Dunia pendidikan kembali tercoreng. Entah, sudah berapa kali kasus kekerasan yang melibatkan kaum pelajar kita itu terungkap. Aksi mereka, konon tak melulu sebatas kenakalan remaja yang wajar, tetapi sudah memasuki stadium kriminal yang perlu diwaspadai secara serius. Maka, terhenyaklah kita ketika sekelompok pelajar putri yang menamakan diri sebagai Geng Nero (Neka-neka Langsung Keroyok) berulah. Mereka tak segan-segan melakukan praktik kekerasan jika ada anggota gengnya yang tersakiti.
Kasus yang kini telah ditangani aparat keamanan setempat itu tak urung mencuatkan sejumlah pertanyaan dalam benak kita. Sudah demikian parahkah moralitas kaum pelajar kita sehingga begitu mudah melampiaskan naluri agresivitasnya? Sudah demikian mandulkah peran sekolah sehingga gagal menanamkan nilai-nilai budi pekerti kepada siswa didiknya? Sudah tak pedulikah orang tua masa kini sehingga membiarkan anak-anaknya larut dalam ulah premanisme? Lantas, siapakah yang mesti bertanggung jawab?
Pelajar masa kini memang berada dalam atmosfer peradaban yang amat rumit dan kompleks. Mereka tidak hanya menghadapi situasi internal yang berkelindan dengan dinamika psikologis yang tengah memburu jatidiri, tetapi juga situasi eksternal yang menawarkan banyak perubahan dan pergeseran tata nilai. Iklim global yang begitu terbuka terhadap berbagai pola dan gaya hidup setidaknya telah menjadi salah satu jalan bagi kaum pelajar untuk “memanjakan” naluri hedonisnya. Iklim semacam itu diperparah dengan mulai merebaknya sikap permisif masyarakat terhadap berbagai perilaku anomali sosial.
Kaum remaja, disadari atau tidak, tak sedikit yang “berwajah ganda”. Di sekolah, mereka mendapatkan ajaran-ajaran moral dan budi pekerti. Namun, mereka sering melihat kenyataan, banyak peristiwa dan kejadian yang amat bertentangan secara diametral dengan nilai-nilai luhur baku yang mereka terima di sekolah. Pembunuhan, pemerkosaan, korupsi, dan berbagai ulah tak terpuji lainnya bisa mereka saksikan dengan mata telanjang. Berita-berita yang tersebar di berbagai media pun sarat dengan darah, kekerasan, dan kebohongan.
Dalam situasi seperti itu, kaum remaja yang sedang memasuki masa peralihan seringkali dihadapkan pada “keterkejutan” budaya. Nilai-nilai manakah yang mesti mereka anut? Nilai-nilai luhur yang mereka terima di sekolah atau mengikuti arus anomali sosial seperti yang mereka saksikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan media? Dalam situasi serba gamang dan penuh “keterkejutan” itu, konon kaum remaja kita akan cenderung memilih jalan yang mudah dan menyenangkan jiwanya seiring gejolak keremajaannya yang suka mengendus hal-hal yang berbau hedonistis. Mereka semakin menikmati “dunia”-nya ketika masyarakat cenderung bersikap permisif, apatis, dan cuek terhadap segala bentuk perilaku premanisme yang berlangsung di sekitarnya. Tak pelak lagi, kaum remaja kita merasa mendapatkan “pembenaran” bahwa perilaku anomali yang mereka lakukan bukan hal yang salah.
Merebaknya sikap masyarakat yang permisif semacam itu, setidaknya memicu munculnya opini bahwa sekolah (guru)-lah yang paling bertanggung jawab terhadap aksi kekerasan, kebrutalan, dan keberingasan kaum pelajar kita. Opini semacam itu memang tidak sepenuhnya keliru. Selain sebagai pengajar, guru juga seorang pendidik yang memiliki tanggung jawab untuk mengentaskan kaum remaja dari kubangan lumpur kekerasan dan kebrutalan. Meski demikian, tidak lantas berarti bahwa gurulah sebagai satu-satunya pihak yang paling bertanggung jawab terhadap meruyaknya perilaku tak terpuji itu.
Di tengah atmosfer peradaban yang cenderung tidak memihak terhadap pentingnya nilai-nilai moral semacam itu, idealnya lingkungan keluarga harus memiliki filter yang kuat terhadap gencarnya arus perubahan yang tengah berlangsung. Dalam konteks demikian, peran orang tua menjadi amat penting dan vital dalam memberdayakan moralitas anak. Orang tualah yang menjadi referensi utama ketika anak-anak sedang tumbuh dan berkembang. Idealnya, orang tua mesti bisa menjadi “patron” teladan. Anak-anak sangat membutuhkan figur anutan moral dari orang tuanya sendiri, yang tidak hanya pintar “berkhotbah”, tetapi juga mampu memberikan contoh konkret dalam bentuk perilaku, sikap, dan perbuatan.
Selain itu, masyarakat juga harus mampu menjalankan perannya sebagai kekuatan kontrol yang ikut mengawasi perilaku kaum remaja kita. “Deteksi” dini terhadap kemungkinan munculnya perilaku kekerasan yang dilakukan oleh kaum remaja kita mutlak diperlukan. Potong secepatnya jalur kekerasan yang kemungkinan akan menjadi “jalan” bagi kaum remaja dalam menyalurkan naluri agresivitasnya. Ini artinya, dibutuhkan sinergi yang kuat antara sekolah, orang tua, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama, dan para pengambil kebijakan untuk bersama-sama peduli terhadap perilaku pelajar yang sedang berada di “persimpangan jalan”.
Tentu saja kita sedih dan prihatin menyaksikan Geng Nero berulah beringas seperti itu. Namun, menimpakan kesalahan dan tanggung jawab seluruhnya kepada pihak sekolah juga terlalu naif. Semoga tidak ada lagi Geng Nero-Geng Nero baru yang sebenarnya amat tidak menguntungkan, baik buat bangsa, orang tua, masyarakat, lebih-lebih buat pelajar yang bersangkutan. Sebuah pelajaran pahit bagi segenap komponen bangsa. ***
Keterangan: Gambar sepenuhnya merupakan karya Mas Toni Malakian.
sekali-kali komen pertamax di blog sendiri, hehehehe :293
sawali tuhusetyas last blog post..Keberingasan Pelajar, Tanggung Jawab Siapa?
huhuuh pertamaxnya sekarang gi mahal banget yah pak?
saya sedikit telat nih pak karna baru aja liat beritanya di tipi malam ini, tapi sepertinya permasalahan kekerasan dalam institusi sekolah seperti ini sudah mulai menjadi masalah klise yah pak? huhuhuhu bener2 menyeramkan.
pengaruh lingkungan rumah tangga, sekolah, lingkungan, televisi, majalah dan sebagainya saya rasa adalah faktor yang sangat berperan terhadap gaya hidup dan tingkah laku para pemuda maupun pemudi cuma bagaimana caranya bisa menyaring itu semua dengan masih dapat memberikan ruang gerak?
ah sayang sekali saya tak bisa mencari solusi atau memberi ide dari semua masalah premanisme ini, tapi yang jelas mencari siapa yang menjadi tanggung jawab dari semua masalah itu malah2 cuma menjadi suatu alasan pencarian kambing hitam.
huhuhuhu sotoy banget yackkkk.
:293
Kepramukaan, pandu dan kegiatan-kegiatan ekstra lainnya mungkin perlu di optimalkan lagi pak disetiap sekolah. btw, themes baru lagi pak? 💡 kekeke
Yeee…. kok pertamax di postingan sendiri seh?? Nggak aci tuuh…. :294
Wakakakak…… :292
Memang kalau dicari siapa yang “bertanggungjawab” atas keberingasan pelajar susah dicari jawabannya. Mungkin kita memang bangsa yang “munafik” dalam arti kata dalam keseharian kita selalu dicekoki fakta ‘palsu’ bahwa kita adalah bangsa yang ramah dan murah senyum padahal dalam hati kita tidak begitu. Atau bisa jadi karena bangsa kita tidak bisa berfikir panjang. Lihat saja mahasiswa2 (yang katanya intelek) yang berdemo kemarin, kok sampai2 mereka merusak fasilitas umum yang jelas2 itu juga dibeli dan dipelihara pakai uang rakyat.
Mungkin kekerasan atau keberingasan pada pelajar “bukan salah siapa2”. Namun kalau mereka mau lebih menggunakan otak mereka
yang kecil itumungkin hasilnya akan lain…… :DDYari NKs last blog post..“Letters From Iwo Jima” Sebuah Film Perang Dilihat Dari Sudut Pandang “Musuh”
Akar kekerasan itu ada hubungannya dengan yahudi ya pak? lihat kartunnya tuh … 🙂
Haduh… Jadi selama ini kita menjadi bangsa yang munafik ya? Selalu mengagung-agungkan diri sebagai bangsa yang ramah tamah lalalili, tapi nyatanya? Bohong itu semua!
Melihat pelajar sekarang yang semakin beringas membuat saya jadi berpikir mereka sekolah untuk apa? Memangnya di sekolahnya tidak diajarkan PPKn apa? Atau malah jangan2 sekolahnya sendiri mengajarkan kekerasan? Terus, di lingkungan keluarganya. Orangtuanya kemana aja sih? Kok anaknya bisa jadi beringas begitu? Orangtua itu agen sosialisasi utama bagi anak lho… Ah, entahlah… Miris aja melihat generasi muda bangsa ini semakin garang saja. Bagaimana nasib masa depan bangsa ini ya?
KiMis last blog post..Oh, Arshavin!!
Guru.
Ersis Warmansyah Abbass last blog post..Spontan Menulis
Pak Sawali … secara teoritis, biasanya kaum pendidik mengandal, orang tua, masyarakat, dan guru. Biasanya pula, orang tua dan masyarakat yang dijadikan paling bertanggungjawab … biara guru bisa berkilah, sebaliknya pula, guru yang dituntut masyarakat dan orang tua. Hingga, menjadi lingkaran setan. Pokoknya, kalau di sekolah wajib kita, guru-guru yang tidak main lempar-lemparan he he.
Ersis Warmansyah Abbass last blog post..Spontan Menulis
yaa.. begitulah pak, remaja kita makin susah dapetin tokoh yg bisa jadi panutan, harusnya orangtua.. tapi kenyataannya tidak didapatkan. entah rasa nyaman, entah rasa hormat, dsb.
mungkin semuanya bisa mereka dapatkan dari teman-teman di sekolah atau lingkungan lainnya (di luar rumah), akhirnya tidak ada kontrol lagi, jadi beringas, emosional, mudah dipengaruhi, dan cenderung ‘berani’.
kalo ditanya siapa yang harusnya bertanggung jawab 8) hmm.. (terlalu melibatkan banyak pihak) 😉
tetap keluarga, agama menjadi filter pergaulan anak anak kita..Masalahnya menjadi menarik justru di Jakarta tidak pernah terdengar geng geng seperti ini, yang berpretensi kekerasan. Justru di daerah di Pati atau di Bandung ( dengan gang motornya yang pernah merampok toko minimarket ). Apakah ini seuatu bentuk suara lain ? Suara yang terabaikan dari daerah ?
iman brotosenos last blog post..Senin subuh itu
Sepertinya udah mulai jadi tradisi aksi kekerasan.Dimana dulu identik kaum Adam sekarang kaum hawa pun nggak mau ketinggalan.kalau lihat tayangan seperti di adu ,mungkin meniru adegan2 di luar dimana di biarkan berkelahi terus siapa yg kalah/menang ..akan lega..:(
Diahs last blog post..Belajar Membuat Sitemap Google
Kenapa belakangan ini sulit sekali saya kalau mau komentar di blognya Pak Sawali ini ya? Saya nggak tahu kenapa. Tes dulu Pak.
Rafki RSs last blog post..Keberingasan Pelajar, Tanggung Jawab Siapa?
Ass.
ingat semasa tawuran di sekolah dulu….hiks..ternyata sy salahsatu dedengkot hura-hura di sekolah dulu….nyeseeeeeeeeeeeeeeeeeeeel…….banget.
Kadang memang pak, dunia remaja (sekolahan) penuh dgn ke-ego-an dan ke-aku-an…sikit2….maen keroyok..sikit2 tawuran….jika harga diri di singgung sekolah laen….langsung meradang…buntutnya nyerbu ke sekolah laen. Lain halnya jika anak didik menjadi CUEK,PERMISIH,HEDONISME,KOMSUMTIF….ini lebih NGERI
Ah..memanglah pak….semua tidak terlepas dari pendidikan di Rumah dari orangtua dan pendidikan di sekolah.
Menurut sy pendidikan di rumah, sekolah, lingkungan lainnya……mestinya harus BERSINERGI kepada nilai2 POSITIF….jadi faktor lingkungan di luar sekolah sangat membentuk KARAKTER si siswa.
Alex Abdillahs last blog post..LAYAR TANCAP
Mestinya sih tanggung jawab ortu, tp lha wong sekarang ini ortunya lagi sibuk ngantri minyak dll je..
*haris last blog post..Customer Yang Mulia…
tulisan bapak nih mengingatkan pada pengalaman saya waktu msh school tapi skrang gk sih pak he…ada konflik kecil ujung-ujungnya panggil teman hbs itu kita keroyok rame-rame…habis urusan, maklum pengaruh lingkungan bisa mepengaruhi watak n moral remaja. kira-kira begitulah pak komentar dari saya. oh ya saya kagum dengan tulisan bapak
yadis last blog post..Tepian Pantai pada Bulan April
salah satu faktor lain adalah shitnetron yang seakan mengkampanyekan kalau it’s ok buat jadi preman di sekolah. makanya saya sudah lama memutuskan untuk berhenti nonton shitnetron itu.
itikkecils last blog post..Yang tersisa dari mudik kemarin
Indonesia sudah memproduksi banyak hal yang nggak mutu..
Sepertinya kalau sejak dulu (Baca: sejak jaman orde baru) gaji guru tinggi dan pemerintah fokus pada dunia pendidikan hal ini gag bakal terjadi pak.. Dedikasi guru tinggi, murid akan cerdas, murid kreatif dan produktif serta berbudaya maka Indonesia saya rasa gak akan seperti sekarang ini..
Mereka kan meneladani para orang tua juga pak sawali. Remaja sering dipojokkan, padahal kenakalan remaja karena mencontoh kenakalan orang tua. Themenya baru. 😥
laporans last blog post..Teori Paling Dibenci Tapi Rindu
Keluarga, sistem pendidikan, lingkungan pergaulan sepertinya mesti direkonstruksi ulang. Karena semua ini bermanifestasi dalam bentuk sosial, ekonomi, yang akhirnya budaya. Mengibakan!
OOT: theme kali ini lebih ringan dan cepat ketimbang beberapa har/minggu lalu, Sir.
Daniel Mahendras last blog post..Seandainya Keluarga Koeswoyo Tak Pernah Ada
wah pak sawali ga mau ikut ketinggalan masalah pertamax heueheu
Genk – genk dalam sekolah memang sudah lama ada , mungkin sejak dulu kala kalo kita buka mata dan telinga.
Lihat saja sinetron2 yang mengusung cerita anak sekolah pasti ada “genk jahat ” yang menindas “genk baik ”
leahs last blog post..Mudik klaten
Tanggung jawab semua orang Pak. Termasuk pelajar juga. Herannya, masih ada yang mengatasnamakan kebebasan berekspresi untuk lepas tanggung jawab.
Iwan Awaludins last blog post..Semar Mesem
Wah, kalau diberi pertanyaan seperti itu, repot juga, Pak. Anak sekolah melakukan perbuatan seperti itu, banyak faktor yang mempengaruhi, terutama faktor lingkungan.
Peran orang tua dan guru sangat menentukan dalam hal ini. Paling tidak, kalau sudah ditanamkan etika dan moral, mau berbuat seperti itu kan mikir-mikir dulu.
Edi Psws last blog post..Belanja di Pasar Seni Sukawati
????
egganimations last blog post..Susunan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (PNS)
saya suka dengan kalimat “berwajah ganda”. seolah2 pelajar pergi ke sekolah yang maya, dan ketika kembali ke dunia nyata(lingkangan sehari2) insting mereka ter-stimulan sehingga hukum rimba berlaku,..
Indikasi seperti ini menunjukkan kalo mereka emang tidak pernah belajar apa2,.. :DD
bayus last blog post..Download dengan uTorrent (Micro Torrent)
Beberapa hari lalu saya posting kesini kok nggak bisa ya…terus habis itu ga sempat lagi…
Menurut saya, kenakalan remaja adalah tanggung jawab bersama, anak remaja energinya berlebihan, sehingga perlu penyaluran yang positif….dan ini perlu kontrol, yang tak mengekang namun bisa menjadi sahabat mereka. Kontrol yang utama adalah dari lingkungan rumah, jika rumah tangga kedua orangtua menyenangkan maka anak-anak akan menjadi anak yang santun…
Salam
saya rasa segalanya di mulai dari rumah, bukanlah rumah dan ibu adalah madrasah pertama untuk anak2nya, tapi memang lingkungan global begitu kuatnya memberi pengaruh jelek bagi anak-anak itu, yap ini kompleks ga bisa menyalahkan satu pihak saja bukan? perlu kerjasama yang baik antar semua pihak dari mulai orangtua, guru, masyarakat bahkan negara untuk memberikan lingkungan kondusif, pemikiran positif kepada masyarakat agar bisa lebih aware dana mampu menfilter pengaruh2 yang destruktif buat mereka.
nenyoks last blog post..Demo Anarkhis
Salam
saya kira harus dimulai dari rumah, bukankah rumah, keluarga dan seorang Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, yap setelah mereka beranjak dewasa pengaruh lingkungan begitu kuat mendominasi, tentu perlu kerjasama semua pihak, mulai dari orangtua, guru, masyarakat bahkan pemerintah untuk memberikan lingkungan kondusif, pemikiran positif untuk membangun aware pada mereka agar bisa memfilter pengaruh jelek peradaban yang destruktif, ah terlalu mulukkah?? semoga tidak.
nenyoks last blog post..Demo Anarkhis
salam
Aih kok dua kali seeh jadi malu *nutup muka* kirain tadi ga sampai 🙂
nenyoks last blog post..Demo Anarkhis
menjadi tanggung jawab mak errot (iya logh), tanya kenava ??
okta sihotangs last blog post..Pengalaman kerja praktek di ASTRA (1)
Sangat prihatin dan ngeri pak! kalau kelakuan siswi juga brutal seperti itu.. yang di balikpapan sudah ditangkap pelakunya.. mudah2an di sekolah saya ndak ada pak! soalnya kasak-kusuk sudah sedmikian meluasnya kalau di kalangan pelajar sudah mulai geng2an yang mengarah ke arah kriminalitas.. jadi takut pak!
wah jaman sudah edan ya pak? saya bingung…. :112
sluman slumun slamets last blog post..Keluarga blogger…
Maraknya tayangan kriminal dan kekerasan di media membuat sebagian masyarakat kita terhinggapi sindrom kekebalan terhadap rasa iba, rasa takut, dsb. Sehingga tindakan kriminal dan kekerasan dianggap menjadi hal yang biasa.
indra khs last blog post..Minimnya Tontonan Anak Bermuatan Pendidikan
kalo berdasarkan pengalaman pribadi, diri sendiri yang pegang tanggung jawab pak… ketika sang anak sudah bisa membuat keputusan, dialah yang bertanggung jawab atas keputusan yang dia ambil beserta segala konsekuensinya.. orang tua? beliau yang menunjukkan jalan. disinilah saya melihat bahwa pentingnya pendidikan dasar kita semasa kecil dulu, terutama agama.
yainals last blog post..Entrepreneurship Training for Santri, Mau?
:acc :acc :acc :acc :acc :acc :acc
ngebayangin kalo terus begini.. gimana nasib pendidikan di indonesia ya???
waterbomms last blog post..BHI di jumat pagi
Wong lanang ningal 🙂
Wong wadon dhemen omah loro, 😈
Wong wadon kumpul wong wadon, 😥
Rebut ijir golek sandhang pangan, :DD
Akeh wong lumuh bobojan njaluk pisah :296
Tatakrama sirna, :devil
Agama kanggo kudhudhung, :liar
Anuruti hardane hawa napsu, :112
Ora ngelmu ana warta bener. ➡
lha yen sampun kados menika
kadospundi para lare nyinau kabecikan?
hehe sekaliyan nguri2 budaya, sinten ngertos saged kangge suluh ing pepeteng, mbribik-bribik mangesthi diri pribadi
tomys last blog post..UCAPAN TERIMA KASIH
Pelajar sekarang sudah banyak mendapat ‘siksaan’ di sekolah… target UN, mata pelajaran yang setumpuk, lingkungan sosial yang menjauhkan mereka dari ‘pendidikan’. Pelajar sudah tak lagi mendapatkan ‘taman’ di sekolahannya. Sehingga mereka kerap melampiaskan akumulasi kekecewaannya di luar sekolah. :DD
Qizinks last blog post..Pendidikan Guru di Bawah Standar
Selamat Pagi Pak! Kekerasan sekarang seolah-oleh menjadi sebuah trend dalam hidup masyarakat kita.Saban hari ada kejadian yang akrab dengan kekerasan.Pelajar dan para mahasiswa yang lagi berdemo-pun sudah menggunakan cara mengandalkan otot.Ini mengindikasikan satu hal yaitu kita telah gagal dalam membentuk moral dan karakter yang santun. Menurut hemat saya orang tua,guru dan pejabat negara berperan penting dalam membentuk watak bangsa yang luhur.Kasih sayang dan rasa hormat di antara sesama insan sudah terkoyak oleh belati materi.Benih2 pemersatu sulit tumbuh jika disemai di ladang yang gersang kasih sayang.Dalam kehidupan bermasyarakat saya melihat etika dan moral yang sudah jauh berbeda dibandingkan belasan tahun yang lalu.Waktu itu kejujuran,kesopanan,kearifan menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah keluarga dalam mendidik anak-anak mereka.Sekarang keberhasilan keluarga diukur dengan seberapa makmur hidup mereka.Mungkin konsep materi menjadi rajalah itulah yang juga merubah pola prilaku masyarakat,misalnya seorang guru yang notabene sebagai panutan dan pendidik ee..malah menyarankan muridnya menyontek dan membeli soal ujian,setali tiga uang orang tuapun ikut latah dan mengmbil sikap yang sama dengan guru,ah..sungguh ironis.Dengan berlalunya waktu anak-anak akan berlomba-lomba cara menyontek dan membeli soal,kejahatan ini terus berakumulasi hingga terus meningkat seiring meningkatnya usia anak,tentunya kejahatan2 yang lebih berkualitas akan terus dikembangkan oleh anak dan bahkan akhirnya diturunkan ke anak cucu mereka juga.Betapa mengerikan bukan?Mungkinkah kita akan kembali ke zaman purba?
Langkah-langkah praktis yang dibutuhkan para remaja
untuk menemukan jati dirinya
sepeertinya
akan di tulis Pak sawali
di sini
benar ya pak?
ILYAS ASIA
031 605 608 60
ILYAS ASIAs last blog post..Bloger Asia Adalah Penghuni Surga
Keberingasan Pelajar, Tanggung Jawab Siapa? yang pasti tanggung jawab kita semua,keluarga,saudara,teman maupun sahabat,pacar,dan semuanya .Masa remaja masa yg berapi2 🙂
Jadi ingat masa jadul 😀 .
Diahs last blog post..Bagaikan Tom Dan Jerry
Saya tadi ngalamun kok malah njuk berpikir, rada aneh sih pikiran saya, tapi terus terang harus saya ungkap…
Bahwa, percaya ndak percaya, genk sekolah memang sudah lama ada dan kita harus berterimakasih pada perkembangan taknologi audio-video dimana pada akhirnya kita bisa mendapatkan gambar gerak tentang keganasan mereka dari handphone-handphone yang bisa merekam gambar gerak itu ya..?
Hehehe.. komentar saya mungkin ndak terlalu penting tapi ini hal yang benar-benar betul bukan?
Donny Verdians last blog post..Klepon
Kata kuncinya adalah “PENCARIAN JATI DIRI!!”
Kata salahnya adalah “MENIRU ORANG DEWASA!!”
Kata munanya adalah “MURNI KARENA MEREKA INGIN TAHU”
Padahal kata kuncinya adalah … kembali lagi ke baris diatas …
Ini adalah gambaran dari kondisi INdonesia saat ini, dan yang akan terjadi beberapa tahun kemudian, disaat anak-anak ini telah menjadi pegawai, artis, pejabat, karyawan bahkan IBU adalah sebuah imajinasi yang tidak patut untuk dibayangkan kalau kita tidak segera berbenah.
Namun sayangnya, banyak orang tua menganggap bahwa kesemua ini adalah murni perilaku anak-anak yang menyimpang dan merupakan perwujudan dari gagalnya pihak sekolah dalam mendidik anak2 mereka. Padahal?
Sudahlah … cape mikirnya ….
bisakus last blog post..Haruskah Karena Jarak Kita Menyerah?
Orang tua donk!
Yang ditanya nanti di akhirat kan orang tuanya… Dikasih didikan bagaimana anakya.
Saya sebagai guru bukannya ndak mau disalahkan.
Berapa banyak jumlah siswa di sekolah?
Berapa jam sih kita berinteraksi dengan mereka?
Orang tua harus membentengi mereka,dengan bekal agama dan norma2 keluhuran budi. Kasih contoh yang baik.
Guru sih juga harus, bgitu. Tapi tetap yang paling bertanggungjawab adalah orang tua.
suhadinets last blog post..Dongeng Tentang Wanita Tukang Tenung (Part 1)
SEMUANYA….. Lho?
Pelajar, ingin diperhatikan
media massa, TV terutama, sering memberi contoh hal-hal negatif
Guru, pasti menjawab tak pernah mengajarkan itu
Or-tu, pasti ingin anaknya tak begitu, tapi perhatiannya cuma segitu
Teman, pengaruhnya lebih besar daripada nyalinya (keroyokan sih)
Lingkungan, tak dipungkiri adalah tempatnya berlabuh, pasti punya pengaruh.
jadi…
yo salah kabeh :291
salims last blog post..Hari Yang Lelah
Wah tampilan webnya baru lagi nih?
Lebih ciamik, Pak…
Tanggung jawab siapa?
Semua harus ikut tanggung jawab: orangtua, guru, media, pemerintah, dpr…
Tapi, kalau yang tanggung jawab semua biasanya nggak ada yang merasa….
Jadi, memang harus ditunjuk satu lembaga atau orang khusus yang bisa dimintai tanggungjawabnya. Kalau keroyokan biasanya saling lempar tanggungjawab.
Hery Azwans last blog post..Kreativitas pada Kegiatan Keagamaan
Mbahas pendidikan Endonesha kita ini kok masalahnya gak abis-abis ya?
pendidikan oh pendidikan… kapan adik gw yg duduk di klas 2 SD bisa pindah ke LN aja ya… hiks…hiks….
masenchipzs last blog post..Huh.. ga kenal.. marah-marah.. pake acara ngomel lagi..
saat ini pendidikan kita berorientasi pada prestasi IQ tidak pada orientasi kehidupan interaksi sosial kemasyarakatan,sehingga terjadi ketimpangan keseimbangan kinerja antara otak kiri dan kanan.
gitu apa… 😀
Yap, betul-betul…
Ternyata kasus2 seperti ini sedang booming, dari anak SMP sampai Mahasiswa.. Padahal mereka semua berstatus terpelajar..
Bisa dijadikan sebagai teguran untuk para pelajar nih…hehe
lalu, pasti bapak sudah pernah dengan teoriny paulo freire kan? tentang pendidikan kritis..
saya itu bisa menjadi salah satu solusi, ookelah skrg misalnya tidak se ideal itu kita menetapkan pendidikan kritis di pendidikan indonesia. namun hal ini seharusnya sudah disadari sejak kita bbebas berpikir di era reformasi..
pendidiakn itu kan tonggak tegaknya moral terakhir sbuah bangsa, klo pendidikan bobrok, ya bobroklah bangsa itu ..
bner ga ya?
mnrt saya kesadaran dalam pendidikan itu harus segera dikembangkan pak, kita tidak bisa menutup mata terhadap realitas sosial yg skrg sudah dibuka lebar2 pintunya. sedangkan anak sekolah jaman skrg masih terus menerus belajar 1+1= 2di bangku dalm kelas… 😛
fauzansigmas last blog post..Bantuan Khusus Mahasiswa, Kebijakan Busuk!
mungkin itu karena efek nonton sinetron, om…
*nyalahin media massa*
cKs last blog post..Hasil Les Photoshop
Yang pasti saya tidak mau bertanggung jawab terhadap kebrutalan kaum remaja kita lho Mas…. :292
Lha bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan keluarga susahnya minta ampun lha kok ditambahi dengan remaja kita( mungkin sebagian masyarakat kita berpandangan seperti ini kali)
Apa enggak cari penyakit namanya….
Tapi sejujurnya saya sedih sih…melihat kondisi yang ada …ya mau bagaimana lagi….kayaknya budaya menang menangan diwariskan dari kita kita juga…
FADs last blog post..Check Dari Google
Tanggung jawab orang tua. Sudah semestinya orang tua yang setiap hari bertemu dengan anak yang bertanggung jawab atas baik atau buruknya perangai anaknya.
Guru, menurut saya tidak perlu bertanggung jawab untuk hal tersebut karena guru harus bertanggung jawab pada hasil Ujian Nasional, hehehe.
Tapi serius! Yang harus mampu mendidik anak adalah orang tuanya. Nggak usah jadi orang tua kalau nggak bisa mendidik anak dengan benar. Orang tua harus mampu menjadi suri teladan yang baik. Bahasa kerennya uswatun khasanah. Peribahasa bilang air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Ada juga yang bilang buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Guru sih yang penting jangan kencing berdiri.
arifs last blog post..Jangan Pernah Menyerah
wah jaman2nya saya ga kek gini..
aduh turut berduka deh buat dunia pendidikan indonesia…hikss!!! 😥
Sayanya ikut ngenes Pakde liat yang beginian 8)
Semua pihak harus bisa mencegah hal ini terjadi pada anak2 kita 🙄
Meniks last blog post..Thanks God I’ve Found You
Guru kencing berdiri, murid kencing berkelahi.
M Shodiq Mustikas last blog post..Konsultasi: Bila cowok tersinggung oleh ulah cewek
kekerasan, ketidak- pedulian dan korupsi,
Masih masih saja menjadi cerita sehari- hari.
Padahal…da’wah katanya ada dari menjelang magrib sampai pagi,
Baik di koran sampai di tipi,
Aki Herrys last blog post..AllYouCanEatnyaBatagor&FoodAdventureBarengINA(TamuNeehTamu)
Perilaku anak sekolahan Tanggung Jawab Mendiknas alias Presiden.
gitu ajah… pasti ada yang tak beres disana