Banjir Puisi dalam Sehari

Meski demikian, secara stilistika, Farhan mulai menemukan bentuk pengucapan khas yang bisa memosisikan dirinya sebagai penyair “bertalenta”. Dengan amat sadar, ia memanfaatkan kekuatan kata-kata untuk “menyihir” publik dengan kekayaan ragam bahasa pengucapan yang kaya makna dan multitafsir. Simak saja lirik-liriknya yang terdedahkan dalam “Kasidah Airmata”!

//Air mataku bersenandung/diiringi dendang kunang-kunang/dan kalam Ilahi//tak ada yang bertanya/mengapa langit menggelapkan awan/dan pohon-pohon ikut menundukkan kepala//Siangpun menepi/memberi jalan bagi tamu/yang serba hitam dan berpeci//Air matakupun mulai menari/melihatmu hanya berdiam diri/mematung dalam peti//

Selain kaya imaji, lirik dalam “Kasidah Airmata” juga memancarkan sublimitas religi yang mampu menyentuh nurani pembaca akan kesadaran Illahiah universal dan kosmopolit yang sarat dengan metafor. Bagi saya, puisi yang baik, adalah puisi yang memiliki kekayaan imaji yang mampu membuka nurani pembaca terhadap berbagai kemungkinan penafsiran. Puisi akan kehilangan kesejatiannya sebagai sebuah karya sastra apabila sang penyair bersikap “mendikte” sikap apresiatif pembaca dengan menyajikan pilihan kata yang serba vulgar dan miskin pemaknaan, hingga akhirnya puisi hanya terjebak dalam penafsiran monolitik seperti yang tersembunyi di balik kepala sang penyair.

Apresiasi, dengan demikian, menjadi hal yang penting, bukan hanya untuk kepentingan sang penyair dalam menemukan bentuk dan gaya tutur yang khas, tetapi juga amat penting peranannya bagi pembaca dalam menemukan kemungkinan-kemungkinan penafsiran untuk memperkaya daya jelajah literernya. Selain itu, juga mengemban misi sebagai sebuah legitimasi “budaya” dalam menilai bobot seorang penyair.

Persoalannya sekarang, masih perlukah kita memosisikan sastra, khususnya sajak, secara proporsional ke dalam sebuah ruang penafsiran, apresiasi, atau publikasi ketika kita hidup di tengah zaman yang serba intant dan hedonis?

“Pulchrum dicitur id apprensio”, kata filsuf skolastik, Thomas Aquinas. Adagium yang berarti “keindahan bila ditangkap menyenangkan” itu menyiratkan makna bahwa keindahan menjadi mustahil menyenangkan tanpa media sosialiasi. Keindahan (sajak) mokal bisa dinikmati orang lain tanpa publikasi.

Dalam konteks demikian, Farhan sungguh beruntung hidup di tengah-tengah gelombang virtual yang demikin masif menyajikan kemudahan-kemudahan dan memanjakan sang penyair dalam menemukan ruang publikasi. Ketika dia gagal menembus barikade redaksi sastra-budaya di media cetak dalam memasyarakatkan obsesi visi dan estetis sang penyair, dia bisa memperoleh legitimasi kepenyairan melalui blog, facebook, atau jejaring sosial yang lain. Saya yakin, apa yang mereka (penyair) tulis di jejaring sosial, murni terlahir dari kepekaan nurani, hasil pergulatan daya jelajah kreativitas yang intens. Dia tidak harus dicurigai sebagai manusia hipokrit yang cenderung sekadar memenuhi tuntutan selera esetetik setelah merasa “frustrasi” lantaran tak dilirik oleh redaktur media cetak.

Farhan, bisa jadi bagaikan “rusa masuk kampung”, ketika lirik-lirik yang terus mengalir dari rekaman memorinya gagal terpubikasikan. Sudah menjadi tugas seorang penyair untuk mengatasi keterbatasan media di dalam penulisan puisinya dan sekaligus keterbatasan media kata itu sendiri. Sajak harus menemukan pintu keluar dari kemampatan ini, yaitu dari segenap kecurigaan yang telah merasuki kalangan para penyair sendiri yang menyatakan bahwa selama ini kata telah mati dan demikian pula dengan puisi. Penyair harus sampai pada kesadaran baru untuk memaksimalkan semua potensi yang dimilikinya, bukan lagi sebatas angan-angan, atau sekedar sebagai mimpi dan ilusi. Karena ilusi atau mimpi sekalipun bila ia tampil di dalam sajak harus dapat merepresentasikan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang inspiratif dan memberi nafas serta nuansa yang baru dalam khazanah sastra kita, yaitu pembaharuan penulisan puisi yang bisa terlihat, terdengar serta teraba getarannya, sehingga mimpi itu kemudian dapat tampil sebagai sebuah gambaran nyata dari realitas kehidupan.

Masuknya budaya visual lewat media elektronik dan grafis tidak harus menggoyahkan otoritas kata sebagai media komunikasi verbal. Di sinilah sesungguhnya letak tantangan kreativitas yang terbesar yang menanti para penyair, yaitu pada upaya bagaimana ia dapat menampilkan puisi-puisi karyanya itu sehingga mampu eksis dan tetap bertahan hidup di tengah serbuan kekuatan-kekuatan media komunikasi lainnya. Sudah menjadi tugas utama para penyair untuk memberikan dan mempertahankan kehidupan dan bukannya tunduk pada kekuatan kematian atau tekanan kekuasaan manapun yang hendak mengkerdilkan makna dari puisi itu sendiri.
***

Comments

  1. kok puisinya mengandung persetubuhan pak? saya menjadi tidak paham, maaf saya bukan pengapresiasi seni puisi sejati… 😀 (doh)

  2. penyair sejati memiliki jiwa yang tidak sesaat
    tidak hanya ketika sedang kesepian lalu menghilang ketika gembira
    begitu juga sebaliknya.
    Ia adalah panggilan jiwa dalam segala bentuk keunikannya sendiri dalam menyuarakan apa yang dirasa,dilihat atau didengarnya.
    Salut untuk Mas Farhan … terus maju menjadi bagian sastra Indonesia masa depan

    • setuju banget, mascayo, terima kasih tambahan infonya. farhan memang memiliki kelebihan tersendiri ketika menulis puisi.

  3. hmmm ..
    tapi kalo puisinya membosankan tetap saja membuat bosen ngedengerin dan ngebacanya ..

  4. puisi yg bagus tentunya bisa dinikmati yg penting ga puisi asal2an bukan? 😀

  5. puisi adalah pisau yang sangat tajam untuk mengupas isi hati.salam sukses buat sang penulis puisi.

  6. komentarku dijagal tuyul, bisa begitu ya
    ulangan komen yang hilang :
    memang puisi bisa seper tajamnya pisau untuk mengupas isi hati
    salam sukses buat penulis puisi.

  7. oww bahasa anda sangat Khas pak untuk Menyimpulkan karya puisi ini
    baru liat guru hebat kyak gini hahahahaha Maju teruz pak Sawali
    maaf sudah jarang mampir..Maklum suda kelas XII

  8. Wah kayanya seru tuh acaranya… tapi sayang aku ga suak puisi… nilai bahasa Indonesia aja ga pernah bener waktu sekolah haha….

    • sama2, mas edi, selamat menjalankan ibadah puasa, semoga kita bisa menunaikannya sebulan penuh dg tulus dan ikhlas.

  9. pak, kalo saya berkomentar kok gak langsung muncul teksnya y??
    apa masuk akismet atau harus dimoderasi??
    maksih pak 🙂

    • bukan lantaran akismet, mas adi. setelah saya cermati, ternyata plugin wordpress threat comment yang ndak support.

  10. Acaranya pasti menarik. Sayang, di Kudus hingga kini masih sepi dari geliat sastra penyair daerah.
    Selamat menunaikan ibadah puasa untuk bapak dan keluarga.
    Salam kekerabatan.

    • salam kekerabatan juga, pak. hmm … setahu saya kudus sejak dulu gudangnya aktivitas sastra loh, pak. terima kasih ucapan selamatnya, pak.

  11. wah…kegiatan yang seru pastinya, kapan ya kami bisa ikutan, ya..didaerah kami misalnya diadakan.

  12. kadang saya merindukan suasana seperti itu pak, ditengah hingar bingar pekerjaan yang tiada habisnya

  13. dengan berpuisi kita sampaikan kritikan yang tajam namun halus

  14. DV

    Wah sekarang ada fasilitas baru “Lihat/Sembunyikan Gambar” Pak Sawali 🙂
    Maaf lama ngga mampir, sibuk berat!

    • hehe … sekadar iseng, mas don. walah, ndak apa2, mas don. urusan offline memang perlu diutamakan, kok!

  15. puisinya sepertinya seru seru ya, mulai dari anak anak sampek orang dewasa

  16. puisi ya Pak…saya suka sama puisi….
    saya juga lagi belajar untuk bisa bikin puisi yang bagus Pak Sawali…
    Mohon bimbingannya ya…

  17. selamat menunaikan ibadah puasa 1431 hijriah mas….
    artikelnya sangat menarik sekali…

    • sama2, mas, selamat menjalankan ibadah puasa, semoga kita bisa menunaikannya sebulan penuh dg tulus dan ikhlas. (worship)

  18. waduh saya kok nggak begitu paham ama maknanya ya pak 🙁

  19. puisi itu emang sangat indah
    dengan memberikan apresiasi semoga puisi semakin maju

  20. Kegiatan berpuisi memang harus menjadi sesuatu yang memotivasi seseorang untuk semakin mencintai karya sastra. Dan itu harus digalakkan dengan cara mungkin sering diadakannya lomba2 penciptaan dan pembacaan puisi di semua kalangan, terutama anak2 pelajar yang nantinya bertanggung jawanb utk meneruskan tradisi karya sastra ini agar tetap langgeng.

    • @Ifan Jayadi: amiiin, terima kasih support dan apresiasinya, mas ifan. semoga hal itu bisa terwujud.

  21. saya suka sekali membaca semua jenis puisi pak cuma kalau untuk bikin kok susah banget ya

    • @munir ardi: hehe …. membaca dan menikmati puisi sudah lebih dari cukup utk bisa mencintai sastra kok, pak, hehe …

  22. saua juga termasuk penikmat puisi sebenarnya… tp karena kesibukan dan aktifitas saya kurang linier jd agak terbengkalai selera saya tentang puisi.
    dulu, setiap seri puisi kahlil gibran selalu jadi buruan saya untuk saya koleksi.

    kali ini, selera saya tentang puisi kembali terefresh rupanya…

  23. disaat blog lain bercerita tentang yang porno porno agar dapat banyak pengunjung… jadi terharu melihat blog ini bercerita tentang pendidikan … bahkan mengenai puisi… lanjutkan …

    • mangga, silakan, kirimkan saja lewat email saya. insyaallah akan saya publikasikan di blog ini kalau memang oke! terima kasih.

  24. saya tertarik dengan berbagai karya sastra, kadang ingin sekali mencipta puisi atau fiksi sendiri, tapi entah dimana keberanian atau ide bisa muncul. seringkali mood hanya datang sebentar sehingga keinginan tak berkembang.

  25. Puisi itu memang sangat bagus

    Apalagi saat puisi tadi di baca sambil di Ekspresikan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *