Kekuasaan dan Seks dalam Novel Belantik

Harus diakui, Ahmad Tohari terbilang sastrawan yang cukup produktif. Novel triloginya, Ronggeng Dukuh Paruk, Jentera Bianglala, dan Lintang Kemukus Dini Hari telah diterbitkan ke dalam berbagai bahasa. Apa sebenarnya yang menarik dari teks-teks kreatif Kang Tohari, sehingga mampu “menyihir” imajinasi banyak kalangan?

Dalam penafsiran awam saya, setidaknya sastrawan kelahiran Tinggarjaya, Jatilawang, Purwokerto, Jawa Tengah itu, memiliki tiga kekuatan. Pertama, memiliki gaya bertutur yang jernih, lincah, lugas, cablaka, dan bersahaja dalam meluncurkan ide-ide kreatif. Dia tak mau bertele-tele dengan menggunakan gaya metafor yang mbulet dan membikin kening pembaca berkerut.

Kedua, gigih menyuarakan derita kaum tertindas di tengah hegemoni penguasa yang serakah, hipokrit, dan ambisius. Tanpa kesan menggurui, dia mampu menggiring pembaca berempati terhadap kehidupan kaum paria yang penuh air mata, luka, dan darah.

Ketiga, konsisten mengangkat dunia santri dan budaya Jawa yang diyakini dapat menjadi “roh” kehidupan hakiki di tengah gerusan modernisasi yang mengglobal dan kosmopolitan. Berangkat dari keakraban pada dunia santri dan filsafat Jawa, lewat patron tokoh-tokohnya, Kang Tohari –meminjam istilah Bakdi Sumanto—tapa ngrame. Dia mengembara dalam atmosfer kehidupan yang makin licik; licin, melingkar, sekaligus menjerat.
***

Belantik yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (2001). Dalam novel setebal 142 halaman ini, Kang Tohari “menghidupkan” tokoh Lasi. Perempuan kampung Karangsoga yang cantik, eksotis, dan menggairahkan mata lelaki itu gagal membangun rumah tangga karena dikhianati Darsa, sang suami. Lasi menumpang truk pengangkut gula aren dan terdampar di Jakarta yang menaburka bau kemewahan.

Lasi yang cantik dan menggiurkan, menggerakkan naluri bisnis Bu Lanting, mucikari kelas kakap. Dia pun jatuh ke dalam pelukan Handarbeni, lelaki tua kaya raya, tetapi impoten. Lasi hidup di tengah kemanjaan dan gelimang kemewahan, tetapi tidak bahagia. Dia justru gelisah dan kesepian.

Lepas dari Handarbeni, Lasi jatuh dalam cengkeraman Bambung, lelaki berdaya berahi dan pengaruh luar biasa, pelobi ulung, broker politik dan kekuasaan. Bambung cukup disegani kalangan politisi, pejabat, dan konglomerat. Hampir semua proyek besar di Indonesia tak pernah luput dari tangannya. Namun, dengan segenap kepolosannya, Lasi masih mampu mempertahankan kesuciannya.

Daya pikat Jakarta, kota metropolitan yang diserbu kaum urban, tak sanggup membuat Lasi melupakan ketenteraman dan ketenangan Karangsoga, kampung kelahirannya. Dia belum bisa melupakan Darsa. Kepada lelaki itulah dia pernah menghadirkan keutuhan diri sebagai istri sempurna. Sayang, Darsa berkhianat; menghamili gadis sekampung.

Lasi juga teringat Kanjat. Lelaki teman sepermainan waktu kecil yang kini menjadi dosen itu diam-diam bersemayam di hatinya. Lain saat, wajah Mak Wiryaji, emaknya yang jujur dan sederhana, tampil dalam layar benaknya. Demikian juga Eyang Mus, imam surau yang selalu suntuk menyiramkan kesejukan ajaran Illahi.

Kerinduan itu membuat Lasi nekad kabur dari cengkeraman Jakarta. Tiba di Karangsoga, Lasi kembali menemukan dunianya. Apalagi, Kanjat masih seperti dulu; ramah dan penuh pengertian. Namun, Lasi masih dihantui bayangan Bu Lanting dan Bambung. Entah kenapa, seperti mampu menangkap geliat batinnya, Eyang Mus yang arif mengawinkan Lasi dan kanjat secara syariat; sah secara agama, tetapi belum sah secara hukum.

Rupanya permainan belum berakhir. Bambung terus memburu bekisar merah, sebutan bagi perempuan cantik seperti Lasi, miliknya yang kabur. Lewat tangan Bu Lanting dan aparat kepolisian, Bambung “menerbangkan” Lasi kembali ke Jakarta. Seiring dengan itu, Kejaksaan Agung gencar mengusut kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang diduga melibatkan para pejabat dan orang penting. Bambung termasuk salah seorang koruptor yang diincar. Lasi pun diperiksa sebagai saksi.

Kasus yang gencar diberitakan berbagai media massa itu membuat Kanjat merasa perlu menyelamatkan sang istri. Setelah diperiksa secara maraton, Lasi dinyatakan bebas dan bisa kembali ke Karangsoga bersama Kanjat.
***

Secara tematis, novel ini mampu menghadirkan intrik seks dalam lingkaran kekuasaan belantik politik dan kekuasaan; memikat dan menghanyutkan. Lewat gaya ucapnya yang khas, Kang Tihari mampu menumbuhkan empati pembaca terhadap nasib kehidupan Lasi, sekaligus mengutuk perilaku si bebek Manila, Bu Lanting, dan si bajul buntung, Bambung, yang korup, ambisius, dan serakah.

Seperti dalam novel-novel sebelumnya, Kang Tohari menghadirkan “kolaborasi” antara dunia santri dan budaya Jawa sebagai dasar falsafi dalam memahami arus utama peradaban yang makin kapitalistis, konsumtif, dan hedonis. Tak luput, secara pedas dia mengkritik klaim keberhasilan pembangunan yang sesungguhnya menyengsarakan dan membodohi rakyat.

Simak saja penuturan berikut ini!

… Namun bersamaan denga itu berlangsung pembusukan moral berupa pengingkaran terhadap asas-asas bernegara republik serta meluasnya korupsi, kolusi, dan nepotisme ….. Lebih jauh orang bilang, kemajuan yang sering diklaim sebagai hasil usaha pemerintah sesungguhnya hanya sehelai kertas yang menutupi borok-borok besar di bawahnya … Dan, Lasi hanyalah satu di antara hamoir 170 juta manusia yang tidak akan pernah pengerti permainan tingkat tinggi di Indonesia. (hal. 43)

Alhasil, novel ini setidaknya mampu memberikan “katharsis” dan pencerahan kepada pembaca, yakni untuk mendengarkan kejernihan suara hati dalam memahami fenomena hidup dan kehidupan yang makin amburadul oleh “pedang” kekuasaan. Dalam dunia seperti itulah banyak “belantik” bermain mengambil keuntungan. ***

122 Comments

  1. Tohari-nya sih biasa saja pak! Tulisannya itu lho…. selalu bikin saya terhanyut…

    • betul banget, mas andy, begitulah potret kesederhanaan lahiriah kang tohari, tapi karya2nya bener2 unik dan khas.

    • selamat ber-hunting ria, pak syam, hehehe … duh, komentar pak syam diterkam akismet, hiks, untung saya sempat ngecek lewat dasbor. bisa saya selamatkan deh.

  2. Sy blm pernah baca karya beliau, pak. Marai penasaran, setelah mbaca penjelasannya disini. Cari2 ah.

    Btw, katharsis tuh maknanya apa sih pak? *ndak ngerti*

    • hehehe … coba cari aja, mas yodama, banyak dijual di toko buku, kok, khususnya gramedia. ttg “katharsis”, yang saya tahu itu sebagai pengganti ungkapan “penyucian jiwa”.

  3. Salah satu Novel Kang Tohari yang pernah saya baca sewaktu masih bercelana abu abu adalah Ronggeng Dukuh Paruk.
    Satu yang saya dapat hikmahnya adalah Kang Tohari mampu mengangkat Kearifan Lokal dan Kebobrokan Lokal dengan gaya yang Khas yang tidak membuat orang lain sakit hati atas kritik sosialnya.
    Untuk yang Belantik ini saya belum baca sibuk ngurusin dagangan he he…barangkali Mas Sawali mau minjami saya
    maturnuwun

    • wah, salut juga, meski baru sebatas ronggeng dukuh paruk itu juga sudah lumayan banget ketimbang sama sekali belum baca, mas, hehehe …. wah, sepertinya lagi sibuk dapat orderan nih. semoga membawa banyak keuntungan dan berkah. wah, kalau mau pinjam, silakan datang saja ke kendal, mas, hehehe ….

  4. wah saya jadi ingat waktu mengenal karya beliau heheh jaman itu hiks
    eh meniti pelangi nya kok nggak bisa di buka pak kenapa

    Baca juga tulisan terbaru genthokelir berjudul Download Film Porno

  5. berburu bukunya ah… sudah lama ndak tidak tersirami dengan buku-buku seperti itu

    • wew…. silakan, mas epat, hehehe … kayaknya nggak rugi kok mengeluarkan duwit utk beli karya kang tohari.

  6. Selain Pak Kayam, memang tak banyak sastrawan yang mampu mengeruk begitu dalam, bahkan hingga ke tulang sumsum, kultur Jawa hingga ke bopeng-bopengnya.

    Penuturannya yang tak mau bertele-tele dengan metafor mbulet memang lebih nyaman untuk dikunyah dalam bentuk realis ya, Pak Sawali.

    Pak Sawali kapan mengeruk bumi Kendal dalam bentuk Novel… Pasti banyak “harta” tertimbun di sana.

    Baca juga tulisan terbaru Daniel Mahendra berjudul Seandainya Jakarta Bukan Ibukota Negara

    • Iya, bener banget, mas daniel. dua tokoh ini memang kental banget dg kultur jawanya. duh, utk bikin novel, sepertinya saya belum siap, mas daniel. mohon doanya, semoga suatu saat saya bisa nggarap novel dg warna lokal jawa, khususnya kendal dan sekitarnya, hehehe ….

    • bener juga, mas, tapi utk seksualitas dalam teks novel kang tohari ndak sama dg adegan seks di novel2 yang memang sengaja menjual adegan2 mesum. unsur seksualitas dalam teks sastra justru membuat *halah kok jadi sok tahu saya* rohani pembaca tercerahkan sehingga ndak gampang terangsang utk melakukan ulah tak terpuji.

  7. semenjak saya sering mampir ke blog mas sawali saya sedikit lebih tahu tentang para sastrawan indonesia, sebenarnya saya sangat menyukai membaca mas, tapi bisa dikatakan jarang membaca buku-buku dari sastrawan indonesia (maaf bukannya tidak cinta produk dalam negri), kalo saya perhatikan dari yang mas paparkan kayanya menarik juga buku yang di tulis ahmad tohari ini kaya cukup menarik yah, coba nanti tak mampir mas ke toko buku. tanks yah mas untuk info nya 🙂

    • hehehe … makasih apresiasinya, mbak. saya kira cukup lumayan utk bacaan yang mencerahkan, mbak. selain tutur katanya enak, isi ceritanya juga banyak bersentuhan dengan berbagai fenomena yang terjadio di sekitar masyarakat kita.

  8. walau bukan terlahir dalam budaya jawa, saya pernah juga membaca karya tohari ini walaupun bukunya pinjem, sayang belum habis membaca, bukunya terlanjur ditarik oleh yang punya.

    • wew…. pinjem juga gpp, mas deden, hehehe … yang penting kan pernah baca, daripada belum sama sekali, hiks.

    • hehehe … bener juga, mas toim, cuma siapa yang tengah berkuasa, hiks… kalau orientasinya hanya sekadar memburu ambisi dan popularitas, kayaknya seks ndak akan pernah lepas dari dirinya, hiks.

  9. Taunya dulu ronggeng dukuh paruk, ternyata masih banyak novel lain yang menarik dan sarat dengan pesan moral 🙂

    • hehehe … banyak juga kok, ada kubah, bekisar merah 1, bekisar merah 2 (belantik), orang2 proyek, dan beberapa kumpulan cerpen yang lain.

  10. Wah…wah… wah…
    Pak Sawali ternyata juga sangat piawai dalam membuat review sebuah novel…
    Pak, saya kok melihat gambarnya Pak Tohari itu seperti foto tokoh sejarah? Atau karena memang dibuat dengan kesan foto lama?

    • walah, kebetulan itu sebuah resensi yang pernah dimuat di suara merdeka, kok, mas sapimoto, hehehe …. iya, mungkin utk menunjukkan betapa sederhananya sosok pengarang tenar itu.

  11. Walaupun dengan kalimat sederhana, Tohari sangat serius dalam menggarap tema. Termasuk dalam membangun karakter tokoh-tokohnya. Bahkan dalam pemilihan nama tokoh saja, Tohari sangat serius sekali untuk bisa mendukung tokoh yang diciptakannya. Sebagai contoh di Ronggeng Dukuh Paruk, Tohari menciptakan toko SRINTIL, untuk gadis kampung yang cantik. Walau tanpa dijelaskan, pembaca yang mengeja nama SRINTIL bisa menggambarkan kecantikannya. Begitu juga dengan toka LASIYAH di Belantik.
    Bayangkan kalau nama tokohnya tiba-tiba SARBOAH, aroma kecantikannya mungkin hilang.

    Begitu juga dengan tokoh-tokoh antagonisnya BAMBUNG, HANDARBENI.

    Baca juga tulisan terbaru Qizink berjudul Ke Bali Harus Berjinah

    • hehehe … bener banget, mas qizink. tokoh2 pilihan kang tohari menyatu dng karakter dan latar cerita. sebuah pilihan nama yang bener jitu. wew… ternyata mas qizink akrab betul dg karya kang tohari. salut banget deh!

  12. wah… kalo inget ahmad tohari jadi inget pas jaman kuliah suruh ngreview novelnya huhuhu… padahal aku gak pinter review. paling yang suka aku baca Ronggeng dukuh Paruk 😀

    Baca juga tulisan terbaru Lyla berjudul Waspada Pangan Buatan!!

    • hehehe … konon mereview merupakan bagian dari apresiasi, mbak lyla, hiks, setelah membaca. ronggeng dukuh paruk memang ndak membisankan dibaca sampai kapan pun, kok, mbak.

  13. pak guru
    reques…. sekali sekali cerpenya danarto yang godlob di resensi dong hi hi hi hi

  14. menurut saya kekuatan karya Tohari juga terletak di setting yang kuat. Tak banyak penulis kita yang memberikan setting secara detail, mengajak pembaca seperti benar ada di tempat yang diceritakan…

    Baca juga tulisan terbaru icha berjudul Fun with Growing Fun

    • betul banget, mbak icha. deskripsi alamnya sangat kuat, sampai2 utk menggabarkan kelelawar yang terang melintas di pucuk2 daun pisang saja terasa betul nada dan suasananya,

  15. Belantik itu apa makelar Pak?.
    Nek ning nggonku, blantik itu makelar. Blantik sapi, blantik wedus dll. Ada 1 lagi, BLANTIK KIRIK.

    Baca juga tulisan terbaru marsudiyanto berjudul Seragam Yang Seragam

    • sama, pak mar, hehehe … hanya saja dalam novel ini, belantik lebih banyak berurusan dg perempuan dan kekuasaan. walah, kok ada belantik krik juga toh, pak mar. apa ndak ada kerjaan belantik lainnya? hehehe ….

    • mangga, silakan, mas suwung. duh, komennya dikarantina oleh akismet. untung sempat ngecek lewat dasbor.

  16. tulisan beliau memang mengundang selera untuk tetap bersama dalam membaca tiap kata..

    Baca juga tulisan terbaru gajah_pesing berjudul ERROR ??

    • kalau memang tertarik, cari aja di toko buku *halah*, mas zoel,hehehe … gramedia kayaknya yang paling lengkap.

  17. Bapakku dari Purwokerto juga, sekarang pun tinggal di sana.

    Memang begitulah kehidupan di Indonesia. Orang yang tinggal di kota kecil/kampung melihat hanya kemilau kota besar saja. Lihat saja saat lebaran tiba, orang yg tinggal di kampung hanya melihat “keberhasilan” (aku pakai tanda kutip karena aku tidak tahu apakah mereka benar-benar berhasil lahir dan batin) para pemudik. Sehingga membuat orang di kampung ingin mengikuti jejak mereka.

    Padahal di kota besar, mis: Jakarta, hidup itu berat sekali, tidak manusiawi, kotor dan penuh godaan.

    Baca juga tulisan terbaru Juliach berjudul Pronociation/Pengucapan dalam Bahasa Perancis 2: [e] dan [ǝ]

    • wew…. orang tua mbak julia tinggal di purwokerto rupanya, hehehe … wah, kapan pulang ke indonesia, mbak? begitulah orang2 kampung, mbak, kalau melihat orang kota mudik, sepertinya mereka tertarik shg mereka berbondong2 mau ikut ke kota. akhirnya bisa ditebak. beban urban kota akin berat dan sulit mencari peruntungan.

    • wew… salut juga sama mas imoe. ternyata mas imoe akrab juga dg nama kang tohari, hehehehe …. bener juga tuh, mas imoe, uang, seks, dan kekuasaan konon seringkali membuat orang jadi lupa sal-usulnya, hiks.

    • walah, nggak, kok, mbak. unsur seksual dalam teks sastra sih ndak sevlugar sama adegan2 dalam novel yang memang sengaja menjual adegan2 mesum, hehehe ….

  18. waahhhhakuh mow kumen apaw yaw pak guru????:-? jujur saja akubelompernah baca novel na pak guru, wes muga muga pak guru inie jugag bisa berkarya seperti beliau na yang sekarang lagi dibahas nie:d/

    Baca juga tulisan terbaru dinda_cute berjudul Udah Expired Neee!!!

    • hehehe … gpp, mbak. suatu ketika kalau memang menemukannya di toko, ndak ada ruginya kalau beli, kok, hehehe … wah, makasih doanya, mbak, semoga bisa mengikuti jejak kang tohari, hehehe ….

  19. SJ

    saya jadi ingat belum baca novel dalam waktu cukup lama… *kayaknya emang jarang* :”>

    Baca juga tulisan terbaru SJ berjudul Wayang Star Wars

    • hehehe … nah yang ronggeng dukuh paruk malah diterjemahkan ke dalam bahasa jawa versi mbanyumasan, mas jenang. dulu dimuat secara bersambung di suara merdeka.

    • wah, salut juga. tentu butuh kreativitas tersendiri utk membuat repertoar dari novel rdp itu. salut deh, mas.

  20. Kupasannya enak dinikmati Mas. Sampeyan memang piawai. Salut Mas Sawali. Terus berkarya Mas… Salam sukses selalu

  21. Wah ini benar2 Novel Kritik Sosial yang hebat. Di mana terkandung pesan moral untuk mengikis tabiat2 bejat. Perlu banyak novel seperti ini. 😎

    Baca juga tulisan terbaru achoey berjudul Merayu Ikan dengan Umpan

  22. SAYA sudah lama sekali Pak
    sudah lama saya tida membaca novel lagi

    dengan membaca resensi ini
    ada gairah untuk membaca karya novel

    terima kasih inspirasinya Pak Sawali

    Baca juga tulisan terbaru ILYAS ASIA berjudul IKUTI TRY OUT BCC

    • hehehe … ada baiknya kembali membaca karya sastra, mas ilyas, termasuk novel. dari situ secara tdk langsung mungkin kita akan mendapatkan pencerahan batin.

  23. Sayang ya…..pemikiran dan karya sastra Ahmad Tohari, tidak muncul dikepala para petinggi negeri yang pikirannya itu duit duit dan duit. Kalau karya yang seperti ini keluar dari pikiran mereka-mereka dan mereka itu saya pikir mereka akan piawai dalam memimpin, saya pikir takan ada lagi waktu untuk bermain mengambil keuntungan.
    Mudah2an generasi kita bisa seperti Ahmad Tohari, Menyampaikan ide dalam sastra yang menyentuh elit negeri. 💡

    • ah, itu dia, persoalannya, mas. agaknya kaum elite kita jarang yang memiliki budaya literasi yang bagus, apalagi membaca karya sastra. saya sepakat banget dg mas thekry. idealnya para pemimpin kita juga menggemari karya sastra.

    • hehehe … bener, pak sholeh. menarik sekaligus menghanyutkan, hiks. kalau ada waktu, mungkin ada baiknya dibaca juga, pak, hiks.

    • wah, jadi pembaca sdh lumayan bagus ketimbang tdk sama sekali, mas sakti, hehehe … tapi sukanya kok merendah toh, mas. saya baca cerpen2 jawa karya mas sakti oke banget kok.

    • memang menari, mas budi, bahkan menghanyutkan. walah, saya yakin di toko bku masih gampang dicari. juga karya2 kang tohari yang lain.

  24. benar2 kisah yg menarik mas..
    menggambarkan sebuah realita yg sedang berlangsung. Hanya demi sebuah “kepentingan”..btw, pengen juga nih mas ngliat mbak lasi..pnasaran mas..he..he

    Baca juga tulisan terbaru Nyante Aza Lae berjudul Kita Terjual Oleh Sebuah Formalitas

    • hehehehe … lasi dah jadi istri kanjat, sang dosen itu, mas kurnia, hehehe … kan masih banyak “lasi” yang lain toh, hehehe …

    • iya, bener banget, mas kurnia. sejak kemarin tuh. jadi kepingin total saja di blog ini sama mgmp. kebanyak blog malah bikin repot, hiks.

  25. Saya tertarik karena ada judul seks nya, tapi ternyata kecele…. Gak papa, bisa belajar karya sastra walaupun bukan jurusannya.

    • walah, pak jaitoe kok masih suka nguber2 yang berbau kayak gitu, kekeke … tak laporin pak mar loh, wakakaka ….

    • wah, selamat, pak mar atas domain barunya. mudah2an ngejrenk di 2009. kok ekstensinya sama dg domainku, pak mar. yang meilihkan gus yehia, yak? hehehe ….

    • memang ronggeng dukuh, jentera bianglala, dan lintang kemukus dinihari dianggap sbg puncak karya sastra kang tohari, mas arif. sekitar tahuan 87-an, novel ini menjadi bahan pembicaraan dalam diskusi2 sastra.

    • orang2 proyek bagus juga, mas donny, terutama kisah kejujuran sang insinyur dalam melawan sebuah konspirasi busuk, hiks. duh, untuk tulisan umar khayam, mesti baca dulu karya2nya secara utuh, mas. saya baru baca beberapa di antaranya, seperti sri sumaroh dan bawuk, seribu kunag2 di manhattan, atau para priyayi, hehehe … mudah2an ada waktu utk membaca ulang karya beliau.

  26. Memang hebat. Siapa yang nggak kenal dengan Tohari, seorang novelis yang biasanya setiap novelnya berlatarbelakang tentang pedesaan.

    Baca juga tulisan terbaru Edi Psw berjudul Banyaknya Sampah di Rumah

    • yaps, bener banget, pak edi, karya kang tohari memang sangat kental warna pedesaannya. wah, ternyata pak edi suka juga karya kang tohari, yak.

  27. ide-ide sederhana bisa jadi dahsyat di tangan penulis-penulis yang handal ya, pak? jadi pengen baca bukunya deh.
    jujur saja, saya tak banyak terpapar dengan penulis-penulis dalam negeri, dan saya malu sekali. saya banyak mendapat referensi mengenai mereka dari blog-blog sahabat yang mengupasnya, termasuk blog pak sawali ini.

    • iya, bener banget, mbak yulfi, tinggal kepiawaian sang pengarang. btw, ttg novel2 karya sastrawan indonesia bisa jadi lantaran mbak yulfi agak kesulitan cari bukunya di luar negeri. mudah2an daja setelah kembali ke indonesia mbak yulfi sempat membacanya, hehehe …

  28. saya cari bukunya cuma ada ronggeng dukuh paruk, mas mantri gugat, orang-orang proyek… itulah alasan kenapa saya susah cari buku sastra… termasuk buku bapak…
    akhirnya saya download ebook, print, bikin buku sendiri (konsumsi pribadi :d)
    sebagian karya pak tohari sudah saya baca…
    saya suka gaya bahasa dan unsur-unsur sejarahnya…
    hebat…

    nah berhubung saya kekurangan informasi sastra, sudilah kiranya bapak menulis tentang buku-buku bagus dan sastrawannya…

    terima kasih..

    Baca juga tulisan terbaru moerz berjudul Proletar

    • wah, mas moerz ternyata juga suka baca karya kang tohari juga, yak. salut banget. ttg postingan sastrawan dan karyanya, duh, tunggu dulu, ya, mas, hehehe, saya belum bisa menjanjikan nih.

    • memang ada pengmata sastra yang bilang kalau trilogi rdp, jb, dan lkdh, sebagai karya puncak kang tohari, sehingga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. tapi sepanjang yang saya tahu, novel2 lain karya kang tohari juga, bagus, kok.

  29. Novel pertama Pakde Tohari yang saya baca ya RDP. Selesai baca pas tengah malam, pas Srintil nembang di kamarnya yang berbau sengak, tragis! Kasihan, kehidupannya berbalik sangat ekstrem. Ah, pripun kabare Srintil, pak?
    Yang saya suka dari Pakde Tohari adalah cara penyampaiannya yang ndak vulgar, seperti saat siang-siang hujan deras, Darsa ndak jadi nderes, Lasi mandi lagi, keramas.
    Saya lagi nyari2 Kubah di Surabaya kok ndak ada y?

    Baca juga tulisan terbaru wier berjudul Senggigi Beach and Sunset Moments

    • betul banget, mas wier. lanjutkan nasbi srintil ada kok lanjutannya di jentera bianglala dan lintang kemukus dini hari. gaya ucap kang tohari memang khas dan indah. deskripsi latar dan suasananya benar2 hidup. ttg novel kubah, bisa jadi agak sulit dicari karena kalau ndak salah itu novel kang tohari yag pertama sebelum di kaki bukit cibalak.

  30. aku masih baca ronggeng dukuh paruk dan lintang kemukus tapi yang lain blm baca , menarik sekali ulasan mas sawali sangat detil mengamati karya-karya Ahmad Tohari. salam kenal.

    Baca juga tulisan terbaru lintang berjudul TANPA JUDUL

    • salam kenal juga, mbak lintang. wah, berarti tinggal satu lagi novel triloginya yang belum terbaca, mbak, jentera bianglala. walah, hanya kebetulan saja kok terlintas utk mosting ttg belantik karya kang tohari yang sebenarnya bisa dibilang sebagai novel bisakr merah 2.

  31. Syukurlah kalau Pak Sawali memang sesekali harus mengagumi karya seperti milik Kang Tohari…. ada makna tersirat yang membuat kita memang harus kritis…. tanpa itu…benar kata novel itu ” Kemajuan yang sering diklaim sebagai hasil usaha pemerintah sesungguhnya hanya sehelai kertas yang menutupi borok-borok besar di bawahnya, dan kita hanya terkagum kagum dengan klaim yang kebenarannya ditonjolkan tetapi kemunafikannya disimpan rapat menjadi bom waktu kesengsaraan

    Baca juga tulisan terbaru Jahid Klw berjudul PRAMUGARI MAYA

    • hehehe …. yang unik dari kritik kang tohari itu tampak mengalir bersama kisah cerita yang diangkatnya, om jay, sehingga tdk terkesan vulgar, menggurui, atau dipaksakan.

  32. Sejak baca RDP (ronggeng dukuh paruk) dulu, aku tak pernah lagi baca karyanya selain kumpulan cerpen Senyum Karyamin. Pujian Pak Sawali untuk Pak Tohari ini aku rasa memang pantas. Tapi, aku sendiri malah gak bisa melihat keistiwewaan karyanya karena saking hanyutnya dalam latar yang rasanya begitu akrab lantaran aku memang lahir dan besar bertetangga kecamatan dengan daerah Pak Tohari.

    Baca juga tulisan terbaru Awamologi (bahtiar baihaqi) berjudul Ketawa ala OA (OrangAwam) & Puisi ‘Sepatu’ Sambodja untuk Bush

    • dalam apresiasi awam saya, karya2 kang tohari memang layakdapat pujian, mas baihaqi, hehehe … entahlah, mungkin kebetulan saja, ritme dan gaya penulisan kang tohari cocok dg selera saya, hehehe …. wah, mas baihaqi dari daerah banyumas juga rupanya.

    • betul banget, pak. sosok semacam ahmad tohari yang bersahaja dan menghasilkan karya2 hebat sangat dibutuhkan dalam dunia sastra kita, pak.

    • @M Mushthafa,
      salam kenal juga mas musththafa, makasih kunjungan dan komentarnya. oh, ya? langsung ke tkp!

  33. maufiq

    :x:x:d/:((:”>:x/:) ajarinj nulis donk aku pingin kayak mas….

  34. aan

    pak, apa tidak salah, kalau tokoh Lasi dan Darsa adalah tokoh dalam novel Bekisar Merah, bukan Belantik?

  35. Wah ini benar2 Novel Kritik Sosial yang hebat. Di mana terkandung pesan moral untuk mengikis tabiat2 bejat. Perlu banyak novel seperti ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *