Walhasil, saya masih punya banyak harapan terhadap Farhan sebagai penyair “bertalenta” yang akan terus mengisi ruang-ruang kebudayaan dan kesenian, terlepas apa pun media publikasi yang hendak ia tempuh. Ia perlu terus bergerak dalam menyuarakan geliat batinnya yang tertindih oleh berbagai persoalan hidup di tengah fenomena “anomali” sosial yang membadai dan membusuk dalam kubangan peradaban yang sakit. Ia perlu terus berproses dan mesti sesering mungkin bersentuhan dengan persoalan-persoalan sosio-kultural yang terjadi di sekitarnya. Ia tak boleh berhenti dan harus terus-menerus bergesekan dengan berbagai kekuatan “kata-kata” sebagai medium untuk mengekspresikan suara batin dan nuraninya.
Otoritas kata dalam sajak harus dikembalikan pada fleksibilitasnya, yaitu pada kemampuannya untuk menyatakan dirinya sendiri dalam bentuk apa pun yang ia inginkan. Tidak saja secara verbal yang dapat bertransformasi atau bermetamorfosis sesuai dengan yang ia kehendaki, tetapi juga di dalam wujud visualnya, khususnya dalam soal tipografi sebagai wadah atau bentuk dari sebuah sajak yang berfungsi untuk menyampaikan apa yang tersurat dari apa yang tersirat. Dengan demikian, maka sajak-sajak akan tampil dengan lebih komunikatif dan jauh lebih atraktif serta menemukan tempat berpijak yang kokoh untuk bersaing dengan berbagai media komunikasi. Sajak tidak akan berhenti sebagai sebuah bacaan semata. Sudah tiba pula saatnya agar ia dapat dilihat dan kalau perlu bisa disentuh dalam wujudnya sebagai simbol-simbol atau tanda-tanda yang merepresentasikan keberadaan dirinya sendiri, yaitu dalam bentuk tipografi-tipografinya yang paling konkret yang merupakan bagian ekspresif dari sajak yang tidak sekedar mengusung bentuk, tetapi juga harus memiliki maksud tertentu. Sudah seharusnya tipografi sajak menjadi sebuah tanda lahir, sebuah jejak yang diterakan sendiri oleh tangan sang penyair.
Yang tidak kalah penting, proses penulisan Farhan harus mampu mencapai kondisi yang sublim yang membius pikiran dan perasaannya sebagai sebuah perwujudan intensi yang kuat, gelora perasaan, gelombang hasrat yang menyentuh intuisi dan kepekaan puitik dalam diri seorang penyair, sebuah kegelisahan yang menerbitkan api kreativitas. Proses ini bisa terjadi secara spontan manakala penyair dihadapkan pada suatu realitas yang memicu sebuah pengalaman puitik dalam dirinya, tetapi dalam karya-karya kontemplatif seringkali membutuhkan selang waktu beberapa lama untuk mencapai pengendapan yang sublim. Dalam kondisi demikian, Farhan perlu terus mengasah bakat dan kepekaannya, bagaimana hatinya dapat tergerak oleh sentuhan peristiwa-peristiwa kecil sederhana, seperti, gugur dedaunan, bocah bermain, rintik hujan, atau lolongan anjing. Demikian pula proses kepenyairan yang dibangun melalui perenungan atas kehidupan, kematian, keimanan, atau gugahan rasa atas peristiwa tertentu yang melanda si penyair semacam kesedihan, kemarahan, atau kegembiraan. Farhan perlu terus berproses menemukan jati dirinya sebagai penyair masa depan yang diperhitungkan.
Banyak orang ingin menjadi penulis karena ingin dikenal oleh publik, demikian pula banyak orang ingin menjadi penyair karena ingin menjadi terkenal. Namun, apakah mereka menyadari hakikat kepenyairan yang sesungguhnya? Menjadi seorang penyair sesungguhnya merupakan panggilan hidup, lantaran di tengah kultur dan gaya hidup masyarakat kita yang makin konsumtif dan hedonis, tampaknya masih belum memungkinkan untuk menjadikan kepenyairan sebagai sebuah profesi. Dengan kata lain, masih terlalu banyak kendala untuk menggantungkan kehidupan semata-mata pada profesi kepenyairan. Dalam konteks demikian, kepenyairan perlu dimaknai sebagai sebuah bentuk kecintaan. Hampir mustahil rasanya menjadi seorang penyair tanpa memiliki perasaan kecintaan yang mendalam kepada sajak dan puisi pada khususnya serta sastra pada umumnya.
Di tengah terpaan zaman yang makin abai terhadap persoalan kesenian dan kebudayaan, sekali lagi, saya sangat berharap Farhan bisa menjadikan puisi sebagai bagian dari panggilan hidup, bukan lantaran sikap kenes atau latah yang justru akan membunuh “talenta” besar yang ada dalam dirinya. Nah, salam budaya!
***
Semoga dua agenda ini bisa menjadi awal yang bagus untuk membuat sastra Kendal kembali menggeliat di tengah atmosfer peradaban yang dinilai makin abai terhadap ranah kesenian dan kebudayaan. ***
kok puisinya mengandung persetubuhan pak? saya menjadi tidak paham, maaf saya bukan pengapresiasi seni puisi sejati… 😀 (doh)
hehe … kata “persetubuhan” saya beri tanda kutip loh, mas reza, hehe ….
penyair sejati memiliki jiwa yang tidak sesaat
tidak hanya ketika sedang kesepian lalu menghilang ketika gembira
begitu juga sebaliknya.
Ia adalah panggilan jiwa dalam segala bentuk keunikannya sendiri dalam menyuarakan apa yang dirasa,dilihat atau didengarnya.
Salut untuk Mas Farhan … terus maju menjadi bagian sastra Indonesia masa depan
setuju banget, mascayo, terima kasih tambahan infonya. farhan memang memiliki kelebihan tersendiri ketika menulis puisi.
hmmm ..
tapi kalo puisinya membosankan tetap saja membuat bosen ngedengerin dan ngebacanya ..
hehe …. tinggal bagaimana kita mengapresiasinya, kan?
waduh puisi ya pak… (haha)
hmm … memangnya kenapa kalau puisi, mas adi?
puisi yg bagus tentunya bisa dinikmati yg penting ga puisi asal2an bukan? 😀
saya kira benar banget, mas ginting. setuju!
puisi adalah pisau yang sangat tajam untuk mengupas isi hati.salam sukses buat sang penulis puisi.
setuju banget, mbak maria.
komentarku dijagal tuyul, bisa begitu ya
ulangan komen yang hilang :
memang puisi bisa seper tajamnya pisau untuk mengupas isi hati
salam sukses buat penulis puisi.
walah, ndak kok, mbak. yang salah memang plugin di blog ini. belum sempat ngoprek, hehe …
hehe …. ndak ada tuyul di sini, kok, mbak, hehe ….
o r a k o m e n , k o m e n k u d i b a b a t h a b i s
oww bahasa anda sangat Khas pak untuk Menyimpulkan karya puisi ini
baru liat guru hebat kyak gini hahahahaha Maju teruz pak Sawali
maaf sudah jarang mampir..Maklum suda kelas XII
walah, biasa saja, mas adib. hmm … ndak apa2, mas, urusan offline memang harus diprioritaskan.
welha, kapan acara sejenis di Magelang ya?
ayo, dong, mas nanang diprakarsai, hehe ….
puisi … gw paling suka puisi… tapi sayang paling ga bisa ngarang puisi
oh, ya? suka puisi itu sudah amat bagus, kok!
Wah kayanya seru tuh acaranya… tapi sayang aku ga suak puisi… nilai bahasa Indonesia aja ga pernah bener waktu sekolah haha….
hehe …. memang dibutuhkan tahapan dan proses utk bisa mencintai dan menikmati puisi.
saya juga suka puisi
ini puisi fisika yang saya buat
http://cobaberbagi.wordpress.com/2010/02/24/gravitasi-cinta/
http://cobaberbagi.wordpress.com/2010/02/24/gravitasi-cinta/
oh, ya? oke banget tuh, mas hamdani. salut!
Marhaban ya Ramadhan, mohon maaf lahir dan batin!
terima kasih dan sama2, pak. selamat menjalankan ibadah puasa juga, pak.
Untuk semuanya Marhaban ya Ramadhan, mohon maaf lahir dan batin!
sama2, mas edi, selamat menjalankan ibadah puasa, semoga kita bisa menunaikannya sebulan penuh dg tulus dan ikhlas.
pak, kalo saya berkomentar kok gak langsung muncul teksnya y??
apa masuk akismet atau harus dimoderasi??
maksih pak 🙂
bukan lantaran akismet, mas adi. setelah saya cermati, ternyata plugin wordpress threat comment yang ndak support.
Acaranya pasti menarik. Sayang, di Kudus hingga kini masih sepi dari geliat sastra penyair daerah.
Selamat menunaikan ibadah puasa untuk bapak dan keluarga.
Salam kekerabatan.
salam kekerabatan juga, pak. hmm … setahu saya kudus sejak dulu gudangnya aktivitas sastra loh, pak. terima kasih ucapan selamatnya, pak.
wah…kegiatan yang seru pastinya, kapan ya kami bisa ikutan, ya..didaerah kami misalnya diadakan.
ayo dong mas yusa yang memprakarsainya.
kadang saya merindukan suasana seperti itu pak, ditengah hingar bingar pekerjaan yang tiada habisnya
hmm …. mungkin ada bagusnya diperlukan acara seperti ini sekaligus utk refresh, pak, hehe ….
komentarku kok nggak nongol kenapa ya pak
iya, pak. ternyata plugin wordpress threat comment-nya yang ndak support. sekarang dah saya lepas.
pak sawali selalu mantaps jika berhubungan dengan puisi dan sastra
hehe …. hanya karena senang saja, mas, hehe …
dengan berpuisi kita sampaikan kritikan yang tajam namun halus
sepakat banget, mas santri. (worship)
yg penting jangan puisi tidur (lmao)
hehe …. kalau yang itu “pulisi tidur”, mas santri. (lmao)
tadi post komentnya eoro ya pak…
iya, bener, mas. sekarang plugin wp threat comment-nya dah saya lepas.
Wah sekarang ada fasilitas baru “Lihat/Sembunyikan Gambar” Pak Sawali 🙂
Maaf lama ngga mampir, sibuk berat!
hehe … sekadar iseng, mas don. walah, ndak apa2, mas don. urusan offline memang perlu diutamakan, kok!
puisinya sepertinya seru seru ya, mulai dari anak anak sampek orang dewasa
bener, mas rifky, semua melebur dalam sebuah ruang yang sama, tanpa membedakan status.
puisi ya Pak…saya suka sama puisi….
saya juga lagi belajar untuk bisa bikin puisi yang bagus Pak Sawali…
Mohon bimbingannya ya…
oke banget, mas. semoga makin tambah kreatif! (worship)
selamat menunaikan ibadah puasa 1431 hijriah mas….
artikelnya sangat menarik sekali…
sama2, mas, selamat menjalankan ibadah puasa, semoga kita bisa menunaikannya sebulan penuh dg tulus dan ikhlas. (worship)
waduh saya kok nggak begitu paham ama maknanya ya pak 🙁
hehe …. sebenarnya ndak seperti yang diduga banyak orang kalau memahami puisi itu sulit, mas andik.
Keren ni kontennya…
Salam kenal lah buat admin nya..
semoga sukses selalu..Amin… (banana_rock)
terima kasih, mas, atas apresiasinya!
puisi itu emang sangat indah
dengan memberikan apresiasi semoga puisi semakin maju
@jobs: terima kasih apresiasinya, mas. (worship)
Kegiatan berpuisi memang harus menjadi sesuatu yang memotivasi seseorang untuk semakin mencintai karya sastra. Dan itu harus digalakkan dengan cara mungkin sering diadakannya lomba2 penciptaan dan pembacaan puisi di semua kalangan, terutama anak2 pelajar yang nantinya bertanggung jawanb utk meneruskan tradisi karya sastra ini agar tetap langgeng.
@Ifan Jayadi: amiiin, terima kasih support dan apresiasinya, mas ifan. semoga hal itu bisa terwujud.
saya suka sekali membaca semua jenis puisi pak cuma kalau untuk bikin kok susah banget ya
@munir ardi: hehe …. membaca dan menikmati puisi sudah lebih dari cukup utk bisa mencintai sastra kok, pak, hehe …
saua juga termasuk penikmat puisi sebenarnya… tp karena kesibukan dan aktifitas saya kurang linier jd agak terbengkalai selera saya tentang puisi.
dulu, setiap seri puisi kahlil gibran selalu jadi buruan saya untuk saya koleksi.
kali ini, selera saya tentang puisi kembali terefresh rupanya…
@saiful: woi, keren tuh puisi khalil gibran, pak saiful. mantab!
disaat blog lain bercerita tentang yang porno porno agar dapat banyak pengunjung… jadi terharu melihat blog ini bercerita tentang pendidikan … bahkan mengenai puisi… lanjutkan …
Buat Sdr. cerita lucu: hehe … terima kasih support dan apresiasinya, mas.
bagus puisinya, salam kenal
Buat Sdr. newbisz: salam kenal juga, makasih kunjungannnya, mas.
puisi-puisi indah , senang menikmati karya sastra indah seperti ini
Buat Sdr. munir ardi: terima kasih apresiasinya, pak munir.
numpang puisi boleh g kang sawali?
mangga, silakan, kirimkan saja lewat email saya. insyaallah akan saya publikasikan di blog ini kalau memang oke! terima kasih.
saya tertarik dengan berbagai karya sastra, kadang ingin sekali mencipta puisi atau fiksi sendiri, tapi entah dimana keberanian atau ide bisa muncul. seringkali mood hanya datang sebentar sehingga keinginan tak berkembang.
Puisi itu memang sangat bagus
Apalagi saat puisi tadi di baca sambil di Ekspresikan…
wihh hebat,,,
terus kembangkan kreatifitas mu,,,
SAlam kenal ta gan 🙂