Ujian Nasional (UN) untuk jenjang SMP/MTs, SMA/SMK/MA, menurut kabar yang beredar, baru akan digelar sekitar bulan April 2011. Namun, gaungnya sudah nyaring terdengar. Lebih-lebih setelah muncul wacana tentang formula UN yang konon akan berbeda dengan UN sebelumnya. Sebagaimana dilansir banyak media, Mendiknas, Mohamad Nuh, dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, menyatakan bahwa UN 2010/2011 akan lebih menghargai proses belajar mengajar yang dilalui siswa. Kelulusan peserta didik tidak hanya ditentukan berdasarkan perolehan nilai UN yang hanya ditempuh dalam beberapa hari saja, tetapi juga diperhitungkan berdasarkan nilai yang diperoleh siswa selama duduk di bangku sekolah.
Menurut Mendiknas, formula baru yang akan dilaksanakan adalah menggabungkan nilai UN dengan nilai sekolah (NS). Nilai sekolah adalah gabungan nilai ujian sekolah ditambah nilai rapor semester 1 – 4. Selain itu, nilai gabungan antara nilai sekolah dengan UN ditetapkan minimal 5,5. Nilai sekolah dan UN mempunyai bobot masing-masing yang akan ditentukan oleh pemerintah. Bobotnya akan ditentukan, namun bobot nilai sekolah akan lebih kecil dari bobot UN. Dengan adanya formula baru ini, tegas Mendiknas, UN ulangan akan ditiadakan tahun depan, karena syarat atau formula yang ada saat ini lebih longgar yakni maksimum dua mata pelajaran dengan nilai 4, dan minimum 4 mata pelajaran dengan nilai minimum 4,25. Selanjutnya, nilai kelulusan siswa adalah kombinasi dari nilai gabungan dengan nilai ujian sekolah seluruh mata pelajaran.
Sebuah kebijakan yang layak diapresiasi. Meski demikian, jangan sampai formula baru ini hanya memutar lagu lama. Jika tidak salah, ketika UN dulu bernama Ebtanas, formula dengan menggunakan komponen nilai p, q, dan r yang menggabungkan antara nilai rapor (p), pra-Ebta (q), dan Ebtanas (r) sudah pernah diterapkan. Namun, yang terjadi adalah kekonyolan demi kekonyolan. Sekolah bisa dengan mudah melakukan manipulasi nilai dengan mendongkrak nilai rapor dan pra-Ebta luar biasa tinggi untuk menolong peserta didik agar bisa lulus. Jika ini yang terjadi, maka manfaat hasil UN, sebagaimana disampaikan Mendiknas, yakni sebagai salah satu penentu kelulusan peserta didik; pemetaan mutu program satuan pendidikan secara nasional; pintu masuk untuk pembinaan dan perbaikan mutu pendidikan, baik di tingkat satuan pendidikan maupun nasional; mendorong motivasi belajar siswa; dan mendorong peningkatan mutu proses belajar mengajar, tidak akan tercapai.
Sudah bukan rahasia lagi, bangsa kita sudah lama terperangkap ke dalam sikap pragmatis. Mental jalan pintas yang tidak menghargai proses dan etos kerja keras sudah lama membudaya di negeri ini. Dalam konteks demikian, diperlukan kriteria kelulusan yang bisa menghargai perbedaan potensi dan kompetensi antarpeserta didik, baik di tingkat lokal, regional, maupun nasional. Kriteria kelulusan sekolah di Papua, misalnya, jelas tidak bisa disamakan dengan sekolah di Jakarta karena mutu fasilitas, sarana, dan prasananya memiliki kesenjangan yang amat jauh. Sungguh tidak masuk akal apabila kriteria kelulusannya disamakan. Ini artinya, sekolah di Papua diberikan kebebasan untuk menentukan kriteria kelulusan tersendiri. Meski demikian, kriteria kelulusan secara nasional tetap ada standarnya. Misalnya, kriteria kelulusan secara nasional rata-rata nilai 5,5. Sekolah di Papua boleh menentukan kriteria di bawah angka itu.
Untuk memperbaiki mutu lulusan sekolah di Papua, pemerintah pusat perlu melakukan intervensi lanjutan. Perlu dicari sebab-sebabnya, mengapa sekolah di Papua tidak mampu menetapkan kriteria kelulusan yang sama dengan standar nasional. Sebab-musabab yang telah diinventarisasi perlu dicarikan solusinya, misalnya dengan memberikan subsidi block-grant, atau apa pun namanya, yang bisa digunakan untuk meningkatkan mutu lulusan. Demikian juga sekolah-sekolah yang ada di daerah lain. Sekolah yang memiliki status berbeda pun perlu diberikan kriteria kelulusan tersendiri. Antara sekolah terbuka, sekolah reguler, sekolah standar nasional, dan sekolah berstandar internasional perlu diberikan kriteria kelulusan tersendiri.
