Hari Ibu, Sepak Bola, dan “Euforia” Bangsa

Kategori Opini Oleh

Di tengah euforia bangsa menyambut kemenangan Tim Garuda yang lolos ke final dalam Piala AFF 2010, momentum Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember tahun ini nyaris terlupakan. Sudut-sudut kampung dan kota bertaburan sanjungan dan pujian terhadap Christian Gonzales, dkk. Lagu “Garuda di Dadaku” berkumandang di seantero negeri, seperti tengah terlepas dari beban “mahaberat” yang selama ini menelikung bumi nusantara. Mereka dianggap telah mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa di tengah carut-marut kehidupan yang sarat beban. Kekerasan, korupsi, mafia hukum, kasus TKI, dan berbagai kasus anomali sosial lainnya yang terus menenggelamkan bangsa ke dalam lumpur kenistaan dan kemiskinan, seolah-olah mampu tereduksi oleh “keperkasaan” Timnas yang menghadirkan suguhan permainan menarik di atas lapangan hijau.

kaum perempuankaum perempuanYang tidak kalah menarik, jelas pertandingan babak final yang mempertemukan Timnas dengan Tim Malaysia. Banyak pengamat bilang, final ini bukan semata-mata urusan sepak bola, melainkan juga berkaitan dengan harga diri, kehormatan, dan martabat bangsa. Sebagaimana diketahui, hubungan antara bangsa kita dan negeri Jiran itu terus memanas. Bukan hanya persoalan daerah perbatasan, melainkan juga persoalan budaya. Bahkan, para TKI yang sedang mengadu nasib di sana, tak jarang harus menghadapi cacian, bahkan juga kekerasan yang makin merendahkan kehormatan bangsa. Sangat beralasan kalau laga final benar-benar akan menjadi suguhan yang panas, sarat fanatisme, dan kegeraman. Semua elemen bangsa sangat mengharapkan, Timnas bakal tampil ngedan dan ngedap-edapi untuk membuktikan bahwa harga diri dan kehormatan bangsa itu belum mati.

Harapan untuk bisa menggapai puncak prestasi dalam ajang AFF 2010 memang masih amat terbuka lebar, meski bukan hal yang mudah. Tim Merah Putih memang sukses menggulung Malaysia dengan skor telak 5-1 pada babak penyisihan group. Namun, hal itu tidak bisa jadi ukuran kalau Timnas bakal menang dengan mudah. Buktinya, dalam semi final, Tim negeri jiran itu mampu memukul sang juara bertahan Vietnam dengan agregat 2-0. Itu artinya, kemenangan Timnas pada babak penyisihan tidak bisa diartikan bahwa Tim Malaysia bakal dengan mudah dihadapi di babak final. Kita semua berharap, kerinduan bangsa ini akan prestasi sepakbola tanah air yang selama ini selalu “memble” bisa terobati. Tidak berlebihan kalau semua elemen bangsa ini sangat berharap, Timnas harus menang, berapa pun jumlah golnya.

Lantas, apa hubungannya dengan Hari Ibu? Secara langsung tidak ada memang. Namun, cobalah kita lihat kiprah kaum ibu dan perempuan pada umumnya di tengah perhelatan bola di lapangan hijau. Jika mau jujur, kaum ibu memberikan andil yang tidak sedikit. Dengan caranya sendiri, mereka berupaya memberikan support kepada tim yang tengah berlaga. Bahkan, hampir setiap event bola “bergengsi” selalu ada ikon perempuan yang muncul di sana. Entah dengan tarian-tarian khasnya, teriakan-teriakan khasnya, atau gerakan-gerakan penyemangat yang bisa memacu “adrenalin” sang pemain dalam beraksi. Dari sisi ini, agaknya event pertandingan bola tak lagi meriah apabila tidak ada ikon kaum perempuan yang hadir di sana.

Sensasi kaum perempuan tentang bola juga tidak terlepas dari nalurinya untuk dekat sang bintang lapangan. Kini, kaum selebritis tak melulu muncul dari layar kaca dan layar lebar, tetapi juga lahir dari tengah lapangan hijau. Pemain bola yang memiliki keterampilan brilian, cerdas, tampil atraktif, bisa dipastikan akan menjadi idola baru bagi kaum perempuan.

Nah, apakah sensasi kaum Ibu dan juga kaum perempuan pada umumnya tentang sepak bola masih akan terus berlanjut menjelang dan pasca-digelarnya laga final panas antara Tim Garuda dan Tim Malaysia? Sekadar menjadi bagian dari “euforia” bangsa atau memang secara naluriah kaum ibu juga memiliki kecintaan tersendiri terhadap dunia bola?

Sebelum pertanyaan tersebut terjawab, izinkan saya mengucapkan Hari Ibu buat seluruh Kaum Perempuan di Indonesia! Semoga Ibu-ibu makin maju, kreatif, dan inovatif dalam ikut berkiprah membangun peradaban bangsa! Konon, maju mundurnya sebuah negara akan sangat ditentukan kiprah kaum ibu. Begitukah? Nah, Dirgayahu Ibu Indonesia! ***

Penggemar wayang kulit, gendhing dan langgam klasik, serta penikmat sastra. Dalam dunia fiksi lebih dikenal dengan nama Sawali Tuhusetya. Buku kumpulan cerpennya Perempuan Bergaun Putih diterbitkan oleh Bukupop dan Maharini Press (2008) dan diluncurkan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada hari Jumat, 16 Mei 2008 bersama kumpulan puisi Kembali dari Dalam Diri karya Ibrahim Ghaffar (sastrawan Malaysia).

78 Comments

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Tulisan terbaru tentang Opini

Go to Top