Selain itu, paragraf pembuka ini sepenuhnya dibangun dengan imaji visual. Membaca paragraf pembuka ini kita seakan benar-benar melihat Hutan belantara rimba raya yang terlanjur hangus bertunggul-tunggul dan sudah sangat gundul akibat dari penebangan dan pembakaran hutan yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, pembaca juga seakan melihat bahwa hutan belantara rimba raya yang sudah gundul itu tiba-tiba terbayang hutan belantara rimba raya yang kaya dengan keanekaragaman flora dan fauna, daya pesona alam di samping berpuluh pesona alam lainnya. Kondisi itu tentu harus tetap menjadi yang terbaik. Ternyata itu hanyalah harapan yang sampai keriput tak pernah dihiraukan sampai tuntas. Terbukti dengan usaha penghijauan kembali yang tak seimbang dengan dampak kerusakan hutan akibat penebangan dan pembakaran hutan besar-besaran tsb.
Di sini juga ada imaji auditif kita seakan mendengar janji-janji yang tak pernah ada bukti. Hal ini ditandai dengan ungkapan Memangsesekali datang juga berkunjung tetapi hanya cuci muka agar tetap terlihatbersih putih santun dan memesona, dari ungkapan ini kita seakan benar-benarmendengar janji-janji dari pengusaha asing dan pengusaha domestic yang ikutmerusak hutan hanya sekedar basa-basi yang tak pernah ada bukti. Demikian puladengan para pejabat terkait yang hanya ikut mengambil keuntungan tanpa mengusuttuntas para pelaku perusakan tsb. selalusaja menggantung di cabang-cabang di ranting-ranting yang maksudnya hanyasebatas wacana yang tak pernah ada realisasi.
Dari paragraf pembuka ini diperoleh bahwa penebangan hutan secara besar-besaran menyebabkan terjadinya kekeringan.Fungsi hutan yang biasanya sebagai penahan resapan air menjadi kurang berfungsi atau bahan tidak berfungsi lagi, dan berakibat terjadi kekeringan. Air hujan akan langsung mengalir ke laut dan cadangan air tanah menjadi tidak ada. Lalu terjadilah banjir. Dan kebakaran hutan yang parah dan diiringi hujan yang lebat akan mengakibatkan erosi, menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas. Kondisi tanah yang seperti ini akan menyebabkan menurunnya kemampuan lahan. Sedangkan kebakaran hutan dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti dengan hujan lebat. Erosi ini sangat berpengaruh pada kesuburan fisik tanah, maka terjadilah penghanyutan partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, serta perubahan profil tanah. Akibat-akibat lain dari penebangan hutan ini adalah hutan menjadi gundul, terjadinya longsor, kebakaran, dan lain sebagainya. Di samping itu penebangan dan pembakaran hutan besar-besaran mengundang sentimen dunia internasional yang menyatakan bahwa hutan tropis adalah paru-paru dunia. Jika terjadi kerusakan dan pembakaran hutan, itu akan berdampak terjadinya pemananasan global yang berakibat pada perusakan lapisan ozon.
Sebelum kita melangkah lebih jauh adabaiknya kita mengambil cuplikan yang dapat kita gunakan sebagai dasar pemahaman dari Bungkam Mata Gergaji ini. Untukitu marilah kita cermati kutipan berikut di bawah ini.
“Tetapi, seluruh mata gergaji tetaplah melukai,” bungkam mata gergaji telah melibas setiap bayang-bayang dari berjuta harapan, harapan yang dihamparkan oleh banyak telapak tangan terbuka dan sangat terbuka, tetapi bungkam mata gergaji adalah rahasia dari kekuasaan genggam di kepal-kepal tangan bergetar, urat syaraf pun terhentak tiba-tiba, genggam yang sejalan dengan kebiri di lingkup nafsi-nafsi. Mata gergaji bergerak di antara kerumunan orang-orang jalanan di antara runtuhnya gubuk-gubuk. ”Ayo, kita harus berkorban untuk kedamaian bangsa ini dan kita menjadi bagian dari keindahan yang memang sepantasnya dilaksanakan. Ayo, menyingkirlah kalian sebelum kami singkirkan,” mata gergaji bergerak dengan kaki-kaki, mata gergaji bergerak dengan tulang-tulang, mata gergaji bergerak dengan mata terpejam, mata gergaji terus melibas mata pencaharian. Bahkan tak akan dibiarkan bertumbuhan tunas-tunas bermekaran. (Gumam Asa 3 Bungkam Mata Gergaji, hal. 17)
Kutipan di atas di awali dengan kalimat dalam tanda petik “Tetapi, seluruh mata gergaji tetaplah melukai”. Kalimat ini mengingatkan kita pada mata gergaji. Secara denotatif frasa mata gergaji ini adalah memang benar-benar mata gergaji yang digunakan untuk memotong dan membelah kayu menjadi dua bagian. Tetapi dalam konteks Gumam Asa ini secara konotatif gergaji maknanya adalah suatu sistem untuk mematahkan menjadi dua kelompok yang berseberangan, saling tuding-menuding, saling tercerai berai. Dengan kata lain adalah sistem atau cara untuk menang dengan menggunakan segala cara termasuk cara-cara licik dan busuk. Dan pemenangan itu dilakukan secara bersama dalam sebuah konspirasi besar, layaknya barisan mata gergaji yang memotong dan memporak-porandakan sesuatu yang harus dilumpuhkan. Hal ini ditandai dengan ungkapan bungkam mata gergaji telah melibas setiap bayang-bayang dari berjutaharapan, harapan yang dihamparkan oleh banyak telapak tangan terbuka dan sangat terbuka, tetapi bungkam mata gergaji adalah rahasia dari kekuasaan genggam di kepal-kepal tangan bergetar, urat syaraf pun terhentak tiba-tiba, genggam yang sejalan dengan kebiri di lingkup nafsi-nafsi. Mata gergaji bergerak di antara kerumunan orang-orang jalanan di antara runtuhnya gubuk-gubuk.
Oh, maaf paparan ini bukan saya yang menuliskannya, tetapi Yang terhormat Bapak Hamberan Syahbana
Mohon dikoreksi seperlunya, ya Bapak Sawali, saya tidak memberitahukan sebelumnya
wis keren deh , hebat buat pak ali
nice post gans ,, sukses selalu yah
sangat sempurna sekali karyanya semoga bisa bermanfaat
Assalaamu’alaikum wr.wb, Pak Sawali yang dihormati…
Alhamdulillah, senang dapat menyambung silaturahmi kembali ke blog yang diisi dengan sastera hebat negara Indonesia. Buku Gumam ASA yang sangat menarik dari segi bahasa dan susun kata yang indah walau hanya difahami mereka yang mengerti kata siratan yang berdampak besar jika diteliti dengan baik.
Salam hormat takzim dari Sarikei, Sarawak. 😀