“Ritual” Mudik dan Geliat Kampung Halaman

Setiap Idul Fitri tiba, kampung halaman bagaikan magnet yang mampu menyedot jutaan orang yang selama ini mengadu peruntungan di kota. Mereka rela menempuh perjalanan jauh yang melelahkan demi “memuaskan” naluri sosialnya untuk bisa bertemu dengan sanak-kerabat di kampung kelahiran. Pusat-pusat kota bagaikan mulut sungai yang terus mengalirkan banjir pemudik ke hilir desa. Jalanan jadi padat-merayap dengan segenap dinamikanya. Mereka membentuk iring-iringan “sensasional” berbasiskan semangat “primordial” untuk bisa bersilaturahmi dengan orang-orang terdekat yang pernah membangun jalinan romantisme masa kecil. Maka, kampung pun menggeliat ketika gema takbir berkumandang hingga menyentuh ke dinding langit. Getarannya begitu terasa hingga menyentuh pusat syaraf kesadaran dan kepekaan nurani.

arus mudikSebagian masyarakat Jawa memahami bahwa “ritual” mudik mengandung kekuatan berdimensi ganda, yakni dimensi spiritual dan sosial. Dari dimensi spiritual, mudik dipahami sebagai manifestasi sikap anak yang berbakti kepada orang tua, baik yang masih hidup maupun yang sudah berada di alam keabadian. Sikap berbakti kepada orang tua yang sudah meninggal dilakukan dengan melakukan ziarah kubur sambil melantunkan doa pengampunan atas dosa dan kesalahan orang tua. Sedangkan, berbakti kepada orang tua yang masih hidup dilakukan melalui sikap sungkem kepada orang tua pada saat lebaran. Nilai sikap berbakti kepada orang tua pada Hari Raya Idul Fitri memiliki nuansa yang berbeda jika dibandingkan dengan laku yang sama pada hari-hari yang lain. Seorang anak yang bertahun-tahun lamanya tidak mudik ke kampung halaman pada saat lebaran tak jarang dipahami sebagai sikap anak yang telah “lali karo wong tuwa” (lupa kepada orang tua). Lebaran (bada) dipahami sebagai momen penting untuk menyatukan nilai kekerabatan antara anak dan orang tua sebagai upaya melanggengkan keharmonisan hidup dan menjaga “trah” keluarga dari generasi ke generasi.

Dari dimensi sosial, mudik dipahami sebagai manifestasi sikap manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat komunal. Mereka tak hanya sekadar berhalal bihalal untuk saling memaafkan kesalahan dan kekhilafan, tetapi lebih daripada itu, mudik bisa menghadirkan kenangan sosial tersendiri yang tak begitu gampang dilupakan ketika romantisme masa lalu tiba-tiba muncul saat bertemu dengan sanak-kerabat dan teman-teman waktu kecil.

Dalam konteks demikian, bisa dipahami kalau pada akhirnya mudik selalu menjanjikan kerinduan rutin setiap tahun. Para pemudik rela berpayah-payah menempuh perjalanan yang berisiko. Mereka yakin bahwa nilai risiko yang harus mereka terima tak bisa dibandingkan nilai spiritual dan sosial yang terkandung di balik “ritual” mudik itu. Di kampung halaman, mereka bisa kumpul bareng dengan sanak-kerabat yang selama ini telah mereka tinggalkan. Dan dapat dipastikan, mereka akan saling bertukar cerita dan pengalaman baru, mengenang masa silam, bahkan juga merancang masa depan. Sebuah peristiwa unik dan “langka” yang (nyaris) tak pernah bisa dirasakan ketika mereka bergulat dengan berbagai kesibukan di kota. Pada saat kumpul dengan sanak-kerabat di kampung, hati dan emosi menyatu dalam sebuah pergaulan sosial yang jauh lebih egaliter, ramah, dan jauh dari intrik.

Karena geliat dan daya tarik kampung yang demikian luar biasa setiap memasuki lebaran, agaknya perlu ada upaya serius agar mudik tak terjebak dalam sebuah “ritual” belaka. Ada daya tarik lain yang selama ini belum terkelola dengan baik. Entah, sudah berapa duwit dari kota yang mengalir ke kampung halaman. Para pemudik tak jarang menjadi amat dermawan dengan membagi-bagikan duwit kepada sanak-kerabatnya. Nah, sikap dermawan ini akan makin mulia jika diimbangi dengan sikap “melu andarbeni” untuk membangun kampung halaman dengan memberikan kontribusi semampunya. Bukan semata-mata jumlahnya, melainkan yang jauh lebih utama adalah bagaimana agar para pemudik benar-benar bisa menyatukan emosinya dengan tanah kelahiran sehingga dari tahun ke tahun kampung halaman makin menggeliat dan dinamis.

Ini hanya sekadar refleksi pasca-lebaran agar mudik memiliki tiga kekuatan sekaligus, yakni daya spiritual, sosial, dan ekonomi. Bagaimana dengan kesan mudik Sampeyan di kampung halaman? Mudah-mudahan semuanya lancar dan selamat! Tidak lama lagi kita mesti berkutat dengan pekerjaan dan kesibukan yang sudah menumpuk di depan mata! Yang penting, tetap semangat dan selalu jaga spirit untuk memperjuangkan masa depan anak-cucu, hehehe …. ***

Comments

  1. Memohon Maaf tak Menjadikan Kita Hina
    Memberi Maaf Jangan Membuat Kita Sombong
    Ada Kalanya Lisan Kurang Terjaga
    Mungkin Juga Ada Janji yang Terabaikan
    Hati yang Berprasangka atau Sikap yang Pernah Menyakitkan

    Terlanjur kata
    Terlampau Cara
    Satukan tangan Satukan hati
    Di hari kemenangan ini kita kembali kepada Fitri
    untuk saling memaafkan

    Taqobalallahu Mina Wa minkum
    Taqobalallahu ya Karim
    Siamana wasiamakum

    SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI
    1 Syawal 1431 Hijriah
    Mohon Maaf Lahir dan Batin

    • Buat Sdr. ajengkol: sama2, mbak ajeng. selamat idul fitri juga, ya, minal aidin walfaizin, mohon maaf lahir dan batin atas semua kesalahan dan kekhilafan saya selama ini.

  2. wah saya mah gak mudik Mas tahun ini….sedih…padahal pengen ketemu banget sama Abah sareng Emak….ampunn..susahnya pengen mudik tahun ini….

    O ya…tampilan blognya berubah ni Mas…hebat… 😀

  3. tahun ini kami gak mudik pak, memang ketika hidup di rantau ada kerinduan tersendiri pada saat-saat lebaran
    seperti pesan Rhoma Irama….”Bagi Pemudik yang anti melayu, boleh benci jangan mengganggu….”

  4. saya juga ndak mudik ke semarang tahun ini Pak Guru, karena mertua sudah lebaran disini….

    Mudik selalu menimbulkan kesan terdalam *bertemu mantan terindah* (lmao)

    • Buat Sdr. khay: ndak apa2, mas khai. hehe … bener, sekali, mas, selalu ada yang bisa dikenang tentang yang satu ini, hiks.

    • Buat Sdr. TUKANG CoLoNG: hehe … ada benarnya juga, mas. seringkali mereka juga membawa serta sanak-kerabatnya yang pingin kerja dikota.

  5. dikampung saya juga pada mudik pak…
    berbagai macam cerita yang dibawa dari perantauan,dari kesuksesan hingga kehidupan yang kurang mapan.mungki itu salah satu hikmah lebaran,kita dapat saling berbagi dan merasakan 😀
    mel lebaran ya pak,mohon maaf lahir dan batin

    • Buat Sdr. jangkrik: itulah kenyataan terindah, mas, hehe … sama2, ya, selamat idul fitri juga, ya, minal aidin walfaizin, mohon maaf lahir dan batin atas semua kesalahan dan kekhilafan saya selama ini.

  6. saya sebenarnya pengen mempublikasikan keharmonisan masyarakat kampung halaman saya pak mars, hanya saja saya tidak punya kamera jadi gak bisa memberi bukti nyata,,, (doh)

  7. DV

    Saya kangen mudik, Pak Sawali.
    Meski saya bukan muslim tapi Papa dan keluarga darinya muslim semua jadi kalau tiap Lebaran dulu slalu mudik.

    Meski demikian, saya masih bisa telp untuk mengucapkan Sugeng Riyadi untuk mereka 🙂

    • Buat Sdr. DV: alhamdulillah, mas don. semoga suatu ketika nanti keinginan mas don dan keluarga utk mudik pasa lebaran bisa terwujud.

  8. kalo saya sih melihatnya hanya 1 aspek saja mas (selebihnya hanya hal2 yg kline) 1 aspek itu yakni sentralisme dan positivisme yang berlaku dinegeri ini.. hal ini membuktikan bahwa otda dan desentralisme hanya omong kosong.. buktinya tetap aja urbanisasi terjadi sangat banyak.. 🙂

    • Buat Sdr. Goyang Karawang: memang bener, mas deni. repotnya, pemda setempat seperti tak begitu merespon suasana mudik yang sebenarnya punya potensi ekonomi yang besar utk diberdayakan.

  9. memang acara mudik saya pada waktu baru tinggal di jakarta sampai ibu saya boyong ke jakarta,sejak itu mudikku tidak lagi diwaktu lebaran .akibat mudikku, telah menghijrahkan sepupu2 ,adik2, tetangga untuk mencoba mengais rejeki dikota, nyatanya berhasil.yang tak berhasil balik kampung karena tak punya skil yang memadai .

    • Buat Sdr. maria: begitu, ya, mbak. ndak apa2, kok. cara mbak maria bagus juga kok, yang penting semangat silaturahmi antarsanak-kerabat bisa lebih terjalin dengan baik.

  10. untung mudik saya ngga jauh jauh amat pak. itu pun waktu balik ke semarangnya jadi dua kali lipat waktu tempuh biasanya, hehehe
    tapi memang bahagia bisa kumpul seluruh keluarga, bertemu sanak saudara…

    sugeng riyadi pak guru. mohon maaf lahir batin, walau telat daripada tidak 🙂

    • Buat Sdr. latree: begitu, ya, mbak. sama2. selamat idul fitri juga, ya, minal aidin walfaizin, mohon maaf lahir dan batin atas semua kesalahan dan kekhilafan saya selama ini.

  11. Buseeeettt…. itu poto mudiknya ekstrem amaat.. Saya waktu mudik juga nemu gerombolan motor tapi ga separah itu. Ckckck.. Emang Indonesia ini hebat kalau masalah silaturahmi. Maaf lahir batin, Pak.. 🙂

    • Buat Sdr. Reverse Osmosis Indonesia: hehe …. gambar comotan itu, mas. sama2, selamat idul fitri juga, ya, minal aidin walfaizin, mohon maaf lahir dan batin atas semua kesalahan dan kekhilafan saya selama ini.

  12. Kalaupun mudik, saya dan keluarga paling cuma “mlumpat pager”, lha wong cuma beda Kabupaten. Jadi belum terlalu merasakan efek magis mudik.hehe

    • Buat Sdr. andika: wah, bagus juga, tuh, mas andika. jadi, malah bisa lebih cepet dan ndak repot2 amat.

  13. heheh
    barusan tadi pagi aku mudik balik
    alhamdulillah tidak sepadat digambar itu hahhahah
    😀

    • Buat Sdr. Obat darah tinggi: itulah kenyataan yang terjadi, mas. dan itu terjadi hampir setiap tahun, hehe …

    • Buat Sdr. komuter: ndak apa2, mas pengendara. sama2, ya, mas, selamat idul fitri juga, minal aidin walfaizin, mohon maaf lahir dan batin atas semua kesalahan dan kekhilafan saya selama ini.

  14. saya bersyukur tidak perlu bersusah payah untuk kumpul dengan keluarga dan temen2..

    saya nggak bisa bayangin pake sepeda motor jauhnya minta ampun belum lagi ujan dan panas..

  15. tahun ini aku gag mudik….
    met idul fitri ya pak…
    maaf selama ini aku banya salah…

    • selamat idul fitri juga, mbak uny, mohon maaf lahir dan batin atas semua kesalahan dan kekhilafan saya selama ini.

    • hehe … biasa, mbak, kampung kelahiran saya di desa, masuk wilayah kec. karangrayung, grobogan.

  16. Ketika banyak orang menikmati mudik tepat pada waktunya, saya tak bisa melakukannya karena istri masih bekerja. Nah, mudik saya dan istri, juga anak, justru ketika banyak orang telah mulai balik. Jadi, arus searah kami tak ramai. Lancar dan meringankan beban jiwa.

    Meski kami tak mengikuti ritual Lebaran (bada), tapi saya membayangkan betapa gairah perjumpaan antarkerabat memunculkan energi yang dahsyat, pak.
    Salam kekerabatan.

  17. Ramadan dan Idul Fitri mengajarkan ilmu ikhlas, sedekah, dan saling menjaga hubungan baik sesama manusia. Demikian pula mudik. Ritual ini mengajarkan berbagi terhadap keluarga di kampung.Semoga kita dipertemukan kembali dengan Ramadan danIdul Fitri. Jadi bisa mudik lagi…

    • terima kasih banget tambahan infonya, mas edi. saya setuju banget dengan pendapat mas edi. semoga berkah idul fitri menaungi kita semua untuk menuju fitrah-Nya, amiiin.

  18. Walaupun tau bakalan ribet, tetap saja mudik memang menyenangkan…berbahagialah yg masih memliki kampung halaman

    • betul sekali, mas. biasa mudik, kalau sekali saja ndak bertemu dengan sanak kerabat di kampung kelahiran, rasanya belum ikut merayakan idul fitri, hehe …

  19. Tapi kalau saya
    walaupun tidak berangkat/mudik,,
    tetap saja idul fitri itu terasa,,
    karena saat shalat ID kita langsung bersalam2an sama keluarga besar sedaerah & ziarah ke makam
    juga itu sudah cukup..:)

  20. ikkhhh serem bangettt
    buat yangm au pada mudik tingkatkanlah kewaspadaan anda
    agar tidak terjadi halhal yang tidak di inginkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *