Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kegiatan MOS

Setiap awal tahun pelajaran baru, secara rutin sekolah dalam berbagai jenjang menggelar Masa Oritentasi Sekolah (MOS). Tujuannya antara lain untuk: (1) memperkenalkan siswa pada lingkungan fisik sekolah yang baru mereka masuki; (2) memperkenalkan siswa pada seluruh komponen sekolah beserta aturan, norma, budaya, dan tata tertib yang berlaku di dalamnya; (3) memperkenalkan siswa pada keorganisasian; (4) memperkenalkan siswa untuk dapat menyanyikan lagu hymne dan mars sekolah; (5) memperkenalkan siswa pada seluruh kegiatan yang ada di sekolah; (6) mengarahkan siswa dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan bakat mereka; (7) menanamkan sikap mental, spiritual, budi pekerti yang baik, tanggung jawab, toleransi, dan berbagai nilai positif lain pada diri siswa sebagai implementasi penanaman konsep iman, ilmu, dan amal; dan (8) menanamkan berbagai wawasan dasar pada siswa sebelum memasuki kegiatan pembelajaran secara formal di kelas.

Namun, harus diakui, pelaksanaan MOS selama ini tak jarang terjebak pada pola indoktrinasi yang mewujud dalam bentuk perpeloncoan dengan memasukkan unsur-unsur kekerasan dan pemaksaan kehendak. Para siswa baru dipaksa menjadi pribadi-pribadi penurut seperti robot yang hanya taat pada komando. Hilanglah sikap kritis, kreatif, dan kemerdekaan berpikir anak-anak bangsa yang hendak menimba ilmu di bangku sekolah itu. Dengan dalih untuk menjadikan siswa baru sebagai sosok yang patuh, taat, dan disiplin, mereka yang terlibat dalam kegiatan MOS tega menanggalkan nilai-nilai kemanusiaan demi memenuhi hasrat purbanya. Padahal, apa pun dalih dan motifnya, cara-cara kekerasan ala masyarakat purba untuk menggembleng para siswa baru agar kelak menjadi pribadi yang tangguh dan berkarakter jelas amat bertentangan secara diametral terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang dianut oleh masyarakat beradab. Kalau praktik semacam itu terjadi dalam dunia pendidikan kita, jelas kelak mereka akan menjadi generasi pendendam yang akan terus mewariskan cara-cara tidak manusiawi itu pada setiap pelaksanaan MOS. Upaya dunia pendidikan untuk melahirkan generasi yang cerdas dan berkarakter pun akan mengapung-apung dalam bentangan slogan dan retorika belaka.

MOSDalam konteks demikian, kita sangat mengapresiasi upaya Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang melarang adanya praktek kekerasan dalam kegiatan MOS dan Ospek (Orientasi Pengenalan Akademik). Sekjen Kemendiknas, Dodi Nandika, sebagaimana dilansir berbagai media beberapa waktu yang lalu, mengatakan bahwa MOS dan Ospek selama ini sudah lazim diidentikkan dengan kegiatan perploncoan. Di dalamnya, siswa baru menjadi bulan-bulanan kakak angkatan mereka. “Pada intinya, dalam MOS atau Ospek, mohon dilakukan dengan tatacara yang tidak menimbulkan kekerasan,” tegas Dodi Nandika.

Berkaitan dengan adanya upaya serius untuk membebaskan MOS dari berbagai unsur kekerasan dan perploncoan, sekolah juga perlu merancang agenda yang cerdas dan mencerahkan melalui berbagai bentuk kegiatan yang menarik dan menyenangkan. Materi MOS tidak lagi bercorak teoretis dan kognitif semata, tetapi juga mesti didesain secara implementatif dan praktis. Sudah bukan saatnya lagi para siswa baru “dikarantina” dan disekap dalam ruang yang pengap dan menegangkan sehingga bisa mematikan kreativitas dan hasrat untuk berpikir secara kritis. Bahkan, jika memungkinkan para siswa baru diajak untuk memperbanyak melakukan kegiatan simulasi dan praktik nyata.

MOS juga bisa menjadi media yang strategis untuk mengimpelementasikan pendidikan karakter yang dalam beberapa tahun terakhir ini sempat “menggelisahkan” banyak kalangan akibat meruyaknya atmosfer kehidupan berbangsa yang tidak lagi berpihak pada nilai-nilai kesantunan dan keluhuran budi. Lihat saja panggung kehidupan sosial kita yang belakangan ini belepotan dengan berbagai praktik kekerasan, korupsi, manipulasi, dan kebohongan-kebohongan. Jika sejak dini tidak ada upaya serius untuk menghapus bayangan sikap anomali semacam itu dari memori anak-anak bangsa, bisa jadi kelak mereka akan mengekor dan mempraktikkan apa yang mereka saksikan secara telanjang itu dalam kehidupan sehari-hari. Jika hal itu benar-benar terjadi, jelas akan menjadi petaka besar buat bangsa kita yang sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang santun, ramah, bermartabat, beradab, dan berbudaya tinggi.

