Marto Klawung

Untuk ke sekian kalinya, Marto Klawung kembali mengamuk. Sorot matanya liar, ganas, menantang. Ke mana-mana, dia membawa parang terhunus, berkilat-kilat. Kalau sedang kambuh, nyaris tak ada seorang pun yang sanggup menjinakkannya.

Meski setengah sinting, Marto Klawung tergolong memiliki ingatan tajam. Dia hafal betul dengan orang-orang yang dianggap pernah menyakitinya. Dengan sikap bagaikan jawara, dia tak segan-segan melabraknya. Suro Gentho, pemuda yang pernah mengejeknya, terpaksa mendekam di rumah sakit setelah berduel dengannya. Demikian juga Kang Jolodong. Pemuda yang pernah berguru di Banten itu pun babak-belur gara-gara berani memelototinya.

Suatu ketika, Marto Klawung bikin onar di tengah pentas campur sari di rumah seorang penduduk yang sedang punya hajat mantu. Ketika para penonton sedang asyik bergoyang menikmati lagu-lagu yang meluncur dari mulut seorang biduan lokal, tanpa diduga dia naik ke atas panggung. Sorot matanya menyala, menyapu wajah para penonton yang membludak. Tangan kanannya yang kokoh mengacung-acungkan parang terhunus. Suasana pentas pun jadi kacau. Para penyanyi dan rombongan pemain musik berlarian turun panggung dengan perasaan was-was. Para penonton dicekam kepanikan.

Tiba-tiba muncul empat pemuda mabuk naik ke atas panggung. Dengan lagak sok berani, mereka serentak melabrak Marto Klawung. Namun, dengan gerakan gesit dan cekatan, Marto Klawung membabatkan parangnya. Dalam sekejap, empat pemuda mabuk terkapar bersimbah darah segar di atas panggung. Mulut Marto Klawung menyeringai seperti serigala lapar. Darah yang tersisa di ujung parang dijilatinya. Para penonton bergidik dicekam ketakutan. Mereka berlarian menjauhi Marto Klawung.

Satu-satunya penduduk yang ditakuti Marto Klawung hanyalah Kyai Sodikin. Entah, kekuatan macam apa yang bersemayam dalam tubuh lelaki sepuh itu. Tubuhnya memang hampir rapuh digerogoti usia, tapi sorot matanya masih tajam, memancarkan kearifan. Cara melumpuhkan Marto Klawung pun terbilang aneh. Kyai Sodikin tidak menggunakan kekuatan fisik. Cukup hanya bersedekap ke arah kiblat. Bibirnya komat-kamit membaca mantra. Jari-jari tangannya gemetar memutar biji tasbih. Aneh, Marto Klawung tiba-tiba meronta dan menjerit dahsyat, minta ampun. Tubuhnya roboh mencium kaki Kyai Sodikin. Kekejaman dan kebringasannya seakan tersedot ke dalam tubuh kyai sepuh itu.

Namun, semenjak Kyai Sodikin meninggal sebulan yang lalu, Marto Klawung merasa mendapatkan angin kebebasan. Dia leluasa mengumbar naluri kekerasannya. Darah kebiadaban ribuan manusia purba seakan mengalir ke dalam tubuhnya. Ke mana-mana menyebarkan hawa maut. Penduduk kampung lebih suka menyingkir jauh-jauh daripada harus beradu kening dengannya sebelum kekejaman yang serba tidak terduga mengancam.

Penduduk makin resah. Suasana kampung bagaikan diselubungi jubah Malaikat Maut. Hawa kematian tercium di mana-mana. Marto Klawung dan kebringasannya seolah-olah hadir di setiap pintu rumah penduduk secara tak terduga, menaburkan dendam dan naluri kebiadaban.

“Tolong Kang Klawung, Mas!” pinta Yu Kentring, isteri Marto Klawung, tergagap dengan wajah memucat, selepas Maghrib di rumahku.

Sekilas, berkelebat bayangan Marto Klawung dengan menenteng parang terhunus. Aku tidak tahu, bagaimana cara menjinakkan lelaki sinthing itu. Secara fisik, aku tak memiliki kesanggupan untuk menghadapinya. Tapi permintaan Yu Kentring jelas mustahil kutolak. Perempuan ini sudah lama menderita. Selain harus terus menghadapi kekejaman suaminya, dia juga harus menghadapi “kebiadaban” para tetangga yang tak henti-hentinya mencemooh dan mengejeknya sebagai isteri lelaki sinthing.

“Em, begini, Yu, Sampeyan tunggu di sini dulu, jangan ke mana-mana sebelum aku pulang!” sahutku sekenanya sambil bergegas menerobos pintu. Aku belum tahu, apa yang mesti kulakukan untuk menjinakkan keganasan Marto Klawung.

Di luar, para penduduk bergerombol dengan ketakutan yang sama. Di sudut-sudut kampung yang gelap, seolah-olah muncul bayangan Marto Klawung dengan kekejaman tak terduga. Namun, mereka cukup lega ketika bunyi jedar-jedor masih terus terdengar dari rumah Yu Kentring . Itu artinya, Marto Klawung belum keluar dari sarangnya.

“Kita harus berbuat sesuatu sebelum Marto Klawung sinthing itu mengamuk! Kalau sampai keluar rumah bisa berbahaya!” teriak Kang Trajang dengan wajah cemas.

“Betuuul! Kita tidak mungkin bisa hidup tenteram sebelum Marto Klawung dijinakkan!” sahut penduduk yang lain serempak.

“Kalau saja Kyai Sodikin masih sugeng, tidak bakalan Marto Klawung ugal-ugalan!” celetuk seorang perempuan.

“Hus! Tidak baik ngrasani orang yang sudah meninggal! Tak ada gunanya!” sergah Mbah Kromo Dongso agak sewot. “Yang perlu kita pikirkan sekarang adalah bagaimana cara menjinakkan Marto Klawung sinthing itu!” sambungnya sambil membetulkan letak ikat kepala hitamnya. Para penduduk saling berpandangan dengan dada diserbu setumpuk pertanyaan. Mereka makin panik ketika dari arah rumah Yu Kentring terdengar bunyi jedar-jedor secara beruntun, lantas diikuti suara gemeretak seperti pintu roboh. “Kita harus segera mengambil sikap!” teriak Kang Trajang cemas. Para penduduk saling bertatapan.

“Bagaimana kalau dibelok saja?” selorohku tiba-tiba.

Dibelok? Apakah Yu Kentring bisa menerima?”

“Apa tidak lebih baik dibawa ke rumah sakit jiwa saja?”

“Siapa yang berani membawanya dalam keadaan seperti itu? Malah-malah kita yang jadi korban! Dan siapa yang akan menanggung biayanya, hem? Kayak kita nggak tahu siapa Yu Kentring itu! Mau makan saja susah!” sahut Juragan Martubi dengan bola mata membelalak. Para penduduk kembali berpandangan. Saling berbisik. Riuh.

“Kalau lapor polisi bagaimana? Bukankah Marto Klawung nyata-nyata telah meresahkan penduduk? Perbuatan dia itu sudah seharusnya ditangani aparat yang berwajib! Kenapa itu tidak kita lakukan?”

Sampeyan itu, ya lucu. Mana ada orang sinthing dikenai pidana! Mereka itu kebal hukum! Membunuh pun bebas hukuman!”

“Saya kira belok merupakan satu-satunya cara untuk mencegah kebiadaban Marto Klawung! Cara ini mungkin kurang manusiawi, tapi itu lebih baik daripada membiarkan Marto Klawung berkeliaran. Haruskah kita akan terus-terusan membiarkan perbuatan terornya?” sahutku menegaskan sambil menyapu wajah para penduduk.

“Baik, aku setuju!” sergah Mbah Kromo Dongso diikuti yang lainnya.

Kami segera berembug menyiapkan cara yang tepat untuk membelok Marto Klawung. Mbah Kromo Dongso menyiapkan belok yang terbuat dari kayu jati tua dan kuat. Penduduk yang lain membawa pentungan untuk berjaga-jaga, lantas beramai-ramai menuju ke rumah Marto Klawung seperti iring-iringan masyarakat primitif yang tengah memburu korban untuk tumbal persembahan kepada para dewa. Penduduk tampak bersemangat. Rasa panik menjelma menjadi sebuah keberanian yang bersemayam di dada.

“Kalau dia melawan, gebug saja! Jangan sungkan-sungkan!”

“Ya, harus begitu!”

“Malam ini kita harus berhasil membeloknya!”

“Ya, harus!”

Tiba di rumah Yu Kentring yang sumpek, suasana mendadak sepi. Bunyi jedar-jedor sudah tak terdengar. Pintu rumah terbuka. Marto Klawung tak terlihat batang hidungnya.

“Baik! Jangan-jangan dia sudah kabur!” teriak seorang penduduk mulai cemas. Kami segera bagi tugas. Para penduduk menyebar ke berbagai penjuru untuk menemukan Marto Klawung. Namun, hingga beberapa saat, jejak Marto Klawung belum juga tercium, hingga akhirnya terdengar teriakan seseorang dari sudut belakang rumah.

“Marto Klawung di sini!”

Para penduduk bergegas pasang kuda-kuda dan segera melakukan pengepungan dengan pentungan di tangan. Dalam keremangan lampu listrik 5 watt, jidat Marto Klawung tampak berkilat-kilat. Dia tampak duduk mencangkung sambil mengerok jenggotnya dengan parang. Aneh, dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda perlawanan. Para penduduk makin rapat mengepungnya.

Ketika hendak diringkus, tiba-tiba lelaki gendheng itu menyeringai; bangkit, dan dengan gerakan lincah memutar parangnya. Para penduduk tersentak dan cepat bergerak mundur. Antara ketakutan dan keberanian campur-aduk merajam dada. Marto Klawung makin liar mengumbar kebringasannya. Parangnya menyodok ke sana kemari. Aku segera bergerak. Cairan cabai yang telah kupersiapkan segera kuambil, lantas kusemprotkan ke bola matanya. Marto Klawung klimpungan. Tangan kirinya sibuk mengucak-ucak pelupuk matanya yang panas dan pedas. Gerakannya berangsur lamban. Parangnya terlepas. Para penduduk dengan sigap berhasil melumpuhkannya. Marto Klawung meronta, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Kedua tangannya ditarik ke belakang dan diikat kuat-kuat. Beberapa penduduk segera menggiringnya menuju ke dalam rumahnya yang sumpek.

Mbah Kromo Dongso segera memasang belok yang sudah dipersiapkan. Marto Klawung didudukkan di atas lantai dengan kedua kaki selonjor. Kedua pergelangan kakinya dimasukkan ke dalam lubang belok, lantas dikunci kuat-kuat dengan bilah belok bagian atas. Para penduduk yang berkerumun bernapas lega. Kebringasan Marto Klawung berakhir sudah. Tubuhnya tampak lelah. Sorot mata yang biasanya liar berubah sayu dan memerah.

“Maafkan kami Marto Klawung. Kami terpaksa melakukannya!” kataku sebelum meninggalkan rumahnya. Para penduduk menatap wajah Marto Klawung dengan perasaan iba. Kini, lelaki sinthing itu benar-benar tak berdaya; menikmati hidup dengan kaki terpasung. Tiba-tiba aku teringat Yu Kentring. Perempuan kurus itu pasti sudah lama menungguku di rumah.

“Demi ketenangan hidup Sampeyan dan para penduduk, Kang Marto Klawung terpaksa kami belok, Yu!” kataku menghiburnya.

“Betul, Yu! Daripada kamu terus-terusan hidup tersiksa, lebih baik begitu!” sahut istriku.

“Tapi aku akan lebih tersiksa kalau melihat Kang Klawung hidup menderita dengan cara seperti itu!” sahut Yu Kentring kecewa.

“Itu hanya sementara, Yu! Nanti kalau sudah sembuh, pasti dilepaskan!”

“Tidak! Aku tidak mau suamiku diperlakukan seperti itu!” pekik Yu Kentring. Aku hanya geleng-geleng, kehabisan akal untuk memberikan pengertian-pengertian kepadanya.

***

Semenjak Marto Klawung dibelok, suasana kampung berangsur tenang. Para penduduk bisa menjalankan rutinitasnya sehari-hari tanpa rasa takut. Anak-anak mulai ceria menikmati dunia bermainnya. Yang masih mengganjal di benakku justru keadaan Yu Kentring. Aku tidak tahu, apakah dia sudah bisa menerima kenyataan itu atau belum?

Belum terjawab pertanyaan-pertanyaan yang menumpuk di kepala, tiba-tiba Marto Klawung muncul dengan parang terhunus di rumahku. Aku tersentak. Bagaimana mungkin dia bisa terbebas dari belok yang kuat itu? Mungkinkah Yu Kentring yang membebaskannya? Tubuhku tiba-tiba menggigil. Keringat dingin mencair di sekujur tubuh. Di luar dugaan, tubuh Marto Klawung tetap segar-bugar. Sorot matanya bahkan makin liar. Dari dalam tubuhnya seakan memancar sebuah kekejaman dan kebiadaban tak terduga. Aku tidak tahu lagi mesti bersikap bagaimana menghadapi “monster” ganas ini. Dari luar rumah, mendadak terdengar teriakan dan langkah-langkah kaki yang cepat, tergesa-gesa, makin lama makin dekat.

“Bunuh saja Marto Klawung! Cincang tubuhnya!” teriak beberapa penduduk. Tiba-tiba saja Marto Klawung mencium kakiku seperti yang pernah dia lakukan terhadap Kyai Sodikin. Aku makin bingung. Para penduduk yang sudah berdesak-desakan di rumahku hanya bisa saling berpandangan dan mengerutkan jidat. Aku belum juga bisa memahami apa yang bersemayam di kepala Marto Klawung, sehingga dia bisa berubah jinak sedemikian cepatnya. Kebingunganku makin sempurna ketika tanpa kuduga lelaki sinthing ini dengan gerakan kilat membabatkan parangnya ke kaki kiriku. Aku memekik dahsyat. Darah segar muncrat ke segala penjuru. Para penduduk yang kalap makin bernafsu mencincang tubuhnya. ***

No Comments

  1. belok = pasung ya pak?
    critane mbikin aku mrinding. aku jadi teringat tetanggaku yang divonis gila dan harus dikurung di gubuknya sepanjang sisa hayatnya. ahh, kehidupan ini memang kejam

    Dee’s last blog post..Salah Sepatu!!!

    oOo
    belok=pasung, bener banget nas nudee. wah, cerita tetangga mas nudee itu lebih serem. kalo yang ini kan hanya fiksi. halah

  2. Ah, saya jadi tahu artinya belok.

    …ironis sekali, pak. Antara beberapa pilihan, hingga akhirnya jalan tradisional (??) yang dipilih, namun akhirnya membawa celaka juga. 🙁

    Goenawan Lee’s last blog post..Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum

    oOO
    yup, belok tuh sama dg pasung, mas gun. hal itu dilakukan dg terpaksa oleh para penduduk kampung agar marto klawung ndak bikin ulah yang meresahkan.

  3. siapa yang ngelepasin pak? istrinya ya?? wah memang cinta tak bisa diduga 😕

    anyway *halah* alurnya bagus bgt, walau ending sedikit terduga tapi tetep bikin merinding

    two tumbs up buat pak guru 😉

    brainstorm’s last blog post..Menengok Senja

    oOo
    kalo menurut mas brain siapa kira2 yang melepas pasungan marto klawung? hiks. bisa juga istrinya. kan sejak semula memang ndak setuju kalau suaminya itu dipasung. yup, trims atas apresiasinya mas brain, yak!

  4. aku jarang-jarang muji bung, tapi dasyat. ada dendam yang tak sudah di dalamnya. hehehe

    panda’s last blog post..Rumah, Katanya Judul Gelap

    oOo
    walah, justru aku sangat membutuhkan kritik dari bung panda kok. kritik justru bisa menjadi pemicu semangat untuk terus menulis.

  5. Walah, kok ending-nya jadi begitu yaks Pak Guru? 🙄
    Aku jujur nggak bisa mem-fokus-kan apa yang di-kandung oleh cerita ini, karena ter-lalu banyak hal-hal yang bisa di-tarik dari-nya.

    Btw, sekali lagi cerpen Pak Guru emang benar-benar bikin penasaran, salut Pak Guru 😛

    extremusmilitis’s last blog post..Kenapa Aku Senang Dengan Superman

    oOo
    walah, bung militis bisa aja. ok, makasih apresiasinya bung militis.

  6. Pak guru, saya kq ndak habis pikir to, lawong sudah gak waras kq masih bisa inget ma orang2 yang pernah menyakitinya. nah saya punya usul nih, gimana kalo kang marto klawung di ajak mengikuti lomba cerdas cermat tingkat kabupaten atawa tingkat propinsi gitulah kan ingatanya tajem banget tuh. nah nanti kalo menang duitnya bisa buat berobat dan gak mesti gila lag hehe*hayah yang usul ra nggenah*.ok salam kreativ pak

    oOo
    usulan masmawan diterima. nanti yang jadi panitia dan dewan jurinya masmawan seorang diri, hehehehehehe 😆
    BTW, selama ini masmawan tinggal di norwegia, yak? halah, kok ndak mau cerita sih. ceritakan dong bagaimana kondisi di tempat masmawan tinggal, biar aku ikut bisa menikmati bagaimana rasanya tinggal di ngegeri orang.

  7. Andaikata orang kampung tadi bisa menghubungi Rumah sakit Jiwa, maka ada kemungkinan Marto Klawung bisa disembuhkan, atau minimal mengurangi korban.

    Namun masalahnya, banyak kondisi di daerah yang mengambil putusan dengan cara dipasung…..

    edratna’s last blog post..Indahnya sebuah persahabatan

    oOo
    wah, mestinya begitu ya bu enny. tapi agaknya kultur dan tradisi masyarakat kampung itu masih kuat, bu, sehingga mereka lebih suka memasung ketimbang mengobati si gila ke RSJ.

  8. :mrgreen:
    pak sawali ini lho… selalu membuat penasaran lho… akhirnya itu lho… harusnya bersambung lho ya…
    semoga seri lanjutannya… bukan lagi dendam, darah dan justru maaf dari warga kampung… eh ini hanya angan-angan saya saja lho pak… :mrgreen:
    *maaf sedang seneng nulis lho* 🙄

    Goop’s last blog post..Mabuk

    oOo
    hahahahaha 😆 kadang2 darah itu tetap bisa menjadi adonan yang manis, mas goop, hehehehehe 😆 saya juga masih senang mengusili pembaca untuk menafsirkan sendiri endingnya, hehehehehe :mrgreen:

  9. wah cerpen langganan saya baru terbit lagi 🙂
    seperti biasa, dng latar belakang suasana kampung
    dng bermacam kebiasaannya, termasuk mbelok itu
    dan penutupnya pun tetap penuh kejutan
    eh jadi keenakan komen… 😳

    caplang[dot]net’s last blog post..Makan Siang Tukang Minyak Tanah

    oOo
    wah jadi ge-er nih, hehehehehe 😆 makasih bung caplang.

  10. sebuah cerita tentang kesetiaan, kekejaman, kegilaan, kekagetan, hidup, kolot, dan beberapa jurus silat. Hanya sayang mengapa si Marto Klawung harus menjadi orang gila, mengapa bukan penduduknya yang gila pasti lebih seru…..***emangnye ente dalangnye***kabooor dikejar marto klawung***

    daeng limpo’s last blog post..Fatamorgana

  11. sebuah cerita tentang kesetiaan, kekejaman, kegilaan, kekagetan, hidup, kolot, dan beberapa jurus silat. Hanya sayang mengapa si Marto Klawung harus menjadi orang gila, mengapa bukan penduduknya yang gila pasti lebih seru…..***emangnye ente dalangnye***kabooor dikejar marto klawung*** 👿

    daeng limpo’s last blog post..Fatamorgana

    oOo
    wakakakakaka 😆 itu yang saya sukai dari bung daeng. imajinasinya ternyata lebih liar dan dahsyat. kebayang juga bagaimana kalo orang sekampung cuman satu yang waras. apa yang bakalan terjadi yak? hehehehehe :mrgreen:

  12. Wah…. endingnya lagi2 mengundang multitafisr nih. Kalau saya berkesimpulan (yang ada di benak saya), si Marto Klawung ini biar gendheng-gendheng tapi akalnya jalan juga ya, pura-pura bersimpuh di kaki lantas membabat kaki dengan parang. Wah, rupanya pakai berstrategi juga ya si Marto Klawung ini. Atau memang wong gendheng seperti itu ya, perilakunya susah diprediksi?? hehehe…… 😀

    Yari NK’s last blog post..Skala Scoville, Mengukur Kepedasan Cabai

    oOo
    hahahahaha 😆 bener bung yari. orang tak waras seringkali bisa melakukan tindakan yang serba tak terduga. hiks.

  13. Tiba-tiba saja Marto Klawung mencium kakiku seperti yang pernah dia lakukan terhadap Kyai Sodikin. Aku makin bingung. Para penduduk yang sudah berdesak-desakan di rumahku hanya bisa saling berpandangan dan mengerutkan jidat. Aku belum juga bisa memahami apa yang bersemayam di kepala Marto Klawung, sehingga dia bisa berubah jinak sedemikian cepatnya. Kebingunganku makin sempurna ketika tanpa kuduga lelaki sinthing ini dengan gerakan kilat membabatkan parangnya ke kaki kiriku. Aku memekik dahsyat. Darah segar muncrat ke segala penjuru. Para penduduk yang kalap makin bernafsu mencincang tubuhnya.

    ***Misteri, hidup adalah misteri. Jangan sampai di-belok pikiran sendiri

    Ersis W. Abbas’s last blog post..Menulis Memelihara Otak

    oOo
    Hahahahahaha 😆 pak ersis bisa aja nih, dibelenggu pikiran sendiri, hiks. emang ada ya pak orang yang di-belok oleh pikirannya sendiri, heheheh :mrgreen:

  14. Ceritanya serem. Main cincang segala… 😐

    ozank’s last blog post..Mati (1)

    oOo
    Kebetulan lagi seneng nglihat darah, bung ozank, hiks. bisa menjadi adonan yang manis, hehehehehehe :mrgreen:

  15. Penggambaran yang terkesan ‘brutal’ dari kekerasan yang dilakukan oleh marto klawung ini membuat awang2 saya dipenuhi gambaran marto klawung…

    Mudah2an aja nanti malam tak bermimpi bertemu dengannya.. cerpen-cerpen yang dihasilkan selalu meminta pembaca untuk menentukan sendiri kesimpulan akhirnya.. benar-benar jenius..

    gempur’s last blog post..Saatnya Memiliki Industri Nasional

    oOo
    walah,pak gempur bisa aja nih. kebrutalan bisa jadi sebuah realitas yang kena nyata2 hadir di tengah3 masyarakat kita yang sedang sakit. mudah2an pak gempur slalu bisa tidur nyenyak dengan mimpi yang indah, tanpa merasa takut idkejar-kejar marto klawung hiks. walah, jadi ge-er nih dapat pujian pak gempur, hanya cerpen biasa aja kok, pak.

  16. serem banget deh kalo ada marto klawung,, seharusnya pas dia mencium kaki, jangan dipercaya, soalnya dia pasti punya rencana busuk, dan akhirnya benarkan..

    jangan ampuni marto klawung!!

    ridu’s last blog post..Social Engineering

    oOo
    sabar, sabar, mas ridu, yak. teriak2 kayak mau demo nangkep marto klawung ajah, hehehehehe :mrgreen:

  17. Ini seperti lukisan naturalis, selalu ada resiko pencapaiannya diukur hanya dari keotentikannya menduplikasi obyeknya. Tapi sebaliknya, “lukisan” seperti ini lebih mudah dimengerti oleh khalayak, karena sudah mereka kenal dengan akrab.

    Salut! Pak Sawali berhasil menulis potret sosial yang sangat “ngepop” di Indonesia ini menjadi sebuah kisah baru yang benar-benar punya watak dan setting peristiwa. Sentuhan kecil menjelang akhir cerita, jebakan yang dipasang dengan mengenal betul alur pikiran pembaca,itu sebuah bonus!

    Bravo Pak Guru.

    MERDEKA

    Robert Manurung’s last blog post..Gesang, Bengawan Solo dan Tragedi Sosial

    oOo
    walah, bung robert terlalu berlebihan memujinya. hanya cerpen biasa saja kok. makasih yak apresiasinya

  18. “Tiba-tiba saja Marto Klawung mencium kakiku seperti yang pernah dia lakukan terhadap Kyai Sodikin”
    “Kebingunganku makin sempurna ketika tanpa kuduga lelaki sinthing ini dengan gerakan kilat membabatkan parangnya ke kaki kiriku. Aku memekik dahsyat. Darah segar muncrat ke segala penjuru”

    Cerita Pak Sawali memang selalu menghanyutkan.
    Ternyata Marto Klawung nggak sepenuhnya gila kali ya pak?, dia sempat sungkem mohon maap sebelum melakukan pembalasan dendamnya pada si aku yang menjadi penggagas pemasungan dirinya. Kampung tentunya kembali tentram dan Marto Klawung akan jadi cerita warga, dan si aku entah menyesali atau tidak atas idenya telah menjadi tumbal(pahlawan) buat ketenangan kampung.

    hadi arr’s last blog post..ADA LAGI YANG MATI

    oOo
    walah, menghanyukan? biasa saja pak hadi. apa yang dilakukan oleh marto klawung bisa jadi juga sbg bentuk protes atas tradisi pemasungan yang sering dilakukan bagi orang2 kampung yang dianggap tidak waras. juga bisa jadi dikembangkan lebih jauh, pemasungan terhadap kebebasan berpikir dan berpendapat. orang yang beda pendapat sering dianggap tidak waras sehingga mesti dipasung. *halah*

  19. Cerpen ciri khas karya Pak Sawali, nih. Mistik, darah, kultur Jawa ne melekat.

    hanna fransisca’s last blog post..Orang Sukses Bicara Apa Pun Enak

    oOo
    Mbak hanna bisa aja nih, hehehehehehe 😆 emang bener kok mbak. lagi seneng membuat adonan tentang darah, mistik, dan kejawen. kata pak maman, *halah* katanya bisa jadi gado-gado yang eksotis, hiks.

  20. orang sinting ternyata pandai menipu juga ya 😀 idenya cerpennya sangat inspiratif, dan menggugah pembaca juga bahwa memang seperti itulah kehidupan orang sinting yg jauh dari kemampuan. jangankan konsultasi psikiater, buat makan sederhana sehari-hari saja pas-pasan :mrgreen:

    Totok Sugianto’s last blog post..Penggemar Marvel Legends

    oOo
    itulah kenyataan hidup yang sering dihadapi masyarakat lapisan bawah mas totok. seringkali terjadi pertentangan antara nilai tradisi dan modern; antara tradisi belok dan medis. makasih apresiasinya mas totok, yak!

  21. pak sawali berhasil menceritakan suatu kisah ditahun jaman roma irama nih..
    salut, bahasanya jg sederhana tapi pesan yg disampaikan begitu dalam..
    tapi btw klo dari versi penulis, apa sbnernya pesan yg mau disampaikan pak?
    sy jg pengen pnya kategori tulisan sperti Bpk, tp mau angkat cerita ttg apa malah bingung sndiri sy pak..
    mohon nasehatnya…

    fauzansigma’s last blog post..NOTA KOSONG DAN OTAK KOSONG

    oOo
    Zamannya roma irama, hiks? ada2 saja nih mas sigma. loh, yang berhak menafsirkan pesan moralnya justru mas sigma sendiri! Tapi sebenernya saya ingin mengungkap persoalan tradisi dan modernisasi yang sering membikin gamang dan ambigu bagi masyarakat yang masih percaya percaya pada mistik dan mitos. agaknya perubahan sulit dilakukan. untuk menangani orang sinthing bukannya dibawa ke RSJ, tapi justru malah di-belok. *halah*
    BTW, untuk menulis cerpen saya yakin mas sigma mampu melakukannya. mas sigma punya kemampuan dan talenta untuk itu. hanya tinggal mengembangkannya saja. tulis saja yang mas sigma anggap menarik, trus tulis saja yang sedang melintas di kepala. gitu aja kok, ayo mas sigma, lakukan itu!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *