terjadi sekarang, resi. modernisasi tak sanggup dibendung. arusnya begitu kuat sehingga mau atau tidak desa pun mengalami perubahan dan pergeseran gaya hidup, termasuk dalam soal demokrasi.
pertama, saya gusar, kenapa gopal? bukan gempur?! 😀
kedua, kemungkinan terbesarnya jelas bagi saya Gopal.. setelah mengeruk banyak keuntungan dari Bandiyo, dia baru mewujudkan rencananya membunuh sebagai balas dendam..
ketiga, dalang pelakunya adalah pak rasipin yang sudah habis2an menjual harta benda miliknya dan kalah.. mungkin saja ia kalap dan menyewa orang untuk menghabisi bandiyo..
tapi, yang jelas.. suasana pilkada indonesia seperti ini pak! meski belum ada yang berujung maut.. MIRIS… konflik horisontal telah memulai babak baru di era otonomi daerah.. tak lagi konflik ideologi sperti masa lalu, tapi lebih pada kepentingan sesaat.. meski sama-sama berbahaya, tapi konflik kali ini lebih rendah derajatnya..???? tak lagi berkonflik memperjuangkan ideologi, tapi memperjuangkan perut…
WAKAKAKAAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKA……. *TERTAWA IBLIS*
Gempur’s last blog post..Reporter Berjilbab Mulai diterima?
ooo
wah, tebakan alur pak gempur bisa jadi bener, hehehehe 😆 btw, jujur saja saya merasa sedih menyaksikan fenomena pelihan lurah atau pilkades di desa2 yang sangat rawan dg intrik dan intimidasi semacam itu pak gempur. konflik ideologi? kenapa mesti harus mengangkat konflik2 yang bernarasi besar, sementara masih banyak rakyat yang mesti harus berjuang, bahkan harus saling membunuh hanya untuk mempertahankan hidup? ini sebuah realitas hidup yang agaknya sulit bisa kita ingkari, pak!
Gapit? Diksi baru ne pak. Di daerahku orang kepercayaan calon lurah disebut Sabet. mmm .. kok pak Bandiyo di matiin? tragis banget. Jadi ga ada yang menang. yang menang ya yang buat cerpen. hahaha …
little_@’s last blog post..Studium General Perdana
ooo
wew… kayaknya setiap daerah [unya istilah yang berbeda mbak hibah. tapi substansinya sama, kok. dimatiin? kan tergantung juga yang bikin cerpen toh, hehehehehe 😆 kalao mbak hibah yang bikin cerpen pasti beda lagi kan?
Guru….
(*kalo Kang Sawali trus bilang, “Ada apa, Carik’e?”)
Aaaasssiiiiiiiiiiiiik…dapet guru!!!
dhodotes’s last blog post..Ikhlas Carik’e bilang, “Blekok benar.”
ooo
ada apa carike, hehehehe 😆
konon memang masih seperti itulah wajah-wajah pemilihan kepala desa diberbagai pelosok negeri. masing masing daerah punya istilah sendiri. intinya sangat susah dicari tipikal calon pemimpin yg mumpuni yg benar-benar bisa memimpin dengan benar. semuanya akan mencoba bermain-main dengan uang kalau mau menjadi yang nomor satu. Tak jarang para calon menggadaikan rumah dan sawahnya demi jabatan menjadi orang nomor satu di desa itu.
Totok Sugianto’s last blog post..Semangat Kopdaran
ooo
itulah realitas sosial-politik yang berlangsung di negeri ini, mas totok. fenomena semacam itu hampir merata di semua lini dan lapis kehidupan masyarakat.
Bisa Gopal, bisa juga Pak Rasipin. Tapi saya lebih cenderung menuduh si Gopal. Dia sudah merelakan istrinya, mengeruk uang Pak Bandiyo dan akhirnya dipuaskan dengan membunuh Pak Bandiyo. Memang kejam sekali si Gopal itu. Gopal belum berubah.
Mardies’s last blog post..Benar-benar Sudah Muak dengan CCNA
ooo
wew… bisa jadi begitu mas mardies, hehehehehe 😆
Cerpen yang memotrek langsung kenyataan … hebat, hebaaaaaaat. Tapi, saya tidak yakin Pak Sawali, misalnya, berani bikin cerpen ‘pemilihan’, … eh maaf penangkatan Kepala Dinas Pendidikan yang berakar ilmu pendidikan agar dalam mengurus pendidikan lebih seru. Apalagi, menteri pendidikannya (Alasannya, kadinas atau menteri tidak harus orang pendidikan. Padahal, —alasan lebih logis— akan lebih baik orang pendidikan).
Jelas-jelas ngompori secara ngawur … jangan mau ya Pak Sawali, ntar dampaknya dahsyat ***hala*** sekali-kali ngerjain Pak Guru ah. Menjura menghantarkan maaf, biar ngak ditimpuk.
Ersis W. Abbas’s last blog post..Menulis Menikam Malas
ooo
walah, pak ersis menguji nyali saya? hiks, kalo memang ada yang menarik, mengapa tidak, pak, hehehehehe 😆
pak dhe*
apakah era sekarang tuh masih ada secuil kejujuran dan keluguan dijiwa anak2 ya setelah mengetahui lakon kehidupan para pemimpinnya ???
maaf saya memanggil anda Pak dhe, karena saya bingung harus memanggil apa. maaf kl kurang berkenan
masmoemet’s last blog post..oh
ooo
wew… mudah2an saja jiwa anak2 tak sampai terkontaminasi oleh “virus” para calon pemimpin seperti yang tergambar dalam cerita ini, masmoemet. walah, panggil apa aja boleh, kok, mas, asal bukan aki2 ajah, hehehehe 😆
Yaaaaaaaaaaaa bikin penasaran aja nih,,,,
Siapa pembunuhnya? Mungkinkah Pak Rasipin?
Kalau di kampung, biasanya pemilihan kepala desa itu ada unsur perdukunan segala macem selain unsur suap-menyuap. Betul ga Pak? 😀
mathematicse’s last blog post..Cerita dari Kang Abdul
000
pak jupri berhak untuk menafsirkannya, kok, hehehehehe 😆 yup, bener sekali, pak. utk menggapai ambisi, mereka tak segan2 main suap dan perdukunan
wah.. payjo baca ini gak yah?? 😛
ridu’s last blog post..Eh Coba deh
ooo
wew… ridu ada2 ajah. tokoh di cerpen ini paijo, bukan payjo, hiks. *halah*
oo gapit hampir sama seperti tim sukses toh.
Ya begitulah mereka terpengaruh oleh harta dan jabatan.
kenikmatan sementara di dunia.
hanggadamai’s last blog post..Senyum Itu Sehat
ooo
yup, begitulah mas hangga. hampir setiap daerah punya istilah semacam itu.
Tu Jupri … ya ya Pak Sawali (maaf) ketinggalan. Bukan tingkat kampung aja Pak Jupri, … tingkat nasional juga. Iya ya … atau disembunyikan untuk cerpen berikutnya?
Ersis W. Abbas’s last blog post..Puisi Cinta (Cinta Rasul): Go Lomba
ooo
wew… permainan politik yang busuk dan jahat semacam itu hampir merata di semua lapis dan lini kehidupan masyarakat, pak ersis *halah, sok tahu*
Wah…. jempolan nih Pak Sawali….. sanggup menggambarkan dunia politik persis seperti
yang ada dalam benak sayasesungguhnya!! Dunia politik memang selalu mengotori orang dan memecah belah orang, orang yang baik dan orang yang kotor sudah sulit untuk dibedakan. Bahkan orang yang tadinya baik setelah mengenal politik, demi harga diri dan kekuasaan, tega pula “menipu” rakyat atau mengambil cara2 yang kurang terpuji guna mensukseskan tujuannya.Semua gambaran politik yang kacau balau dan busuk itu digambarkan dengan apik sekali lewat tokoh2 Pak Bandiyo dan Pak Rasipin seperti di atas, dan juga tokoh Gopal. Tokoh Pak Rasipin yang pada dasarnya baik karena sudah dicemari oleh ambisi politiknya berubah menjadi manusia yang kurang terpuji, mungkin Pak Rasipin dapat pula menjadi busuk dengan kemungkinan ia menjadi pelaku pembunuh Pak Bandiyo. Pokoknya memang benar dunia politik adalah dunia yang kacau balau dan dunia yang egois, selamat buat pak Sawali yang menggambarkannya dengan apik sekali di atas! **halaaah**
Yari NK’s last blog post..Emansipasi Wanita: Maunya Yang Enak-Enak Saja??
ooo
*halaaah* bung yari terlalu berlebihan nih. cerpen biasa aja kok. dalam permainan politik kayaknya memang semuanya serba abu2, bung, hiks.
ending yg tdk mengenakkan….aniwei spertinya kondisi spt itu uda merata dimana2 yahh pak, kpn nih lanjutannya muncul…. 🙂 *salaman*
agus rest’s last blog post..Gresik United Berbenah
ooo
wew… lanjutan? hehehehe 😆 ini cerpen dah selesai kok mas. yup, bener sekali, intrik menjelang pilihan lurah memang selalu rame! *menyambut salaman, tersenyum*
kenyataan pahit yang sering terjadi memanglah demikian. yang mengetahui masalah harus di bungkam. aku tak suka dunia politik dari dulu sampai sekarang. wong di desa saja bisa setragis itu. apalagi di kota ya. siap2 lebih tragis lagi, hehe. hebatnya lagi banyak yang berdalih kasus perampokan atau yang lain2. cerpennya bagus, Pak. Saluttt.
Hanna Fransisca’s last blog post..Senja Merah
ooo
wew… dunia politik memang cenderung menciptakan machiavelli2 baru yang menghalalkan segala cara, mbak hanna. pilkades pun sering terjebak ke dalam situasi seperti itu. walah, cerpen biasa aja kok, mbak.
ternyata, kita hanyalah pengulang sejarah, dulu seperti itu dan sekarang dilakukan dengan lebih halus dan terorganisir, tapi tetep gapit!
peyek’s last blog post..Ketahuilah Batas!
ooo
kayaknya begitu mas peyek. bahkan, sekarang malah makin cenderung vluger dan terbuka.
(+) : pesan moralnya cukup kental pak, cerpen ini refleksi kehidupan sehari-hari dinegara kita. intrik-intrik yang mewarnai kehidupan politik kekuasaan. sikap bisa berubah setiap saat, kawan adalah lawan dan ternyata lawan bisa berkawan.
(-) : tapi sepertinya ada yang kurang dari fiksi ini, saya merasa kurang greget bacanya. apa mungkin karena suasana hati saya yang lagi mendung ya? tapi saya merasa cerpennya ini seperti cerita datar, bumbu konflik dan klimaksnya seperti kurang garam dan mengambang.
ah maafkan saya yang sebenarnya ga ngerti apa2 ini pak guru. btw.. saya udah ga lemah syahwat lagi nih pak. 😀
brainstorm’s last blog post..Die another day
ooo
wew… makasih banget masukannya mas brain. cerpen ini memang cermin realitas yang terjadi dalam masyarakat sekitar. konfliknya pun sudah sering kita dengar dan saksikan. btw, syukurlah mas brain, selamat kembali ke dunia maya!
gimana kalau disambung lagi…
apalagi kalau ada kuis bagi pembacanya…
wah seperti kasus penembakan ramos dan xanana ya?
sapa bisa jawab? hayooo…
sluman slumun slamet’s last blog post..Kota seribu mall?.
ooo
wew… bisa juga, pak slamet, main tebak2an ending cerita. pak slamet siap jadi sponsor tunggalnya, yak? hehehehe 😆
💡 sungguh cerpen penggugah pikiran. manakala sebuah desa membutuhkan seorang pemimpin yang diidamkan warganya, bukannya didapat lurah yang sesuai dengan keinginana. malah calon lurah saring ribut. kok seperti kasus adiknya Jusuf Kalla ya pak?
Farhan’s last blog post..MENGEJAR SORGA SEJAK DI DUNIA
ooo
saya malah ndak tahu adiknya pak yusuf kalla tuh sapa farhan? hehehehe 😆
gapit itu porogapit ya pak, seperti di matematika tentang masalah pembagian itu<<<<
cricket news live score ind vs aus
Gapit *): Catatan Sawali Tuhusetya