Rabu pagi, 22 Februari 2012, saya bersama tiga rekan sejawat (Pak Anton Tri Raharjo dari MGMP Bahasa Inggris SMP, Pak Hartanto dari MGMP IPA SMP, dan Pak Sutrimo dari MGMP Matematika SMP), berkesempatan anjangsana ke SMPN 4 Singorojo. Sebuah SMP yang di daerah Kendal sudah lama dikenal sebagai sekolah terpencil. Sayangnya, Pak Sutrimo yang memang pernah mengajar di sana sudah meluncur lebih dulu. Beruntung, Pak Supardi, yang kebetulan menjadi Kepala SMPN 4 Singorojo, dengan amat setia “mengawal” perjalanan kami. Maklum, saya, Pak Anton dan Pak Hartanto, memang belum sekali pun datang berkunjung, sehingga membutuhkan “pemandu” jalan.
Perjalanan ke SMPN 4 Singorojo yang berlokasi di Desa Cening, Kecamatan Singorojo, mesti ditempuh selama dua jam dari Kendal melalui medan perjalanan yang seru dan menantang, khususnya setelah keluar dari wilayah Limbangan. Selain licin dan berbatu, sesekali juga melintasi bukit yang agak terjal, sehingga mesti ekstra-hati-hati dan waspada jika tidak ingin tergelincir. Motor –satu-satunya kendaraan yang bisa melintas ke sana—pun lebih sering masuk ke gigi satu. Tidak mau menyia-nyiakan momen yang jarang terjadi, saya pun iseng mengambil gambar sepanjang perjalanan yang kami lalui. Dengan tangan kanan menyetir dan tangan kiri beraksi men-“shoot” perjalanan sekenanya, saya terus membuntuti tiga rekan sejawat yang sudah berada di depan sana.
Perjalanan makin seru ketika memasuki dua pertiga jarak tempuh. Jalur akses satu-satunya yang mesti dilalui oleh warga setempat dan rekan-rekan sejawat yang mengabdikan diri di SMPN 4 Singorojo –teman-teman lebih suka menyebutnya dengan SMP Cening—saban hari itu ternyata longsor parah. Dengan lebar sekitar 150-an cm, badan jalan yang penuh lumpur itu itu benar-benar memacu “adrenalin”. Untuk melalui jalur ini mesti berombongan minimal 2-3 orang. Yang satu pegang setir, yang lain mendorong ketika roda terbenam lumpur padat dan basah. Deru motor pun meraung-raung menampar-nampar perbukitan.
Berikut adalah video amatiran yang sempat saya abadikan.
Meski dengan tenaga yang (nyaris) terkuras dan napas terengah-engah, akhirnya berhasil juga kami berempat menyeberang. Setelah sempat ambil napas, kami bergegas meluncur menuju lokasi melalui rute perjalanan yang turun-naik di atas jalanan berbatu. Sekitar 30-an menit kemudian, alhamdulillah kami berhasil juga tiba di lokasi. Sungguh kontras dengan perjalanan melelahkan yang kami tempuh, SMP Cening justru terkesan asri. Diapit bukit yang asri, gedung sekolah terasa teduh dan damai. Beberapa pinggang bukit tampak memancarkan air terjun yang indah dan eksotis.


Kami pun disambut rekan-rekan sejawat dengan amat ramah dan bersahabat. Para siswa tampak berkelompok di teras kelas, sambil sesekali melemparkan senyum dan pandangan ke arah kami. Setelah sempat bertegur sapa dan menyantap hidangan yang disediakan tuan rumah, saya, Pak Anton, Pak Hartanto, dan Pak Sutrimo –yang sudah lebih dulu tiba—diberi kesempatan untuk berdialog dengan anak-anak di ruang kelas yang berbeda.
Sungguh di luar dugaan. Anak-anak SMP Cening ternyata luar biasa. Sama sekali tak ada tanda-tanda minder atau grogi meski kedatangan guru “tamu”. Mereka tampil percaya diri. Setiap kali saya melontarkan pertanyaan, mereka meresponnya dengan jawaban yang lantang dan fasih. Di tengah hambatan geografis, gairah belajar mereka tidak kalah dengan siswa yang tinggal di perkotaan. Menyaksikan gairah belajar mereka yang luar biasa, membuat kelelahan saya perlahan-lahan sirna.
Begitulah! Ketika teman-teman seusianya yang tinggal di perkotaan sudah melaju mulus di atas jalan tol, anak-anak SMP Cening masih saja berkutat di balik semak-semak keterbatasan geografis. Alangkah bahagia hati mereka dan para penduduk yang tinggal di sana, apabila hambatan geografis itu tidak diperparah dengan jalur transportasi yang buruk dan menyedihkan.
Yang tak kalah mengharukan adalah perjuangan rekan-rekan sejawat yang bertugas di sana. Setiap hari, mereka mesti melintasi jalur yang selalu membuat dada terasa sesak. Demi mencerdaskan anak-anak Cening dan sekitarnya, mereka rela mengorbankan sebagian besar waktunya untuk bertarung melawan rute perjalanan yang berat dan melelahkan. Sungguh, sebuah anjangsana yang mengharukan. Semoga Pemkab Kendal segera tergerak hatinya untuk memperbaiki jalan yang longsor parah itu, sehingga rekan-rekan sejawat yang mengabdikan diri di SMP Cening tidak terus-terusan menghabiskan waktu perjalanannya melawan lumpur yang padat dan basah. ***
saya baca artikel ini dari pak sawali emang benar sekali,, kami dulu dari IAIN walisongo melakukan KKN PBA di cening th 2009 selama 40 hari, walo terpencil dan terisolasi dari jarak kota. tapi suasana kekeluargaan sangat hangat dan gotongroyongnya begitu kental. panorama keindahan juga begitu terasa setiap hari. dan juga motivai anak untu sekolah sangat tinggi. melewati sungai dan hutan demi sekolah. dan pemuda desa cening termasuk pak doen sunahrowi begitu hangat dan welcome pada kami… semoga makin maju untuk cening,,,,
alhamdulilah atas catatan perjalanan bapak. saya selaku putra daerah cening merasa terenyuh atas partisipasi baik bapak.
salam,
sunahrowi
pak rowi.. masih ingtkah saya… salam buat rekan rekan di cening