Terompet Ujian Nasional Itu Telah Ditiup

Teka-teki tentang kapan ujian nasional 2009 akan dilaksanakan, akhirnya terjawab sudah. Setelah terjadi kesepakatan bersama antara BSNP, Depdiknas, dan Depag, akhirnya diputuskan jadwal Ujian Nasional sebagai berikut:

– SMA/MA (20-24 April 2009)
– SMP/Mts (27-30 April 2009)
– SD/MI (11-13 Mei 2009)
– SMK/SMALB (20-22 April 2009)

(Informasi selengkapnya, silakan kunjungi web Depdiknas di http://www.depdiknas.go.id/ )

ujianDalam pengumuman terbaru, Depdiknas juga memublikasikan Permendiknas No. 77, 78, dan 82 Tahun 2008 tentang Ujian Nasional untuk jenjang SMA/MA, SMP/MTs/SMPLB, SMALB, dan SMK, serta Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/MI/SDLB) Tahun Pelajaran 2008/2009.

Secara umum, isi Permendiknas ini tak jauh berbeda dengan Permendiknas tahun sebelumnya. Selain memuat perangkat hukum yang melandasinya, juga memuat berbagai ketentuan pelaksanaan UN untuk jenjang pendidikan tertentu. Yang jelas berbeda adalah kriteria kelulusan. Pada tahun lalu, siswa dinyatakan lulus apabila memiliki nilai rata-rata minimal 5,25 dengan nilai terendah 4,00. Untuk UN tahun 2009, peserta UN dinyatakan lulus jika memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. Ini artinya, UN tahun 2009 terjadi peningkatan angka keriteria kelulusan, dan mungkin akan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Dengan diluncurkannya Permendikas yang ditandatangani 5 Desember 2008 itu, maka mentahlah sudah masukan dan kritik dari berbagai kalangan tentang perlunya penghapusan UN.

Jika dicermati, arus utama yang mengemuka dalam wacana penghapusan UN, setidaknya dilatarbelakangi oleh empat argumen yang cukup mendasar. Pertama, UN dinilai tidak sejalan dengan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang wajib dilaksanakan oleh semua satuan pendidikan di berbagai jenjang dan tingkatan mulai tahun 2009/2010. Dalam KTSP, sekolah memiliki otoritas penuh untuk mengatur “rumah tangga”-nya sendiri, termasuk dalam mengevaluasi kompetensi siswa didik. Sungguh tidak relevan kalau pada akhirnya justru yang mengevaluasi pihak lain.

Kedua, UN sangat rawan terhadap berbagai penyimpangan. Ironisnya, banyak penyimpangan yang (hampir) terjadi tiap tahun, tetapi (nyaris) tak ada tindak lanjutnya. Dalam konteks ini, bangsa kita seolah-olah sudah “menghalalkan” kecurangan dan penyimpangan pelaksanaan UN sebagai bagian dari sebuah budaya. Kalau memang benar ini yang terjadi, quo-vadis dunia pendidikan kita?

Ketiga, UN memiliki implikasi sosial yang cukup luas. Fakta sudah banyak membuktikan, banyak anak berpotensi dan bertalenta besar, tetapi harus “terbunuh” masa depannya lantaran tak lulus UN. Selain harus menanggung beban psiko-sosial yang cukup berat akibat stigma “bodoh” bagi siswa yang tak lulus, siswa yang bersangkutan juga kehilangan semangat berkompetisi. Bisa jadi, inilah kelemahan soal UN yang dinilai kurang sahih lantaran tidak dibuat oleh guru yang memahami benar materi pelajaran yang sudah disajikan kepada siswa didiknya.

Keempat, UN dinilai boros dan berbiaya tinggi. Argumen ini memang tidak berlebihan. Mulai persiapan, pelaksanaan, hingga tindak lanjutnya, UN selalu melibatkan banyak pihak yang sama-sama memiliki kepentingan. Keterlibatan banyak pihak, jelas akan membuat biaya pelaksanaan UN jadi membengkak. Jadilah UN tak lebih dari sekadar “proyek” tahunan yang selalu dinanti kehadirannya oleh pihak-pihak yang merasa diuntungkan.

Argumen apa pun yang dikemukakan, agaknya tak akan pernah menyurutkan langkah pemerintah dalam menjadikan UN sebagai sarana sekaligus upaya peningkatan mutu pendidikan. Ini sebuah risiko yang mesti ditanggung secara kolektif akibat lamanya bangsa kita terejebak dan terbuai dalam lingakaran berhala angka-angka. Alasan pemerintah makin kuat ketika sudah ada perangkat hukum yang jelas-jelas mengaturnya, yakni Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Selama perangkat hukum tersebut belum dicabut, agaknya UN akan jalan terus.

Selain itu, juga ada upaya serius dari pemerintah, melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), untuk menjadikan UN sebagai bagian dari marwah dan gengsi daerah. Setiap tahun, BSNP selalu menyusun peringkat hasil UN, mulai tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, hingga sekolah. Hasil pemeringkatan ini didistribusikan ke daerah-daerah hingga akhirnya UN menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan daerah tertentu dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Upaya serius BSNP ini memang layak diapresiasi. Namun, juga tidak menutup kemungkinan, banyak daerah yang cenderung “menghalalkan” segala cara untuk mengatrol perolehan nilai UN di daerahnya demi menjaga marwah dan gengsi daerah. Kalau ini yang terjadi, sungguh UN bukannya alat yang tepat untuk mengukur mutu pendidikan, melainkan justru bisa menjadi benang geloutine yang akan menjerat leher sendiri.

Ibarat sebuah pesta, terompet ujian nasional itu telah ditiup oleh Mendiknas. Tak lama lagi, kita akan menyaksikan sebuah hajat akhir tahun pelajaran yang meriah dan mengundang banyak perhatian. Kita berharap UN benar-benar bisa menjadi “ikon” peningkatan mutu pendidikan, sehingga dari sana akan lahir anak-anak masa depan yang cerdas, santun, religius, dan beradab. Kalau UN yang berbiaya tinggi itu gagal mewujudkannya, sungguh tidak salah kalau orang berteriak garang agar UN benar-benar dihapus. Nah, bagaimana? ***

150 Comments

  1. (doh) komentarku koq ilangyakz… hmm…
    bingung sistem komentarnya nih pak 😀

    tentunya antisipasi dari para guru dan sekolah dalam melaksanakan UN ni sudah adakan pak, semoga bisa menjalani dngan baik, dan benar2 didalam koridor benar 😀

    • komentar ilang? kok bisa mas arul? hiks. yaps, itu rutinitas tahunan, mas arul, jadi mau atau tidak, sekolah emsti mempersiapkannya dengan baik.

    • iya, mas donny. kebijakan UN memang sering berubah-ubah, sepertinya memang setiap sistem penilaian memiliki kelebihan dan kekurangan masing2.

  2. Berdasarkan penelitian (oleh orang luar negri), efek yang ditimbulkan akibat tekanan fisik dan mental serta dramatisasi yang berlebihan terhadap Ujian nasional, dampaknya baru keliatan nanti, saat mereka dewasa. Yang cepet pikunlah, yang mudah kehilangan konsentrasilah, yang gampang grogilah, yang ndak percaya dirilah.
    Sementara kita ndak pernah nyadari hal itu. (Postingan lengkapnya masih antree di draft saya karena ini baru semester 1)

    Baca juga tulisan terbaru marsudiyanto berjudul Tutorial Kilat

  3. det

    ujian nasional sebagai penentu kelulusan justru akan melahirkan trik kecurangan baru di kalangan pelajar dan guru. tahun lalu saja saya mendapatkan cerita dari banyak pelajar bahwa mereka bisa saling mencontoh dengan mudah. pengawas cuek bahkan seolah memberi kesempatan.

    tentu saja tidak semua. tapi tetap saja bahaya :mrgreen:

    Baca juga tulisan terbaru det berjudul Tim SAR Brimob Polda Jatim Berhasil Evakuasi Mayat Terakhir

    • itulah kenyatan yang tak bisa dipungiri, mas det. selalu saja terjadi kecurangan dan penyimpangan tiap tahun. ironisnya, banyak kasus yang mengupa begitu saja. jadilah, UN jadi rawan terhadap kecurangan dan manipulasi karena ada proses pembiaran semacam itu.

  4. apapun systemnya, orang endonesah itu kreatip-hreatip untuk mengadalinya. budaya seperti itu yang harus dipupus, agar kreatifitias lebih mengarah pada hal-hal yang positif dan membangun bukan hanya sekedar menguntungkan isi perut sendiri.
    apalagi notabenenya adalah instansi pendidikan.
    halah…. maaf pak sawali, saya jadi sok tahu kekeke

    • tidak sok tahui kok mas epat. memang begitulah kenyataan yang sering kita lihat, hehehe … kreativitas bukannya dimanfaatkan utk hal2 yang positif, tapi justru utk hal2 yang menguntungkan dirinya sendiri dan kelompoknya. bisa jadi termasuk UN, mas epat.

  5. Ayo…ujian sebentar lagi… pada belajar..jangan ngeblog melulu 🙂

  6. Setuju dengan pak mars, mungkin sebaiknya tidak perlu menggunakan istilah TEROMPET, karena alam bawah sadar siswa akan menghubungkan terompet dengan peristiwa yg serem – serem, misalnya terompet perang atau sangkakala kiamat.

    Usul saya (usul saja lho ini pak) bagaimana kalau diganti dengan kata semisal; Lengkingan Gitar UN barangkali.

    • walah, istilahnya kok panjang amat, mas deden, hehehe … bukankah UN selama ini memang terkesan serem, hiks, sehingga tiupan terompet bisa menjadi ikon penandanya, kekeke ….

  7. Wah, standar kelulusan 5,5. Semakin berat saja beban yang ditanggung anak didik. Apalagi sekolah di daerah terpencil seperti tempat saya mengajar. Dengan segala keterbatasan kami harus berjuang untuk mengikuti standar kelulusan sama dengan sekolah di kota besar. Berat…

    Baca juga tulisan terbaru Syamsuddin Ideris berjudul Akhirnya Kita Berpisah

    • begitulah, pak syam. agaknya kriteria kelulusan akan terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. sepertinya itu sudah menjadi tekad pemerintah. kita hanya bisa berusaha, pak syam, semoga siswa kita bisa menempuhnya dng sukses dan lancar.

  8. wweeeeww SMA/MA sama SMK gag barenga yaw pak???? kalo dulu paz masa saya ckul samaloh tahun 2006. Banyak pihak yang mengatakan dunia pendidikan indo harus ditingkatkan kualitasnya tapi pihak pihak yang seharusnya meningkatkan kualitas itu justru melaksanakan politik “pribadi” dibelakangnya. sungguh mengenaskan :-w[-(:((

    Baca juga tulisan terbaru dinda_cute berjudul N97 vs X_PERIA x1

    • duh, kalau urusannya sudah ke masalah politik, persoalan jadi makin rumit dan ruwet, mbak, hehehe … idealnya, dunia pendidikan mesti steril dari virus politik.

    • hehe …. itu sudah risiko bagi seorang guru seperti kita, pak jaitoe, hehehe …. mudah2an mendatangkan pahalayang besar, hiks.

  9. Ujian Nasional, lulus gak lulus tetap aja pusing, pusing cari duit buat nerusin ke jenjang yang lebih tinggi biaya lagi, biaya lagi, lagi..duit….lagi duit…

    😮

    • bener juga, mas. begitulah bagian dari dinamika hidup, mas ceppy *kok jadi sok tahu saya* selesai masalah yang satu muncul masalah berikutnya. kalau ndak gitu, mungkin hidup jadi dak ada dinamikanya, hiks.

  10. Bagi yang sedang akan menjalani Ujian…begitu tahu terompet mulai di tiup dan bende mulai di tabuh…maka dag dig dug akan hasilnya kelak…ada yang wayangan untuk mebolak balik buku…ada yang tirakat dengan jampi jampi tertentu ada juga yang menangis keharibaan Tuhan dengan sholat malam dan puasa… ada juga yang cuek,….. perduli amat…
    bagi kita… Ujian akan baik bila para penyelenggara Ujian juga Fair…dan transparan…
    Mudah-mudahan seluruhnya baik demi kemajuan dunia pendidikan di tanah air kita. Betul begitu pak

    Baca juga tulisan terbaru Jahidklw berjudul HOBBY DAN KENIKMATAN

    • bener banget, om jay, banyak cara ditempuh peserta UN agar mereka bisa lulus. saya juga sepakat dg om jay, para penyelenggara UN mesti jujur dan transparan agar mendatangkan hasil yang bener2 valid.

  11. selamat bertugas para guru.

    semoga dengan semakin dekatnya Ujian, semakin bersemangat mendidik murid2nya

    • oh, ya? semoga sukses mas fikar. konon, usaha dan doa mesti sama2 dilakukan, hehehe …. agar membuahkan hasil yang manis.

    • wah, iya, sekarang mas okta ndak perlu repot2 mikir ujian lagi, hiks. bisa totl ngupilnya, wakakakaka …. tapi mas okta mungkin kan akan luliah lagi. di S2, misalnya. yang pasti ujian pasti akan datang lagi, hehehe ….

  12. ngomentarin gambar kelasnya… kok pake roling door ya, pak? ditambah mejanya berkesan seperti kantin, hehehe :d

    • hehehe … itu gambar comotan kok, mas. cari2 gambar yang pas dari koleksi pribadi ndak ketemu2, hiks.

  13. Yang jelas, say akan lebih deg-degan karena nilai minimum akan naik…. mending ujian biasa aja gak usah berkelas nasional2an segala, malah bikin ribet anak akhir tahun…. heheheh, slam kenal pak.

    Baca juga tulisan terbaru mas mujib berjudul Mirip Mbak Meylya

    • salam kenal juga, mas mujib. memang banyak yang berpendapat agar ujian akhir diserahkan sepenuhnya kepada sekolah. tapi ada juga yang meragukan kejujurannya, mas, karena sekolah akan berjuang dg berbagai cara agar siswanya lulus 100%, hiks.

  14. waw

    ya semoga aja ujian kali ini semua pada siap menghadapi. dan hasilnya pun ok2 semua.

  15. ngomong2 soal kecurangan tidak hanya terjadi di indo aja pak de, di Amrik juga banyak terjadi sampai dibikinin penelitian ama prof. steven j lewitt..coba baca bukunya “freaconomics”. bacaan bagus itu.

    Baca juga tulisan terbaru boyin berjudul Ngelmu Boyin: Ngomong cepat Bahasa Inggris

    • wah, terima kasih banget info bukunya, mas boyin. steven j lewitt, nama yang masih asing buat saya nih, mas, belum prnah baca buku2 karyanya.

  16. kalau harus menghapus UN, kira-kira sudahkah ada wacana penggantinya, pak? mungkin tak perlu sampai dihapuskan, karena kita tak bisa menutup mata juga akan kegunaannya. tapi memang mutlak dibenahi agar tujuan diadakannya bisa tercapai dengan baik.

    soal proyek yang paling ditunggu-tunggu oleh kaum oportunis, rasanya banyak proyek di indonesia jadi ajang bagi-bagi kue deh, pak. jadi bukan soal UN atau bukan UN. moral yang terutama perlu diperbaiki. hehe!

    Baca juga tulisan terbaru marshmallow berjudul Sipping the Wine in Hunter Valley

    • betul banget, mbak yulfi, alternatif penggantinya selama ini yang mengemuka adalah mengembalikan pelaksanaan ujian akhir kepada sekolah masing2. tapi, banyak juga yang tdk sepakat, sebab seperti pengalaman sebelumnya, sekolah akan demikian gampang melakukan kecurangan utk meluluskan siswanya dg berbagai cara. saya sepakat dg mbak yulfi, UN masih diperlukan dengan disertai berbagai perbaikan yang selama ini masih sering muncul. nah, ttg. UN yang di-“proyek”-kan itu sepertinya betul banget, mbak. mental dan moralitas pelaksananya yang perlu diperbaiki, hiks.

  17. Wah… terompetnya mendahului terompet tahun baru yah…
    Saya menggaris bawahi kalimat yang ini: “Ini sebuah risiko yang mesti ditanggung secara kolektif akibat lamanya bangsa kita terejebak dan terbuai dalam lingakaran berhala angka-angka”

    Sampai sekarang tingkat kecerdasan anak kita memang masih dinilai dengan angka-angka… Padahal kalau saya perhatikan pada anak saya dan teman-temannya, ada yang cerdas…. tapi saat ulangan, frustasi, menjawab seadanya, walau tahu jawaban sebenarnya, akhirnya nilainya jelek, tidak tercatat sebagai anak yang pintar di kelasnya. Pdahal dia pandai sekali memindahkan hasil khayalannya ke kertas gambar, jago sekali mengoperasikan komputer. Ada beberapa yang seperti itu…

    Baca juga tulisan terbaru ‘Nin berjudul [IBSN] Informasimu Untukku

    • hehehe … hanya sebuah tamsil kok, mbak nin, hehehe …. itulah salah satu kelemahan mendasar ketika angka2 dijadikan sbg indikatir kesuksesan, mbak. hasilnya sering tidak valid. siswa yang cerdas justru sering ancur, sedangkan siswa yang pas2an tingkat kecerdasannya malah dapat angka yang bagus. duh, bener2 repot.

    • iya, mas endar. kebijakan UN memang seringkali berubah-ubah. bahkan utk kriteria kelulusan akan terus berubah dan dinaikkan dari tahun ke tahun. mungkin ini dimaksudkan sbg “shock therapy” terhadap mutu pendidikan kita yang selama ini masih berada pada level yang rendah.

  18. tak bisa dipungkiri, peran pemerintah sangat besar dalam melahirkan paradigma UN sebagai satu-satunya pintu kecerdasan. dan memang harus ada perubahan regulasi yang lebih tepat untuk kondisi sekarang. walau tentunya, menunggu proses birokrasi bekerja tak cukup cuman sebulan dua bulan hehe…

    sementara mungkin sudah banyak tunas berpotensi yang lunglai terkena efek dari paradigma tersebut.

    ada baiknya kita dari masyarakat juga mengakselerasi dan memulai proses perubahan mind set tersebut.

    caranya ? entahlah .. saya bukan ahlinya :d

    • saya sepakat dng mas dadan. perlu ada perbahan paradigma dari para birokrat kita dalam memandang hakikat pendidikan. perubahan paradigma itu mesti diikuti dg kebijakan2 yang menguntungkan buat kemajuan peradaban bangsa. UN, mestinya dipandang sebagai sarana pemetaan mutu sehingga muncul suasana kompetetitif siswa di bidang akademik. tapi kalau UN sdh jadi penentu kelulusan, akhirnya suasana kompetitif itu jadi sirna, karena cenderung menghalalkan segala cara utk bisa lulus. duh, masih ruwet juga dunia pendidikan kita mas dadan.

    • hehehe … ini kand sudah desember, mas tony. kalau telat infonya bisa bikin kelabakan para guru di sekolah, hiks.

  19. tulis juga tentang UU BHP dong Pak. Saya kemarin susah masuk kantor gara-gara demo… :((

    • makasih masukannya, mbak is. kepikiran juga sih mosting pengesahan UU BHP dan dampaknya bagi masa depan dunia pendidikan. baru aja tadi siang baca liputan demo di DPR itu dari kompas. situasinya memanas juga rupanya sampai2 mbak is ndak bisa masuk kantor.

  20. utk kelas 3 smu,udah abis lulus unas dgn syarat nilai yg tinggi, lalu dihadapkan dgn ujian spmb dengan biaya masuk kuliah yg tinggi 🙁

  21. wah..adeknya casual cutie mau ujian nih..thank’s infonya ya pak. ntar casual cutie ks tau ke adek, br dia tambah rajin belajar, jd waktunya ga dihabisin buat nge band melulu..

    Baca juga tulisan terbaru casual cutie berjudul Guy…..

    • hehehe … iya, mbak, perlu tuh adiknya dibimbing. bolhe ngeband, asalkan saatnya menjelang ujian fokus ke UN, hehehe … biar lulus dg angka yang mulus.

    • hehehe … memang kebijakan ujian seringkali berubah-ubah, mas arielz, hiks. konon ada pemeo ganti menteri ganti kebijakan.

  22. ketika terompet UN telah ditiup
    semoga wajah pendidikan kita tak makin meredup
    melainkan semakin hidup dan mampu melahirkan
    generasi bangsa yg selalu punya semangat hidup :)>-

    Baca juga tulisan terbaru Mikekono berjudul MK Beraksi, Negara Merugi ?

    • hehehe …. iya, bener banget, mbak diah. semoga anak2 mulai fokus mempersiapkan diri menghadapi ujian di bawah bimbingan gurunya.

  23. ujian nasional udah dekat nih…semoga ga ada siswa yg ga lulus, kasian kan mereka hrs ngulang kelas lg. belajar lg sampe botak 😛

    Baca juga tulisan terbaru info resep berjudul Resep Zoupa Soup

    • hehehe … mudah2an demikian, mbak. kalau ndak lulus, alternatifnya mereka bisa mengikuti ujian penyetaraan lewat paket B atau C.

    • hehehe … mungkin itu yang disebut nervous, mas arif. itu lebih baik ketimbang terlalu pede, hehehe …..

  24. MOga selalu lebih baik dari waktu ke waktu….
    Tahun depan dengan anggaran 20% APBN moga semakin membuka cerah langit padepokan di negeri ini, hingga mampu memberikan pencerahan untuk tiap generasi anak bangsa…

    • amiiin, seoga harapan seperti itu bisa terwujud, mas nanang. kalau anggaran diperbesar, mutu masih segitu-gitu aja, wah, repot.

    • itulah salah satu kelemahan ketika UN dijadikans ebagai penentu kelulusan, pak shodiq, idealnya memang UN hanya sekadar alat pemetaan mutu. biarlah sekolah yang menentukan kriteria kelulusan. sekolah yang kriteria kelulusannya rendah bisa jadi buktu bahwa nutunya masih rendah, demikian juga sebaliknya.

  25. tet..teeet..tereteeeet…

    ayo sing isih sekulah bukune do dibukaki,
    mekaten to yes, pak guru?

    Baca juga tulisan terbaru grubik berjudul baD day

    • hehehe … bener banget, mas grubik, hehehe … tapi jangan hanya dibuka doang loh, ya, kekeke … mesti dibaca dan dipelajari sampai paham.

  26. Jaman skg standard kelulusan berbeda jauh ya pak dari jaman saya dulu Thn 1997. Jaman saya dulu, Hampir tidak prnh terdengar ada siswa/i yg gk lulus. Tp skg ? banyak banget siswa/i yg gk lulus. Mungkin nilai saya dulu di pake skg bisa gk lulus pak :d

    Baca juga tulisan terbaru norjik berjudul Ngalor ngidul

    • hehehe … begitulah perkembangan yang terjadi dalam dunia pendidikan kita, mas norjik, semoga perubahan semacam itu bisa menjadi pemicu semangat anak2 utk meraih prestasi terbaik.

  27. Bedanya sekarang sama dulu apa sih, soalnya juga paling sama, multiple choice, cuma sekarang mungkin diberi limit nilai kelulusan kan ??
    menurut saya kita nggak usah hiraukan limitnya, kita konsentrasi aja pada mata pelajaran yg di ujikan, dg persiapan yg matang, pasti limit brapapun gak ngaruh, karna kita konsentrasinya bukan kepada limit itu, tetapi kpd mata pelajarannya..
    CMIW… 🙂

    Baca juga tulisan terbaru mierz berjudul Sepatu Bush

    • hehehehe … bener juga tuh, mas mierz. kalau anak2 memiliki persiapan yang matang, berapa pun batas nilai kelulusannya, saya kira ndak masalah. semoga saja anak2 memiliki persiapan yang bagus sehingga benar2 dalam kondisi siap utk menempuh UN.

  28. tahun depan ya.. barengan sama pesta demokrasi Indonesia kah? 😀

    • hehehe … kalau ndak salah di bulan yang sama, mbak lala. sama2 bulan april. tapi tanggalnya beda kok. kalau ndak salah pemilunya digelar 9 april.

    • idealnya memang demikian, mas gerilyawan. namun, selama belum ada perubahan terhdp UU sisdiknas dan PP 19/2005 ttg standar nasional pendidikan, agaknya UN akan jalan terus. karena klausul ttg UN tercantuk di sana.

  29. foto yang dipasang di atas seolah sudah bisa menceritakan banyak hal. murid jaman sekarang harus pintar dan harus-harus-harus pintar. Bukan saya kemudian takut karena jarak bangku terpisah jauh satu sama lainnya lho Pak. Tapi terlepas dari itu anak cucu kita nanti akan bersaing dengan bangsa lain.

    Salut buat pak Sawali yang masih konsisten dengan konten blog pendidikan. Doakan saya juga kuat dengan konten blog saya ya pak hehe

    Salam kreatif

    • wah, salam kreatif juga, mas anto, hehehe …. saya yakin kok, mas anto masih bisa konsisten mempertahankan citra blog yang sangat identik dg desain. agar kompleks blogosphere menjadi makin kaya warna.

    • makasih ucapan selamantnya, mas totok, semoga menjadi ilham bagi siswa dan temen2 guru dalam mempersiapkan diri menghadapi UN.

  30. Ujian nasional menurutku perlu dilaksanakan sebagi evaluasi. Tp evaluasi jangan spt menjadi hukuman lulus dan tidak tanpa ada kesempatan memperbaiki. Memang sih…peran guru, murid dan wali murid mempunyai kesempatan untuk menyiapkan diri, mengevaluasi apakah yg proses pembelajaran sudah sesuai dengan yang digariskan pemerintah apa belon. Jika tidak atau belum berarti ya…memang layak ditiadakan….tapi apa iya…harus ditiadakan? 🙄

    • sepakat juga, pakde. idealnya ujian nasional memang bukan sbg penentu kelulusan, melainkan sbg sarana pemetaan mutu sehingga bisa diketahui sekolah mana saja yang bermutu dan yang tidak berdasarkan hasil UN. sayangnya, UN menjadi penentu kelulusan sehingga pelaksanaannya menjadi rawan kecurangan dan penyimpangan.

  31. Walah-walah tingkat SD dan SMP koq pakai acara Ujian Nasional.
    Di Perancis ngak ada itu! Raport anak SD aja cuma ada nilai: 1 = sangat mengerti, 2= mengerti, 3=kurang mengerti, dan 4=belum mengerti. Ngak ada rangking pula.

    Sedangkan di SMP, nilai raportnya dari 1-20/20 yang artinya 1-20 dari 20 point. Anak mendapat nilai 10/20 sudah dianggap cukup bagus. Lah itu mah di Indonesia = rata-rata 5.

    Mungkin untuk SMA saja ada UN, jika masuk PT tanpa ujian hanya berdasarkan Ijasah.

    Bisa juga tidak perlu ada UN. Setiap sekolah berhak menyelenggarakan ujian sendiri. Khan entar kalau pengin melanjutkan ke PT harus ujian lagi. Ngapain Ujian dobel-dobel.

    Jadi kesimpulan tidak perlu ada UN! Pusing deh!

    Baca juga tulisan terbaru Juliach berjudul Mimpi itu capek deh!

    • begitulah, mbak julia. utk SD istilahnya UASBN: Ujian akhir sekolah berstandar nasional, hiks. wah, ternyat di perancis Un hanya utk SMA, yak. makasih infonya, mbak.

  32. Tambahan: di Perancis SD dan SMP tidak ada ijasah. Ijasah baru keluar jika lulus ujian BAC di akhir SMA.

    Baca juga tulisan terbaru Juliach berjudul Mimpi itu capek deh!

  33. Jadi ingat dulu, setahun sebelum anak-anak ujian, ibupun ikut sibuk belajar, agar bisa menemani anak belajar, dan memotivasi semangatnya.

    Btw, kadang saya aneh, kok nilai kelulusan rata-rata 5,25 dengan nilai terendah 4. Ini dari nilai maksimal 10 kan pak? (maklum saya nggak ngerti cara menghitungnya, karena pemahaman saya, lulus ya mestinya minimal 6).

    Dan anehnya seharusnya nggak lulus adalah hal biasa, sekarang kalau ada yang nggak lulus menjadi heboh….dulu rasanya banyak temanku yang nggak naik, atau nggak lulus, yang menurut penilaianku, mereka memang belum layak lulus….dan aman-aman saja. Entahlah, dulu rasanya juga ujian secara nasional, dan saya berasal dari kota kecil, SD sampai SMA pun negeri. Atau saya yang kurang memahami ya pak?

    Baca juga tulisan terbaru edratna berjudul Bagaimana rapor anda di tahun 2008?

    • wa, idealnya begitu Bu Enny, utk memberikan motivasi kepada anak, orang tua perlu melakukan pendampingan. utk kriteria kelulusan, rentang skor yang digunakan memang 0-10, bu. kriteria kelulusan ini agaknya akan terus meningkat dari tahun ke tahun. utk 2009, naik menjadi 5.50. mungkin situasi masyarakat sudah berubah, bu, sehingga kalau tak lulus, seolah2 ada stigma “bodoh” bagi siswa yang tak lulus.

  34. ingat UAN jadi ingat ipar saya yang tahun kemarin terpaksa harus keluar sabgai GTT gara-gara dia tidak mau ngasih jawaban bocoran pada anak-anak yang dijaganya… akhirnya guru-guru dan kepala sekolah menerornya 🙁

    ah mau jadi apa pendidikan di negeri ini kalo UAN caranya begitu 🙁

    Baca juga tulisan terbaru heri berjudul ibsn: Software MindMap

    • duh, salut juga dg ipar mas heri yang masih memiliki idealisme seperti itu. tapi herannya, orang yang mau jujur dan bener2 berorientasi utk meningkatkan mutu malah disingkirkan, suh, bener2 repot.

    • walah, kalau tujuannya UN dijadikan proyek, duh, repot, peningkatan mutu yang digembar-gemborkan itu jelas sulit terwujud.

  35. UN adalah bukti ketidakpercayaan pemerintah pada guru ya pak. Sebagai guru kita sudah berusaha mendidik dan mengajar para siswa dengan sebaik-baiknya, tapi yang menentukan nasib siswa tetap saja pemerintah.

    di samping itu ada dualisme yang muncul. disatu sisi pemerintah ingin memajukan dunia pendidikan lewat wajib belajar (wajar 9 dan direncanakan setelah ini 12 tahun), tapi di sisi lain pemerintah menjegal para peserta didik, terutama lewat UN. Lalu kecurangan-kecurangan yang muncul? Ah, rekan kita telah mendidik anak untuk berbuat curang, menjadikan mereka generasi yang tak benar. ah, ah, mumet jadinya pak.

    mending jadi guru yang baik aja, semacam bu muslimah di Laskar Pelangi Andrea Hirata….

    • bisa jadi begitu, pak zul. mestinya perlu ada perubahan klausul yang berkaitan dg penilaian dalam UU sisdiknas dan PP 19/2005 ttg SNP. kalau tak ada perubahan klausul itu, dari tahun ke tahun, pelaksanaan UN jadi rawan penyimpangan dan kecurangan. makin repot, pak zul.

    • walah, kok bisa toh, pak suhadi, hehehe …. saya cek di dasbor juga ndak ada yang nyangkut di akismet tuh? hehehe … gpp, pak.

    • amiiin, mudah2an demikian, mas gedeblog. duh, gara2 sertifikasi guru, ebagain besar waktu mengajar digunakan utk mengumpulkan berkas portofolio, hiks.

  36. kesini mau menyegarkan pikiran malah topiknya bikin pusing heueeheu

    maaf baru sempat mampir , maklum lagi kejar tayang …

    Baca juga tulisan terbaru L 34 H berjudul Dicari!

    • walah, topiknya berat, mbak? hehehe … ya deh, lain kali wayang mbelingnya ku-posting lagi hehehe …

  37. Suksesi lagi… Pemerintah baru lagi… Konsep baru lagi…
    Negeri ini terus dan terus bebenah.
    Kenapa untuk merumuskan satu platform saja membutuhkan puluhan tahun.

    Baca juga tulisan terbaru Daniel Mahendra berjudul Road To Sydney

    • hehehe … sepertinya begitu, mas daniel. semoga kebijakan UN bisa membuat generasi masa depan negeri ini jadi cerdas.

  38. SALAM KENAL PAK, TOPIKNYA SERIOUS DAN KOMENNYA BERJIBUN…. Tetap hasil akhirnya mencerdaskan bangsa dalam arti yang sebenarnya, ga cuman hasil test dapat 10 .

  39. ya semoga UN kali ni g’ da kontroversi lagi dan g’ da kecurangan disana sini

  40. sya gak tw pasti apa ada kpntingan dblik UN ini pa’de.. pdhal udah jelas2 bnyk kcurangan dan mnylhi KTSP… sya hran apa yg ada dbnak mendiknas… seakan pura2 buta dan tuli dngn keadaan..

    sya sndri mrsakan bgmna mteri yg ada di soal bnyk yg tdak rlevan dgn apa yg dsmpaikan guru saya.. dan ini sngt mnyulitkan.. yg pham dngn kndisi murid adlah guru dan phak skolah trsebut, bkan mendiknas..

    Baca juga tulisan terbaru Ardy Pratama berjudul Pengenalan Internet di SMA Bopkri 2

    • memang masih banyak pihak yang mempermasalahkan UN jika dikaitkan dg KTSP, mas ardy, tapi pada sisi yang lain, UN ini juga merupakan amanat UU Sisidiknas dan PP 19/2005 ttg standar nasional pendidikan.

  41. saya dari dahulu tak suka dengan UN pak….karena mencerabut hak guru terhadap anak didiknya dalam memberikan evaluasi….lagian karena UN tekanan psikologis meningkat dan tak jarang anak dan keluarga stress…trus yang di ukur hanya beberapa pelajaran aja MTK, BAHASA INDO, BAHASA ING, IPS, IPA nah…kalo ada siswa yang tidak berbakat bidang itu, tapi berbakat di bidang lain…mau dikemanakan tuh….saya punya adik…waktu SMP dia punya IQ diatas rata-rata, akhirnya masuk SMA unggul, tapi dasar darah seni mengalir dalam dirinya, akhirnya keluar dan masuk sekolah seni.. nah, dia tak lulus UN, saya siy cuek aja…sekarang dia ambil paket C trus mendalami musik nah, doain Januari depan dia kontrak dengan sebuah perusahaan rekaman di Jakarta…nah…gimana apakah UN bisa mengakomodir anak yang seperti itu ?

    Setiap insan adalah mutiara. Dia dilahirkan sempurna oleh TUHAN, jadi tergantung kita mengasahnya jadi apa, mau jadi syafir, berlian, intan, dll….

    Baca juga tulisan terbaru imoe berjudul …biadab…

    • dai sisi pengembangan potensi dan talenta siswa, UN agaknya kurang menguntungkan, mas imoe. kenyataan menunjukkan, anak2 bertalenta besar justru tak lulus UN. ini berarti ada masalah. soal2 UN yang digunakan bisa jadi tidak sahih. kalau memang UN masih mau dilaksanakan sesuai dg amanat UU sisdiknas dan PP 19/2005 ttg standar nasional pendidikan, jelas soal2 yang diujikan harus benar2 teruji kesahihannya. wah, selamat atas kreativitas adik mas imoe sehingga bisa kontrak sg perusahaan rekaman. semoga sukses.

  42. dengan datangnya UNAS, semakin besar pula pasar buat para joki untuk menyebar ranjau…. karena tidak dipungkiri, di kalangan pelajar, peran joki menjadi kebutuhan primer saat ini….

    *kabor, mau belajar buat UAS*

    • duhm kalau msalah joki dna kecurangan, itu sudah jadi rahasia umum, mas azis. sayangnya tindak lanjut kasusnya selalu menguap dan tdk ditangani serius.

  43. Siap siap melihat yang akan lulus dan yang tidak … kemarin saya melihat kesiapan anak2 di SMP Labshool dan mereka drill semangat dengan motivasi yang luar biasa.

    dan mereka meminta saya menjadi salah satu motivator, ah senangnya 🙂

    • hehehe … bener banget, mbak rindu. wah, salut juga pada mbak rindu kalau sdh berkenan mau menjadi motivator anak2 yang hendak menghadapi UN.

  44. Makin lama UN kok rasanya makin berat… 8-|

    Untung saya sudah lulus… 😀

    • hehehe …. itu terjadi karena kriteria kelulusan dari tahun ke tahun selalu meningkat. mas goen.

  45. ganti kabinet ganti kebijakan ya pak, kesian peserta didik, jaman saya sekolah SD dulu rasanya ga seribet ini deh, ga ada lack of certainty seperty ini, semuanya lebih pasti, siswa tinggal mikirin gimana menghadapi ujiannya

    • begitulah yang terjadi. kita hanya bisa berharap UN bener2 bisa berjalan sesuai dg harapan agar amanat UU sisdiknas dan PP 19/2005 ttg SNP itu bisa dilaksanakan dg baik.

  46. semoga semua lulus dengan nilai di harapkan mas Sawali
    maaf saya baru bisa kesini lagi mas 🙂 Lagi pempersiapkan closing tahunan dikantor mas biar enggak ribet kalau waktu closingnya udah datang 😀

  47. UN bukan sekedar gengsi..
    hanya tuk menaikkan prestise sekolah/daerah tkadang kita menghalalkan segala cara..semoga UN benar2 dapat dijadikan ajang tuk melihat standard kualitas pendidikan di tanah air.

    Baca juga tulisan terbaru Nyante Aza Lae berjudul Sebuah keegoisan!

    • betul banget, mas kurnia. kalau UN hanya lips service ujung2nya pasti akan banyak penyimpangan dan kecurangan. banyak siswa yang hanya sekadar memburu angka2.

  48. Saya masih mempercayai UN sebagai salah satu instrumen untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Semoga dalam pelaksanaannya benar-benar sesuai harapan itu.

    • ya, saya juga percaya hal itu, mas andy, asalkan pelaksanaannya bener2 fair dan jujur, kemudian soal2nya juga bener sahih.

  49. Gimn si bapak???

    Gak mungkinlah ikut paket b atau c.
    Palsu tu paketnya…

    Jika ampe 2 taon, masi ada kenaikan nilai standar UN..
    GANTI AJA PRESIDEN SBY, KEPDIKNAS, KEPDEPAG!!!!!!!!!

    NGAPAIN MEREKA MEMIMPIN INDONESIA KALO GA PERHATIIN YG BENER INDONESIA???????

  50. mudah mudahan UN ditahun yang akan datang bisa lebih baik dari tahun sekarang,,,

  51. Hello There. I found your weblog using msn. That is an extremely
    well written article. I’ll be sure to bookmark it and come back to learn more of your helpful
    information. Thanks for the post. I’ll definitely return.

    My site … further money

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *