“Buku murah untuk rakyat!” Bisa jadi, itulah visi yang dicanangkan Mendiknas, Bambang Sudibyo. Buku Sekolah Elektronik (BSE) yang telah diluncurkan beberapa waktu yang lalu, agaknya akan menjadi “ikon” untuk semakin mendekatkan rakyat terhadap dunia pendidikan yang selama ini terkesan elitis. BSE diharapkan bisa mengurai kegelisahan yang mencekik leher rakyat akibat mahalnya harga buku teks. Dari sisi ini, BSE jelas bisa dinilai sebagai terobosan yang jitu dan visioner. Anak-anak dari keluarga tak mampu bakal makin akrab dengan buku teks. Kran ilmu pengetahuan pun akan terus mengucur mengalirkan sulur-sulur keilmuan ke segenap lapis dan lini masyarakat. Dengan cara demikian, kesenjangan ilmu anak kaya vis a vis anak miskin pun bakal terkurangi. Dunia pendidikan makin cerah. Mutu pun diharapkan bakal terdongkrak. Dalam beberapa generasi mendatang, anak-anak masa depan negeri ini diharapkan tidak lagi mengidap sindrom “inferior” yang telah lama bersarang dalam ranah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Persoalannya, kehadiran BSE dinilai belum relevan diluncurkan dalam konteks keindonesiaan yang hingga kini masih tersaruk-saruk dalam memburu jaringan koneksi internet. Selain masih terbilang mahal, internet di negeri ini belum memiliki jaringan infrastruktur yang merata. Akibatnya? Bisa ditebak! BSE yang menjadi ikon “buku murah untuk rakyat” itu justru lebih terkesan mahal dan inklusif daripada buku teks versi cetak. Hanya mereka yang memiliki koneksi internet –sebagian besar tinggal di perkotaan– yang bisa mengaksesnya. Rakyat miskin yang sebagian besar tinggal di pedesaan yang seharusnya menjadi sasaran BSE justru hanya bisa menjadi penonton dari balik layar.
Lantas, bagaimana dengan nasib penerbit dan penulis buku teks pasca-BSE? Jas bukak iket blangkon, sama juga sami mawon, alias setali tiga uang. Bahkan, nasibnya lebih tragis. Pembelian hak cipta yang berlaku selama 15 tahun itu dinilai telah membunuh “masa depan” penerbit dan penulis buku teks. Bagaimana penerbit buku teks harus menghidupi sekian karyawan jika dalam kurun waktu selama itu tak melakukan proses produksi? Haruskah terjadi perampingan besar-besaran terhadap karyawan di sebuah penerbitan buku teks?
Kali ini merupakan tahun kedua Pusbuk melakukan pembelian hak cipta buku teks SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK kepada penerbit dan penulis. Seperti telah disosialisasikan oleh Pusbuk (baca di sini), setiap jilid buku teks akan dibeli dengan harga 100-175 juta rupiah. Namun, persoalan anggaran agaknya menjadi kendala. Konon, sebagaimana dikemukakan oleh sebuah penerbit –tak perlu saya sebutkan namanya—pembelian hak cipta terhadap buku teks yang dinilai memenuhi standar kelayakan secara nasional, mesti melalui tawar-menawar. Jika sudah ada kesepakatan pun kejelasan cairnya anggaran belum dapat dipastikan. Walhasil, penerbit dan penulis yang kebetulan bukunya dinilai memenuhi standar mutu harus banyak bersabar dan menahan napas.
Persoalan ini menjadi penting dan relevan untuk dikemukakan agar kehadiran BSE tidak menjadi preseden bagi masa depan penerbit dan penulis yang selama ini, diakui atau tidak, telah ikut berkiprah dalam membangun wacana keilmuan di dunia pendidikan kita. Sebelum jaringan infratruktur internet benar-benar merata, ada baiknya dilakukan pemetaan terhadap daerah-daerah tertentu yang masih mengalami kesulitan dalam mengakses BSE. Daerah-daerah inilah yang, menurut hemat saya, masih perlu disubsidi buku-buku teks versi cetak agar anak-anak miskin yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan, tetap dapat mengikuti dinamika keilmuan sesuai dengan tingkat satuan pendidikannya masing-masing. Nah, bagaimana? ***
Jadi malah semakin rumit njih pak.
Tadinya saya kira buku murah itu cuman ganti ongkos cetak atau fotokopi, namun kalau dalam bentuk ebook ya susah.
Kalau kaya desa tempat saya lahir, mana ada internet, telpon rumah aja ndak ada jaringannya.
Sementara warnet paling dekat itu di kabupaten, +/- 10km dari desa 😥
sigids last blog post..Demotivators®
BSE klo internet gak merata?
dobeldens last blog post..Mie Ayam dari masa ke masa
Sayang sekali kalo BSE hanya bisa dinikmati oleh orang-orang yang sudah melek internet. Sepertinya harus ada ekpansi koneksi internet dulu ke daerah-daerah yang terpencil, baru disosialisasikan gencar-gencaran melalui media massa. Agar terobosan jitu ini bener-bener tepat sasaran dan tepat guna. *halah* 😀
Atau lebih baik mending buku-buku pelajaran yang ada di sekolah-sekolah digratisin aja dulu dan dibagi-bagiin sama rakyat yang kurang mampu. Harganya cenderung mahal-mahal kan? Well, pendidikan memang mahal ya, pak.. 😉
Eh, udah ada belum ya program buku gratis dari pemerintah? :eyer
GiEs last blog post..Urang Sunda, Hudang Euy!
ya, utk daerah terpencil disebarkan buku teks biasa. jadi ingat waktu ita sekolah dulu ada buku dari balai pustaka yg maish bisa di pake adik ita yg no. 2
kyknya solusi dari pemerintah itu kok malah jadi merepotkan rakyat saja ya pak? berkoar2 utk wajib belajar 9-12 thn tapi masih byk sistem pendidikan yang simpang siur… 🙁
filenya besar banget. butuh berjam jam untuk download.
kalo mau cepat dan sudah di jadikan satu buku
download saja di sini:
http://satyasembiring.wordpress.com/2008/07/16/buku-gratis-untuk-sdsmpsmasmk-dari-depdiknas/
semua file sudah di compres sehingga butuh waktu 40 menit saja untuk mendownloadnya:
terkadang cita-cita nan mulia itu terlalu kompleks memang pak pada tataran implementasinya. butuh pengawal-pengawal yang kritis seperti pak sawali.
wduuuh pak klo di dowloat luama buangget mbok di ulload di repitsere atau mana lah yang penting bisa cepet :112
Ronggos last blog post..Ad space bannner and Premium Theme WordPress
kalo dari situ resmi ya file nya besar banget.
kalo mau yg sudah di kompres dan di susun per buku silahkan download di sini
http://satyasembiring.wordpress.com/2008/07/16/buku-gratis-untuk-sdsmpsmasmk-dari-depdiknas/
hanya butuh waktu 40 menit untuk mendownload semua.dibanding dari situs bse.depdiknas.go.id bisa seharian gak kelar kelar
thk
maju terus pendidikan bangsa
Masalah jadi makin rumit menurut saya dengan BSE, paling tidak untuk satu-dua tahun ke depan. Koneksi internet bagi kami di pelosok susee! Trus kalau udah didownload mau diapakan? difotokopi apa dicetak? Dicetak mana ongkosnya? Apa pemerintah daerah dijamin perduli untuk perbanyakan? Difotokopi oleh sekolah atau siswa, apa bisa nyaman dipakainya?
Kenapa gak kembali ke jaman saya sekolah sd dulu, buku-buku didrop dari pusat. Semua sekolah dikasih, dari yang kota sampai yang terpencil. Gratis!
Boleh saja ada bse, boleh ada buku dari penerbit swasta, biar makin banyak referensi, tapi pemerintah juga harus tetap kirim buku gratis ke sekolah. Terutama di pelosok.
suhadinets last blog post..Menghapus Papan Tulis
Waaak…. kita zaman dulu belum ada buku elektronik juga pinter2 kan?? *halaaah** :411
Tapi saya memang sedih dengan yang namanya sarana pendidikan seperti buku di negeri ini. Kok, mau mencerdaskan anak bangsa saja, problematika mengenai buku dan media2 pembelajaran lainnya masih menjadi momok yang seakan2 nggak habis2…..
Mau melalui media buku, eh harga kertas mahal, karena BBM naik, belum lagi kalau ada aroma2 bisnis antara penerbit dan sekolah. Mau canggih pakai BSE, eeee…. sarananya yang belum merata dan dapat “mengancam” hidup para penerbit. Pokoknya serba maju kena mundur kena.
Tapi apa mau dikata, walau maju kena mundur kena, pendidikan harus tetap jalan, habis kalau nggak begitu ya bagaimana nasib bangsa ini masa depan tanpa anak2 yang berpendidikan baik?? :DD
Yari NKs last blog post..Ketika Satu Hari Adalah 30 Jam…..
pak wali maaf kode status yahoo mesengarnya bisa di cek lagi pak kayaknya kok salah
Ronggos last blog post..Golput
sejatinya, hal yang berbau elektronik memang belum bisa benar-benar menggantikan versi cetak pak.. tapi jika melihat pengalaman pribadi (dan mencoba melihat ke depan sedikit), ada multiplier effect tersendiri yang mungkin ada dan timbul.. mulai dari mindset (personal, lokal, sosial dan otonomi) sampai dengan ke isu lingkungan..
lalu, bagaimana dengan penerbit dan penulis? di sinilah kunci dimana kreativitas rekan-rekan semua dituntut.. 🙂
yainals last blog post..Pelangi, Salsabila dan Mimpi
BSE itu apa gunanya sih? mau donlot aja segede gajah itu, saya ndak yakin kalo BSE bener2 berguna…. seenggaknya kalo ukurannya dikecilin, mungkin jadi berguna
fennys last blog post..Happy Birthday to me… *Updated*
Seperti tanggapan saya atas artikel mengenai BSE sebelumnya, kita bisa beramal dengan cara mendownloadkan BSE agar bisa dicetak lalu diperbanyak melalui fotokopi.
Nah, kalau harga fotokopi lebih mahal daripada beli buku jadi, ya mari kita otung BSE itu sebagai investasi jangka menengah. Siapa tahu tahun depan harga bandwidth murah.
harga bandwith di indo msh mahal pak, bisa2 harga ebook yg td nya murah mlh jadi mahal 😀
norjiks last blog post..Konek Internet via Bluetooth Ponsel
Sudah resiko bisnis pak sawali, sama halnya dengan para pengusaha yang harus tanggap bahwa di Indonesia kan beda menteri, beda lagi kebijakan.
Btw, substansi buku yang sudah diterbitkan kan bisa diupload ke website tersebut atau dibuat link-link, kan jadi tidak mubazir. ➡ ➡ ➡
laporans last blog post..Intrik Para Raja di Makam Imogiri
kasian anak sekolah yang didalaman mas untung2 saja klo permasalahannya itu disana tidak ada internet klo mereka enggak tau juga ngoprasikan internet gimana kan disana tidak terlalu tersentuh dengan informasi IT yang up to date kasian mereka
mending bagi buku gratis aja kepada anak sekolah dari pada Pihak pemerintah menghabiskan uang rakyat studi tour yang tidak berguna mending di manfaatkan aja tuh uang buat pendidikan dan kesehatan
klo bisa DPR enggak usah ada aja deh dipilih untuk mengaspirasikan suara rakyat yah didalam dia hanya bisa DUDUK,DIAM,TIDUR Alhasil belakangannya KORUPSI mending untuk pendidikan dan masyarakat miskin
Wah susah juga ya…, harus dicari jalan tengahnya nih…, tapi sudah jalannya dunia ada perbaikan mesti ada yang dirugikan…, we live in unperfect world…, so tinggal hati kita yang tentukan bener salahnya…
jazilis last blog post..The World Between Me
dari cuma sabak, buku hingga menjadi BSE..
kalo anak jaman sekarang ga pinter2 yah kebangetan yah pak hihihi
L 34 Hs last blog post..Musuh dalam selimut
Ini yang saat ini sedang dihadapi banyak penerbit di Indonesia. Tapi kalau berpikir dari sisi penerbit, proyek pemerintah untuk penyediaan buku banyak ragamnya kok, Pak Sawali…
Kebijakan pemerintah yang berusaha memberikan yang terbaik kepada rakyat kadang tidak memikirkan efek serta sarana dan prasarana yang ada, ini masih merupakan ciri dari dari pemerintahan kita yang selalu membuat kebijakan dengan muatan politis dan mengharap keuntungan di balik kebijakan itu
Achmad Sholehs last blog post..Rasa Malu itu Kini Semakin Tiada
bagaimana kalau subsidi bbm menjadi subsidi buku saja pak…. so penerbit tetap jalan, pembaca tetap bisa senyum….
***bingung mikir negara ini pak, mungkin usul waton njeplak justru bisa jadi obat mujarab****
Sebuah kebijakan nyang dikeluwarkan sudah tentu ada plus-minus-nya, demikian juwega dgn dampak nyang ditimbulkan. Tergantung dari sisi mana melihatnya. Sebagus apapun maksud dari sebuah kebijakan itu diterbitkan… tapi kalo semua pihak nyang terlibat sbg “pelaksana kebijakan” ndak ada kepedulian… maka ya…ndak akan berpengaruh apa-apa. Kalo pun ada pengaruhnya…. itu sangatlah jawuh dari nyang diharapkan.
Bagemanapun… seyogyanya kita harus mengapresiasi apa nyang sudah dilakuken oleh pemerintah. Mungkin awalnya terasa memaksa “dan berat bahkan ndak masuk akal bisa diwujudkan, tapi dgn adanya BSE… saya yakin ini akan memacu dan memicu langkah2 selanjutnya nyang lebih inovatif lagee di dunia pendidikan.
Seandainya organisasi2 sosial kemasyarakatan atao para insan2 nyang peduli terhadap tujuan nasional nyang “ikut mencerdaskan kehidupan bangsa” mau berbaik hati men-download-kan buku2 pelajaran nyang sudah di-elektronikan itu… kemudian membagikannya secara cuma2 kepada orang2 nyang tidak mampu maka BSE… bukanlah suatu masalah.
Open source Boss…!! hak ciptanya dah dibeli so kalo digandakan ndak bakalan dibui…!! Jadi menurut saya… jangan dilihat dari sisi “ketiadaan koneksi internet-nya”… apalagi cuman dipandang dari sisi “besarnya file” nyang harus diunduh. Rasanya kok agak naif-lah (maaf)jika “itu” dipandang sbg masalah besar. Bukannya kita tiap tahunnya (yg mampu) mengeluarkan zakat…?? Dinas sosial-pun dimana-mana ada… trus para dermawan juwega ndak sedikit jumlahnya di negeri ini, kalo BSE ini bisa dianggap sbg ladang amal baru… maka tentunya ndak hanya “sembako gratis” nyang dibagikan tapi BSE juwega bisa disalurkan secara cuma-cuma.
Nah… kalo kita melihat banyak siswa nyang ndak pada mampu mendownload… yaa… kita download-kan trus kita coppy-kan… kemudian kita bagikan kepada mereka.
Tapihh maaf… beribu-ribu maaf… jika para “pelaksana kebijakan di dunia pendidikan” masih suka ngobyek-in buku pelajaran… maka program sebaik apapun ndak bakalan ngaruh dan akan sia-sia.
Saya yakin Bapak termasuk salah satu dari sekian banyak insan nyang sangat peduli dgn dunia pendidikan dan selalu berperan aktif dlm “mencerdaskan kehidupan bangsa” so saya yakin kalo2 orang2 seperti Bapak ini akan malu kalo program BSE ini ndak bisa jalan… apalage sampai diobyekan.
Akhirnya… ndak usah terlalu mikirkan penerbit… cos mereka sudah kaya. Dan pesan saya buwat para penerbit (*haiiyahh..*)… jangan ambil untung materi (uang) banyak-banyak… lebih baik sampeyan2 ambil amalannya saja. Kalo itu sampeyan2 lakukan… sesungguhnya sampeyan tlah ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan akan saya doa-kan sampeyan2 masuk surga. Amin.
serdadu95s last blog post..Berada di Persimpangan (part 6)
Selama kurikulumnya jelas dan tidak berubah secara mendadak, maka buku teks dari manapun bisa dipakai sebagai acuan. Mungkin harus ada inovasi dari penerbit buku teks untuk bisa meraih pasar (termasuk harga buku murah tentunya). Jadi mesti ada perimbangan antara biaya download / fotocopy hasil download / beli buku baru.
program BSE emang bagus… kemarin saya ngobrol dengan dengan dua kepsek di dua sekolah favorite di daerah saya… ternyata mereka belum tahu teknis dan mekanisme BSE ini. Saya membayangkan kalo sekolah favorite aja gaptek tentang hal ini, bagaiman dengan sekolah lain yang ada di pelosok…! 😡
Qizinks last blog post..Pembelian Buku Paket Sekolah Dikeluhkan
Sekedar berpendapat saja nih pak.
Menurut saya ini risiko sebuah negara besar seperti Indonesia, sehingga infrastruktur menjadi hal yg sangat mahal sekali.
Di sisi lain, kemajuan internet termasuk content dan cara memanfaatkannya pun tidak bisa lagi dibendung.Mau tidak mau kita harus mengikuti trend tersebut. Sama halnya dengan koran kompas versi cetak dan koran kompas versi online. Isinya sama, lha buat apa saya beli yg versi cetak? kalau sudah ada versi online. Tentu saya harus berhenti berlangganan. Lha kalau semua pelanggan internet tdk lagi berlangganan versi cetak, bisa bangkrut juga tuh Kompas. Tetapi bagaimanapun mau tdk mau dia harus mengikuti kecenderungan tersebut, kalau enggak tentu dia dianggap sudah tidak kompetitif lagi di masa mendatang.
Harjos last blog post..Cara memanggil Product Key di Windows XP
Wah..repot juga yah, kalo alasan Diknas ngeluarin BSE karena mengikuti kecenderungan jaman saja..Cuman kalo diambil positifnya sih, bagaimanapun itu kan usaha pemerintah menyediakan buku teks. Dan betul tuh, buku teks gratis nya juga masih perlu, khususnya untuk daerah2 yang belum ngeh IT.
Terus buat penerbit, jadi lebih kreatif lah harusnya. Kan gak harus bikin buku teks…buku-buku yang lain untuk mencerdaskan bangsa juga bisa 🙄
Unitas last blog post..Info Menarik Neeehh…
mas sawali selalu memberikan postingan yang menyatakan realita yang ada…terkhusus masalah2 yang sedang dihadapi masyarakat..
mantap mas, kembangi 😉
sedikit demi sedikit BSE perlu juga, biar bagaimanapun perlunya penerbit juga perlu , jadi paling tidak sedikit pembelajara kepada masyarakat perlunya dan pentingnya arti sebuah informasi.paling tidak nanti orang2 desa bisa dikatakan akan haus akan internet .jadi gebrakan pemerintah untuk mengeluarkan BSE .saya anggap boleh dan bagus.Karena untuk melangkan proses yang lebih baik tidak semudah membalik telapak tangan,jadi harus dilakukan sekarang juga .kira2 begitu pak ..:D
ide bse sangat bagus, apalagi untuk perkembangan di masa mendatang. di zaman yg serba cepat seperti sekarang, informasi menjadi urgen. cuma masalahnya seperti yg pak sawali katakan, koneksi internet yg blm merata, lemot & mahal jadi peer yg hrs di diatasi
Zulmasris last blog post..Virus Ngeblog Terus Berlanjut
Setelah korang kian tersingkir, sekarang giliran buku pelajaran
Hidup dunia digital. :oke
imcws last blog post..Tips Mengatasi Susah Tidur – Insomnia
Wah… jangan su’udz zdon dulu, lah. Niat baik kalo tdk dipahami secara baik (mungkin) bisa salah tafsir.Kalo keluhannya karena internet blm merata ya gak semua ke internet, gurunya saja yag usaha.coba buku paket harga umum sekitar 40 rb pake bse B.Indonesia kls IX misalnya, 166 hlm dg fc/offset hanya sekitar 20 rb gampang dan murah kan…?
Wagu juga ya kebijakan pemerintah.. kalau seperti ini kebijakan apa ketidakbijakan ya? 😡 😡 😡
Kalau masih juga gak bisa downloads, mungkin ini solusinya,
saya berlangganan speedy unlimited 750rb /bulan.
kemudian saya download buku BSE tersebut.
Anda culup mengganti upaya saya dan tenaga saya, maka anda akan saya kirim CD kilat khusus ke tempat anda. Dijamin murah.
Informasi lengkap
http://www.desainternet.com
CD akan segera saya kirim.
Maaf pak sawali kalau ini mengandung iklan.
Memang setiap keputusan itu memiliki Trade-off ya Pak. Maksud baik bisa saja menjadi tidak baik kalau dilihat dari perspektif yang berbeda. Sepertinya pihak penerbit buku-buku pelajaran mesti siap-siap ganti usaha nih.
Owalah..
Lha wong listrik pedhat-pedhot kok mengharapkan internet tho Pak..
Kalo mau “buku murah untuk rakyat” ya tambahin saja duit dari APBN agar pemerintah bisa “menalangi” duit buku yang tidak murah itu.. (asal jangan disunat saja..)
😆
dalam kurun 10 tahun terakhir kok gak ada menteri pendidikan yang cerdas mengurusi masalah pendidikan, yang ada hanya doktor2 ‘gadungan’, pintar dalam hal ekonomi tapi minus dalam pendidikan. Mau dibawa kemana anak2 bangsa 20 tahun kedepan??? (ngelus dana) 🙁
arios last blog post..mbak ecy
Salam
Menurut baik BSE maupun berupa buku teks dua-duanya masih relevan asalkan dilakukan mapping yang tepat, agar dua kebijakan tersebut tepat sasarn sehingga secara ekonomis or finansial juga tak ada yang dirugikan, bagusnya dua hal tersebut berjalan sinergis. Amin
LEBIH ENAK PAKE BUKU BIASA. . . .
Wah, kalo internet masih tetap mahal dan susah. Berarti memang pendidikan untuk yang punya dhuwit aja ya pak.
danalinggas last blog post..Luka itu ada
hwaduh, mo mbaca buku berarti saya harus modal, :acc hmmm..berapa ya? beli komputer bekas ajalah 2 jutaan, beli printer 300ribuan, beli colokan listrik, 15 ribuan, beli stabiliser 500ribuan, terus beli apa lagi yah? Hmm, dah cukup keknya..Jadi modal 2,9 jutaan ya? Weh belilah…! 😕 Wiets, udah dateng, tinggal colokin, bisa baca buku…asyikk..
Blepp!! Lhaa..mati lampu… :294
Ke Loket Pembayaran Listrik.
“Bu, tagihan listrik bulan ini bla..bla..bla..”
Hegh!!gubraksss!! :293 :293 ampun DJ.
“gara-gara baca buku pake komputer nie..” mikir 😐 😐 :DD :DD
iis sugiantis last blog post..Ketahanan Iklim atau kebijaksanaan lingkungan?
Ya, BSE hebat dalam semangat, tetapi payah dari tarikan kondisi obyektif lapangan. BSE justru semakin menjauhkan pendidikan (pedesaan dan yang miskin sumber dana) dari jangkaun buku. BSE adalah bagi yang berpunya. Emang sekolah dan pelajar punya koneksi internet? Dasar Pusbuk ngak paham kondisi obyektif sih.
betul
tak semua kita bisa menyentuh dunia maya 😥
achoey sang khilafs last blog post..Merangkul Tanya untuk Doa
saya sich heran ajah pak..
anak2 lebih rajin main game online(anak sd smp sma sampai pernah sy kenalan dgn anak jalanan juga main game)
gimana, pak.
main game bisa ampe 3-7 jam atau lebih…
bimbingan sosialisasi dan arahan yg benar mengenai internet, game online, friendster perlu loh.
semua level sosial boleh gunakan internet. perkembangannya pun berjalan cepat skali…bahkan seorang profesor sendiri susah mengikuti perkembangannya..
internet amat sangat dinamis..
sudah sukur bisa mengenal caranya chating..
belom yg lainnya.
simeonghitams last blog post..
Ayo kepada para kepala daerah dan calon2 pemimpin, jangan cuma promosi bidang pendidikan, Galakkan buku murah, bahkan buku gratis demi majunya Pendidikan di Indonesia :112 :112
Kenapa gak dikasih buku gratis aja yah bang? kalo harus buka internet dulu kan gak semua desa punya internet kan?
Rindus last blog post..Dentingan rumput
iyaaah, subsidi buku teks versi cetak memang masih perlu dan diperuntukkan bagi murid-murid sekolah di daerah-daerah pelosok negeri ini.. hmm.. 😡
Semoga pemerintah memberi fasilitas internet di semua sekolah tanpa kecuali di seluruh negeri tercinta. Kemudian sekolah menceta ESB dan diberikan cuma-cuma kepada murid-murid.
Penerbit, masih bisa menerbitkan buku lain sejenis, sebagai referensi, tetapi suka-suka murid, membelinya atau tidak.
Singals last blog post..Mo kemane kiteee bapak?!
Saatnnya adaptasi dengan teknologi.
ubadbmarkos last blog post..Malam Pertama
era digital, ketersediaan fasilitas dan kemampuan biar saling mendorong..drpd saling tunggu..ngga maju2 🙂
tp kl diitung, format digital itu dicetak/dikopi jd sekitar Rp 175,- per lembar..mahal mana dg versi buku yg sudah jd pak.. (minus keunggulan/kelemahan format digital)
danis last blog post..Pertanyaan terkait Daftar Situs Valid XHTML
BSE ini sebenarnya bagus jika diterapkan sebagai proyek percobaan. Sayangnya dijadikan bleid utama untuk pengadaan buku sekolah, sehingga niat baik untuk memecahkan masalah mahalnya harga buku malah menimbulkan banyak masalah baru.
Ini Indonesia, Bung!
Robert Manurungs last blog post..Presiden Kita Suka Ngambek & Pendendam
Mengenai nasib penerbit buku teks, jangan kuatir Pak Sawali. Penerbit buku teks adalah rent seeker yang bersekongkol dengan birokrat di Diknas. Mereka itu pedagang dan pemburu rente, tanpa idealisme sama sekali. Dengan gampang mereka bisa beralih ke bidang usaha lain, membuka kafe dangdut atau panti pijat, misalnya, hehehe…
Yang kasihan itu penulis buku teks. Mereka tak berdaya; honornya didikte oleh penerbit, hak ciptanya dilanggar, dan royaltinya tak dibayar.
Robert Manurungs last blog post..Presiden Kita Suka Ngambek & Pendendam
Begitulah Pak Guru, kalau penerbit yang teriak pasti dimuat oleh media massa. Coba kalau penulis buku teks yang menjerit, mana ada yang mau memberitakan ?
Panjang dan seru cerita mengenai bagi-bagi proyek buku di Kantor Depdiknas. Sebenarnya, kebanyakan penerbit buku teks justru bukan penerbit, tapi pengusaha oportunis yang setelah mendapat order kemudian mensubkan ke penerbit-penerbit kecil. Mirip sekali dengan industri garmen yang tak punya mesin jahit, tapi dilayani oleh banyak konveksi berskala kecil.
salam merdeka
Robert Manurungs last blog post..Kasus Incest di Jambi : Anak Hamili Ibunya
Saya sudah dowload bse di http://fileserver.jardiknas.org/pusbuk/
sukses. Maju terus pendidikan di Indonesia. 🙄 🙄
ayus last blog post..Kisah Pohon Apel
Lumayan pak.. kita dapat buku gratis.. daripada kita fotocopy trus-trusan..
kalau dilihat dari semangat pemerintah dalam membuat masyarakat Indonesia melek pada teknologi khususnya internet sangat baik. harusnya ada sinergi dari departeman lainyang terkait.
BSE menjadi salah satu pencerah di semakin tinggi-nya harga buku yang makin mahal. Akan tetapi sayang banyak yang tidak tahu mengenai buku pelajaran ini. apalagi banyak sekolah yang menggunakan banyak buku (bahkan beberapa mewajibkan) untuk membeli karena termasuk salah satu penghasilan dari guru (mendapat bonus dari hasil penjualan).
salam,
http://www.siap-ujian.com
Pingback: Program Buku Ebook Gratis , Buku Sekolah Elektronik (BSE), Tidak Gratis?? | Konsultasi Kesehatan
kalau dulu kelas 1 sma ada guru yang buat bukunya sendiri, tapi karena banyak yang bilang bahasa di buku buatannya super mulek jadi sekarang nggak produksi lagi 😀
buku bse memang bermanfaat sehingga guru tidak perlu pusing dengan begitu banyak referensi lainnya dan juga udah lengkap evaluasi dan silabus bisa dicocokkan saja. cetak dan kirimkan ke sekolah-sekolah terpencil. oke banget.
terima kasih masukannya, bu.
tapi siswa” sekarang kebanyakan beli nuku itu cuma jadi beban saja,,,
biar di tas ada isinya doanx…
doh, kalau itu malah makin jauh dari esensi belajar yang sesungguhnya, mbak, hehe ….