Final Lomba Cipta Teks Sastra dan Bangkitnya Perempuan Pengarang

Tanggal 5 s.d. 8 Mei yang lalu, Dinas Pendidikan Prov. Jawa Tengah menggelar lomba cipta puisi dan cerpen siswa SMP sebagai rangkaian dari ajang kegiatan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) Tahun 2009 di Asrama Haji Donohudan, Boyolali. Lomba tersebut dimaksudkan untuk memilih peserta terbaik yang akan dikirimkan pada ajang yang sama di tingkat nasional.

Saya yang kebetulan didaulat menjadi salah satu juri lomba cipta cerpen menangkap munculnya fenomena unik dari ajang ini, yakni para peserta yang masuk final, baik lomba cipta puisi maupun cerpen, didominasi oleh perempuan. Saya tidak sedang membahas soal pengarusutamaan gender. Saya juga sedang tidak resah menangkap fenomena semacam itu. Bagi saya, kreativitas kepenulisan tidak ditentukan berdasarkan bias seksis, tetapi lebih ditentukan oleh ketekunan seseorang dalam menggeluti dunianya. Meskipun demikian, otak awam saya tetap saja terusik untuk mencoba menafsirkan fenomena itu.

Tiba-tiba saja saya teringat pernyataan seorang sejarawan kondang, Will Durant, bahwa manusia di seluruh dunia akan menyaksikan revolusi besar mulai abad ke-20. Revolusi tersebut bukanlah revolusi ekonomi, politik, atau militer, melainkan kebangkitan peran kaum perempuan di segala bidang kehidupan. Hal senada juga pernah dilontarkan oleh pasangan futurolog tenar, Naisbitt dan Patricia Aburdene bahwa salah satu trend besar tahun 2000-an adalah kebangkitan peran kaum perempuan.

Agaknya, prediksi sejawaran dan futurolog tersebut bukan isapan jempol. Realitas memang menunjukkan, peran kaum perempuan saat ini makin menonjol di berbagai bidang kehidupan. Profesi sebagai ilmuwan, peneliti, wartawan, pengusaha, politikus, dan semacamnya sudah menjadi demikian akrab melekat pada sosok perempuan.

Demikian juga dalam dunia sastra. Bangkitnya perempuan pengarang sudah lama eksis dalam jagad sastra Indonesia mutakhir. Pemenang Sayembara Menulis Novel 2003 yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta, misalnya, juga didominasi oleh kaum perempuan, sampai-sampai Sapardi Djoko Damono, sastrawan yang aktif sejak tahun 1970-an, dengan berani menyebut bahwa masa depan novel Indonesia berada di tangan perempuan. Tak heran jika nama-nama perempuan pengarang semacam Ayu Utami, Dewi “Dee” Lestari, Djenar Maesa Ayu, Fira Basuki, Nova Riyanti Yusuf, Dinar Rahayu, Linda Christanty, Nukila Amal, Ana Maryam, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, atau Femmy Syahrani, cukup akrab dan sangat dikenal oleh publik sastra. Bahkan, konon karya-karya mereka menjadi rebutan para penerbit.

Nah, apakah fenonema bangkitnya perempuan pengarang membenarkan tesis kritikus sastra, Faruk HT, bahwa revolusi industri yang melanda dunia telah membuat banyak pria cerdas dan berbakat terserap ke sektor industri hingga mereka tidak tertarik lagi menekuni bidang-bidang yang dinilai tidak produktif seperti sastra?

Tak jelas juga. Yang pasti, fenomena “sastra wangi” sudah menjadi sebuah fakta yang tak terbantahkan dalam dunia sastra kita. Bibit-bibit pengarang yang terjaring melalui berbagai ajang lomba pun sudah menunjukkan trend semacam itu. Semoga ini menjadi sebuah dinamika yang positif, bukan semata-mata lantaran “kegeraman” kaum perempuan yang ingin menumbangkan ideologi patriarki semata. ***

73 Comments

  1. salam pak guru sawali…
    memang sudah saatnya perempuan bangkit menunjukkan prestasinya, karena tanpa perempuan takkan ada kehidupan. bayangkanlah, bila Adam tak dipasangkan dengan Hawa, takkan pernah ada kehidupan manusia. dalam ajaran yang saya anut (Islam), wahyu pertama adalah tentang perintah membaca dan belajar namun berkait erat dengan segumpal darah (al-‘Alaq) yang tiada lain bersemayam dalam rahim perempuan..jadi, perempuan yang berkarya dalam segala hal termasuk sastra di dalamnya adalah energi positif bagi kehidupan…maju terus perempuan Indonesia!

    Baca juga tulisan terbaru pensiun kaya berjudul Ulasan Pagi 07 Mei 2009 – Pilih Best of The Best

  2. ayo.. bangkit………….. tunjukkan bahwa kamu bisa……
    semangat……………. ayo….. gaungkan kembali semangat 45….
    hihihi… aku lebay ga pak guru…. oya, salam kenal pak guru…

  3. itulah salah satu keindahan dari keberagaman, ketika manusia dihadapan pada satu tantangan ang bersifat kompetitif, maka terusik juga kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. Nah kebetulan perempuan-perempuan itu tengah mengidap tantangan-tantangan itu, dan tergalinya potensi mereka oleh kompetisi tersebut membuktikan sastra itu universal.

    Baca juga tulisan terbaru senoaji berjudul Contortionist

    • @senoaji,
      bisa jadi bener, mas seno. kaum perempuan sekrang agaknya memang sudah terbiasa memasuki ranah yang menawarkan kompetisi, termasuk dalam dunia sastra.

  4. Kebetulan anak saya perempuan, diakah sastrawati tersohor Indonesia kelak…??? Semoga… 🙂

    Baca juga tulisan terbaru zenteguh berjudul Art Lover

  5. karena komposisi jumlah penduduk lebih banyak perempuan daripada laki-laki memang seharusnya dan wajar kalo lebih banyak sastrawan perempuan 🙂

    Baca juga tulisan terbaru masjaliteng berjudul Guruku panduanku

    • @masjaliteng,
      wah, bisa jadi bener juga nih, mas jalitng. faktor jumlah agaknya juga bisa memengaruhi kenapa kaum perempuan kini banyak yang sukses di berbagai ranah kehidupan.

  6. Salam
    Hmm kalo soal kreatifitas “nyastra” mungkin tak terlalu berhubungan dengan soal patriarki Pak De, hey saya malah curiga justru fenomena ini adalah gambaran perempuan-perempuan yang melihat begitu banyak pertanyaan dan masalah keperempuanana dalam hidup sekarang ini yang kemudian serasa suaranya terwakili ketika dituangkan dalam bentuk karya sastra itu mungkin sisi minusnya ya positifnya, coz perempuan lebih sensitif secara emosional mempunyai daya imajinasi dan kreatifitas tinggi dibanding pria dalam soal beginian *halah Pak de ini mah sotoy aja he..he..

    Baca juga tulisan terbaru nenyok berjudul Black Swan|Karena Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga

    • @nenyok,
      wah, mbak ney pasti masuk golongan perempuan yang sensitif secara emosional itu, kan? makanya, bikinkan dong aku puisi, wakakaka ….

  7. mungkin karya pemenang bisa ditampilkan di posting mas sawali selanjutnya
    sehingga para pembaca bisa melihat kualitas sastra yang dihasilkan oleh generasi penerus bangsa ini
    terima kasih..

  8. @pak sawali: makasih dah mampir pak guru…menabung lebih ditujukan untuk kepentingan rutin atau biaya darurat, jangan terlalu mengharapkan aset kita tumbuh dengan menabung, selain ada biaya administrasi bulanan, musuh terbesar menabung adalah inflasi dan kenaikan harga kebutuhan. memilih instrumen investasi pun harus dipertimbangkan return nya. jangan sampai tergerus inflasi lagi. contoh: orang lebih cenderung memilih deposito sebagai instrumen investasi. asumsi return 6-7 % per tahun (belum dipotong pajak 20%, total return antara 4-5% p.a.), sementara inflasi rata-rata tahunan di negeri ini antara 7-12%, otomatis simpanan di deposito kita pun tergerus minus 3-7%, maka deposito meski dianggap instrumen investasi, bagi saya masih diasumsikan sbagai tabungan. mudah2an bisa membantuvisit

  9. wah…selamat selamat…perempuan jaman sekarang memang jauh lebih maju. ayo semangat adek2 semua!!!

    Baca juga tulisan terbaru casual cutie berjudul Theory Fashion

  10. Udah mulai rame koq pak penulis dan sastrawan wanita di Indonesia. Salut buat mereka. Acara ini merupakan salah satu langkah awal yang baik untukk mendorong dan melibatkan kaum hawa demi kemajuan kesusasteraan nusantara. Dengan begini, bisa jadi kapasitas perempuan di kursi DPR dinaikkan lebih dari 30%.

  11. Ketika kesadaran “Kesamaan Gender” mencuat dan menyubur di seluruh tlatah.., maka bersemi pula segala “hibernasi” potensi kaum yang selama ini (katanya) tertindas.. Jah.. mereka atau siapapun memenag berhak untuk muncul..menyumbangkan andil untuk kesempurnaan hidup manusia. Apakah potensi kaum pasangannya lantas gantian idle? Saya berfikir hal itu tidak akan terjadi… yang ada adalah sering sejalan mengisi perannya masing…

    Good Job pak Wali… wah tambah sibuk kemana-mana nih..hehehe Selamat nggih pak..

    Baca juga tulisan terbaru xitalho berjudul Belajarlah Seadanya…

    • @xitalho,
      wah, makasih banget tambahan infonya, mas xit. terlepas dari persoalan gender, sesungguhnya lelaki dan perempuan kan memang diciptakan utk melakukan sinergi dalam mewujudkan harmino kehidupan. *duh kok jadi sok tahu saya, haks*

  12. ya, semoga sastra Indonesia terus maju, kuantitas dan terlebih lagi kualitasnya, ptia ato wanita is no problem pak…

    Baca juga tulisan terbaru grubik berjudul proporsionaL

  13. Satra wangi untuk kaum perempuan, untuk kaum laki2nya sastra apa ❓
    Semakin sering kegiatan seperti ini di lakukan semakin besar pula peluang anak murid bermain dalam sastra. SALUTE!

    Baca juga tulisan terbaru pakde berjudul Iseng

  14. DV

    Wah acaranya menarik, Pak Sawali.
    Anda jadi juri? Wow, pengakuan yang semakin kentara di ranah sastra Pak!

    Maju terus!

    Baca juga tulisan terbaru DV berjudul Make Love, no Goodbye

  15. Semoga saja acaranya berkelanjutan ditahun – tahun berikutnya, supaya memajukan sastrawati & sastrawan Indonesia 😆

  16. lha cowoknya lagi pada cangkruk’an di warung kopi 😀
    maju terus pantang mundur………

    Baca juga tulisan terbaru wahyoe berjudul Award Pertama

    • hehehe … ndak tahu juga sih, mbak. tapi konon, menurut pejuang gerakan perempuan, sesungguhnya lelaki dan perempuan punya emosi yang sama. yang membedakan hanya soal seksisnya. tapi ketika dihadapkan pada fakta seperti itu, saya makin ndak ngerti juga nih!

  17. lha yang meang dari mana \kang\? syukurlah masih banyak yang mau menulis walau terlihat wangi semua. hehe anak kita gimana \kang\?

  18. menurut analisa sederhana saya, bisa jadi karena perempuan cenderung menggunakan otak kanan dengan lebih aktif, mereka dimungkinkan untuk lebih imajinatif. lelaki cenderung lebih menyukai diagram ketimbang narasi. dan dengan dukungan perkembangan zaman yang lebih apresiatif terhadap kiprah perempuan, kaum ini pun jadi lebih terakomodasi untuk mengasah kemampuan tersebut.

    hehe… nggak mudeng juga. tapi saya turut bangga dengan kebangkitan kaum perempuan saat ini.

    • bisa jadi benar, mbak, bahwa kaum perempuan lebih mampu mengoptimalkan fungsi otak kanannya. tapi, kata sebagian besar pengamat gender, sejatinya perempuan dan lelaki itu punya daya kemampuan yang sama, yang membedakan konon hanya dari unsur seksisnya. tapi ndak tahu juga, yah, kenapa yang masuk final lomba menulis sebagian besar kaum perempuan? hehe ….

  19. Ria

    Apakah saya nanti bisa jadi penulis? :mrgreen: *gak berani mimpi pak*

    ohya…mengenai kenapa perempuan? mungkin karena mereka kebanyakan menulis dengan hati sehingga apa yang tertuang dalam tulisannya menjadi buah karya yang hidup…walaupun tidak sedikit juga laki-laki yang jadi pengarang hebat.

    Baca juga tulisan terbaru Ria berjudul Jadi IT Project Manager Gadungan

  20. didit yudistira

    mdh2n sy bs sperti kalian

  21. Great post! I am just starting out in community management/marketing media and trying to discover how to do it nicely – resources like this article are incredibly useful. As our organization is based in the US, it?s all a bit new to us. The example above is something that I be concerned about as nicely, how to show your own genuine enthusiasm and share the truth that your item is helpful in that situation.

  22. Habis gelap terbitlah terang. Semoga terangnya seterang lampu philips, Mas. He..he.. Salam hangat dari Bali!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *