Apa yang harus kita katakan ketika negeri berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa ini miskin prestasi di ranah olahraga? Apa pula yang mesti kita katakan ketika lapangan olahraga sarat dengan perilaku kekerasan yang nihil dari nilai-nilai fairplay dan kejujuran? Sudah demikian parahkah mentalitas birokrasi dan kepengurusan di bidang olahraga sehingga gagal menemukan generasi bertalenta hebat dan menciptakan atmosfer yang kondusif dalam mengangkat nama Indonesia di mata dunia?
Lihat saja kiprah PSSI di level Asia Tenggara! Prestasi demi prestasi yang pernah diukir para pendahulu bola sepak itu kini hanya tinggal sejarah. Dari event ke event, tim PSSI kita seperti macan ompong yang tak bisa mengaum ketika berhadapan dengan Thailand, Vietnam, Singapura, atau Malaysia. Sungguh, tak sebanding dengan jumlah penduduk yang demikian besar. Sekadar untuk menjaring 11 pemain bola bertalenta hebat dari sekian ratus juta jiwa saja ternyata benar-benar tak berdaya.
Bulu tangkis pun mengalami nasib yang sama. Dari tahun ke tahun, pemain-pemain bulu tangkis kita hanya sekadar menjadi “penggembira” dan miskin prestasi. Kalau toh ada, nama-nama yang muncul tak lebih dari nama-nama lama semacam Taufik Hidayat, Sony Dwi Kuncoro, atau Simon Santoso. Kita hanya bisa mengenang kebesaran nama Rudy Hartono atau Liem Swie King sebagai sosok pemain bulu tangkis yang amat disegani lawan-lawannya. Pada tim bulu tangkis putri lebih mengenaskan lagi. Pasca-Susi Susanti, belum ada satu pun pemain bulu tangkis putri yang bisa menorehkan tinta emas perbulutangkisan level dunia.
Dari dua cabang olahraga terpopuler saja sudah demikian parah prestasinya, apalagi cabang olahraga prestasi yang lain. Rendahnya komitmen pengurus, proses regenerasi yang stagnan, atau buruknya atmosfer olahraga di negeri ini agaknya telah memberikan pengaruh buruk terhadap nasib olahraga. Alih-alih mendesain masa depan olahraga yang cemerlang dan bermartabat, sekadar menunjukkan kepedulian untuk menjaring anak-anak bertalenta hebat pun sudah tak terlihat lagi kiprahnya. Yang sering terjadi, proses rekruitment pemain konon lebih didasarkan pada hubungan kedekatan dan kekerabatan, atau buat mereka yang mampu menyediakan segepok dhuwit demi memuluskan jalan menjadi atlet di cabang olahraga tertentu. Dampaknya jelas, anak-anak bertalenta hebat dari keluarga miskin yang tak pintar berkolusi atau tak punya dhuwit pelicin hanya bisa gigit jari untuk bisa berprestasi di ranah olahraga.
Yang lebih menyedihkan, pada setiap event olahraga (nyaris) selalu terjadi kericuhan dan keributan. Sikap fairplay yang mengutamakan nilai kejujuran sudah menjadi sesuatu yang langka dan mahal harganya. Dalam situasi seperti ini, kita tak bisa menyalahkan sepenuhnya ulah para supporter yang suka bikin onar. Kepemimpinan wasit “pesanan” atau suasana pertandingan yang telah di-skenario untuk memenuhi kepentingan pihak tertentu, tak jarang menjadi pemicu munculnya kericuhan dan keributan itu. Event olahraga pretasi di negeri ini tak ubahnya sebuah panggung drama yang menyajikan adegan-adegan konyol dan memalukan.
Olahraga prestasi sejatinya bisa dijadikan sebagai media dan ruang yang tepat untuk membangun karakter bangsa. Olahraga bisa menjadi ikon peradaban untuk mengangkat marwah dan martabat bangsa ke aras yang lebih terhormat dan berbudaya. Di dalam setiap event olahraga terpancar nilai-nilai semangat kebangsaan, nasionalisme, atau patriotisme yang menyatu ke dalam sikap dan karakter pemain. Sikap pantang menyerah, fairplay, bermental baja, kreatif, cerdas, berintegritas kuat, dan unsur-unsur karakter positif lainnya harus menjadi sebuah keniscayaan yang dimiliki oleh setiap pemain.
Dalam konteks demikian, idealnya pendidikan karakter tak hanya sekadar “dibumikan” melalui ranah pendidikan, melainkan juga secara simultan perlu “dikawinkan” dengan ranah olahraga. Perpaduan antara kemampuan berolahraga dan karakter yang kuat diharapkan mampu membentuk dan melahirkan insan-insan olahraga masa depan yang berkarakter dan berkepribadian kuat, sehingga sanggup berprestasi maksimal untuk mengharumkan nama bangsa dan negara. Nah, salam olahraga dan salam peduli anak bangsa! ***
Sehat pangkal kaya sehat pangkal pandai
Mari berolah raga
setuju banget dengan motto mbak ajeng itu.
gimana kalau mau sukses kalau pengurus organisasi yang menaunginya hanya berorientasi untuk mencari uang dan jabatan
seperti itulah yang terjadi, mas. sepertinya para pengurus olahraga sibuk dengan kepentingannya sendiri. (doh)
wah pak…seneng lihat foto yang bergerak itu..memang lah..kita ini olahraganya agak mati suri..
hehe …. sekadar utk asesoris, dok. semoga olahraga di negeri ini ndak mati suri lagi.
nyambung tentang PSSi, liganya juga gag selesai2 masalahnya (thinking)
itulah yang terjadi, mas. kepentingan diri sendiri dan kelompok seringkali lebih diutamakan ketimbang kepentingan bangsa dan negara, sehingga masalah ndak pernah tuntas terselesaikan.
(Maaf) izin mengamankan KELIMAAAX dulu. Boleh, kan?!
Pendidikan kita sepertinya kurang menyentuh olah raga, apalagi olah raga prestasi. Pekan Olah Raga Pelajar lebih sekedar rutinitas formal.
bener sekali, mas alam. makanya, perlu ada upaya serius agar pendidikan karakter juga disatukan dengan olahraga dalam berbagai cabang.
semoga olah raga Indonesia cepet bangkit dan maju
amiiin, semoga demikian, ya, mas ario.
sungguhlah benar yang pak guru katakan…
selain olahraganya, indonesia kita tercinta hampir dalam semua hal positif mengalami kemunduran yang amat sangat luar biasa
saya pribadi amat prihatin
bener sekali, mas. olahraga merupakan salah satu aspek yang gampang dilihat utk mengukur kemajuan peradaban sebuah bangsa.
tulisan yang sangat menggugah pak
semoga ibu pertiwi lekas mengandung lagi
dan melahirkan bayi-bayi baru sekelas rudi hartono cs
amiiin, semoga ini bukan mimpi, ya, mas. kalau semua pihak memiliki perhatian dan komitmen utk memajukan olahraga di tanah air, pasti mimpi itu bisa terwujud.
Aneh dan ironis ya pak, Negara dgn penduduk lebih dari 250 juta, kok gak punya prestasi olahraga apa-apa di mancanegara ya??
(out of content) : mau Cross Check nih pak Sawali, soal postingan Bisnis Online gogonai.com di Headline News blog ini, kok BUKTI TRANSFER nya, sama dgn yg saya temukan di tautan situs lain, dg nama dan nomer rekening yg sama??
http://kerjadataentry-ok.blogspot.com/
Mohon untuk konfirmasinya.. saya tertarik u/ BO yg satu ini pak sawali 🙂
ya, bener, mas. http://kerjadataentry-ok.blogspot.com/ memang blog milik mbak Rahmani Prastiwati. kebetulan dia meminta saya memperkenalkan program bisnis online-nya di blog saya. Isi iklan menjadi tanggung jawab sepenuhnya pemasang iklan.
Setuju, Pak!
Pembelajaran melalui olahraga memang yang terutama adalah sportivitas.
Bagaimana anak2 diajarkan untuk terbiasa menghadapi kekalahan dan mengalami kemenangan.
Semoga dengan mendarah dagingnya olahraga akan mengikis sikap anak bangsa yang tak sportif dan maunya menang terus 🙂
amiiin, ya, mas don, olahraga perlu disentuh juga dengan pendidikan karakter agar generasi masa depan negeri ini mampu mencapai prestasi olahraga secara fair dan elegan.
bila guru mengajar sepenuh hati…
orang tua mendukung dan mendampingi buah hati…..
pastilah generasi mmendatang bisa mencapai prestasi tertinggi..
setuju banget, mas pur. kemajuan bidang apa pun, termasuk olahraga, memang butuh komitmen dan keterlibatan banyak pihak.
sangat menyedihkan Kang..
saya selaku peccinta olahraga sangat merasakan kemunduran ini
dulu kita bangga bercerita tentang badminton dan sepakbola
sekarang benar-benar malu dan tak punya harga diri
semoga penguasa negeri menyadarinya
jangan terlalu sibuk memikirkan tahta dan kekuasaan semata
salam sukses indonesia
sedj
ya, ya, ya. semoga saja ke depan olahraga kita menjadi aspek yang mendapatkan perhatian khusus, mas, sehingga pelan tapi pasti olahraga di negeri ini mampu membuat bangsa kita jadi lebih berwibawa dan terhormat.
Saya hanya bisa mendoakan semoga generasi penerus bangsa ini semain baik dan mendidik anak titipan dari yang Maha Kuasa dengan sebaik-baiknya.
amiiin, setuju banget, mas. sungguh tak bijaksana jika menyia-nyiakan talenta yang dimiliki generasi masa depan negeri ini.
memang benar pak…makin hari prestasi olahraga indonesia sangat minim..beda pada waktu zamannya susi susanti bidang bulutangkis…trus cabang renang,dll. bahkan setiap SEA GAMES indonesia psti masuk peringkat 3 besar..akhir2 ini jangakan masuk peringkat peringkat 5 aja dah syukur…welehh..kacauuu (tears)
ya, ya, mudah2an saja pelan tapi pasti olahraga di negeri kita bisa terus maju secara dinamis, mas ginting, sehingga bangsa yang besar ini bisa lebih berwibawa dan bermartabat.
Di Gorontalo saja, Klub sepakbola PERSIGO untuk berlaga ke Divisi Utama saja, tidak punya dana. Pemerintah tidak mau mendanai.
Sungguh sangat parah. Mana Indonesia bisa maju.
doh, agaknya persoalan seperti ini hampir terjadi di semua daerah, mas marada, bukan hanya di gorontalo aja.
indonesia harus berubah
dimulai dari hal terkecil
dimulai dari diri sendiri
dimulai dari sekarang
setuju banget, mas. dari yang kecil menuju yang besar utk mewujudkan sebuah perubahan.
Saya juga sangat rindu akan prestasi olahraga…mungkinkan kerinduan itu segera terwujud?
insyaallah dapat terwujud, mas pencerah, jika semua pihak memiliki perhatian dan komitmen serius utk memajukan dunia olahraga kita.
sepertinya pelajaran olah raga jamnya perlu ditambah dan formatnya juga diubah tidak hanya untuk membina raga, tapi juga karakter.
bisa juga, mas ihsan. masukan yang bagus juga nih. semoga didengar oleh para pengambil kebijakan.
Pendidikan berkarakter dan budi pekerti kini telah diterapkan di SMP tapi anak SMP hanya 5 – 6 jam berada dalam bimbingan gurunya, sisanya lingkungan lah yang membentuk mereka maka Pemerintah harus berusaha menciptakan lingkungan yang berkarakter dan berBudi Pekerti bagi mereka di mulai dari Pendidik, Penegak Hukum dan seluruh aparatur pemerintahan.
betul sekali, pak eka. aspek apa pun, termasuk pendidikan dan olahraga, butuh keterlibatan secara kolektif semua pihak.
salam kenal dari dalang kalteng pak.
membaca paragraf keempat, rasanya kok persis dengan keadaan di kabopaten saya hehehehehe, semoga pemda tahu. kalu bisa dilaporkan ke KUD ajha heheheheh
salam kenal juga, Ki Dalang Wowos Subandono. hehe … fenomena seperti itu agaknya hampir terjadi di semua daerah, ki. memang rumit dan kompleks persoalannya.
tim bola volley smp kami “pernah” disegani di Kabupaten, namun kini tinggal kenangan. (doh)
woi, mantab, dong, mas yussa. ayao, dibangkitkan lagi!
Semoga Prestasi Olahraga Bangsa kita makin hari makin membaik… ^_^
amiiin, memang seperti itulah yang kita harapkan, mbak.
mungkin yang salah dari segi pembinaan dan pelatihan atletnya pak!
bisa jadi, mas. tapi banyak pengamat bilang, situasi kepengurusan di PSSI yang paling besar pengaruhnya, mas.
Pingback: Aktor Morgan Freeman Terima Penghargaan Prestasi Seumur Hidup AFI | Alde Blog
Olahraga prestasi dan pendidikan karakter.. Ho-o-o-o-t 🙂
maju terus para atlit indonesia
harumkan bangsa indonesia dengan prestasi mu…
olahraga memang buat kita sehat..:)
tyerus semangat untuk berolahraga..