Sang Primadona

Cerpen: Sawali Tuhusetya Dada Tarmi naik-turun. Napasnya tiba-tiba terasa sesak. Kehadiran Surtini benar-benar membikin hatinya gerah. Sudah hampir sepuluh tahun ia malang melintang di dunia ketoprak tobong, belum pernah seorang…

Kepala di Bilik Sarkawi

Cerpen: Sawali Tuhusetya

Bilik Sarkawi yang sumpek, singup, dan gelap diselimuti asap dupa. Baunya yang khas berbaur aroma kembang telon dan minyak serimpi menyedak hidung. Sarkawi merasakan pikirannya hanyut dan tenggelam dalam arus percumbuan yang ganjil. Melayang-layang. Sepotong kepala yang tergantung dalam bilik itu tampak menjelma bagai wajah bidadari. Anggun, cantik, memesona, putih bercahaya, memancarkan aura kegaiban. Sarkawi merasakan kenikmatan yang luar biasa.

Diusapnya sepotong kepala itu lembut. Mesra. Darah Sarkawi berdesir. Ada sebuah kekuatan aneh yang tiba-tiba muncul dari balik kepala itu, lantas merayap-rayap dan menjalar bersama aliran darah Sarkawi. Lelaki kurus itu tersenyum penuh makna. Ia paham, sinyal itu memberi isyarat bahwa ia harus segera bersiap memasuki pengembaraan batinnya.

Sembari duduk bersila takzim, mulut Sarkawi mulai komat-kamit merapal mantra. Tidak jelas benar apa yang meluncur dari balik bibirnya yang pucat itu. Lantas dengan gerak refleks, ia segera melolos sisir dari balik saku baju kumalnya. Sekali lagi, dengan lembut dan mesra, wajah sepotong kepala dibelainya seperti memperlakukan seorang kekasih. Rambut sepotong kepala yang menjuntai ke bawah itu disisirnya pelan-pelan. Sarkawi tersentak.

Kepala di Bilik Sarkawi

Bilik Sarkawi yang sumpek, singup, dan gelap diselimuti asap dupa. Baunya yang khas berbaur aroma kembang telon dan minyak serimpi menyedak hidung. Sarkawi merasakan pikriannya hanyut dan tenggelam dalam arus…

Kang Panut

Nada tangis pilu memecah perkampungan, mengiris atap-atap rumah, mengusik mimpi-mimpi yang membadai di layar bawah sadar para penduduk. Fajar baru saja menggeliat dari kepungan malam yang busuk. Sambil mengucak-ucak pelupuk…

Sepotong Kepala

Cerpen: Sawali Tuhusetya

Para penduduk bergidik ngeri menyaksikan jasad Sukardal yang hanya tinggal gembungnya, seperti bangkai babi yang barusan dibantai tukang jagal. Sepotong kepalanya menggelinding entah di mana. Bayangan kebiadaban menggerayangi setiap kepala.

“Untuk apa orang gemblung seperti Sukardal dibunuh!” teriak seseorang disambung gumam-gumam lirih yang tumpah di tengah kerumunan penduduk.

“Benar-benar biadab!” sahut yang lainnya.

“Kalau bukan iblis, pasti demit yang melakukannya!”

“Belum tentu juga, Kang! Aku yakin, pelakunya pasti manusia! Zaman sekarang, cukup banyak orang yang perangainya melebihi kebiadaban iblis dan demit!”

“Eh! Jangan sok tahu, sampeyan! Jangan suka memastikan sesuatu yang belum jelas kebenarannya! Bisa-bisa sampeyan diperkarakan orang!”

Warni Ingin Pulang

Warni tercenung di kamarnya. Dadanya tiba-tiba sesak. Benaknya jatuh ke tempat yang jauh. Ia rindu Emak, Bapak, dan adik lelaki satu-satunya di tanah Jawa, yang sudah hampir sepuluh tahun ditinggalkannya.…

Pulang

Si Ratih muntah-muntah lagi. Badannya panas menyengat. Napasnya sengal. Dadanya seperti terhimpit beban yang teramat berat. Aku mulai panik. Menurut petugas puskesmas yang memeriksanya tadi pagi, si Nok yang belum…

Wisuda

Cerpen: Sawali Tuhusetya Bola mata Mak Sarmini berkaca-kaca. Tanpa terasa, kedua pipinya yang nampak keriput basah oleh air mata. Dadanya ditimbuni rasa haru yang sulit diterjemahkan. Tubuhnya yang kurus tenggelam…

Pengakuan

Warti hamil! Kabar itu segera menyentakkan kampung. Kalau Warti bersuami, jelas tak bermasalah. Tetapi, perempuan bertubuh pendek, berwajah kasar, dan berambut keriting itu jelas masih perawan, meskipun tergolong perawan kasep…

Tumbal

Orang-orang bagai rusa masuk kampung. Bingung. Subuh tadi, anak Lik Karimun yang baru berusia tujuh bulan, hilang. Konon, si Nok tiba-tiba raib dari sisi tetek simboknya. Kontan saja Yu Painem…