Kalau memang UN 2011 hendak menggunakan formula baru, maka perlu diperhitungkan dengan cermat imbas kecurangan yang bakal terjadi. Perlu ada rumusan yang jelas, sehingga tidak ada celah bagi sekolah untuk melakukan manipulasi nilai. Jangan sampai terjadi, formula baru nanti justru makin membudayakan kecurangan demi kecurangan yang selama ini terjadi, hingga akhirnya UN hanya menjadi ladang perburuan untuk meraih angka tinggi yang pada kenyataannya justru malah menghancurkan masa depan peserta didik lantaran telah diajari untuk berbohong dan berbuat tidak jujur. Nah, bagaimana? ***
semoga formula tersebut mampu mengangkat kualitas pendidikan formal kita yang sedang terpuruk
amiiin, semoga memang demikian, mas pencerah.
Ak membaca di berita rapat anggota DPRD yang berencana akan menhapu UN pak.. gimana sebetulnya?..
ndak kok, mbak. info terakhir, para wakil rakyat setuju UN tetap digelar dengan menggunakan formula baru itu.
Pingback: Tweets that mention Catatan Sawali Tuhusetya -- Topsy.com
iya pak.. maksudnya penggabungan nilai gimana?… artiya anak-anak kelulusannya nilai katrol semua doonk
artinya tak melulu nilai UN yang dijadikan sbg acuan nilai kelulusan, tetapi juga menggabungkan nilai semester kelas sebelumnya.
Penentuan kelulusan tidak ditentukan dalam ujian akhir memang patut diapresiasi oleh banyak pihak. Saya sangat mendukung karena sistem yang baru akan menghitung nilai selama proses belajar mengajar, bukan pada ujian akhir.
Namun yang harus diwaspadai adalah kecurangan-kecurangan yang munkin muncul. Mungkin bisa diatasi dengan adanya bank data peserta didik pada departemen pendidikan di masing-masing daerah sehingga tidak ada lagi kecurangan yang dilakukan oleh oknum.
bener sekali, mas mandor. justru dengan penggabungan nilai semacam ini, sekolah lebih gampang menemukan celah utk memanipulasi nilai. makanya, perlu ada ketentuan yang lebih jelas utk mempersempit ruang memanipulasi nilai.
Semoga kualitas UN mendatang lebih baik!
amiiin, memang seperti itulah yang selalu kita harapkan, pak eko.
seperti biasa ya mas, menjelang UN selalu ada perdebatan.. semoga ini menjadi proses penyempurnaan
ya, ya, memang benar, mas. hal itu menandakan adanya dinamika dan rakyat sekarang juga makin cerdas dan kritis.
Ya Mas, saya stuju skali klo emank sistim Kelulusan mau di perbaharui seperti itu. Soalnya bukan apa apa Mas, Klo UAN masih di jadkan patokan utama untuk Sebuah kelulusan, Ya Ke Enakan buat Siswa/siswi yg berlaku curang dong.. mereka yg sehari harinya jarang masuk ataupun yg “tidak beres” diskolahnya, bisa dgn mudah untuk mendapatkan slembar IZajah. Dan ironisnya ktika mendapati seorang siswa yg emang dikelasnnya terbilang pintar & rajin malah tidak Lulus gara2 kesalahan teknis (kceerobohan dalam mengisi lembar jawaban dll)
Pkonya Saya Dukung rencana Mendiknas . . !!
^_^
bener sekali, mas, semoga terobosan seperti ini benar2 bisa memotret kompetensi siswa yang sesungguhnya sehingga tdk merugikan anak yang bener serius mempersiapkan diri dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan evaluasi.
hmmm lama ga berkunjung ke blog pak sawali..salam hangat dari saya pak…
Saifuna.. 😀
salam hangat juga, mas saif. btw, blognya dah lama banget ndak di-update. lagi sibuk, ya?
Betul juga! Sewaktu masih EBTA/EBTANAS, kelulusan di sekolah hampir 100 persen. Contohnya saja ada 4 teman sekelas saya jarang sekali masuk kelas, malah ada yang sampai 6 bulan tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas, di tambah nilai rapornya di bawah rata-rata 5, namun waktu ujian EBTA/EBTANAS lulus juga.
itu dia yang perlu dicermati, mas marada. percuma saja ada formula baru kalau pada akhirnya tdk mampu membuat sebuah perubahan.
nice artikel gan. salam kenal
salam kenal juga, mas. terima kasih kunjungannya.
Kalo Denuzz amati, sepertinya setiap kebijakan yg diambil punya plus minusnya sendiri ya…
Sampai sekarang masih belom nemukan formula yg tepat…
Tapi Denuzz yakin, sistem bagaimanapun akan berhasil apabila semua siswa sudah bennar-benar memahami arti penting belajar… So, gak ada lagi cerita nilai kecil dan tak lulus ujian…
Salam BURUNG HANTU… Cuit… Cuit… Cuit…
saya kira benar, mas denuz. utk menemukan formula yang tepat dan ideal memang tdk mudah. butuh waktu dan proses. meski demikian, kalau mau serius sebenarnya ada juga kok formula yang mendekati ideal.
Semoga bisa jadi lebih baik 🙂
amiiin, memang seperti itulah yang kita harapkan, mas.
Wah jadi ingat masa-masa menjaelang Ujian SD (Sekolah Dasar) dulu pak, saat itu kita fokus mengejar nilai NEM (jaman dulu) agar bisa masuk sekolah negeri yang bagus di daerah saya.
Saat SMK nilai penentu kelulusan adalah nilai Matematika salah satunya, tapi lupa angka nominalnya berapa. Saya pun mengejar nilai Matematika itu dan sedikit lengah dengan mata pelajaran yang lain. Akhirnya lulus dengan nilai di bawah rata-rata. 🙁
itulah salah satu kelemahan formula yang selama ini dipakai dalam UN, mas agung. anak yang memiliki kelebihan di bidang tertentu, tetapi lemah di bidang yang lainnya bisa menjadi hambatan si anak utk mengembangkan talentanya.
saya belum tau sih formulasi yang benar tentang UN, tapi memang sebenarnya formulasi apapun itu, kalo tidak didasari kejujuran yah kembali lagi deh… 🙂
kejujuran memang yang paling utama, mas arul. kalau formula baru ini dengan menggabungkan nilai rapor dan nilai ujian benar2 diberlakukan, hmm … nilai kejujuran benar2 dipertaruhkan.
Mutar lagu lama … kadang-kadang asyik juga Pak … sambil Nostalgia…hehe..
hehe … kalau lagu memang enak, mas, hehe … lha ini justru akan terasa sangat pahit kalau formulanya ndak beda dengan formula yang dulu2 juga.
wah pertama mampir, keren blognya…
oke, terima kasih kunjungan dan apresiasinya, mas. blog biasa saja, kok.
Semoga kebijakan baru pemerintah tidak menjadikan siswa sebagai kelinci percobaan.
itulah yang kita harapkan, pak. semoga formula yang akan digunakan dalam UN nanti benar2 bagus dalam memotret kompetensi siswa secara utuh.
Semoga saja kecurangan tersebut dapat diminimalisir atau bahkan ditiadakan bapak.
memang itu yang kita harapkan, mas anas. sayangnya, kecurangan2 yang terus terjadi tiap tahun hampir tak pernah ada tindakan tegas, sehingga tdk bisa menimbulkan efek jera.
yup klo menurut aku sih itu lebih adil, jadi kaya kuliah ada bobot untuk penentuan nilai kelulusan. Misal nya untuk SMA nilai kelulusan di ambil dari 10% nilai kelas 1 20% nilai kelas 2 dan 40% nilai kelas 3 sisanya 30% dari ujian nasional.
ya, ya, semoga saja tidak ada upaya dari pihak tertentu utk mencoba-coba memanipulasi nilai, mas ario.
wah infonya cock banget buat aku nih… makasih atas postingannya… aku suka banget…. very good gan???
walah, ini kok alamat webnya sama dengan nick-name yang berbeda? hiks.
Nice info
terima kasih apresiasinya.
yup..
yang siap q jalani sbntar lgi
moga bsa jdi yg terbaik
amiin
ya, ya, mas aci mau ujian tahun ini rupanya, saya doakan semoga lancar dan sukses.
Benar tu. tapi katanya ada kebijakan baru dari DIkNas maslaha UAN ini ya? (dance)
ya, memang mas hazmi. kan memang santer terdengar UN 2011 akan menggunakan formula baru.
artikel tang bagus.
semoga seperti yang diharapkan.
biasa saja, mas. terima kasih apresiasinya.
Sepakat pak jika kelulusan siswa tidak hanya dari UN, dan saya yakin mental guru kita sekarang sudah sedikit berubah, mereka tidak akan curang terhadap nilai. kalaupun ada, itu sudah amat jauh dengan pola pikir guru masa ebta. Saya yakin itu.. :).
ya, mudah2an demikian, pak fendik. makin repot kalau menipulasi nilai terus terjadi hanya sekadar utk kepentingan sesaat.
tulisan yang bagus, sukses!
biasa2 saja, mas. terima kasih apresiasinya.
kenapa jadi rumit begini ya? perasaan jaman saya sekolah dulu biasaaaa aja gitu mau ujian nasional (dulu EBTANAS)
hm,,, tahun 2012 anakku harus ikut ujian ini, mudah2an diparingi sistem yang tidak memberatkan…
memang rumit dan kompleks, mab latree. karena memang banyak pihak yang berkepentingan di balik “proyek” UN ini.
wah info baru nih.
saya baru tau kalo UN itu bulan april dan memakai konsep yg beda.
tapi bener kata bapak, kalo kecurangan tetep marak terjadi, sama aja bo’ong (doh)
hehe …. yang berbeda formula utk menentukan kelulusannya, mas.
Saya Sudah Lulus
alhamduliilah.
Bener ya , mestinya tidak simpang siur… 😀
idealnya begitu, mas, lantaran ini menyangkut masa depan generasi bangsa.
Benar sekali saya setuju !
ya, ya, semoga saja tdk mengulang kesalahan yang sama seperti tahun2 sebelumnya yang sarat kecurangan.
kalo baca tulisan pak sawali ki bikin geleng-geleng. drmn nih bpk lancar jaya dlm hal nulis. pak sawali, mbok kulo dipun ajari.
oiya, satu lagi. mbok sampean nyalon jd mendiknas. sy mau wes jadi kadernya. g dibayar g apa2 wes…hehehe. sugeng ndalu, pak sawali…
wakakaka … jangan berlebihan, mas nanang, tulisan biasa saja kok. kalau mau nyalon jadi mendiknas kalau presidennya mas nanang, haks.
mudah2 an formula ini di apriasi dengan baik. sy kira ketika ini diterapkan, betul kt bapa akan trjadi manipulasi seperti mark up pra ebta dulu. saya kira ini hal yang dilematis. sisi lain ingin naik standarnya, sisi lain sekolah berupaya dengan cara apapun agar anak-anaknya lulus. dan ini kayaknya sudah rahasia umum.
iya, pak, semoga lagu lama itu ndak diputar lagi, hehe …
seharusnya Unas di hapus karena Banyak yang mencari keuntungan lwat cara cara kotornya,…
sebenarnya utk keperluan standarisasi pendidikan, UN masih diperlukan, mas adib. yang perlu diperbaiki adalah sistemnya.
coba ajukan solusi yang menyebabkan adanya anggaran baru, pak. biasanya malah lebih dipertimbangkan ketimbang yang menghemat anggaran. pragmatisme mungkin berawal di tataran birokrasi (tears)
wah, seharusnya para pengambil kebijakan sudah bersikap responsif. repot kalau mereka yang berwenang malah ndak memiliki solusi terbaik utk memecahkan berbagai persoalan.
semoga pendidikan di indonesia lebih maju…. dan mampu mengharumkan nama indonesia di mata dunia dengan kepandaiannya 🙂
sy sudah mendengar itu pak, blm terlalu jlas, apa masih ada nilai minimum dalam UN, itu pertanyaan saya. kalau mat UN dapat 2, lulus tidak ya dgn sistem baru yg dibahas di DPR? kalu masih kan ga terlalu beda juga dgn taun maren..?
idealnya begitu, mas, lantaran ini menyangkut masa depan generasi bangsa.
betula sekali, non. semoga saja ditemukan formula UN terbaik.
postingan yang sangat bermanfaat gan…
salam kenal…
salam kenal juga mas roqib, terima kasih kunjungan dan apresiasinya.
UN harusnya di kaji ulang…. tidak baik formula yang sekarang….
memang bener sekali, mbak, sehingga kemendiknas terus mencari formula yang dianggap tepat dan ideal.
semoga aja dalam UNnya lulus semua aminn,,,,
amiin, mudah2an lulus semua dengan prestasi yang membanggakan.
perlu adanya perombakan ulang dalam sistem pendidikan indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa sistem UN akan jadi pembodohan bagi anak bangsa.
setuju banget mas,,,
karena meskipun UN kelihatannya sangat ketat, tapi oknum oknum tertentu justru memanfaatkan kesempatan ini.