Dalang: Ki Sawali Tuhusetya
Gandamana tercenung di sudut kamar. Berkali-kali, putra mahkota negeri Pancala yang rela melepaskan tahta demi berguru kepada penguasa Hastina, Pandu Dewanata, ini memukul-mukul jidatnya. Dia tak paham juga dengan kekerasan hati Drupadi, keponakannya, yang juga belum mau hidup berumah tangga ketika usianya sudah menginjak kepala tiga. Sudah ratusan pemuda gagah dan kaya dari negeri Seberang yang melamarnya, tetapi selalu ditolaknya. Sementara itu, Prabu Drupada, juga tak sanggup berbuat apa-apa. Rupanya, ia tak mau memaksakan kehendak dengan memaksa putri sulungnya untuk menikah dengan lelaki pilihannya. Dia tak ingin dicap sebagai penguasa otoriter yang suka mengeksploitasi anak demi memenuhi ambisinya.
Gandamana
Jagal Abilawa
DrupadiMeski sudah tidak tinggal lagi di Pancala, Gandamana berkepentingan juga untuk memikirkan nasib negerinya. Bukan karena apa-apa, melainkan semata-mata demi menjaga kelangsungan tahta Pancala yang telah rela dia tinggalkan. Kalau sampai Drupadi tidak segera menikah, sementara Prabu Drupada semakin keropos digerogoti usia, bagaimana nasib Pancala kelak? Haruskah masa depan Pancala berakhir lantaran tak ada pewaris tahta yang sah? Itulah beberapa pertanyaan yang membadai dalam layar batinnya. Sudah berbagai cara dia lakukan untuk membujuk Drupadi agar segera menikah dengan lelaki pujaannya. Namun, setiap kali dibujuk, Drupadi justru kian sengit melakukan penolakan. Selalu saja ada alasan yang dilontarkannya. Masih ingin kuliah, kek, belum ada lelaki yang cocok, kek, atau alasan setumpuk lain yang sulit Gandamana pahami.
“Ingatlah, Drup, Pancala butuh pewaris tahta yang sah untuk mewujudkan kejayaan negeri. Siapa lagi kalau bukan suamimu yang berhak untuk menduduki tahta Pancala? Papamu, Drupada, juga kian tua. Apa kamu tidak kasihan di tengah usia senjanya harus memikirkan beban negara yang semakin berat?” bujuk Gandamana suatu ketika di sebuah sore yang berkabut.
“Paman! Drupadi ngerti. Pancala memang butuh pewaris tahta. Tapi, apa Paman rela, Pancala dipimpin oleh seorang pewaris tahta yang lembek, suka plin-plan, suka tabur pesona, tapi tak pernah bisa berbuat apa-apa? Jujur saja, aku belum menemukan sosok yang ideal untuk memimpin Pancala, Paman. Yang aku lihat, dari ratusan pelamar yang masuk, rata-rata hanya sosok oportunis, suka menjilat, suka jual tampang, dan hanya mementingkan tahta semata. Itu bisa kulihat benar dari sorot mata dan kepribadian mereka,” sahut Drupadi.
Hmm …. Gandamana menarik napas. Dadanya naik-turun. Pernyataan Drupadi memang sangat beralasan. Pancala memang butuh sosok pewaris tahta yang visioner, berkepribadian kuat, dan memiliki komitmen tinggi untuk menyejahterakan rakyat; bukan sosok penjilat, lembek, apalagi tak punya visi untuk membangun kejayaan Pancala.
Berhari-hari lamanya, Gandamana mengurung diri di kamar. Bayangan Drupadi dan masa depan Pancala berkali-kali berkelebat dalam layar memorinya. Sesekali hadir juga bayangan Sangkuni yang pernah berbuat licik hingga dia tega “main hakim sendiri” dengan membuat Patih Hastina itu cacat. Pada saat yang lain, hadir juga bayangan Begawan Drona yang pernah dia aniaya hingga cacat lantaran pernah menyapa kakak iparnya, Drupada, dengan sapaan “Sucitra” yang dianggap melecehkan dan tidak sopan. Begitulah kejadian demi kejadian masa silam hadir silih berganti memenuhi rongga memori Gandamana, hingga akhirnya dia merasa menemukan cara yang tepat untuk mencarikan jodoh buat Drupadi.
“Paman telah menemukan cara yang tepat untuk mencarikan jodoh buatmu! Tunggu kejutannya!” kata Gandamana lewat SMS yang ditujukan kepada Drupadi. Bola mata Drupadi membeliak. Tampak jelas sorot matanya yang memancarkan aura kecantikan memantul di layar handphone terbarunya.
“Aih, Paman! Jangan bikin diriku tersipu! Pokoknya aku tunggu deh kejutan dari Paman!” jawab Drupadi lewat SMS. Gandamana tak membalas SMS itu. Namun, hatinya bersorak. Gandamana paham, isi SMS itu menyiratkan makna bahwa Drupadi setuju dengan kejutan yang hendak dia rencanakan.
Maka, tanpa melalui konfirmasi dan konferensi pers, Gandamana segera menyiapkan prosesi uji kelayakan bagi para pelamar Putri Drupadi. Para pengelola media, pers, blog, dan jejaring sosial dikirimi pesan berantai untuk menyebarluaskan info terbaru tentang “Sayembara Drupadi demi Membangun Kejayaan Pancala”.
Negeri Pancala akan menggelar “Sayembara Drupadi demi Membangun Kejayaan Pancala”. Adapun syarat-syarat bagi peserta sayembara antara lain sebagai berikut:
- Belum pernah terlibat dalam pembuatan video syahwat;
- Belum pernah dipenjara dan tidak sedang menjalani proses hukum pidana atau perdata;
- Tidak memiliki rekening “gendut” yang diduga terkait dengan skandal korupsi atau gratifikasi;
- Belum pernah terlibat dalam upaya rekayasa atau kriminalisasi institusi yang memiliki “track-record” bagus dalam pemberantasan korupsi;
- Belum pernah beristri yang dibuktikan dengan surat keterangan resmi dari “Kantor Urusan Pernikahan”;
- Memiliki visi dan misi yang bagus untuk membangun masa depan Pancala;
- Bersedia mengikuti aturan main dan ketentuan sayembara.
Keterangan dan informasi lebih lanjut bisa dibaca di www.sayembaradrupadi.com.
Walhasil, dalam waktu singkat, peserta sayembara membludak. Lelaki dari berbagai belahan dunia mengajukan lamaran melalui website yang khusus dipublikasikan untuk menyukseskan program sayembara itu. Maklum, perempuan yang disayembarakan bukanlah perempuan sembarangan. Selain memiliki kapasitas intelektual yang bagus, Drupadi juga dikenal sebagai perempuan “berdarah biru” yang sangat pintar menjaga martabat dan kehormatannya sebagai perempuan suci. Hampir tak pernah ada gosip miring yang tersebar melalui internet atau infotainment yang suka memuja gaya hidup hedonis dan konsumtif.
Ketika membuka akun jejaring sosial, Drupadi tersenyum membaca info sayembara yang melibatkan dirinya itu. “Dasar Paman Gandamana, ada-ada saja ulahnya,” kata perempuan cantik bertubuh sintal dengan potongan rambut panjang yang selalu tergerai menutupi punggungnya itu.
Ketika sayembara berlangsung, sudah ada ratusan peserta yang mengikuti proses uji kelayakan yang digelar oleh Gandamana. Namun, satu demi satu peserta dinyatakan gugur. Belum ada satu pun peserta yang dinyatakan layak menjadi suami Drupadi sekaligus menjadi pewaris tahta Pancala. Meski sudah berusia lanjut, dia tak pernah lelah untuk menguji dengan cermat setiap peserta, mulai uji fisik, psikis, hingga kepribadian. Sementara itu, di bangku cadangan peserta yang mengikuti sayembara hanya tinggal hitungan jari.
Keringat dingin mulai menjebol pori-pori Gandamana ketika sayembara hampir berakhir. Dia belum juga menemukan figur yang cocok untuk menjadi calon pasangan hidup keponakannya, Drupadi. Kalau sampai gagal mendapatkan peserta sayembara seperti apa yang dia inginkan, bisa-bisa Drupadi marah, pikir Gandamana. Maka, tinggallah peserta sayembara terakhir yang harus diuji. Bertubuh gempal dan berotot. Sorot matanya tajam seperti mata elang. Namun, penampilannya sama sekali tidak menampakkan sebagai sosok keturunan ningrat. Rambutnya dibiarkan panjang tergerai dan berbusana kumal.
Disaksikan ribuan pasang mata, Gandamana tampak resah. Dalam proses adu debat, peserta sayembara yang terakhir ini ternyata tampil ngedap-edapi. Berbagai persoalan politik dan ketatanegaraan yang dia lontarkan, ternyata bisa dijabarkan dengan argumen yang (nyaris) sempurna. Namun, demi menjaga wibawa dan kehormatannya, Gandamana tak mau kalah. Lelaki muda itu terus dicecar dengan berbagai pertanyaan yang kadang-kadang tak bisa dipahami oleh Gandamana sendiri. Lantaran sudah tak ada lagi yang bisa digunakan untuk menaklukkan kehebatan peserta sayembara yang konon bernama “Jagal Abilawa” ini, akhirnya Gandamana mengajaknya berduel di atas ring. Ribuan penonton yang menyaksikan adu debat itu tersentak. Mereka tak mengira kalau Gandamana akan berbuat curang, sebab duel di atas ring itu tak tercantum dalam ketentuan sayembara. Meski demikian, Jagal Abilawa tidak menolaknya.
Terjadilah duel seru. Dari rode ke ronde, pertarungan berlangsung seimbang. Pukulan jab, stright, uper-cut, datang silih berganti. Namun, belum ada tanda-tanda siapa yang akan takluk. Baru pada ronde ke-11, Gandamana berhasil mendaratkan pukulan mematikan ke dagu Jagal Abilawa. Tak ayal lagi, Jagal Abilawa pun terpapar mencium kanvas.
Sambil berupaya bangkit, Jagal Abilawa menyebut-nyebut nama “Pandu”, ayahnya. Nama yang berkali-kali disebut dengan lirih dari mulut pemuda dekil itu membuat Gandamana lengah. Aneh, Jagal Abilawa seperti menemukan kekuatannya kembali. Dia bangkit menampilkan “body-weaving” yang (nyaris) sempurna seperti kupu-kupu yang tengah menari-nari. Sambil terus melontarkan jab-jab dan stright, Jagal Abilawa terus merangsek hingga membuat Gandamana tersudut di pojok ring. Dalam sebuah kesempatan, dia berhasil melontarkan uper-cut yang mematikan hingga membuat tubuh Gandamana tersungkur bersimbah darah. Dalam keadaan sekarat, Gandamana merasa lega, karena sosok yang mengalahkannya benar-benar sangat cocok menjadi pendamping hidup Drupadi dan menjadi pewaris negeri Pancala. Ribuan penonton tercekat sambil membelalakkan bola mata. Drupadi menjerit histeris dan bergegas merangkul tubuh pamannya yang sudah tak berdaya itu.
Sebelum menghembuskan napas yang terakhir, Gandamana tersenyum sembari membisikkan kata-kata lirih ke telinga Drupadi. “Dialah lelaki yang cocok untukmu untuk menjadi pewaris tahta Pancala …” Usai mengucapkan kata-kata itu, tubuh Gandamana terbujur kaku dan dingin. Bola mata Drupadi berkaca-kaca. Dia sungguh tak mengira, demi kelangsungan tahta Pancala, pamannya rela berkorban dengan menggelar sayembara berdarah itu. Mungkinkah ini kejutan yang dimaksudkan Paman Gandamana melalui SMS-nya itu? (tancep kayon) ***
Sebuah kisah yang penuh dengan pelajaran
terima kasih apresiasinya, bang.
Salam kenal …Pak ..
hehe …. salam kenal juga, pak. memperkenalkan blog barunya, ya, pak? hehe …
mencintai budaya dalam negeri, pertahankan terus pak sawali, dalang kondang…
walah, dalang kondang? hiks, predikat dalam dalam post ini juga sekadar slengekan, mas reza, hehe …
maju terus Bang Sawali, pertahankan budaya Java . . .;D
matur nuwun supportnya, ka damar.
mantaff pak..semangat truss 😆
walah, mas ginting. biasa sajalah, hanya sekadar tulisan slengekan, kok. terima kasih supportnya.
ceritanya asyik….
Mudah2an bisa memberi pencerahan baru bagi budaya wayang purwa di jagad per blogingan.
Salam..
hmm …. sekadar kisah slengekan, mas pur, ketimbang tersumbat di kepala, hiks.
selalu ada yang baru, berkunjung di pagi hari ah….
hmm …. terima kasih kunjungan paginya, pak arka. menanti kunjungan berikutnya, hehe …..
Kisah yang sangat menyentuh.Saya melihat episode terakhir sampai merinding pak .Benar2 memiliki arti dan makna yang sangat dalam
Kalau nggak salah suaminya pandawa pak ya drupadi.
hehe …. matur nuwun apresiasinya, mbak diah. bener sekali, mbak. konon kemenangan jagal abilawa dalam sayembara adalah kemenangan semua pendawa, shg drupadi pun menjadi istri mereka.
hmmm… saya copy dulu ke harddisk saya ya.. nanti pasti saya baca…. ^_^
mangga, mas garis!
ceritanya bagus tapi kok ada sad endingnya juga ya hmmmm
hmm …. konon konflik kisah itu sering identik dg “sad”, mas indra, haks.
mateb ceritanya bagus pak saya tunggu pagelaran wayang selanjutnya.
hehe …. biasa saja, masndol, hanya sekadar kisalh slengekan, kok.
wah ada blog yang bahas wayang juga ternyata. saya juga seneng ma wayang pak.
hmm …. hanya sekadar kisah slengekan yang digarap tdk serius, kok, hiks.
kalau sayembara itu diumumkan di indonesia, tidak akan ada yang lolos seleksi administrasi
hehe … apa lantaran banyak yang punya rekening gendut, mas pencerah?
Ceritanya seperti perjuangan para pahlawan ketika hendak mewujudkan kedaulatan RI, ya Pak, penuh berdarah-darah. Tapi, kini, belum ada tokoh yang berani “berdarah-darah” demi kejayaan/kesejahteraan rakyat, ya Pak.
Salam kekerabatan.
salam kekerabatan juga, pak. wah, agaknya sulit menemukan figur semacam gandamana yang rela melepaskan tahta, pak. yang sering terjadi justru malah rebutan tahta, haks.
Pingback: Tweets that mention Catatan Sawali Tuhusetya -- Topsy.com
lama tak bersua, bukan berarti putus segala asa … semoga komentar singkat saya ini dapat kembali menyambungkan hubungan kita
salam
dari admin belajarinvestasi.info mencoba mengenalkan blog baru yang mudah2an bermanfaat untuk pendidikan di negeri ini, khususnya dalam belajar bahasa Arab
setuju, mas. silaturahmi bisa dilakukan kapan saja, kok. wah, pasti blognya sangat bermanfaat, mas. semoga lancar dan sukses.
cerita yang menarik dan mengharukan T_T saya pikir cuma guyonan, eh ternyata…
hikz hikz…
eh, ternyata apa, mbak ros?
sayangnya saya tidak ‘memahami sangat’ cerita pewayangan sehingga kenikmatan cerita ini mungkin tidak sempurna, namun sangat menyentuh karena disertai dengan pernik-pernik yang memikat dari Ki Dalang kenamaan yang telah tersohor ini. Selamat Pak, saya ikut bahagia atas suksesnya pementasan kali ini. Salam hangat dan sukses selalu.
hehe …. pementasan? walah, mas yussa bisa saja ini. hiks, sekadar postingan slengekan, kok. tidak lebih!
wah, jangankan rekening gendut, rekeningku sejak dulu kurus sekali malah kurang gizi …
hehe … rekening di paypal atau rekening yang mana, mas joe?
Kemarin sudah terpilih Guberbur BI oleh DPR, namun saya sangsi bahwa Gubernur BI sekarang bisa membawa BI kearah yang lebih baik. Begitu juga pemilihan ketua KPK yang banyak calonnya dari berbagai unsur. Tapi kebanyakan mereka menurut saya sama saja dengan pemimpin-pemimpin sekarang ini yang hanya mementingkan kepentingan segelintir orang saja, tanpa memikirkan nasib rakyat yang tertindas.
doh, makin repot kalau sosok yang terpilih tdk memiliki track-record yang bagus, mas marada. kalau seperti ini, agaknya sulit negeri ini bisa bangkit dari keterpurukan.
kunjungan perdana pak…hehe… 😆
woi, selamat atas blog barunya, mas ginting. semoga makin bersemangat ngeblognya!
selamat pagi pak sawali….. ^_^
malam, mas garis!
Penuturan Ki Dalang benar-benar mengingatkan saya pada masa remaja saat suka sekali dengan Wayang Mbeling. 🙂
wah, bu nur ternyata suka juga yang gaya2 slengekan dan mbeling rupanya, hehe …. 😀
menuju ke TKP http://www.sayembaradrupadi.com...
*sudah tutup apa belum pak?* 😀
belum tutup kok, mas andy, hehe … (lmao) ketemu ndak websitenya, mas (doh)
untung sayembaranya gak diselenggarakan di Indonesia…
kena persyaratannya aja udah gak ada yg bisa lolos… 😀
hehe …. itu artinya indonesia identik dg negeri yang korup. begitukah mas mahendra?
sampun dangu mboten ningali wayang kulit…
jadi kangen… 🙁
hehe …. mugi post punika saged kangge tamba kangen, hehe …. (lmao)
“Nice artikel, inspiring ditunggu artikel – artikel selanjutnya, sukses selalu, Tuhan memberkati anda, Trim’s (highfive) “
terima kasih support dan apresiasinya, mas wib. (worship)
tanda klo cinta indonesia
artikel tentang budaya indonesia jg 🙂
jangan sampai budaya indonesia punah di indoneisa
seperti bhsa jawa yg nyaris punsah di pulau jawa 🙂
betul sekali, mas miftah. di tengah era globalisasi, mari kita turut serta utk melestarikan sekaligus mengembangkan nilai2 kearifan budaya lokal. salam budaya! (worship)
salam kenal sob, ane suka gambar wayang kulitnya….-:)
salam kenal juga, mas. terima kasih apresiasi dan kunjungannya. (worship)
jadi istri drupadi berapa gajinya pak ? klw hanya 40 juta nanti banyak yg mundur ( atau pura2 mundur gara2 baru sadar klw gak mampu 😀 ) 😀
hehe … maksudnya suami, ya, mas firdaus. (thinking) hmm …
Sayembaranya dah tutup ya Pak Sawali? Pengen ikutan nich.. Makasih Pak
hehe …. belum kok, mas andi, haks. (rofl)
saastra yang sangat bagus pak aku sangat suka segala sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan daerah
terima kasih apresiasinya, pak munir. (applause)
cerita-cerita wayang sangat saya gemari,tiap malam satu sura bersama teman-teman mendengarkan lakon hanoman maneges.dewa ruci , biasanya diatas jam tiga mbabar ilmu para aulia. asyik pokoknya tuntas sampai pagi.terima kasih tulisan sobatmengingatkan malamsatu suro.
oh, ya, salut banget nih, mbak. sama seperti yang biasa kami lakukan di kampung sambil siskamling, hehehe …. (applause)
Salam kasih,
Buat yang punya kesempatan (dana, waktu, dan kesehatan) da ngemar kisah Mahabharata dan Ramayan, silahkan berkunjung ke India untuk napak tilas. Padang Kuruksetra masih ada walau di sana sini sudah menjadi desa/kota.