Ada sebuah pertanyaan yang selalu mengusik para pemerhati dan pengamat pendidikan. Profil generasi macam apakah yang telah dilahirkan oleh dunia pendidikan kita? Pertanyaan ini agaknya bukan hal yang mudah untuk dijawab. Secara jujur harus diakui, fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan kita, masih mendedahkan potret yang buram. Generasi yang lahir dari “rahim” dunia pendidikan kita dinilai belum seperti yang diharapkan. Seringkali kita melihat potret anak yang cerdas, tetapi perilaku mereka masih jauh dari nilai-nilai kesantunan. Munculnya geng-geng gelap yang menonjolkan kekerasan dalam setiap aksinya makin memperkuat bukti itu. Atau sebaliknya, ada jutaan generasi yang santun, tetapi secara intelektual, mereka kurang memiliki tingkat kecerdasan yang memadai.
Agaknya, inilah pertanyaan yang akan terus dicari jawabannya dalam dunia pendidikan kita. Tak heran apabila TV-Edukasi menggunakan motto “Santun dan Mencerdaskan” dalam setiap program tayangannya. Upaya lain untuk melahirkan generasi yang cerdas dan santun adalah memberdayakan para guru agar melek Teknologi dan Informasi (TI). Agenda ini penting untuk dilakukan karena guru masih memegang posisi “kunci” dalam upaya mencapai peningkatan mutu pendidikan. Merekalah yang diharapkan mampu menjadi “pionir” untuk mewujudkan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, melalui sentuhan pendekatan berbasis TI. Visi yang hendak dicapai bukan semata-mata melahirkan generasi yang cerdas, melainkan juga santun. Artinya, melalui pembelajaran berbasis TI, anak-anak masa depan negeri ini tidak hanya sekadar memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang memadai, tetapi sekaligus juga mampu memanfaatkan multimedia pembelajaran untuk membangun nilai-nilai kesantunan ke dalam dirinya.
Setidaknya, itulah kesan yang bisa saya tangkap ketika mengikuti Pelatihan Pemanfaatan TIK selama tiga hari (4-6 Agustus 2008) di SMK 2 Kendal-Jawa Tengah. Ada 10 materi yang diberikan oleh Ibu Cahyo Kismurwanti, Trainer Senior yang juga seorang guru di SMP Negeri 2 Semarang itu, yakni Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Pendidikan, Pengenalan Jaringan dan Jardiknas, Pemanfaatan TVe dalam Pembelajaran, Pemanfaatan Internet dalam Pembelajaran, Pemanfaatan Multi Media dalam Pembelajaran, Pemanfaatan Edukasi Net, Pemanfaatan Audio dalam Pembelajaran, Pembuatan Media Presentasi, Strategi Pembelajaran Berbasis TIK, dan Pengembangan Rencana Pembelajaran Berbasis TIK.
Memang bukan hal yang mudah bagi seorang guru untuk menjadi “pionir” pembelajaran berbasis TI. Ada banyak faktor yang memengaruhinya. Selain kemampuan guru yang bersangkutan dalam mendayagunakan multimedia, juga sangat ditentukan oleh kemudahan dalam mengakses informasi secara online. Selain itu, juga perlu adanya perubahan kultural di kalangan guru dalam mendesain pola pembelajaran. Desain konvensional yang memosisikan guru sebagai satu-satunya sumber pembelajaran perlu diubah. Seiring dengan kemajuan peradaban, guru perlu menyentuh berbagai sumber pembelajaran untuk diperkenalkan kepada siswa didiknya. Bahkan, jika memungkinkan, siswa didik diajak untuk lebih mengakrabi berbagai media tersebut sebagai “partner” dan teman belajar.
Penggunaan desain pembelajaran berbasis TI, khususnya yang menggunakan fasilitas internet, memang bisa menimbulkan “demam internet” di kalangan siswa. Bisa jadi, mereka justru akan lebih tertarik kepada medianya daripada substansi materi pembelajarannya. Dalam kondisi demikian, dibutuhkan pendampingan dan internalisasi yang memadai dari sang guru dalam memanfaatkan internet sebagai media pembelajaran. Dengan kata lain, guru perlu menanamkan nilai-nilai kesantunan kepada siswa didik ketika bersentuhan dengan dunia internet. Jangan sampai terjadi, anak-anak masa depan negeri ini jadi kehilangan kontrol diri sehingga mudah sekali terjebak pada perilaku dan tindakan konyol akibat sering bersentuhan dengan dunia maya.
Persoalannya akan menjadi semakin rumit dan kompleks ketika anak-anak jadi semakin terasing dari lingkungannya ketika sering “meng-karantinakan” diri dalam sekat-sekat dunia maya. Mereka jadi jarang lagi bergaul secara sosial dengan komunitas di sekitarnya dan terus asyik membangun jaringan di dunia maya hingga kehilangan sebagian esensinya sebagai mahluk sosial. Nilai-nilai kesantunan pun dikhawatirkan akan terberangus akibat nilai-nilai baru yang diusung dari dunia maya tidak lagi menyentuh “bumi” tempat mereka hidup dan bergaul.
Kita berharap, kekhawatiran semacam itu terlalu berlebihan sehingga tidak ada anak-anak yang kehilangan kesejatian dirinya sebagai mahluk sosial akibat sering bersentuhan dengan dunia maya. Nah, bagaimana? ***
Pingback: iPhone News » Blog Archive » Mampukah Sentuhan TI Melahirkan Generasi yang Cerdas dan Santun?
tapi tergantung gurunya pak 😀
kalo gurunya susah mengupgrade diri yahhh….
ikut seminar aja uang nya aja yang datang… trus minta sertifikat 🙁
http://hmcahyo.wordpress.com/2008/08/05/download-slide-pelatihan-%e2%80%93-menulis-ilmiah-populer/
Yang tak bisa dinafikan adalah sentuhan manusianya, Pak Sawali. Secanggih apa pun konsep yang disodorkan, kalau sisi manusianya dinafikan, tentu ada ruh yang hilang. Karena kecerdasan juga soal budaya. Soal bagaimana menanamkan asas yang membetuk karakter manusia yang berpribadi. Menurutku lho ya…
blogerkan indonesia ya klo banyak bloger indo kan nanti banyak informasi yang kita dapat dan dapat pula mempererat persatuan dan kesatuan
jangan kaya saya kadang asik nge blog pe lupa kerjakan skripsi
Ronggos last blog post..Gratis Premium Theme WordPress
Mau tidak mau, guru harus berorientasi ke arah pembelajaran berbasis TI. Tinggal masalah waktu. Mudah-mudahan, selain cerdas mereka juga tetap akan santun. 😛
suhadinets last blog post..Motivasi Belajar—Menangani Siswa Yang Menyimpang dari Perilaku Belajar dengan Isyarat-Isyarat Nonverbal
Aku sependapat dengan Pak Sawali dan Suhadinet bahwa, mau tidak mau guru, harus berorientasi pembelajaran berbasis TI. Malahan aku kuatir, jangan-jangan sebagian siswa sudah lebih akrab dengan TI dan lebih fasih mengoperasikannya dibandingkan guru-guru mereka.
Mengenai kesantunan, rasanya tidak cukup sekadar santun. Kalau kita lihat dalam tayangan televisi, gerak-gerik tersangka pembunuhan beruntun, Ryan, cukup santun dan tenang. Tapi jika kita perhatikan ekspresi wajahnya : tampaknya dia seperti orang yang MATI RASA.
Soal afeksi inilah yang paling penting, dan kemungkinan kemampuan menyayangi sesama ini bisa tergerus oleh keterbiusan pada dunia maya, karena terbiasa dengan hal-hal virtual atau realitas gabungan. Dalam permainan game kita bisa mati terbunuh berkali-kali, tapi kemudian hidup lagi. Namun dalam kehidupan nyata mati hanya sekali, dan perpisahan yang ditimbulkannya bisa membuat kehidupan menjadi hambar.
Robert Manurungs last blog post..Presiden Boleh Pergi, Presiden Boleh Datang
skrg bagaimana semuanya familiar dengan TI 😀
sy pikir perlu menjelaskan secra sistematis pada para siswa agar tidak terjadi demam intenet itu tadi, karena bisa jadi mereka sperti yag pak swali tuliskan mengkarantinakan diri di dunia maya *tertohok*.. namun segi positifnya akan sangat banyak pak.. mreka sudah mulai mengenal dudnia yang tanpa batas dan mereka akan mengenal dunai luar melalui internet.. nah oleh karena itu, maka sy pikir anak2 itu harus diberi suplemen awal ketika akan terjun (sebagai bloger, halah)… ke dunia IT
*mohon maaf pak, karena sy jarang BW ke sini…* nuwun..
fauzansigmas last blog post..Kecewa Ku Kau Dia dan Mereka
Wah semuanya tampaknya memang harus diselaraskan ya.
Pendidikan tanpa IT bisa mengakibatkan anak didik gagap hal yang “baru” dan “luas” ya sesuai dengan sifat dan jangkauan IT *sok teu neee*
Pendidikan tanpa sosialisasi diri di dunia nyata juga bisa kerok nantinya, nanti fungsi mmanusia sebagai makhluk sosialnya ga bisa maksimal, heheh bener gak ne ga pak guru? 😯
sebelum siswa dikenalkan kepada TI, mungkin perlu ditanamkan dulu bahwa TI adalah sarana belajar sedangkan substansi nya adalah belajar itu sendiri Dengan memahami bahwa TI adalah alat, sarana, siswa tidak terjebak dalam dunia maya yang akanmembekap dirinya sendiri.
Kecerdasan dan kesantunan bisa dimulai dari siswa itu sendiri (menurut saya lhoh pak) dengan keinginan siswa yang kuat untuk belajar, belajar ilmu dan belajar bersopan santun. Dari media manapun / apapun siswa akan memperoleh apa yang diinginkan.
Kita seperti berhadapan dengan buah simalakama, Pak.
Di satu sisi IT itu diperlukan demi kemajuan hidup manusia, di sisi lain justru jika tidak diimbangi dengan pesan moral yang komprehensif akan menyerang banyak sisi manusiawi yang akan menghilang perlahan-lahan.
Entah seperti apa formula terbaik untuk tetap menjaga keseimbangan ini, mungkin kelak ketika kita dan anak cucu kita sudah tak terlalu gagap dengan IT, maka disitu kita bisa menemukan keseimbangan.
Donny Verdians last blog post..Pak Bartels, Sang Pilot Hebat
Semuanya terpulang pada guru sebagai the man behind the gun pendidikan.
Ersis Warmansyah Abbass last blog post..Naluri Menulis
sesulit apapun…blogger siap membantu heheh…
ayo pak sawali sbagai pahlawan tanpa tanda jasa..
ganbate!!..
hehe!!
arizanes last blog post..Blog itu yang selalu bikin saya….
“Nilai-nilai kesantunan pun dikhawatirkan akan terberangus akibat nilai-nilai baru yang diusung dari dunia maya tidak lagi menyentuh “bumi” tempat mereka hidup dan bergaul”, mungkin ini penting ditekankan pak Sawali, jadi benar, memang benar internet memang dunia maya, namun bagaimana pun tidak bisa terlepas dari bumi, karena dunia maya juga adalah pantulan dari bumi. Alangkah positifnya jika pendidikan di sekolah telah menerapkan pendidikan berbasis IT, yaitu suatu sarana untuk menunjang dalam melengkapi proses pen-cerdas-an dan pen-santun-an. Betul pak Sawali.
laporans last blog post..Klaim Sejarah
saya rasa TI hanya sebagai sarana dan wadah saja, tetap peran keluarga dirumah, masyarakat dan guru disekolah sangat penting. Jangan sampai peran2 natural tersebut terabaikan. Sehingga ketika peran tersebut dilengkapi dengan teknologi apapun maka hasilnyapun insyaallah akan bermanfaat buat masyarakat dan bangsa, bukan hanya untuk individu.
arios last blog post..pacaran abis nikah? ternyata enak bangeet….
kalo mau muridnya pada pinter perlu didukung oleh guru2 yg ngerti it nya ga pas2an. sekarang kan banyak guru yg ga tau cara operasikan komputer. gmn mau pada pinter anak didiknya
lowongan kerjas last blog post..Urgently Needed Technical Support, Web Programmer, PPIC Supervisor @ A PVC Pipe & Fitting Manufacturing Company
kalo gurunya pak sawali pasti bisa dehhh.. hehehh 🙂
teknologi hanya sebuah alat mas… ia bisa saja menjadikan seseorang cerdas dan santun… tapi bisa juga sebaliknya. teknologi tak ubahnya martil dan alat lainnya. Di tangan orang yang tepat, martil sangat bermanfaat untuk kebajikan. tapi kalau nggak tepat, bisa-bisa buar ngepruk kepala orang….
tak perlu mengagung-agungkan teknologi, tapi juga jangan sampai ketinggalan… :acc
qizinks last blog post..Over Dosis
Tehnologi I nformasi memang sangat dibutuhkan dalam era sekarang ini, tugas dari kita semua adalah membekali kepada anak2 kita disamping TI jangan lupakan bekal budi pekerti dan Agama yang kita yakini dengan harapan anak bisa hidup dalam kehidupan sosial dan tidak lupa dengan kehidupan setelah hidup ini
Achmad Sholehs last blog post..Egois, Jangan dipiara dong ?
semua mengenai apakah murid itu santun dan cedas tidak akan lepas dari faktor individu sang siswa mas. mungkin sebagai pondasi awal untuk mengajar bagaimana menanamkan sikap percaya diri terhadapat siswa bahwa dia bisa. mungkin ini yang di lupakan dunia pendidikan kita mas. Pemerintah berupaya memperbaharui2 kurikulim menambah fasilitas itu tidak akan tercapai apa bila siswa2 indonesia tidak memiliki kepercayaan diri untuk berhasil mas << pengaruh budaya barat yang rusakkan moral harus dibersihkan dulu
IT merupakan sarana, pada dasarnya manusia perlu kehangatan….jadi sentuhan manusiawi tetap diperlukan.
Perlu kerjasama, antara orangtua, murid, guru serta kebijakan dari pemerintah yang mendukung.
edratnas last blog post..Apa sumbangan tulisan di blog bagi pembaca?
teknologi informasi berarti bisa menjadi pisau bermata dua ya, pak? menurut saya sih TI gak harus dikenalkan sejak dini. implementasi kan jauh lebih sulit dari wacananya. kalo sasaran pendidikan adalah pribadi manusianya, barangkali ada baiknya dikejar dulu pembentukan pribadi siswa. wawasan sih pelan-pelan aja, disesuaikan kebutuhan dan minat siswa, bukan kebutuhan dan minat yg didefinisikan oleh para pejabat. saya setuju dengan personalisasi pendidikan, bukan generalisasi pendidikan.
Siti Jenangs last blog post..Persatuan Hanya Awal Perpecahan
IT dan komnikasi sekarang menurut saya masih belum jelas arah dan tujuannya.
Coba saja cek pak sawali, anak anak ktia dilarang internet tapi dikaisih HP, dan HPnya cangih-cangih., Apa yang dilakukan anak kita. Tukar menukar video porno. Dari mana pak sumintar tahu., Yah dari anak saya waktu di SMP. Tidak laki-laki dan tidak perempuan sama saja. Jadi menurut saya berbahaya.,
TV juga begitu, menurut saya juga tidak baik bagi anak, meski di label TV educasi, neurut saya msih banyak hiburan yang menggoda,
menyita waktu,
membuat ketergantungan anak pada TV,
kadang jadi malas mandi, malas kerjakan soal gara gara lihat TV kartun.
Interrnet, dan Komputer
Sama juga ternyata banyak digunakan Main Game saja. Dan celakanya gamenya adalah game orang dewasa, yang sama sekali tidak mengindahkan kepribadian yang santun.
Game nya aja mendidik membunuh, menghancurkan dll.
memang ada banyak game mendidik, tapi yang disukai adalah yang menghancurkan, mebunuh dll.
Jadi ini lebih bahaya, coba lihat prilaku anak sekarang udah susah dikendalikan,
Rusak-rusak dan surak.
Tapi saya bersyukur sekarang udah pensiun, jadi masih bisa mendampingi anak, baik di internet, di Komputer, HP dan TV.
Ternyata kuncinya satu.
Orang tua jangan banyak bekerja cari uang,
orang tua harus selalu mendampingi,
Tidak menekan, tidak membunuh kreatifitas,
Ajari anak sopan santun,
ajari anak bekerja ringan mulai dini,
Ajari anak tanggung jawab,
Ajari anak hidup bermasyarakat nyata,
Ajari anak berkomunikasi dengan orang tua yang baik.
Itu pengalaman saya dengan 4 anak, semoga bisa terkontrol semua.
Makanya perhatikan anak,
jangan hanya diserahkan ke Guru,
Anak itu aset,
anak itu titipan,
Kalau gagal akan menghancurkan diri anda sendir,
kalau berhasil bisa mengangkat kita juga,
membanggakan.
Sekali lagi peran orang tua penting,
saat ini banyak orang tua hanya cari uang,
Uang untuk anak,
tapi tidak memberi perhatian khusus untuk anak.
Malah anak diserahkan ke pembantu,
ke nenek,
ke orang lain yang kita tidak tahu mau diajari apa.
TIK bukan jaminan,
Saya sudah 10 tahun berkecimpung di teknologi
bukan sok tahu,
tapi melihat betapa anak sekarang sudah jauh dari harapan,
betapa dunia pendidikan kita semakin tidak karuan,
Kita diajari dengan kebusukan, kebusukan,
Wah lah kok panjang,
maah deh,
maunya pendek,
loh tangan ini jadi gatal sekali kalau gak panjang,
kok jadi saya malah yang bikin artikel,
wah jadi rusak nantinya,
Salam sukses dan mohon maaf
gak ada niatan untuk menggurui anda,
tapi saya hanya seorang tua yang ingin Negeri ini kuat,
kokoh
dan dipimpin oleh generasi yang tangguh,
Tidak suka memecah belah,
Tidak suka menjual Negara,
Tidak suka membiarkan rakyatnya yang mengangis tiap hari karena
tidak bisa menyekolahkan anaknya,
apalagi mendidiknhya.
Fotoku paling gede tapi punggung doang…
(rokoknya kagak nampak)
marsudiyantos last blog post..ABG
Saya gak pernah lihat ngetiknya, lha kok tiba2 ada postingan rapi jali sak halaman koran, runtut, tatas titis, tanpa ada salah cetak, jentrek2, thirik2, lha ngetiknya kapan Pak. Apa Pak Sawali tidak tidur???. Atau Pak Sawali ngingu jin rental???
marsudiyantos last blog post..ABG
Kehilangan jati diri dan kemampuan bersosialisasi di dunia nyata merupakan ekses negatif dari kehadiran internet. Tapi ekses ini menurut saya belumlah terlalu mengkhawatirkan ketimbang manfaat yang bisa diperoleh dengan pembudayaan pemakaian internet dalam proses belajar-mengajar. Tentunya berdasarakan kepiawaian sang guru, ekses ini bisa diminimalisir, dan pemecahannya tidak bisa universal. Mesti kasus per kasus.
Bikin posting nya waktu nggarap post tes, saya sempat nginceng kok.Itu saja sudah bisa rapi jali sak halaman koran, runtut, tatas titis, tanpa ada salah cetak, jentrek2, thirik2. Lha nek bikinnya melek semalaman, itu sudah bisa jadi sebuah ensiklopedi atawa kamus, primbon atau bahkan tapsir 1001 mimpi. Kalau saya, tak rewangi nglembur mecicil seminggupun jadinya paling 2 paragraf saja amburadul. Percoyo nek pak wal guru BI
TI Bisa melahirkan generasi yang cerdas..semua harus dimulai dari sekarang,tidak menungu kapan harus di mulaidan juga terarah/diberi pengertian mana yang baik dan amn ang buruk.Karena selama kita takut untuk mempelajai makan akan semakin tertinggal.Takut belajar internet nanti bisa membuka gambar2 porno dengan mudah.
Saya pengalama dengan si sulung ,maunya buka nama orang ( di google/web images ) yang keluar ..malah ada gambar org , dan juga gambar porno .Tapi takut juga..tapi ayahnya memberikan saran ..jangan di halangi imajinasinya..kasih pengertian / diarahkan ..kalau itu baikburuk jangan sampai dia mencari dengan sembunyi2 .Karena imajinasi anak semmakin lama semakin lebih kreatif ( apalagi kalo’ dilarang ). 😀
cmiiw
Diahs last blog post..Cara Memasang Google Analytic
harusnya para guru meniru jejak pak sawali ini. hehe. agar kemelekan IT benar-benar sampai pada tempat yang diimpi……..
pandas last blog post..Setelah Bambu Meruncing Diraut Airmata
Mereka jadi jarang lagi bergaul secara sosial dengan komunitas di sekitarnya dan terus asyik membangun jaringan di dunia maya hingga kehilangan sebagian esensinya sebagai mahluk sosial
Makanya, Pak.. kalo sudah tersentuh dunia maya, sering-sering kopdar.. 😀
saya lebih memilih sentuhan sandra dewi 😀
sekarang tinggal diri mereka pribadi masing-masing!
bukkannya membangun jaringan didunia maya nantinya juga lari ke dunia nyata (kopdar maksude) trus membentuk suatu komunitas, trus komunitas itu bergerak di banyak bidang.
Bila “kenyamanan, ketentraman, kesantunan, rasa-hormat, keteladanan, kebaikan dan jawaban atas pertanyaan anak” itu bisa didapatkan ditengah keluarganya (baca: orang tua)… maka itu dapat menghambat “pengaruh jelek” dari kemajuan TI. Karena… kemajuan(pengaruh) TI itu emang ndak bisahh dibendung. Sentuhan TI akan selalu kita rasakan dimanapun kita berada.
Jadihh… para ortu-lah nyang bisa menghadirkan generasi nyang cerdas dan santun, meski kemajuan TI itu sudah menyentuh langit ke-7 sekali-pun. Mangkanya… saya sbg ortu dari anak saya (farrel)… saya juwega harus ngikuti perkembangan TI… biyar someday…. saat anak saya udah ber-akrab-ria dgn TI…. dia masih mau mencari jawaban atas segala macam nyang ia lihat, temui dan segala macam nyang membingungkannya… kepada saya sbg orang tuanya.
Kesimpulannya… kita harus selalu men-upgrade diri.
Guru memang mempunyai peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Dengan diadakannya pelatihan-pelatihan untuk guru tentang IT, diharapkan mutu pendidikan di negara kita bisa meningkat. Tapi, menurut saya, itu tidak menjamin, Pak. Menurut pengalaman di sekolah saya, guru yang mau menggunakan IT sebagai pembelajaran hanyalah guru-guru yang masih muda, sedangkan guru-guru yang sudah sepuh tidak. Sistem pembelajarannya masih menggunakan cara yang manual. Apalagi jumlah guru sepuh terutama di sekolah negeri lebih banyak daripada guru muda.
Disamping itu, faktor gaji mungkin juga menentukan dalam peningkatan mutu pendidikan. Guru terpaksa harus mengajar di beberapa sekolah untuk mendapatkan gaji yang cukup, sehingga kurang fokus pada satu sekolah.
Edi Psws last blog post..Minyak Tanah Makin Langka
Coba diusulkan, Pak, gaji guru ditingkatkan, hehehe…
kualitasnya juga perlu ditingkatkan
Blog Bisniss last blog post..Wajah Baru, Semangat Baru
Intinya sih harus ada keseimbangan, Pak. Jangan ngenet melulu…
Dibatasilah….Sehari maksimal 2 jam ngenet…Cukup nggak ya?
Soalnya memang kalau sudah ketagihan ngenet dan membangun jejaring di duni maya, bisa lupa dunia nyata.
Hery Azwans last blog post..Launching Buku “Blind Power”
Menurut saya pribadi TI hanyalah sebuah sarana, media ataupun alat. Yang menentukan sikap sosial seorang pribadi justru pengaruh orang2 yang berada di sekitarnya. Segala sesuatunya bisa berkembang menjadi baik atau menjadi buruk tergantung dari untuk apa kita memakainya dan apakah intensitas pemakaian berlebihan.
Menurut saya TI tak ubahnya seperti buku. Kebanyakan membaca buku juga tak baik kan?? Bisa jadi ia juga akan menjadi asosial. Jadi seyogianya kita tidak menyalahkan alatnya…. 🙂
Yari NKs last blog post..Artificial Intelligence atau Artificial Ignorance?
Tanggung jawab salah satunya ada dipundak pak sawali, saya berdo’a semoga bapak diberi kekuatan untuk implementasi TI pada dunia pendidikan. Sukses selalu.
IDe komentar dah dihabiskan sama yang atas 😀 nyaris tidak ada ruang untuk ide baru. Tinggal pelaksaannya… cuma satu hal, saya pernah menjadi korban masuk antara makhluk sosial dan makhluk maya itu. Kejadian itu membuat saya hilang.. perlu waktu untuk membongkar keluar dari dunia antara tsb.. bimbingan, pitutur, petuah sang guru semua lewat!! Jalan kembali ternyata ada pada diri sendiri, kemauan dan niatan untuk berubah. satu lagi. Kebutuhan hidup 😀
Yup kita ambil hikmahnya aja, dan selalu positif thinking , sambil berjalan memperbaiki diri.semua produk teknologi mesti ada side effect nya, tergantung manusia dan sistem yang di buat manusia tersebut.
aminherss last blog post..are you a good math parent…?
tes gravatar
Tergantungisme amat berperan di sini untuk melahirkan utopia itu, Pak.
Alhamdulillah, sudah nyaman lagi bisa komentar, ndak seperti kemarin2, susah sekali mau komen aja.
Salam,
*sekaliam mau ngucapkeun pamit pak, mau pergi mencari kehidupan ketiga. senang bisa berkenalan & berinteraksi dgn bapak selama ini, meski tidak intebs
Salam lagi,
ariss_s last blog post..Mari Sukseskan Gerakan Hiatus Massal!
Mungkin Pak Sawali mengkawatirkan situasi di bawah:
Si A jagoan IT, bisa nulis bagus, bisa bikin konten multimedia bagus. Dia cari duit di internet. Belanja segala kebutuhan lewat internet. Komunkasi dengan orang-orang semua lewat internet. Dia nggak pernah keluar rumah sama sekali untuk bersosialisasi dengan sekitarnya.
Apakah orang seperti itu mampu untuk membangun jejaring sosial di darat?
Jangan khawatir, Pak. Kita masih jauh untuk bisa seperti yang saya gambarkan dalam situasi di atas.
Moh Arif Widartos last blog post..Indonesia untuk Indonesia
Pengen jadi guru … biar gak jadi robot kaya orang2 IT 🙂
Rindus last blog post..Ladang kasih
Salam
Nurut saya sie pendidikkan berbasis It dari segi skill dan kecerdasan anak boleh jadi sangat berpengaruh karena ini kan sifanya hanya media atau sarana dan prasarana untuk memudahkan proses belajar tapi jika dihubungkan dengan masalah kesantunan dan budi pekerti itu lebih ke penanaman kesadaran pada diri anak didik melalui pelajaran agama dan budi pekerti dan yang penting ada teladan dari pendidik dan lingkungan masyarakat, So jika itu sudah bisa kesadaran sudah terbentuk disodori media apapun ga akan berpengaruh negatif karena sisiwa bisa memfilter dan menggunkakan sarana tersebut dengan arif tanpa meninggalkan perannya di dunia nyata untuk bersosilaisasi dan menampilkan jati diri, *sok tahu ya*
OOT: Hmm Pakde, bener2 moody ganti theme terus, tapi asyik juga sie
nenyoks last blog post..Lie Detector
Itu kayaknya anak didik harus di kasih pondasi yang benar dulu sebelum dikenalkan IT secara luas. Seiring makin mudahnya akses informasi, maka selain kebaikan juga banyak beredar sisi-sisi negatif yang harus diperhitungkan. Harus diberikan penanaman norma agama danmasyarakat dengan baik dahulu…..
Salam kenal untuk Pak Sawali dan teman-teman yang udah duluan kasih komentar. Kayaknya asyik juga ngobrol di sini.
Soal komputer dan teknologinya dalam dunia pendidikan juga disinggung Dave M dalam bukunya “The Accelerated Learning: Handbook”. Komputer sebagai media pembelajaran mempunyai beberapa kelemahan: 1. Cenderung mengisolasi; 2. Pasif gerak fisik; 3. Hanya cocok untuk untuk satu gaya belajar; 3. Kegiatan belajar yang hanya berdasar-media bukan berdasar-pengalaman.
Sehingga, Dave menyarankan janganlah menjadikan komputer sebagai satu-satunya sarana belajar. Padukan berbagai teknologi dan sarana lainnya. Jadikan pembelajaran sebagai kegiatan kaya pilihan dan cocok untuk semua gaya belajar.
Penulis “Ice Lemon Tea for School”.
peran orang tua dan para guru masih mendominasi tugas berat untuk membawa peradapan para generasi muda dan bangsa untuk kedepan
Hidup Para Guru………………….
Salam dari SUMBAR
kambingkelirs last blog post..Agustus 2008
jgn sampe mengagung-agungkan TI tp mengabaikan moral..apalg di dunia TI dan maya jg tetap berlaku bbrp etika spt dunia nyata…kl di dunia maya sudah demikian tdk bermoral, apakah di dunia nyata juga??? 🙂
buat siswa2 yg br terpapar TI mungkin masih mengalami euforia TI jg..
danis last blog post..Sedikit Klarifikasi Lomba Blog eLearning-Edufiesta
Ikut nimbrung ya pak, mumpung punya waktu biasanya hanya ikut baca. Sebenarnya begitu kita mengenal dan kemudian menggunakan kita ikut bertanggung jawab mengembangkan TIK ke arah positif terutama perilaku yang berkaitan dengan tanggung jawab moral, etika juga konten. Selamat berkarya pak, semoga tambah sukses. Omong-omong sekarang saya punya perpustakaan pribadi tapi dibuka untuk umum (meskipun sdh diresmikan tp belum launching karena kekurangan tenaga perpustakaan). Untuk sanggar tari dan pemutaran film sudah berjalan. Aku juga ingin ke arah perpustakaan digital. Barangkali pak Sawali bisa jadi advisor? Trm ksh