Selasa, 3 Agustus 2010, saya didaulat untuk menyajikan materi Pendidikan Sekolah Berwawasan Gender bagi guru se-Jawa Tengah yang berlangsung di Gedung Yayasan Bina Dharma, Jalan Bukit Sawo, Bugel, Salatiga. Dalam pelatihan yang berlangsung selama empat hari itu, saya “ketiban sampur” untuk menyajikan materi Pembelajaran Berwawasan Gender yang diikuti sekitar 40 guru dari mata pelajaran PKn, PAI, IPS, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Penjas, dan pengembangan diri (BK).
Interpretasi dan kesan rekan-rekan sejawat memang beragam. Ada yang sudah berkali-kali mengikuti kegiatan serupa, tetapi tidak sedikit juga yang baru pertama kali mengikuti pelatihan semacam ini. Pengarusutamaan Gender (PUG) bidang Pendidikan sudah memiliki “payung hukum” yang jelas seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Mendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah dan Permendiknas No. 84 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan. Selain itu, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) juga sudah menjadikan kesetaraan gender sebagai salah satu ranah yang perlu dijadikan sebagai acuan operasional penyusunan kurikulum. Ini artinya, dari sisi legal-formal, PUG bidang Pendidikan tak perlu disangsikan lagi untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas.
Namun, secara jujur harus diakui, implementasi PUG dalam proses pembelajaran masih terkendala banyak faktor. Selain kultur masyarakat kita sudah demikian lama dicengkeram oleh kokohnya budaya patriarki yang memandang kaum perempuan sebagai “makhluk kelas dua”, dukungan anggaran dan fasilitas sekolah yang memberikan ruang gerak yang memadai terhadap implementasi PUG bidang pendidikan juga belum berlangsung seperti yang diharapkan. Dalam konteks demikian, sangat beralasan kalau implementasinya dalam proses pembelajaran di kelas belum bisa berlangsung mulus dan kondusif.
Meski demikian, tidak lantas berarti PUG bidang pendidikan gagal teraplikasikan. Untuk melepaskan kuatnya mitos dan akar patriarki yang melilit kultur masyarakat kita memang membutuhkan proses dan tahapan yang cukup lama. Sejak dini, anak-anak yang kini tengah gencar memburu ilmu di bangku pendidikan, mulai TK, SD, SMP, hingga SMA/MA/SMK, perlu diubah mind-set-nya tentang keadilan dan kesetaraan gender. Secara bertahap, anak-anak masa depan negeri ini perlu diperkenalkan dan diajak untuk berpikir kritis dan visioner dalam memandang posisi dan peran kaum perempuan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Jangan sampai terjadi, anak-anak yang notabene menjadi pewaris sah masa depan negeri ini masih terus dihinggapi mitos “serba laki-laki” sehingga peran kaum perempuan makin terpinggirkan.
Salah satu strategi yang tepat untuk memperkenalkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Jika dilakukan secara simultan dan berkelanjutan, perubahan mind-set anak-anak akan terus berlangsung dari generasi ke generasi, hingga akhirnya pada kurun waktu beberapa tahun mendatang, mitos dan kultur patrarkhi akan bisa terbebaskan. Peran dan posisi kaum perempuan di ranah publik juga makin diakui, hingga tak muncul lagi peristiwa bias gender, baik dalam bentuk marginalisasi (peminggiran), double burden (peran ganda), kekerasan (violence), stereo-type (citra baku/pelabelan), maupun subordinasi (penomorduaan) yang menimpa kaum perempuan.
Semoga situasi seperti itu bisa segera terwujud! ***
Semangat kang 😀
Pingback: Pelatihan Pendidikan Sekolah Berwawasan Gender » Catatan Sawali …
saya jadi kepingin mengikuti informasi semacam ini melalui pelatihan, rasanya lebih hidup dan terserap karena disana ada diskusi,…sukses ya pak
hehe … kang bud bisa saja nih. di kalimantan pasti juga ada pelatihan seperti ini.
Pak, lain permasalahannya..saya kok masih belum dapat driver atau belum bisa menginstall printer ip 1200 saya ke ubuntu 10.04,..bisa bantu pak
printer memang menjadi permasalahan tersendiri bagi ubuntu, tetapi kayaknya di google ada juga kok sdh banyak teman yang share pengalamnnya. bisa dicari!
saya ssebelumnya tidak terlalu paham dengan yang beginian,,, tapi membaca tulisan ini saya ada seedikit pencerahan. 🙂
terima kasih atas apresiasinya, mas.
bukannya di era reformasi ini masalah gender akan ditiadakan pak ??
kalo masih ada yang beranggapan bahwa wanita itu “kelas dua”, jitak aja orang nya pak..heheheh..
hehe …. bukan persoalan yang mudah utk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, mas. butuh waktu dan proses utk mewujudkan hal itu. salah satunya melalui dunia pendidikan.
Sip setuju ane dengan pendapat yang ditas, klo perlu jangan cuma dijitak tapi di “toyor” juga 🙂
hehe … walah kok malah membudayakan kekerasan toh, mas tri, hiks.
Perjuangan RA Kartini sepertinya wajib dilanjutkan.
Belajar yang oleh rasulullah SAW kita diperintahkan untuk mencarinya, meski sangat jauh di negeri china sekalipun, meskipun sangat lama, selama hayat masih dikandung badan, menunjukkan betapa sangat pentingnya ilmu itu untuk dikuasai. Sebab dengan ilmu, kita bisa mempertahankan hidup, bisa memudahkan kita di dalam perjanan hidup. Baik dalam kehidupan di dunia ini, maupun kehidupan kita di akhirat kelak.
Memaknai Belajar
terima kasih banget tambahan infonya. makin memperkaya pemahaman kita ttg kesetaraan dan keadilan gender.
budayakan sebaiknya jangan pakai kekerasan ,musawarah, bisa sama-sama berdialok satu meja ,saling menghargai, enak kan kepala sama2 dingin pasti hasilnya damai dan maksimal.
setuju banget, mbak, memang ndak ada manfaatnya membudayakan nilai2 kekerasan, hehe ….
Untuk memperkenalkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender melalui proses pembelajaran di sekolah itu strategi yang tepat PaK.
agaknya begitulah, mas. pendekatan semacam ini dinilai kecil resistensinya dibandingkan dengan cara2 yang lain.
‘berwawasan gender”. topik yang diambil sangat nmenarik..emang udah saatnya gender diperhatikan dalam proses pendidikan.:) (scenic)
begitulah, mas, terima kasih support dan apresiasinya. (worship)
(thinking)
(doh)
(haha)
hebat pak sawali, ngisi seminar guru sedaerah jawa tengah… (applause)
walah, biasa saja kok, mas reza, hanya kebetulan, kok.
Pelatihan pendidikan sekolah berwawasan gender masih kurang gaungnya di Gorontalo. Padahal perbandaingan antar guru dan pelajar yang pria dan wanita malah justru wanitalah yang paling banyak. Perubahan mindset dalam pola pendidikan harus dilakukan secara dini. Demi terciptanya kesetaran gender secara maksimal.
setuju banget, mas marada. kayaknya ini sdh jadi program nasional, mas. hanya soal waktu saja mungkin yang membuat gaung pug pendidikan di gorontalo kurang bergaung.
(banana_cool) (dance) IMHO, laki-laki dan perempuan masing-masing punya fitrah yang telah digariskan.
bener sekali, makanya motto yang dipakai adalah: laki2 dan perempuan memang berbeda, gtetapi tdk harus dibeda2kan.
Mampir lagi pak, sekalian mau bikin pengumuman kalo blognya saya kemaren ulang bulan 🙂
hehe … kok ada istilah ulang bulan, toh. mas tri bisa saja pakai istilah nih, hiks.
amien … semoga enggak ada lagi diskriminasi gender (rock)
dan juga semoga saja benar-benar setara! jangan sampai wanita sudah setara mendiskriminasikan pria (haha)
semoga memang demikian, mas gadget. terima kasih support dan apresiasinya.
Wah.., mantap bener nih…! Menyajikan materi utk guru2 seJateng..? Hebat..! Sayang guru matematika gak dihadirkan ya..? Berarti mbak Atik (Mulyati) yang dari Solo gak hadir dunk…
hmm … dari sekian peserta, guru matematika memang ndak diundang, mbak.
dengan pelatihan seperti ini semoga juga bermanfaat tidak hanya buat anak didik tapi juga anak kandung peserta pelatihan (worship)
anak kandung peserta pelatihan? woi, mas pradna bisa saja nih bikin istilah, hehe …
satu acra yng wajib dpt dukungan pnh dari pemerintah tuh sip BGT
lam kenal Y gan
salam kenal juga, terima kasih support dan apresiasinya.
seperti biasanya, tulisan kali ini menjadi bermakna ‘lebih’ ketika di sajikan Pak Sawali. selamat Pak dan salam hangat serta sukses selalu.
walah, mas yusa ketinggian memujinya, hehe …. bisa2 membikin saya besar kepala, haks.
Memang begitulah, Pak, Sang Khalik saja melihat umatnya tak menggunakan harga yang berbeda antara laki-laki dan wanita. Keduanya memiliki “peluang” yang sama di hadapan-Nya. Bahkan, saling melengkapi.
betul sekali, pak sungkowo. makanya perlu diperkenalkan sejak dini kepada peserta didik.
pada kenyataannya saya sendiri udah merasakan punya boss perempuan dua kali…sayang nya bukan wanita indonesia..heee
hehe … itu artinya kaum perempuan memiliki talenta juga utk menjadi serang pemimpin, kan, mas boyin?
😀 artikel yang sangat menarik sekali mas….
saya kagum dengan anda mas….
terima kasih apresiasinya, mas. (worship)
(applause) wah artikelnya penuh pelajaran buat saya mas…
karena udah setahun ini saya di pimpin oleh seorang wanita…wanita yang saya rasa sangat tangguh sekali mas…
saya kagum terkadang kalau melihatnya….sabar,penuh keteguhan mengahadapi bawahannya….
(highfive)
O ya mas, saya mohon penilaiannya ya tentang isi-isi tulisan pada blog saya, sebagai bahan evaluasi saya dalam menulis….
wahm, ternyata mas bahasa pena malah mengalaminya secara langsung. hmm … content blog dan gaya tulisannya oke juga, kok., mas.
Betul pak guru, mitos dan kultur patrarkhi memang harus dibebaskan, agar kaum perempuan di Indonesia lebih maju lagi khususnya dalam bidang pendidikan. Kita mulai dengan merubah mitos tersebut kepada anak2 kita, agar generasi mendatang akan terwujud.
amiin, semoha hal itu bisa segera terwujud, mas agus.
Pingback: Paket C Paket ABC SD SMP SMA » PAKET C » Pelatihan Pendidikan Sekolah Berwawasan Gender » Catatan Sawali …
pembelajaran berwawasan gender,
berarti pendidikan yg disesuaikan jenis kelamin???
justru tak harus dibeda2kan berdasarkan jenis kelamain, mas aulia.
baru aja kemarin-kemarin ada tentang ini disekolah saya,, ^^
kebetulan banget ya,,, ^^
oh, ya, mungkin ndak kebetulan, mas, karena program ini sudah menjadi program nasional.
thnks mas infonya..bermanfaat nich buat saya..sukses selalu yah mas.. blognya keren nich..kalau berkenan mau gx kita tukeran link?thnks di tunggu jawabannya di blogku..
sama2, mas. terima kasih atas tukeran link-nya. dengan senang hati. (worship)
sebuah tulisan yang harus saya save pak sebagai bahan pembelajaran guru di pelosok
mangga, pak munir. terima kasih support dan apresiasinya.
Pak Sawali ini memang hebat, semoga seminar2 sejenis dapat terlaksana kembali agar kualitas guru makin bagus lagi dari sekarang
walah, biasa saja, mas rifky. hanya kebetulan semata, kok.
wah luar biasa pak sawali
laki-laki atau perempuan di abad sekarang semua sama pak
walah, biasa saja, mas. saya kira benar, secara “fitrah”, laki2 dan perempuan memang sama.
semoga cita-cita wawasan gender yang lebih setara dapat diwujudkan
terima kasih sudah ikut memperjuangkan peran kaum wanita 🙂
amiiin, sama2, mbak kelly, semoga hal itu bisa segera terwujud.
this is a great article, good job!
Kesetaraan Gender memang penting. Namun banyak negatif dari implementasi Emansipasi. Karena ini adalah sebuah Sunnatullah. Kita wajib percaya akan hal itu. Laki-laki adalah pemimpin kaum wanita.. Makasih buat share nya Pak Sawali 😀
hmm … itulah yang masih menimbulkan pro dan kontra, mas. secara biologis, laki2 dan perempuan memang berbeda, tapi dalam soal peran agaknya mereka memiliki peran yang setara.
Semakin mantap azah,,,ini blog. (bringit)
walah, biasa saja pak deni.
Lho…
Mantap
thx infonyaaaa
ok, sama2, terima kasih apresiasinya.
Makasih atas infonya, Bung Sawali, mbok ya kalau ngadain tuh undang saya kenapa sih, sebagai peserta aja, bagi ilmu kan bagus tuh, ha…ha..!!!
@PAPANORI: hehe …. di aceh mungkin juga ada, kok. lantaran ini sudah jadi program nasional.
trims untuk share-nya…
saya baruuuuu saja mengikuti sosialisasinya PSBG tgl 18 Agustus 2010 (kasian ya…>,<…) itu saja karena menggantikan teman…biasa..sudah sertifikasi dll..jadi diganti saja…
anyway…boleh ikut nambah pengetahuan via e-mail ya..mungkin ada info tentang pelatihan atau apa gitu…
thank b4..;)
Buat Sdr. Palupi: ok, sama2, terima kasih atas apresiasinya.
Semoga Pelatihan Pendidikan Sekolah Berwawasan Gender ini sangat di minati oleh orang banyak…
bukannya di era reformasi ini masalah gender akan ditiadakan pak ??
kalo masih ada yang beranggapan bahwa wanita itu “kelas dua”, jitak aja orang nya pak..heheheh..