Perhelatan Agung yang Berdarah-darah

Dalang: Sawali Tuhusetya

Wayang

Dalang: Sawali Tuhusetya

Perhelatan upacara agung rajasuya akhirnya benar-benar digelar setelah Jarasandha tewas secara tragis sebagai “tumbal”. Para pembesar negeri dari berbagai belahan dunia pewayangan tumpah-ruah di Amarta. Di atas panggung kehormatan, tampak beberapa tamu penting tengah mengikuti prosesi upacara dengan khidmad. Puncak acara agung adalah pemberian gelar Maharajadiraja Sesembahan Agung kepada Yudistira. Penguasa santun ini dinilai layak menerimanya setelah sukses membangun belantara hutan Kandawaprasta yang angker dan wingit menjadi negeri Amarta yang modern dan berwibawa.

Kresna
Kresna
Sebelum upacara penganugerahan yang sakral itu digelar, ada satu acara yang tak kalah penting, yakni musyawarah besar (Mubes) untuk menentukan siapa yang layak menyandang predikat tertinggi sebagai tamu utama. Ternyata, musyawarah berjalan alot. Penentuan figur yang tepat untuk menerima anugerah sebagai tamu utama berjalan panas dan sarat intrik. Aroma politik begitu menyengat. Tak jarang ambisi pribadi pun mencuat ke permukaan. Di tengah situasi yang sarat intrik dan ambisi, Bhisma yang selama ini cukup disegani, mengusulkan bahwa Kresnalah yang layak untuk mendapatkan anugerah sebagai tamu utama. Usulan ini didukung sepenuhnya oleh Yudistira. Oleh karena itu, calon maharajadiraja ini segera meminta Nakula dan Sadewa untuk mempersiapkan upacara penganugerahan tamu utama kepada Kresna.

Namun, ketika persiapan hendak dimulai, Sisupala, penguasa dari negeri Chedi, beringsut dari tempat duduknya. Lantas, dengan wajah memerah, menentang habis-habisan penganugerahan itu dengan suara lantang dan kasar.

“Tunggu dulu! Segenap anggota Mubes yang mulia, saya perlu memperjelas siapa sesungguhnya Kresna yang diusulkan oleh putra Dewi Gangga yang selama ini kita hormati ini untuk menjadi tamu utama. Saya heran dan terkejut dengan usulan ini, apalagi tanpa argumentasi apa pun, para putra Pandu juga mengamininya. Sungguh di luar dugaan saya kalau sosok yang selama ini saya hormati ternyata berpikiran sempit dan picik!” kata Sisupala dengan nada tinggi sambil berdiri. Para tamu undangan saling bertatapan sambil membelalakkan bola mata. “Tolong dengarkan penjelasan saya Tuan-tuan yang mulia! Sesungguhnya, orang yang diusulkan untuk menyandang gelar tamu utama tak lebih seorang pengecut yang berasal dari keluarga gendheng! Apakah rekam jejak sosok seperti ini pantas menerima anugerah ini?” lanjut Sisupala sambil menyapukan pandangan mata nanarnya kepada hadirin. Para tamu undangan saling berbisik. Sebagian mengangguk-angguk, mengiyakan pernyataan Sisupala. Tentu saja, Sisupala kian bersemangat dan percaya diri.

“Hai, Yudistira, coba lihat dan perhatikan para tamu undangan yang hadir dalam upacara agung ini! Lihat, siapa mereka? Tidak malukah engkau kepada mereka yang jauh lebih terhormat dan pantas menerima anugerah tamu utama ketimbang Kresna! Engkau sama saja memperlakukan para tamu undangan yang berderajat mulia ini seperti gedibal jika harus menyaksikan anak Basudewa yang merupakan budak Raja Ugrasena ini sebagai tamu utama! Engkau dan saudara-saudaramu para Pandawa tidak akan pernah mendapatkan keuntungan apa pun dari dia!” tegas Sisupala sambil menunjuk-nunjuk muka Kresna yang duduk berseberangan.

Sisupala
Sisupala
“Hai, putra-putra Pandu, kalian belum berpengalaman dan tidak pernah terdidik dalam soal tata cara persidangan raja-raja terhormat. Bhisma yang ternyata berjiwa lemah telah mempermainkan engkau. Kenapa engkau terlalu lancang memutuskan pemberian kehormatan utama tanpa bermusyawarah dulu dengan para raja yang masyhur dan terhormat? Kresna sama sekali tidak pantas menjadi penasihatmu. Selain cacat moral, dia juga punya rekam jejak yang buruk sepanjang hidupnya. Yang paling pantas sejatinya adalah Durna, guru besarmu. Dia juga hadir dalam persidangan ini. Dugaanmu salah besar kalau memosisikan Kresna sedemikian tinggi dalam soal upacara spiritual. Itu mustahil, di sini juga masih ada guru besar Kerpa, Aswatama, putra mahkota Duryudana, juga Karna. Buka matamu lebar-lebar, Yudistira. Kenapa justru engkau lebih memilih Kresna yang keturunan gedibal, bukan pahlawan, tidak terpelajar, korup, tidak bersih, belum berpengalaman, dan pengecut! Itu sama saja engkau merendahkan derajat semua raja dan putra mahkota yang hadir di sini, tahu?”

Wajah Sisupala kian memerah saga. Tubuhnya mulai berkeringat. Darahnya mendesir. “Saya bukannya tidak setuju Yudhistira bergelar Maharajadiraja. Tapi, melihat sikap dan cara berpikirnya yang picik, saya jadi ragu, apakah dia benar-benar berkarakter dan luhur budi pekertinya. Buktinya? Ia dengan sengaja menelanjangi kehormatan kita semua sebagai tamu terhormat! Bahkan, dia juga pernah berkongkalingkong secara licik dengan Kresna dan Bima untuk menghabisi nyawa Jarasandha! Menurut saya, Yudhistira tidak sehebat yang digembar-gemborkan orang, bahkan sesungguhnya ia penguasa yang rendah budi pekertinya, sama dan sebangun dengan penasihatnya yang licik dan pengecut,” berondong Sisupala bagaikan mitralyur. Suasana musyawarah makin memanas. Beberapa tamu undangan serempak berdiri, memberikan dukungan kepada Sisupala.

Tak lama kemudian, bola mata Sisupala diarahkan kepada Kresna. “Hai, Kresna, alangkah pongah dan tidak tahu dirinya engkau ini, mau menerima begitu saja gelar tamu utama yang sesungguhnya sangat tidak pantas engkau sandang! Apa memang engkau sudah mabuk kekuasaan? Apa engkau tidak merasa bahwa upacara ini sesungguhnya hanya untuk mempermalukan dirimu? Apa engkau juga tidak mengerti bahwa pemberian gelar ini sesungguhnya seperti telor busuk yang dilemparkan ke wajahmu? Sungguh tidak berbudi dan tak tahu diri! Jelas makin terbukti bahwa Yudistira, Bhisma, dan Kresna benar-benar berderajat rendah dan berasal dari keluarga hina!”

Sisupala menyapukan wajahnya kepada segenap tamu undangan. Lantas, dengan suara lantang mengajak mereka untuk memboikot upacara rajasuya. Tidak sedikit tamu undangan yang melakukan aksi “walk-out” dan meninggalkan arena Mubes dengan wajah bersungut-sungut. Melihat gelagat yang kurang baik, Yudistira segera menenangkan suasana dengan kata-kata yang santun dan bijak. Ia memohon agar segenap tamu undangan tetap tenang dan duduk kembali. Namun, usahanya sia-sia. Mereka benar-benar telah kena hasutan Sisupala.

Kresna yang sedari tadi sudah tak sanggup menahan fitnah, hinaan, dan cacian Sisupala, akhirnya benar-benar murka. Ia tak sanggup lagi menahan diri terhadap semua perlakuan Sisupala di depan tamu-tamu terhormat. Ia segera berjingkat dari tempat duduknya, lantas dengan gerak cepat menghadang Sisupala dan para pengikutnya. Walhasil, duel maut pun tak bisa dihindari. Kresna dan Sisupala beradu otot di depan para peserta Mubes. Kedua tokoh ini mengerahkan segenap kekuatan dan berbagai jurus agar bisa secepatnya melumpuhkan musuh. Namun, agaknya keberuntungan belum berpihak kepada Sisupala. Ketika sedang lengah, Kresna berhasil menghunjamkan tinju dengan kekuatan penuh tepat di ulu hatinya. Tubuh Sisupala pun bergedebam mencium tanah. Mati!

Suasana pun berubah kacau. Para pengikut Sisupala sama sekali tak sanggup menatap wajah Kresna yang tengah murka. Mereka mengurungkan niatnya untuk meninggalkan arena Mubes. Seperti kena sihir, mereka bergegas kembali menuju arena musyawarah. Akhirnya, sesuai rencana, upacara rajasuya untuk menobatkan Yudistira sebagai Maharajadiraja benar-benar digelar. Meskipun demikian, para tamu undangan tak sanggup melupakan peristiwa tragis ini. Setidaknya, ada dua sosok besar dan sangat berpengaruh dalam sejarah, yakni Jarasandha dan Sisupala, tewas sebagai “tumbal”. Tiba-tiba saja, dada para tamu undangan diserbu tanda tanya yang tak pernah bisa terjawab. Haruskah setiap kekuasaan mesti ditegakkan dengan cara kekerasan dan berdarah-darah? Tidak adakah cara lain yang lebih santun dan penuh kearifan untuk menggapai wibawa dan kekuasaan? (tancep kayon)***

No Comments

  1. Sebuah kisah yang sangat tepat disampaikan pada saat yang tepat juga Pak. Semoga dapat menjadi pelajaran yang dapat menjadi niat dan greget untuk kebaikan bersama tanpa ada embel-embel egoisme kelompok kecilnya sendiri. Saya akui, Pak Wali memang gurunya bercerita, hehehe…

  2. kalau masalah wayang teringat masih kecil dulu,, pasti kalau ada pagelaran wayang melihat acaranya,, kalau menurut saya wayang merupakan salah satu media yang baik juga,,

  3. Pk Guru, jadi ini sebenarnya yang memiliki sifat kurang baik itu Kresna, Yudhistira, atau Sisupala? Atau sebenarnya ini Yudhistira yang licik tapi nabok nyilih tangan?

    1. hehe … saya tidak pernah melihat kisah2 pewayangan dalam kacamata hitam-putih, kok, mas nahdhi. pandawa yang digambarkan serba-baik pun pasti memiliki kelemahan juga. demikian juga sebaliknya, kurawa yang dicitrakan serba-buruk pun memiliki kelebihan juga. tentang kematian jarasandha dan sisupala, sumber konfliknya justru lebih banyak mengarah ke kresna.

  4. Jadi inget Munas PSSI…. Walaupun tidak berdarah-darah, tapi tetap memprihatinkan.
    Memang sulit ya, Pak. Menyatukan pandangan yang berbeda-beda. 🙁

    1. walah, itu dia, mas nando saya heran juga. tidak zamannya nurdin halid atau kepengurusan sekarang, PSSI selalu saja sarat dengan intrik dan konflik, tak jauh beda dengan kisah pewayangan, hehe ….

  5. Kedua kubu kalau memang sudah tidak bisa akur ya monggo personelnya saja yang tarung, jangan bawa-bawa kubu lagi. Kasihan yang tidak tahu apa-apa malah ikut-ikutan jadi korban

  6. your post is nice.. 🙂
    keep share yaa, ^^
    di tunggu postingan-postingan yang lainnya..
    wayang adalah salah satu kesenian indonesia yang harus dilestarikan dan di jaga sebaik mungkin.. 😀

    jangan lupa juga kunjungi website dunia bola kami..
    terima kasih.. 🙂

  7. Hidup pak Sawali. Yang telah mengangkat cerita pewayangan dalam realita kehidupan saat ini. Memang dunia wayang adalah gambaran miring yang akan selalu relevan dengan dunia nyata saat ini!

  8. sepertinya untuk negara ini agar menjadi lebih baik, yang harus menjadi tumbal adalah para koruptor dari segala lini, baik legislatif eksekutif dan yudikatif, siapa tahu epos mahabarata akan tertandingi dengan epos Indonesia

  9. lah… belum metu limbukan kok sudah tancep kayon pak? he he he sangar tenan iki 🙂 Semoga saja para koruptor “terbaik” bernasib seperti Jarasandha dan Sisupala sebagai tumbal tatkala pemimpin sejati hadir di negeri ini 🙂

  10. Lakon dalam pewayangan memang bisa jadi semacam kritik bagi pemerintahan sekarang ya pak? Banyak nilai moral yg bisa diambil.
    Tapi saya tak habis fikir. Saya kira Kresna itu tokoh yang penyabar, ternyata bisa murka juga ya kalau terus2an dihina 😀

    1. bener sekali, mas darin, saya juga berpendapat demikian. tentang kresna, konon kalau sudah murka, selain punya senjata “cakra, dia bisa juga bertiwikrama sehingga sulit utk dikalahkan oleh siapa pun.

  11. bagus sekali ya pak wayang di atas, tampak seperti apa yang berlaku pada dunia realitinya. Cuma ada beberapa perkataan yang gagal saya telusuri akibat perbedaan bahasa iaitu gendheng, gedibal, mitralyur, tumbal, dan upacara rajasuya.

    Adakah itu bahasa klasik untuk bahasa Indonesia? 🙂 Minta dukungan pak.

    1. terima kasih atas apresiasinya, mama murai. memang benar, ada beberapa kata dalam cerita ini yang mungkin agak sulit dipahami, karena memang berbeda dengan bahasa Melayu Malaysia. Kata2 sepetti “gendheng, gedibal, tumbal”, memang merupakan serapan dari bahasa jawa yang artinya “gila, rendah, nyawa yang dipersembahkan”. sedangkan, mitralyur merupakan kata-kata untuk menggambarkan suasana seperti berondongan peluru.

  12. Setiap lakon merupakan penggambaran dalam pola kehidupan yang dapat diartikan dalam hal positifnya ya Pak ! Semoga kita semua dapat mengambil pembelajaran dari setiap lakon yang diceritakannya, bukan menjadi suatu tontonan yang tidak bermakna.

    Sukses selalu
    Salam
    Ejawantah’s Blog

  13. Kisah Mahabarata yang merupakan perang saudara memperebutkan tahta Hastinapura seperti terulang dalam sejarah kerajaan-kerajaan di mana pun di dunia ini. Tidak sedikit yang berebut tahta dengan pertumpahan darah.

  14. Kresna mungkin karena saking marahnya membuat emosi menutupi akal sehatnya ya. Sebuah pembelajaran yang bagus bahwa manusia itu tidak semurna. Sebijak-bijaknya seseorang, jika itu menyangkut harga diri maka faktor emosi akan mendominasi.

  15. kan kresna cuman wayang. terserah dalangya ajah. mau marah mau ngapain. juga si supala… mau protes mau ngapain kan terserah dalangya ajah… terserah yang nulis hehehehhe

  16. Anugerah Agung memang banyak didambakan dan berbagai macam upaya dilaksanakan untuk memperolehnya, mungkin anugerah sangat berpengaruh terhadap hidup seseorang … Salam Budaya.

  17. ulasan yang keliru KRISHNA bukanlah kepribadian biasa DIA adalah THE SUPREME personality KRSHNA membinasakan sisupala bkn dengan tinju atau duel maut sperti ulasan d atas KRSHNA tak perlu mnyentuh tubuh sisupala hanya untuk membinasakan seorg anak mnusia biasa sperti sisupala ,KRSHNA membunuh sisupala dgn sudarsan chakra senjata KETUHANAN BELIAU,stu lagi KRSHNA tdk murka atas penghinaan sisupala sft murka hanya dimiliki oleh mahluk hidup ,namun KRISHNA dalah asal mula segala ssuatu DIA membunuh sisupala untuk mnegakkan kbenaran sesuai dgn tugasnya sbagai awatara ………pahami sejarah mhabratha sesuai aslinya dgn demikian qt akn mendpat pngetahuan yg benar…..,spertinya ulasan diatas perlu dikoreksi …….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *