Gebyar Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia Tahun 2010 yang berlangsung di SMP 2 Pegandon Kendal (Jumat, 29 Oktober 2010) tampil beda. Dikemas di tempat terbuka, acara yang berlangsung mulai pukul 08.30 s.d. 11.00 WIB itu membuat suasana jadi total dan penuh untuk menuntaskan kebebasan berekspresi. Grup Origami Kendal yang mulai “berkibar” unjuk kemampuan menampilkan musikalisasi puisi sengaja diundang untuk memeriahkan acara. Suasana semacam itu sengaja dirancang untuk mengakrabkan siswa pada sastra yang selama ini bisa dibilang sepi peminat. Acara benar-benar dikemas rekreatif dan apresiatif untuk memberikan kesan kuat bahwa bersastra itu ternyata menarik dan menyenangkan.
Sebelum Origami tampil, saya dan Farhan Satria –alumnus SMP 2 Pegandon yang makin akrab dan intens dalam berbagai aktivitas berpuisi dan bersastra– membacakan cerpen “Sepotong Kepala” yang mengisahkan nasib tragis seorang TKW bernama Manirah. Dia harus kehilangan suaminya, Sukardal, yang meninggal secara tragis setelah mendengar kabar bahwa dia berselingkuh di negeri seberang. Tampil sebagai pembuka acara, pembacaan cerpen yang dilakukan secara spontan dan lebih mengandalkan instink berimprovisasi memang dimaksudkan untuk mendekatkan para siswa ke dekat panggung. Acara dilanjutkan dengan pembacaan geguritan oleh salah seorang ibu guru, pembacaan puisi Putri Narita Pangestuti –putri salah seorang guru yang memiliki talenta sebagai penyair “berkelas”, dan juga pembacaan para siswa.
Pada puncak acara, Grup Origami tampil atraktif lewat sajian musik sederhana, tetapi rancak. Puisi-puisi karya Handry TM, Hammid Jabar, dan lain-lain yang sudah dikemas dalam genre musik mengalir deras. Teriakan yang sesekali lantang dari awak Origami membahana. Dan tentu saja, usai sebuah puisi disajikan, aplause pun menggema. Sebagian besar siswa yang berkerumun dekat panggung tampak menikmati betul sajian itu. Sementara yang lain, tampak terkesima menyaksikan suasana panggung dari teras ruang kelas.
Gebyar Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia yang berlangsung di SMP 2 Pegandon tahun ini memang tak menampilkan acara “serius” semacam lomba, seminar, atau sarasehan. Di tengah menjamurnya budaya populer yang “menghipnotis” kaum remaja, sastra memang sesekali perlu ditampilkan lewat sajian yang menghibur dan rekreatif. Meski tidak semua siswa antusias menyaksikannya, setidaknya gebyar kegiatan ini sudah mencoba memberikan ruang kebebasan berekspresi bagi para siswa agar kelak mereka memiliki bekal apresiasi sastra yang cukup, syukur-syukur ada di antara mereka yang dengan amat sadar memiliki “dunia panggilan” untuk mengakrabi dan menggauli sastra.
Nah, salam budaya! ***
halo mas salam kenal…
makasih infonya yah
salam kenal juga, mas niam. terima kasih kunjungannya.
Ide kreatif utk membumikan sastra.Semoga bangsa ini bisa semakin ‘kelembutan’ dan ‘kesantunan’ yg mulai tergerus hilang oleh hingar bingar budaya global.
Salam budaya
salam budaya juga, mas pur, terima kasih support dan apresiasinya.
Ide kreatif utk membumikan sastra.Semoga bangsa ini bisa semakin memiliki ‘kelembutan’ dan ‘kesantunan’ yg mulai tergerus hilang oleh hingar bingar budaya global.
Salam budaya
Dengan memberikan kebebasan berekspresi kepada siswa, maka para siswa akan terangsang untuk lebih berkreasi lagi. Dunia seni akan memaksimalkan otak sebelah kanan. Dengan maksimalnya otak kanan akan membuat jiwa para siswa menjadi stabil. Dengan stabilnya jiwa mereka para siswa akan terhindar dari berbuat anarkis.
setuju banget, mas marada. memang seperti itulah yang kita harapkan agar mereka memiliki keseimbangan kecerdasan antara otak kiri dan kanan.
selamat telah sukses, mengadakan acara seni ,untuk menumbuhkan nurani yang tersembunyai, yang mampu menghalau sifat kasar yang tiba2 mencuat.
terima kasih support dan apresiasinya, mbak. meski hanya langkah kecil, semoga event seperti ini bisa memberikan kesan yang besar ke dalam memori anak.
Ya…. Mungkin seharusnya pembelajaran bahasa dan sastra tidak hanya dilakukan dalam kelas, dan tidak terbatas pada even-even tertentu.
Namun, terkadang masih ada pihak2 yang tidak setuju dengan inovasi pembelajaran. Contoh kasus, istri saya guru SMP. Saat memberikan pelajaran mengenai menulis puisi, siswa disuruh melakukan pengamatan di luar kelas untuk dijadikan bahan penulisan puisi. Setelah pelajaran usai, istri saya masuk ruang guru. Di sana ia mendapat komentar dari guru lain, “Ngajar kok aneh-aneh.Ya itu yang membuat murid ramai dan tidak menghormati guru.” Rupanya sang guru yang berkomentar tersebut berpandangan bahwa siswa harus diam dan tenang saat diberi pelajaran. Jadi saat ada materi dengan metode diskusi dan guru tersebut lewat di depan kelas, berkomentar, “Guru kok gak bisa menguasai kelas, siswanya dibiarkan ramai.” Hmmmm….. Lha kalau diskusi kok diam-diam saja, namanya belajar ilmu kebatinan dong!!!
wah, memang seperti itulah yang masih sering terjadi pakeko. sungguh, ternyata bukan hal yang mudah utk mengubah mindset guru yang sudah bertahun-tahun lamanya terjebak ke dalam budaya pembelajaran yang konvensional.
Sungguh menarik, Pak, acara yang mendekatkan anak-anak terhadap satra dan pencipta sastra. Akan sangat membangun karakter mereka menjadi generasi yang bermartabat, dan itu sungguh diperlukan di bumi pertiwi ini, yang tampaknya semakin asing dengan sisi-sisi humanisme. Salut, Pak! Acara yang patut dicontoh.
Salam kekerabatan.
salam kekerabatan juga, pak sungkowo. meski baru berupa langkah kecil, semoga event gebyar bahasa dan sastra bisa memberikan kesan yang besar ke dalam memori anak2, pak.
Sudah saatnya pemuda indonesia membebaskan dirinya dari pengaruh negatif pergaulan menuju kebebasan yang kearah positif.mari kita tunjukkan kreatifitas dan bakat kita menuju perubahan yang baik bagi bangsa.
setuju banget, mas huda, terima kasih support dan apresiasinya.
Penting banget, semakin indonesia menghargai seni semakin jauh dari korupsi 🙂
setuju banget, mas semendo. melalui seni, anak2 bisa belajar bagaimana mengasah kepekaan hidup sehingga tdk mudah terpengaruh oleh perilaku anomali yang bisa merugikan, baik diri sendiri maupun orang lain.
Selamat bulan bahasa semua..:) (highfive)
selamat bulan bahasa juga, mas tukang colong, terima kasih supportnya.
saya juga suka baca-baca karya Handry TM…
oh, ya? memang bagus dan eksotis lirik2 mas handry tm.
ramai Pak, saya dulu waktu sekolah nggak begitu
memang benar, ramai dan meriah, meski belum sepenuhnya mampu memberikan bekal apresiasi sastra yang cukup kepada anak2.
Mantap….
terobosan kegiatan yang patut ditiru…
Selamat Bos Wali atas ide kreatifnya…
LANJUTKAN!!! (lmao)
hehe …. terima kasih support dan apresiasinya, pak deni.
wah…acaranya terlihat sangat meriah sekali ya Pak…
Acara seperti ini memang sudah seharusnya bisa dilakukan di setiap sekolah-sekolah khususnya…..karena menumbuhkan rasa cinta mereka terhadap seni nantinya…. 🙂
memang meriah dan ramai, mas sop. hmm … memang idealnya akan lebih bagus jika setiap sekolah menggelarnya. namun, hal itu akan sangat tergantung pada kebijakan sekolah masing2.
Pingback: Tweets that mention Catatan Sawali Tuhusetya -- Topsy.com
selamat berekspresi dan berkreasi pak
terima kasih support dan apresiasinya, mas pencerah.
Wow Creative generation (banana_cool) biar nulis-nulis nya bagus-bagus …
terima kasih kunjungan dan apresiasinya, mas.
Kegiatan yang bagus mas sastra sejak kecil melatih otak berpikir kreatif
kami juga berharap seperti itu, meski baru berupa langkah kecil.
cara belajar kaya gini mesti banyak di tiru disekolah lain supaya siswa lebih aktif dan bisa berkreasi. terus kreatif Gan
terima kasih support dan apresiasinya, mas dody.
Bagus tuch ..
Harus terus di Tingkatkan
Cara belajar seperti itu…
Good luck!
terus semangat dan terus kembangkan sikap kreatif mu dan biasakan bersikap aktif.
teruslah keluarkan inspirasi para siswa agar negara kita maju…
aminnn,……….:)