Menjelang tahun pelajaran baru, perubahan mindset para pemangku kepentingan pendidikan perlu menjadi sebuah keniscayaan. Kalau institusi pendidikan masih diyakini sebagai “kawah candradimuka” peradaban, maka dunia persekolahan kita harus steril dari berbagai unsur dan praktik kekerasan. Sebaliknya, upaya dialog, diskusi, dan curah pikir dalam suasana interaktif yang krab dan menyenangkan harus menyertai keseharian siswa di sekolah. Karakter bukan untuk diajarkan, melainkan dibangun atau dibentuk dari diri sendiri dengan menginternalisasi nilai-nilai yang bersumber dari agama, filosofi, atau budaya yang menjadikan diri sendiri sebagai pengawas. Dalam konteks demikian, pola keteladanan, persuasi, dan dialog bisa menjadi pilihan yang jauh lebih baik ketimbang pola-pola berkhobah dan indoktrinasi yang cenderung kaku dan membosankan. ***

No Comments

  1. Sangat setuju Pak dengan dijakannya MOS sebagai sarana pembentukan karakter kepribadiaan siswa. Bukan dijadikan ajang balas dendam .

    Sukses selalu.
    Salam
    Ejawantah’s Blog

  2. saya sangat setuju pak…. MOS itu harus nya di gunakan sebagai sarana membangun budi pekerti siswa. bukan nya malah jadi saranan untuk mengerjai siswa baru… hehehe 🙂

  3. semoga menjadi lebih baik dari sebelumnya>>>
    kalau inget-inget MOS dulu, suruh bawa ini itu,,
    banyak lah>>>
    sampai tidur tidak tenang<<<<
    hehehee..

  4. MOS kebanyakan disalah artikan, hingga orangtua pun berakhir ikut campur dalam hal urusan sekolah. Yang sebenarnya penting diketahui pendidikan dasar MOS, jadi panitia MOS yang mayoritas kakak kelas lebih memahami tujuan orientasi sebenarnya.

  5. MOS hanya sekedar nama, kalau dilarang bakal muncul nama lain sbg gantinya. Yang penting, bagaimana caranya agar MOS benar-benar sesuai dengan fungsi dan tujuannya.

  6. ane sutuju banget sama Post nte MOS bukan lah ajang bales dendam…tpi pembentukan karakter siswa….
    Ada cerita dikit nih 🙂
    waktu itu saya pas jaman nya masuk Sekolah SMA parah bgt…makan permen dari mulut ke mulut org lain dah gitu makan cabai…dan nama nya empeng bayi itu di ndot di depan kepala sekolah duh gak bisa ngebayangin kalu itu terjadi lagi sangt melucukan……..
    huf tuh y….

  7. Setuju Pak…
    MOS harus bebas dari unsur kekerasan dan perploncoan. walaupun sulit tentunya, karena harus ada putus 1 generasi biar warisan dendam untuk mlonco adik kelas hilang.
    Untuk sosialisasi yang berkesan kan tidak harus dengan per ploncoan.. PR buat para Guru.

  8. Setuju Pak…
    MOS harus bebas dari unsur kekerasan dan perploncoan. walaupun sulit tentunya, karena harus ada putus 1 generasi biar warisan dendam untuk mlonco adik kelas hilang.
    Untuk sosialisasi yang berkesan kan tidak harus dengan per ploncoan.. PR buat para Guru, karena Guru lah yang di gugu oleh para Murid pelaku MOS

  9. besok MOS, ngesali beneh, q b….h jua smpai ada yg ngerjai aq, q urgx keras jadi hati2 aja lah loe ya kk klz, aq nie dah bnyk ngerjai org, smpai sakittt!!

  10. Semoga kesadaran akan dampak buruk dari perploncoan yang identik dengan kegiatan MOS dan Ospek semakin tinggi sehingga terjadi perubahan ke arah yang lebih baik dan benar-benar tepat guna ya pak.
    Selamat datang adik-adik di sekolah yang baru dan mari kita mengenal lebih dekat sekolah baru kita 🙂

  11. Lebih menarik lagi ketika MOS diisi dengan game-game sejenis outbond yang dapat merangsang rasa persatuan, kerjasama, dan yang lain, yang merupakan bagian dari pendidikan karakter lewat permainan.

  12. MOS, lebih baik mengajarkan strategi dan kehidupan supaya bisa menjadi siswa yang lebih baik dan dewasa tentunya,

    yang saya takutkan dari MOS adalah bagaimana menghilangkan MOS bukanlah ajang balas dendam.. 😀

  13. MOS sangat diperlukan untuk pengenalan lingkungan sekolah baru mereka tetapi harus dipikirkan sebuah konsep yang matang…. tidak harus dengan kekerasan untuk mengenal sekolah

  14. Setuju sekali, Pak, bahwa perlu penanaman karakter melalui MOS, sekalipun waktunya amat singkat. Sesingkat apa pun jika kemasan penanaman karakter, yang akhir-akhir ini sungguh digembar-gemborkan banyak pihak, lebih praktis dan menyentuh, maka bukan mustahil “gerakan” penanaman karakter dalam MOS itu bermakna. Selamat memperjuangkan karakter yang selama ini menghilang entah ke mana!
    Salam kekerabatan.

  15. Jadi ingat masa sekolah dulu pak, sekarang MOS secara perlahan sudah mulai ke arah yang lebih baik, tetap butuh waktu dan proses yang lama untuk menyeterilkan MOS dari tindakan anarkis senior.

  16. “Sudah bukan saatnya lagi para siswa baru “dikarantina” dan disekap dalam ruang yang pengap dan menegangkan sehingga bisa mematikan kreativitas dan hasrat untuk berpikir secara kritis” setuju pak..kkrasan prpeloncoan apapun namanya hanya melahirkan penantian untuk melakukan balas dendam yang salah alamat.yang memelonco kaka kelasnya, balas dendamg ke adik2 kelasnya nanti..

  17. saya stuju banget sama Posting nte…
    semoga Pendidikan di Indonesia nih semakin bagus dan berkembang…
    inget para2 senior MOS ini kegiatan MOS bukan lah ajang bales demdam ,
    kita harus Bisa menumbuhkan kreativitas adik2 kelas kita…bukan menyikasa…

  18. Pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi keharusan karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas. Pendidikan juga untuk membangun budi pekerti dan sopan santun dalam kehidupan,

  19. Ada yang mengatakan bahwa percuma menerapkan pendidikan karakter karena negara kita banyak korupsinya. Ini saya anggap pemikiran yang terlalu pesimis. Masih banyak generasi muda kita yang duduk di bangku sekolah dan butuh pendidikan karakter agar di masa depannya dia menjadi orang yang tidak hanya cerdas secara intelek tapi juga berkarakter. Dunia pendidikan diharapkan menjadi motor penggerak untuk mengedukasi bangsa kita sehingga manusia Indonesia lebih berkarakter dan bermartabat serta mulia.

  20. lama tidak kemari, saya rasa mos tidak perlu terlalu keras dan memaksa. mos kan untuk mengenalkan anak baru lingkungan baru, anggap saja mereka turis. 😀

    sekarang banyk praktek MOS yang lewat batas mas, saya prihatin.

  21. Saya dari dulu benci dengan segala macam jenis penggojlokan, Pak.
    Waktu kuliah saya dikeluarkan dari acara mospek karena saya nggak pernah mau nurut apa yang dianjurkan kakak angkatan, malah saya pernah meludahi satu kakak angkatan yang memaksa saya untuk jalan seperti anjing.

    Saya punya martabat dan pantang untuk tunduk pada orang hanya karena ia lebih tua tanpa sebab-sebab kesalahan yang jelas 🙂

    Semoga apa yang dianjurkan pemerintah untuk menghilangkan sisi kekerasan dalam apapun itu nama kegiatan yang ber relasi ke mospek, semoga bisa diimplementasikan 🙂

  22. “MOS juga bisa menjadi media yang strategis untuk mengimpelementasikan pendidikan karakter”

    setuju dengan statement ini pak, karena kebanyakan MOS pada saat ini tidak lebih hanya sebagai bahan perpeloncoan seperti mengerjai siswa baru.. tentunya kontrol cerdas dari pihak sekolah juga sangat diperlukan agar kegiatan MOS selalu on the track

  23. ini hari terakhir mos di sekolah,,, pagi-pagi sudah ada siswa-siswi yang sudah mempersiapkan dirinya baik itu dari ujung kaki sampai ujung rambut,,,
    Luar biasa ini semangat, dan akhirnya komentar ini saya sudahi terlebih dahulu<<<<

  24. Sebaiknya MOS dipanitiai oleh guru saja dan tidak perlu ada kegiatan lain yang dipanitiai kakak kelas. Kegiatan yang dipanitiai kakak kelas itu yang biasanya menjurus pada perploncoan.

  25. haduh jadi inget waktu MOS di SMKN2Tsm
    dimana waktu dulu jam 4 pagi kita harus sudah di sekolah
    dan yang namanya kaka kls tuh galak namget…
    tapi daya ucakan terimaksih atas semuanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *