(Analisis dan Refleksi Pasca-UN 2011-Bagian I)
Sungguh, hasil Ujian Nasional (UN) SMP tahun ini membuat kening saya berkerut. Tak hanya bejibunnya jumlah siswa SMP di Provinsi Jawa Tengah yang tidak lulus, tetapi juga “hancur”-nya nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia yang telah diperkenalkan dan dipelajari sejak SD, bahkan TK itu. Secara nasional, rata-rata nilai Bahasa Indonesia justru berada di bawah mata pelajaran Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA.
Sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas, Mansyur Ramly, mata pelajaran bahasa Indonesia masih menjadi momok. Hal itu bisa dilihat dari hasil UN murni. Menurut catatan panitia pusat, rata-rata nilai bahasa Indonesia dalam UN tingkat SMP dan sederajat sebesar 7,12 dengan nilai terendah 0,40 atau hanya benar dua butir soal dan nilai tertinggi 10,00. Sedangkan, rata-rata bahasa Inggris sebesar 7,52, Matematika sebesar 7,30, dan IPA sebesar 7,41. Menurut Mansyur Ramly, pemicu rendahnya nilai rata-rata bahasa Indonesia karena siswa belum terbiasa membaca. Dia menjelaskan, hampir seluruh soal bahasa Indonesia diawali dengan bahan bacaan. Kelemahan kemampuan membaca itu, tegasnya, berpotensi siswa terkecoh ketika menentukan pilihan jawaban.
Warisan Budaya
Pernyataan Mansyur Ramly memang ada benarnya. Kalau mau jujur, bangsa kita memang sudah lama mendapat warisan budaya literasi yang amat rendah. Alih-alih memburu informasi dan dunia keilmuan dengan membeli buku-buku bermutu, tumpukan buku di rak perpustakaan saja dibiarkan berdebu dan (nyaris) tak tersentuh. Warisan ini agaknya terus menurun ke anak-cucu dari generasi ke generasi, sehingga budaya literasi bangsa kita tak pernah menggeliat dan beranjak naik.
Para pelajar yang seharusnya akrab dengan buku pun menghadapi persoalan yang sama. Miskinnya keteladanan orang-orang terdekat yang seharusnya menjadi patron dan anutan sosial dalam ranah “gemar membaca”, membuat kaum remaja-pelajar kita makin jauh dari budaya membaca. Hal itu diperparah dengan kondisi perpustakaan sekolah yang rata-rata masih jauh dari layak sebagai ruang baca dan gudang ilmu. Tak hanya berada di sudut sekolah yang sempit, koleksi bukunya pun rerata sudah “basi”. Kondisi seperti ini setidaknya memberikan imbas ikutan terhadap rendahnya minat kaum remaja-pelajar kita untuk gemar membaca.
Rendahnya minat baca jelas akan berdampak pada kemampuan seseorang untuk menganalisis wacana (teks) yang dibaca. Bukan semata-mata lantaran tingkat keterbacaan teks yang rumit, melainkan juga lantaran budaya literasi yang “amburadul” sehingga tampak payah dan belepotan ketika harus memahami isi teks. Agaknya, rendahnya budaya literasi di kalangan pelajar SMP terbukti ketika mereka harus mengerjakan soal-soal UN Bahasa Indonesia.
Otoritas Pembuat Soal
Meski demikian, rendahnya budaya literasi di kalangan pelajar bukanlah satu-satunya penyebab hancurnya nilai UN Bahasa Indonesia. Dalam amatan awam saya, rendahnya nilai UN Bahasa Indonesia SMP Tahun 2011, setidaknya disebabkan oleh tiga faktor yang amat mendasar, yaitu kualitas soal, kompetensi siswa, dan suasana psikologis yang tengah berlangsung.
Dari sisi kualitas soal, tingkat kesahihan (validitas) soal bisa dijadikan sebagai kriteria utama. Soal dikatakan sahih jika mampu membedakan kompetensi siswa yang berada di grade tinggi, sedang, dan rendah. Secara nasional, saya memang belum melihat hasil perolehan nilai Bahasa Indonesia siswa SMP secara lengkap. Namun, secara kualitatif kita bisa menganalisis kesahihan soal Bahasa Indonesia berdasarkan aspek-aspek berikut ini.
No. | Aspek | |
A.
1 |
Materi
Soal sesuai dengan indikator (menuntut tes tertulis untuk bentuk pilihan ganda) |
|
2. | Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi (urgensi, relevasi, kontinyuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi) | |
3. | Pilihan jawaban homogen dan logis | |
4. | Hanya ada satu kunci jawaban | |
B. 5. |
Konstruksi Pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas |
|
6. | Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban merupakan pernyataan yang diperlukan saja | |
7. | Pokok soal tidak memberi petunjuk kunci jawaban | |
8 | Pokok soal bebas dan pernyataan yang bersifat negatif ganda | |
9. | Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjau dari segi materi | |
10. | Gambar, grafik, tabel, diagram, atau sejenisnya jelas dan berfungsi | |
11. | Panjang pilihan jawaban relatif sama | |
12. | Pilihan jawaban tidak menggunakan pernyataan “semua jawaban di atas salah/benar” dan sejenisnya | |
13. | Pilihan jawaban yang berbentuk angka/waktu disusun berdasarkan urutan besar kecilnya angka atau kronologisnya | |
14. | Butir soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya | |
C. 15. |
Bahasa/Budaya Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia |
|
16. | Menggunakan bahasa yang komunikatif | |
17. | Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu | |
18. | Pilihan jawaban tidak mengulang kata/kelompok kata yang sama, kecuali merupakan satu kesatuan pengertian |
Dari 18 aspek yang ada, yang sering dipersoalkan adalah aspek materi, terutama pada butir (3) pilihan jawaban homogen dan logis dan (4) hanya ada satu kunci jawaban. Coba kita perhatikan contoh soal nomor 22 dan 23 pada paket 25 berikut ini!
Bacalah kutipan tajuk berikut dengan saksama kemudian kerjakan soal nomor 22 dan 23!
Pundi-pundi kas negara kini mencapai 156 trilliun per 7 Mi 2010. Surplus APBN merupakan gabungan antara pendapatan dari sektor perpajakan ditambah dengan penarikan pinjaman kemudian dikurangi dengan belanja. Meski demikian, surplus ini bukanlah hal yang membanggakan, sebab rendahnya penyerapan belanja yang menyebabkan fungsi anggaran sebagai pendorong perekonomian menjadi kurang efektif.
Guna mendorong kualitas penyerapan anggaran, Kementerian Keuangan akan menerapkan mekanisme reward and punishment. Artinya, bagi lembaga yang tidak bisa menyerap anggaran dengan baik pada 2010, maka pagu anggaran untuk 2011 akan dipotong. Lambatnya penyerapan anggaran selama ini menunjukkan belum seriusnya pemerintah dalam mencari solusi. Untuk membantu kelancaran penyerapan anggaran ini, proses administrasi yang terlalu berbelit-belit harus disederhanakan.
22. Gagasan utama tajuk tersebut adalah …
A. Pundi-pundi kas negara kini sedang mengalami kenaikan puncak pada tanggal 7 Mei 2010.
B. Surplus APBN didapat dari sektor perpajakan ditambah dengan penarikan pinjaman.
C. Pemerintah memberlakukan mekanisme reward and punishment pada tahun anggaran 2011.
D. Upaya penyederhanaan proses administrasi perlu dilaksanakan demi cepatnya penyerapan anggaran.
23. Kalimat yang menyatakan fakta pada tajuk tersebut terdapat pada ….
A. kalimat pertama paragraf pertamaB. kalimat ketiga paragraf pertama
C. kalimat kedua paragraf kedua
D. kalimat ketiga paragraf kedua
Untuk soal nomor 23, pilihan jawaban yang benar agaknya cukup jelas. Namun, bagaimana halnya dengan soal nomor 22? Ada kerumitan ganda yang dialami siswa ketika dihadapkan pada soal semacam ini. Selain harus menganalisis wacana, siswa harus menentukan satu-satunya pilihan jawaban yang benar berdasarkan versi pembuat soal. Jika dicermati lebih lanjut, bisa saja pilihan jawaban yang benar lebih dari satu. Sayangnya, dalam soal pilihan ganda, kreativitas dan sikap kritis siswa dalam berargumen ”ditabukan”. Siswa mesti tunduk pada otoritas sang pembuat soal yang telah memvonis ”hanya ada satu jawaban yang benar”.
Kerumitan semacam inilah yang selama ini selalu menjadi kontroversi. Soal yang seharusnya bisa membuat anak-anak masa depan negeri ini berpikir multidimensi, justru tereduksi oleh soal pilihan ganda yang linear dan monotafsir. Repotnya, tafsir tunggal sang pembuat soal yang sekaligus membuat kunci jawaban seringkali tak bisa diganggu gugat. Dengan kata lain, otoritas pembuat soal telah menjadi ”racun” mematikan dan membunuh daya nalar dan sikap kritis siswa. Dalam konteks demikian, saya tidak hendak mengatakan bahwa soal pilihan ganda sama sekali tidak sahih untuk menilai kompetensi siswa yang sesungguhnya. Sepanjang soal pilihan ganda yang ada benar-benar dijaga kualitasnya dan mengacu pada kriteria yang telah ditentukan, saya pikir masih layak dipertahankan.
Soal Apresiasi Sastra
Lantas, bagaimana halnya dengan soal-soal yang berkaitan dengan apresiasi sastra? Masih layakkah soal pilihan ganda digunakan untuk menilai kompetensi siswa secara nasional? Untuk menjawab pertanyaan semacam ini, coba kita simak contoh soal nomor 32 paket 25 berikut ini!
32. Bacalah ilustrasi berikut dengan saksama!
Seorang bernama Amar merasa segala doanya kepada Tuhan tak pernah dikabulkan. Ia menduga dosa yang banyak menjadi penyebabnya. Dosa akibat salah menjalankan perintah Tuhan.
Puisi yang sesuai dengan ilustrasi tersebut adalah ….
A. Marahkah Kau padaku
Hasratku Kau abaikan
Salahkah aku
Doaku mengalun ke arsy-Mu
Kurangkah sujudkuB. Kuterima nasibku
Jika Kau abaikan diriku
Kau memang berkuasa
Atas diriku yang hina
Segala doa sudah kulantunkanC. Segala kupinta tiada kauberi
Segala kutanya tiada kausahuti
Besar benar salah arahku
Hampir tertahan tumpah berkah
Hampir tertutup pintu restuD. Nanar mata ini menatap
Bayang-bayang dosa
Tak terhapuskanlah dosa ini
Dengan segala doa
Sengajakah kau lakukan ini
Soal ini berkaitan dengan kemampuan berekspresi. Repotnya, sang pembuat soal telah mendikte kemampuan anak dalam berekspresi melalui pilihan-pilihan jawaban yang belum tentu relevan dengan dunia imajiner dan intuisi siswa. Yang lebih repot lagi, hanya ada satu jawaban yang benar.
Meski demikian, saya juga tidak bisa menjadikan sang pembuat soal sebagai satu-satunya pihak yang paling bertanggung jawab terhadap munculnya soal apresiasi sastra semacam itu. Berdasarkan pengalaman saya selama ini, sang pembuat soal mengacu pada kisi-kisi yang sudah ditentukan berdasarkan lampiran Permendiknas tentang UN. Para pembuat soal tak bisa berbuat lain, kecuali berusaha semaksimal mungkin untuk menjabarkan kisi-kisi tersebut ke dalam soal yang ”nyaris” mendekati ”kemauan” pemerintah. Dalam konteks demikian, sang pembuat kisi-kisi soal perlu memahami benar persoalan-persoalan detil yang terkait dengan kemampuan berapresiasi dan berekspresi siswa SMP. Jangan sampai terjadi, dunia imajiner dan intuisi anak-anak makin tumpul akibat terbiasa mengerjakan soal-soal uji kompetensi bermutu rendah dan mereduksi kreativitas.
Persoalannya kemudian, bagaimana halnya dengan potret kompetensi siswa dan suasana psikologis yang tengah berlangsung ketika siswa menghadapi UN tahun 2011? Hmm … agaknya perlu ada pembahasan lebih lanjut pada tulisan berikutnya. *** (Bersambung)
“Miskinnya keteladanan orang-orang terdekat yang seharusnya menjadi patron …”
sekarang yang jadi panutan itu sinetron 🙂
sepertinya memang mata pelajaran yang cukup sulit itu bahasa indonesia pak
dulu saya merasa sudah cukup sulit dibandingkan matematika apalagi melihat contoh soal semacam di atas
tidak ada batasan yang jelas tentang pelajaran bahasa indonesia yang diajarkan
Latihlah anak-anak kita untuk kembangkan intuisi. Misalnya, dengan melihat alam sekitar kemudian menangkap fenomena di lingkungan. Setelah itu, dipahami di otak anak, kemudian diungkapkan melalui isi hatinya. Anak-anak sejak SD bisa dibiasakan membaca buku-buku yang mengandung nilai sastra
Seharusnya bahasa Indonesia merupakan pelajaran yang paling digemari karena sehari hari kita menggunakannya.
Semua ilmu sebenarnya berawal dari membaca…memang zaman sekarang anak usia muda banyak yang tidak suka dengan membaca dan lebih suka yang spontan atau to the point aja…barangkali…
Pemerintah sebenarnya juga mendorong minat baca dengan adanya Perpustakaan Keliling, namun entah apa, kok tidak pernah ketemu itu mobilnya, mogok atau rusak barangkali … hehehe …
Ditunggu pembahasan berikutnya pak …
Saya kalau disuguhi soal2 seperti itu, siap siap bawa sapu tangan dan dijamin….. ngga selesai 😀
Rasanya, ko’ soal2 sekarang lebih sulit dan menjebak ya mas?
Saya pernah mendengar sebuah pendapat bahwa pendidikan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah kita bukannya membuat para siswa menjadi mahir berbahasa Indonesia dan menikmati sastra namun justru sebaliknya. Pelajaran ini justru terlalu mendikte dan mematikan kreatifitas dan daya imajinasi.
Entahlah, sepertinya butuh keseriusan yang lebih dari para pengambil kebijakan untuk dapat menghadirkan Bahasa Indonesia sesuai dengan harapan.
Pak Tuhu, saya ada beberapa soal Bahasa Indonesia yang menyangkut puisi seperti itu. persis sekali.. Soal saya dapat waktu pelatihan menjelang UN, semua dari para pembuat soal UN. Memang tak mudah membuat soal tenyata ya pak??
saia juga prihatin pak
rata2 adalah karena malas membaca.. terlalu menggampangkan.. kayaknya begitu ya mas
Faktor malas membaca selalu jadi alasan, tapi benarkah? Saya meragukan jawaban ini
dianggapnya bahasa inggris keren n gaul pak, agak menyepelakan bahasa indonesia, karena sering dipakai sehari hari,..
Menurut saya memang cukup sulit pak.. dimana siswa harus mengulang-ulang membaca soal yang cukup banyak dan panjang sedangkan waktu juga terus berpacu. Tapi sebenarnya warga Indonesia ini memang malas untuk membaca 😀
“Miskinnya keteladanan orang-orang terdekat yang seharusnya menjadi patron….”
Aku mencoba mengutip yang kedua kali. Sepertinya, kita memang kesulitan mencari keteladanan orang-orang terdekat, dalam hal membaca. Masyarakat yang gemar membaca, di Indonesia, biasanya adalah kaum terpelajar (menengah ke atas) yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Siswa yang lahir dari masyarakat seperti ini akan cenderung tak melihat budaya baca keluarganya, sebab jarang ketemu. Beruntunglah jika mereka diikutkan Les atau Kursus yang memaksanya membaca.
Hal ini tentu berbeda dengan siswa yang lahir di lingkungan miskin. Alih-alih memiliki budaya baca, orang tua mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan yang tak memberikan waktu luang untuk membaca. Jika perlu, yang mereka pikirkan adalah “besok makan apa?”.
Untuk sementara jawaban saya seperti yang pernah saya lontarkan di blog Pak Mursyid. Persoalannya. Inginnya Bahasa Indonesia nilainya tinggi, tapi daya dukung kurang. soal Bahasa Indonesia berupa ilustrasi bacaan, tapi siswa tidak terbiasa dengan bacaan. Di beberapa sekolah hal ini disebabkan perpustakaan tidak berfungsi atau menjadi ruang kuno mirip museum. Di sisi lain peran sekolah dan sebagian tenaga gurunya juga tak maksimal. Di RSBI Bahasa Indonesia menjadi pelajaran yang dianggap sepele. Jadi jangan heran bila suatu ketika Bahasa Indonesia bisa jadi jauh lebih sulit daripada Matematika dan Bahasa Inggris.
Apakah pertanda anak-anak kita telah kehilangan kecintaannya kepada bahasa nasionalnya sendiri (baca: lebih senang bahasa prokem), ataukah kurikulumnya yang tidak menyentuh …?
Salam kenal,
by: http://gunawank.wordpress.com/2011/06/14/satu-lagi-penomena-ujian-nasional-terjadi-di-jawa-timur/
sungguh tragis nasib anak-anak bangsa ini
Semoga tahun depan ada perbaikan untuk masalah ini..
kalau RSBI, pelajaran bahasa indonesia apakah pakai bahasa pengantar bahasa inggris?
anak zaman sekarang taunya bahasa indonesia gaul…
Semoga ini bukan sebagai tanda hilangnya rasa cinta dan kepercayaan anak negeri terhadap bahasa negeri sendiri ya Pak. Dan menjadi tanggung jawab kita bersama untuk selalu dapat memberikan pembelajaran yang baik di mulai dari orang-orang terdekat kita terlebih dahulu.
Dengan segala kerendahan hati Ejawantah’s Blog menghantarkan Blogger Award 2011 secara bergulir kepada sahabat, dan Award dapat diambil di http://ejawantahnews.blogspot.com/2011/06/menerima-menebar-harta-karun-dari-dunia.htm.
Dan selamat pagi sahabat semua, selamat bergembira, dan tetaplah semangat. Sukses selalu.
Salam
Ejawantah’s Blog
wah sebuah lingkaran setan yang nggak mudah untuk diputus ya pake?
soal2 bahasa Indonesia itu jawabannya membingungkan….
Soal bahasa indonesia itu jawabannya terkadang hampir sama dan membuat orang bingung
Semoga aja tahun depan bisa lebih baik lagi
Soal bahasa indonesia jawabannya menjebak,,,,
Soal bahasa indonesia jawabannya banyak yang menjebak
Interpretasi sang pembuat soal, yang barangkali memang demikian kaya pengalaman, sering berbeda dengan interpretasi anak-anak yang masih demikian sedikit pengalaman, membuat anak-anak kesulitan mengerjakan soal Bahasa Indonesia, yang sejatinya banyak tafsir itu, lebih-lebih ranah sastranya, Pak.
Salam kekerabatan.
Sampai hari ini sekolah belum pernah pengeluarkan hadiah untuk Nilai Ujian Nasional Bahasa Indonesia 10. Kalau untuk Matematika, IPA dan Bahasa Inggris sudah biasa.
saya akan usulkan pak wali menjadi tim pembuat soal UN untuk SMP/MTs.
Memang dilematis ya pak sistem pengajaran bahasa di negara kita ini…!
miris jadi pelajar di era sekarang…
alhamdulillah nilai unas bahasa Indonesia saya sejak SD sampai SMA selalu diatas 80.
gak tahu lagi kalau unas di saat ini, mungkin tambah sulit soalnya atau tambah menurun kualitas siswanya ???
samaaaaa..!! bahasa Indonesia di sekolahku juga merupakan mata pelajaran dengan nilai terburuk. hummmp… perlu peninjauan khisis nih dari bapak menteri pendidikan.
Urgently Required
Easy Speak, A fast-growing National English Language Consultant, is hunting for
English Tutors (English Teachers)
Qualifications:
1) Competent, Experienced, or Fresh Graduates
2) Proficient in English both spoken & written
3) Friendly, Communicative, & Creative
4) Available for being placed in one of the following cities:
a. Pekanbaru 0761-7641321/ 081 363 133 003 (Ms Lie)
b. Balikpapan 0542-737537
c. Batam 0778-460785
d. Palembang 0711-350788
e. Banjarmasin 0511-7069699
f. Makassar 0411-451510
g. Semarang 024-3562949
h. Bandung 022-76660044
If you meet the qualifications above, please send your resume to: easyspeak.recruiting@gmail.com.
Or contact our branch offices mentioned above to confirm prior to sending your resume.
Deadline: June 31th, 2011.
Visit http://www.easyspeak.co.id for further information.
Make sure that you won’t miss this golden opportunity as the day after tomorrow might be too late for you to compete for this position
kenapa ya pelajaran bahasa indonesia suka dapet jelek mulu,,,
padahal seperti mudah
kalau saya pelajaran bhsaindonesia paling suka bentuk soal sastranya..
hehe
un indonesia emang susah,,
hehehe
salam kenal semuanya
Memang kenyataan begitu, Bung. Saya saja yang guru B.Ind merasakan kok. Namun nggak bisa jadi ukuran UN itu buat anak nggak lulus. Masalahnya kan 4 aspek Membaca, Mendengar, Menulis, dan Berbicara, nggak benar kan cuma aspek tentu dalam UN? Nah yang benar, bisa dibuat nulis atau uraianlah dalam soal, nggak melulu PG, soal B.Ind kan nggak terbatas jawaban yang itu-itu saja, mana berkembang daya nalarnya, betul nggak Bung? Kalau ingin daya nalar anak berkembang, ya soal nulis jangan dilupakan begitu.
Soal rendahnya kemampuan membaca itu saya amini, Pak. Saya sendiri belum memiliki kemampuan membaca yang baik. Akan tetapi, paling tidak saya gemar membaca sejak kecil dulu, hal yang sangat sulit saya tularkan kepada anak saya yang lebih gemar nonton televisi. Bahkan, kadang-kadang kalau mengerjakan PR malas membaca bacaan yang ada di buku tematiknya.
Mengenai nilai Bahasa Indonesia, saya sendiri walaupun lebih piawai berbahasa Indonesia tetapi sejak SMP sampai SMA, nilai Bahasa Inggris lebih tinggi daripada Bahasa Indonesia. Mengapa bisa terjadi? Mungkin sebabnya seperti yang sudah Pak Sawali tulis di atas.
wah soalnya susah2, lebih susah dibanding saya ujian dulu.
hehehehe khan lebih gaul pake bahasa yg bukan baku hehehe 🙂
Coba dimana mana selalu pakai bahasa Indonesia ya, jadi kan ga bingung kalo ada orang pake bahasanya sendiri..heheh
wawhhh…masa orang Indonesia tidak bisa pakai bahasa Indonesia sendiri sii??hehe:)
Soal pelajaran Bahasa Indonesia , saya paling suka waktu mengarangnya..
Saya sepakat sekali dengan pendapat pak Sawali. Sudah sejak beberapa tahun terakhir saya mencermati hal yang sama. Bahwa soal-soal yang diujikan sungguh tidak bagus, artinya terjadi ambigu di sana. Banyak soal yang jawabannya menurut saya tidak tunggal. Dan sudah saya cobakan ke banyak orang, ternyata memang demikian yang dihadapi.
Akhirnya menurut pengamatan saya, adan didik lebih ‘takut’ kepada mapel bhs Indonesia ketimbang mapel ‘Matematika’. Karena di Bhs Indonesia tdk ada patokan yg jelas dalam menjawab soal/menentukan kebenaran.
Semoga ke depan, pemerintah lebih ‘cermat’ dalam mengurus mapel Bhs. Indonesia ini.
Saya sangat yakin, setiap anak sekolah, bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Dan ‘mengarang’ / ‘menulis’ merupakan sebuah tolok ukur yang jauh lebih baik ketimbang menjawab soal pilihan ganda.
Terimakasih.
ralat : ada kata ‘adan didik’ dalam tulisan di atas, seharusnya ‘ada anak didik’.
bahasa indonesia itu aneh nya terlihat gampang, padahal susah sekali…
saya jarang dapat nilai bagus di pelajaran yang satu ini…
oh, ya? bukanhkah mas fahri biasa nulis puisi dan cerpen? kenapa nilai bahasa Indonesianya jarang dapat bagus?
keasalaha para siswa yang saya alami adalah karena bahasa indonesia terlalu banyak bacaan sehingga kita malas membacanya.
jadi intinya siswa itu malas membaca.
saya mahasiswa sastra Indonesia. bahasa Indonesia memang tidak mudah, tetapi juga tidak sulit. kuncinya adalah keuletan, rajin membaca, rajin menulis ulang apa yang kita baca, dan banyak bersosialisasi. satu lagi, yang tidak kalah penting adalah mencintai bahasa kita sendiri, bahasa Indonesia.
kalau sudah cinta, apa pun pasti dilakukan. hehehe
wah, masukan yan sangat bagus, terima kasih banget atas masukannya, mbak.