Pendidikan yang Miskin Sentuhan Budaya

Kita baru saja melewati tahun 2009 yang sarat dengan pentas tragis yang mengusung berbagai repertoar berbau fasis. Berbagai fenomena anomali sosial, politik, dan hukum seolah-olah telah menjadi bagian dari karakter para pemeran berjubah yang menampilkan wajah-wajah palsu. Orkestra pengiringnya pun bernada getir dan perih. Tentu saja, situasi panggung semacam itu menimbulkan beragam respon dari penonton yang memiliki karakter beragam pula. Ada yang puas dan tepuk tangan, ada juga yang mengernyitkan dahi, mengelus dada, bahkan tak sedikit yang garang berteriak.

Serentetan adegan dan peristiwa yang sarat anomali itu menemukan klimaksnya ketika terjadi ontran-ontran hukum yang mengabaikan rasa keadilan. Rakyat yang geram dan marah terhadap praktik hukum yang amburadul menumpahkan kegelisahannya melalui “parlemen online” dan “parlemen jalanan” sebagai protes terhadap aparat penegak hukum yang dinilai mulai kehilangan kearifan dan ketidakberdayaan para wakil rakyat dalam menyuarakan rasa keadilan. Upaya kriminalisasi dua petinggi KPK – Bibit-Candra– yang konon dikenal “galak” dalam memburu para koruptor hingga melahirkan idiom “Cicak vs Buaya”, marginalisasi Bu Prita Mulyasari, atau proses dehumanisasi rakyat kecil yang tak berdaya dalam melawan orang-orang berkantong tebal di depan hukum, hanyalah beberapa contoh kasus yang benar-benar mengusik rasa keadilan. Belum lagi kasus “Bank Century” yang kini masih menjadi tanda tanya besar.

Yang tak kalah tragis tentu praktik politik dan demokrasi yang menampilkan wajah homo homini lupus. Mereka menjadi serigala yang tega memangsa sesamanya. Kecerdasan dan tingginya pengetahuan bukan dimanfaatkan untuk mewujudkan kemaslahatan umat, melainkan justru untuk melestarikan dan mengembangkan suasana fasis yang menguntungkan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Etika dan fatsun politik telah berubah menjadi retorika dan slogan belaka. Yang menang selalu menepuk dada dan tampil sebagai Goliath, sedangkan yang kalah diposisikan sebagai David dan pecundang. Mungkin ada benarnya kalau Michel Focault bilang bahwa pengetahuan yang jatuh di tangan penguasa lalim dan tak berperasaan, akan menjadi mesin pembunuh yang mematikan.

Pertanyaannya sekarang, siapa sesungguhnya yang menjadi penulis skenario dan sutradara di balik pementasan yang getir dan perih itu?

Dalam pandangan awam saya, situasi yang sarat anomali semacam itu tak lepas dari warisan dan gaya kepemimpinan rezim Orde Baru yang cuek dan abai terhadap persoalan-persoalan kebudayaan dalam dinamika pembangunan berbangsa dan bernegara. Dengan dalih demi mengejar pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa, pendidikan kemanusiaan –sebagai bagian penting dalam sebuah kebudayaan–perlahan-lahan digusur, untuk selanjutnya dikubur tanpa nisan dalam ranah pendidikan kita.

Pendidikan tidak diarahkan untuk memanusiaan manusia secara utuh, lahir dan batin, tetapi lebih diorientasikan pada hal-hal yang bercorak materialistis, ekonomis, dan teknokratis; kering dari sentuhan nilai moral, kemanusiaan, dan kemuliaan budi. Pendidikan lebih mementingkan kecerdasan intelektual, akal, dan penalaran, tanpa diimbangi dengan intensifnya pengembangan kecerdasan hati nurani, emosi, dan spiritual. Imbasnya, apresiasi keluaran pendidikan terhadap keagungan nilai humanistik, keluhuran dan kemuliaan budi jadi nihil. Mereka jadi kehilangan kepekaan nurani, cenderung bar-bar anarkhis, besar kepala, dan mau menang sendiri.

Iklim pendidikan kita yang kering dari sentuhan nilai kemanusiaan semacam itu, disadari atau tidak, telah melahirkan manusia-manusia berkarakter hedonis, penjilat, hipokrit, arogan, dan miskin kearifan. Tak berlebihan kalau (alm.) Rama Mangunwijaya dengan nada sinis pernah menyatakan bahwa angkatan sekarang mengalami kemunduran yang sangat parah dalam pendidikan berpikir nalar eksploratif dan kreatif, sehingga menumbuhkan kultur pikir dan cita rasa yang sempit dan dangkal yang memperlambat pendewasaan diri. Padahal, idealnya, rasionalitas harus dikemudikan ke tingkat yang lebih komprehensif, yakni kearifan. Kearifan pun harus memiliki dimensi rasionalitas yang tinggi. Emosi, perasaan, atau pandangan subjektif dalam diri manusia, tegas Rama Mangun, dapat diibaratkan seperti energi yang memberi daya gerak kepada karya manusia. Sedangkan rasio atau nalar ibarat kemudia atau setir, sedangkan kearifan adalah nahkodanya.

Puncak degradasi kebudayaan pun terjadi ketika menjelang “lengser keprabon”, Soeharto sebagai penguasa Orba membuat manuver dengan “menceraikan” kebudayaan dari dunia pendidikan. Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya pun terbentuk. Praktis, dunia pendidikan yang sejatinya tak bisa dipisahkan dari ranah pendidikan pun resmi bercerai dengan kebudayaan. Oleh penguasa, budaya tidak lagi dipahami sebagai sebuah entitas pencarian nilai-nilai kedalaman dan kesejatian hidup, tetapi lebih diorientasikan bagaimana agar kita bisa hidup dari sebuah kebudayaan. Dengan kata lain, bangsa kita tidak berupaya untuk “menghidupi” kebudayaan, tetapi justru bagaimana caranya agar kita bisa “hidup” dari kebudayaan itu. Maka, lahirlah produk-produk budaya kemasan baru yang semata-mata dimanfaatkan untuk mendongkrak devisa negara; bukan untuk meninggikan harkat dan kemuliaan sebuah bangsa yang beradab dan berbudaya.

Ketika reformasi bergulir, banyak kalangan berharap agar kebudayaan kembali rujuk dengan pendidikan. Setidak-tidaknya, ada upaya serius untuk mengembalikan kebudayaan sebagai pilar peradaban yang akan mengawal setiap dinamika dan gerak pembangunan, tanpa mengabaikan dunia pariwisata yang memang diperlukan untuk menaikkan posisi tawar bangsa kita di kancah global. Namun, agaknya pemerintah pasca-reformasi pun cenderung memandang kebudayaan dari sisi ekonomi alias kebudayaan material an-sich yang ingin menjadikan budaya sebagai salah satu “ikon” pariwisata yang bisa mengalirkan devisa. Akibatnya, dunia pendidikan pun berkembang tanpa sentuhan nilai-nilai budaya yang amat diperlukan dalam membangun peradaban yang lebih terhormat dan beradab.

Nah, awal tahun 2010 sesungguhnya bisa menjadi momentum yang tepat untuk mengembalikan desain dunia pendidikan yang sarat dengan sentuhan budaya. Dalam konteks demikian, dibutuhkan upaya serius untuk membenahi dunia pendidikan yang dinilai sudah sarat dengan proses pembusukan akibat kebijakan dan sistem yang salah urus dengan menggunakan pendekatan kultural yang utuh dan komprehensif. Itulah yang selalu kita tunggu! ***

Comments

    • wah, itulah repotnya, mas andy. nilai dan keluhuran budi jadi makin terpinggirkan akibat kebijakan yang salah urus itu.

    • @Andy MSE, setuju mas Andy, apalagi target kelulusan semakin menghatui guru dan siswa, sehingga nilai-nilai yang seharusnya disampaikan (seperti ujar Pak Sawali) menjadi ditinggalkan. pokoknya harus mencapi nilai tinggi.. wah susah menyadarkan bahwa pendidikan adalah pendidikan bukan politik.
      .-= Baca juga tulisan terbaru budies berjudul "ANALISIS BUTIR SOAL MENGGUNAKAN EXCEL" =-.

      • wah, agaknya memang benar kang, bud. persoalan pendidikan pada setiap periode kekuasaan tak pernah steril dari ranah politik. doh!

  1. Mungkin perlu ada sejenis OPK bagi premanisme intelektual tanpa bedil, tali dan karung……. :d

    • OPK? banyak yang bilang kalau premanisme intelektual itu justru malah lebih berbahaya ketimbang preman terminal, mas toto, hehe …

  2. Tulisan yang berbobot, sampai bingung mau komentar apa 😕 …
    Saya setuju kalau desain dunia pendidikan harus sarat dengan sentuhan budaya, tapi mungkin juga bisa ditambahkan harus sarat dengan sentuhan agama, bukankah kita negara yang menyatakan diri berketuhanan (Pancasila ayat 1),tapi kenapa produk pendidikan kita sangat jauh dari nilai-nilai ketuhanan…
    .-= Baca juga tulisan terbaru Kursus Bahasa Inggris berjudul "Download Gratis Free Download Manager" =-.

    • hmmm …. itulah yang dipertanyakan banyak kalangan, mas. dunia pendidikan kita makinh lama justru dirasakan makin kurang membumi.

  3. Yang mengurusi pendidikan bukan hanya guru, saya sering mengeluh hanya guru yang dituntut profesional. sementara dinas, pengawas, pemda hanya mementingkan kepentingan sendiri, tidak berjalan beriringan membawa pendidikan ke arah lebih baik.
    lho kok gak sambung dengan postingannya ki piye?
    itu pak gambarnya kok kotoran 2009 dibawa ke tahun 2010?
    apa artinya 2010 juga akan bertambah kotor?
    .-= Baca juga tulisan terbaru budies berjudul "Setting satelitte disk to watch the FIFA 2010 World Cup, with LNB Doggy Style" =-.

    • hehe … nyambung juga, kok, kang bud. walah, lha wong saya juga hanya sekadar kopas dari inilah.com, kok.

  4. saya baru tau esensi kenapa dulu digabung pendidikan dan kebudayaan dalam satu departemen…
    tapi apakah ketika digabung tersebut, malah tetap aja kerjanya terpisah di dalam departemen? 😀

    • seharusnya pendidikan jangan dipisah dengan kebudayaan, sebab kedua ranah ini ibarat dua sisi mata uang, mas arul.

  5. Kalo dulu kan gandeng dikbudpar jadi banyak urusannya.
    skarang dah dipisah fokus diknas saja.
    masih blon ke urus bener juga… nasieb… nasieb…
    tahun 2010 pisahken lagi aja… plan and check nya diknas, bagian do and actionnya kasih kesekolahnya. apakah masih gak bener ke urus juga. wallahualam…

    ah sepertinya komen wempi out of topic [harusnya ttg budaya].

    • hmm … persoalan ini terjadi karena desain dan mind-set yang keliru, mas wempi, karena kebudayaan diidentikkan dengan pariwisata utk menjaring devisa.

  6. saya kok merasa pendidikan yang ada di negara kita seolah-olah di perjual belikan?
    semoga saja saya salah…
    pendidikan “mahal” untuk orang kecil macam saya:-?
    .-= Baca juga tulisan terbaru Blogger Terpanas berjudul "Peluang Dollar Lagi" =-.

  7. semua berawal dari sana. pendidikan. entah itu formal maupun non formal. entah itu tersirat ataupun tersurat. dan yang disayangkan ketika pendidikan menjadi sebuah bumerang. bukan lagi manfaat yang didapatkan tapi petaka.

    • saya kira benar sekali, mbak liza. sdh seharusnya pendidikan menjadi “panglima” dlm pembangunan di negeri ini.

  8. Mestinya kalo semua sadar…. kunci kemajuan bangsa ini ada di mutu pendidikannya…. Sementara semua sibuk dengan polemik kepentingan masing2… mereka lengah untuk memperhatikan pendidikan bangsa.
    .-= Baca juga tulisan terbaru Pingin Ngeblog berjudul "A Mother’s Love" =-.

    • setuju banget, mas xit. makanya, mulai 2010 harus ada perhatian lebih khusus ttg masalah pendidikan dan kebudayaan, mas.

  9. wah, tahun baru tampilan baru nih blog pak satu. keren.

    singkatnya, 2010 harus menjadi tahun pembersihan kotoran dan penyelesaian banyak pekerjaan rumah dari tahun lalu dong ya, pak?

    budaya memang harus rujuk dengan pendidikan, pak. saya setuju. kalau tidak dimantapkan melalui pendidikan, budaya bisa jadi asing bagi pemakainya sendiri. giliran dimaling orang lain baru kelabakan deh.

    selamat tahun baru, pak satu.

    • walah, lagi nyoba, kok, mbak. setelah saya oprek ternyata gagal juga. masih banyak kode yang error. akhirnya saya kembali menggunakan theme yang lama nih, hehe …

  10. intitusi pendidikan kita seolah masih menjadi menara gading yang sakral dan menjulang tinggi sehingga hampir2 tak pernah menyentuh realitas yang ada dalam kehidupan.
    .-= Baca juga tulisan terbaru ciwir berjudul "Membeli Pekerjaan" =-.

  11. memang sangat miris ya Pak…dan saya minta izin share artikel Bapak ke FB boleh ya pak ? :(:(:d

    -salam-
    .-= Baca juga tulisan terbaru Hariez berjudul "Lelah Hati" =-.

    • saya kira benar sekali, mas kem. kalau sistem pendidikan kacau, produk yang dihasilkan pun akan sami mawon.

  12. saya berharap semua GURU diberi kekuatan lebih untuk menghadapi tamparan ini,, tetap kobarkan dunia pendidikan dan berharap nantinya akan melahirkan calon pemimpin yang bijak..:)

  13. malah yang paling konyol sekarang pendidikan lebih ke bisnis oriented.
    jadi banyak pengusaha yang kelebihan uang kemudian membangun sekolah swasta/kursus dan sejenisnya hanya karena bisnis, bukan ke niat utamanya yaitu untuk pendidikan.
    .-= Baca juga tulisan terbaru Lukisan berjudul "Lukisan Abstrak 60×80 275Ribu" =-.

  14. Memang masih memprihatinkan pak Sawali…namun bukan tanpa kemajuan.
    Kayaknya dimana-mana mengeluh masalah ini, bagaimana solusi kita untuk memperbaiki?
    .-= Baca juga tulisan terbaru edratna berjudul "Ketemu teman" =-.

    • benar sekali, bu. sebenarnya sudah banyak yang memberikan solusi, misalnya kebudayaan mesti jangan dipisahkan dengan dunia pendidikan. namun, agaknya pemerintah memiliki ppertimbangan tersendiri.

    • sebenarnya mulok tak hanya bahasa daerah, tetapi juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dalam upaya mengembangkan potensi siswa yang sesuai dengan tuntutan dan dinamika masyarakat setempat.

  15. mungkin kurang pas kalau disebut ‘skenario’ orde baru, lebih tepatnya mungkin ‘warisan’dari model pembangunan orde baru khususnya di sektor pendidikannya …. memang kita sekarang masih menikmati banyak warisan orde baru, sistem hukum dan pendidikan salah satu yang masih angkuh kokoh bertahan …

    • benar sekali, mas hatta. meski sudah lebih 10 tahun reformasi bergulir, warisan orba yang serba represif dan men indas belum sepenuhnya hilang.

  16. [youtube=http://www.youtube.com/watch?v=h7YHuwZojuM &feature=related&w=300]

    Selamat Tahun Baru

  17. saya bekerja di sebuah institusi pendidikan tinggi di salahsatu kota kecil di jawa tengah pak, memang saya endak terjun langsung di garda depan untuk mencerdaskan anak2 bangsa ini, saya sekedar melayani kebutuhan IT buat KBM di institusi ini, tapi ini sudah cukup untuk bisa melihat bahwa fenomena pendidikan di negeri ini cukup payah..dengan UU BHP semakin jauhlah pendidikan dari budaya, bahkan malah pendidikan ini semangkin mendekati bisnis komersial, peserta didik tak ubahnya menjadi produk dari institusi pendidikan. Bahkan sekarang ada istilah Sekolah Berstandard nginternasional, kalok boleh saya bilang, istilah2 seperti itu tak ubahnya seperti iklan untuk menggaet sebanyak mungkin peserta didik. Tidak laen hanya sebuah tren sesaat seperti mode pakean di mal. Apalagi, maap ini..saya endak menyalahkan sapa2 ya..sekarang ini kan nasib guru sudah agak baek, pemerintah mengganjar profesi guru dengan gaji yang tidak sedikit. Ini malah menjadi bumerang bagi pendidikan itu sendiri, banyak orang yang jadi guru bukan lagi mengabdikan dirinya mencerdaskan anak bangsa, tapi mengejar gaji guru yang menggiurkan itu.
    .-= Baca juga tulisan terbaru prasetyandaru berjudul "Sugeng Tindak Gus" =-.

    • terima kasih tambahan infonya, mbak ndaru. wah, baru tahu nih, kalau mbak ndaru ternyata juga bergerak di bidang pendidikan juga. salut.

      • sama2 bapak…saya tertarik di dunia pendidikan sudah sejak lama sebenernya, tapi jujur endak bisa ngajar, jadi saya lebih memilih menyediakan support system-nya saja. Dunia pendidikan itu dinamis pak, dan karena yang kita hadapin itu manusia yang kelak menjadi generasi penerus bangsa, para pelaku di dunia pendidikan ini, terkhusus para pendidik harus benar2 kreatif dan inovatif..saya salut sama profesi pendidik, guru terutama, karena bersedia mengajarkan ilmunya, meski kadang yang diajarin gak pengin berada disitu, diposisi diajar. Tapi guru2 dengan tekun mau nunggoni mereka2 sampai bener2 mengerti. trims
        .-= Baca juga tulisan terbaru prasetyandaru berjudul "Sugeng Tindak Gus" =-.

  18. selamat tahun baru pak
    sehat serta sukses selalu
    mudah mudahan cita cita pendidikan tercapai di 2010
    salam kangen
    .-= Baca juga tulisan terbaru genthokelir berjudul "Tahun Baru 2010" =-.

  19. Ooooo lha dhalah biyung. Pendidikan kita kok yo semakin merana. Dikritik sendiri oleh para Betoro Guru. Sama halnya seperti panglima “Markus” (sudah melakukan mark up tapi masih rakus). Eh Mas Sawali, kalau saja pendidikan agama tidak dinilai dari sebuah kecakapan formal siswa, tapi diarahkan kepada penyadaran iman, takwa dan moral, mungkin hasilnya akan lebih baik. Cuma, sopo yo guru saiki sing isih iso digugu lan ditiru, tumindake. Betoro Guru yang ikhlas mengenakan kaca mata kuda. Berjalan lurus ke depan, tidak melirak- lirik ke sana- kemari, walau di depannya beribu peluang bisa mendatangkan uang. Ooooo lha dhalah tenan aku iki Mas.

    • setuju banget, mas nur. memang benar, utk melakukan perubahan dalam dunia pendidikan bukan hal yang mudah. harus ada tokoh yang benar2 hidup utk pendidikan, bukan pendidikan utk hidup, hehe …

    • saya kira benar, mas wahyu. dunia pendidikan kita memang rumit dan kompleks. tapi agaknya hanya cari kambing hitam jutru ndak akan menyelesaikan masalah.

  20. post.ny bagus pak !
    sayang , otankku ngga support .. [udah mulai kluar asap ! duh !]
    😮
    .-= Baca juga tulisan terbaru qnuun berjudul "Nu yEars eVe …" =-.

  21. BP/Budi Pekerti, dulunya “hanya” sebagai pelajaran sisipan dan dianggap gak penting…ternyata justru menentukan aklak dari produk sekolah itu ya… selain sentuhan tangan dingin pengajarnya dan orang tua…maap pak kalo komennya gak nyambung…
    .-= Baca juga tulisan terbaru Oelil berjudul "Dia tetap setia" =-.

    • sangat nyambung kok, mas. utk kurikulum sekarang, budi pekerti memang bukan menjadi pelajaran tersendiri, melainkan include secara lintasmapel. jadi semua mapel mesti memiliki muatan nilai budi pekerti.

  22. ayo masyarakat,orang tua siswa atau semua pihak kita peduli terhadap pendidikan Anak..dan tidak hanya guru saja yang memikirkan masalah pendidikan…

  23. pak, setau saya murid2 di masa saya sangat tidak tertarik dgn budaya Indonesia. bagaimana ya kira2 cr menyadarkan mereka?

    • hmmm …. mungkin ada bagusnya kalau budaya, termasuk seni yang ada, terus dieksplorasi dan diinovasi sehingga mampu menarik minat generasi muda utk mengapresiasi produk2 budaya.

  24. Semoga di tahun 2010 ini, pendidikan di negeri kita akan semakin lebih baik lagi pak.

  25. Qie

    nice post… mungkin kita kembali ke zaman belanda hanya org kaya yg mungkin punyak kesempatan untuk bisa mendapatkan pendidikan yg lebih tinggi 😀

    banyak orang pandai di negeri ini tapi hatinya pada busuk.. g beriman merak melakukan semuanya bukan dari hati 🙁 contohnya para koruptor
    .-= Baca juga tulisan terbaru Qie berjudul "Mbah Gendeng Makin Gendeng" =-.

    • terima kasih apresiasinya, mas. walah, kalau kembali ke zaman belanda, justru malah set-back dong, hehe …

  26. pendidikan yang selama ini diajarkan tidak lebih dari sekedar “ngasih tau doank”, dan unsur pendidikan yang ditekankan hampir tidak ada. ulasan yang menarik…

  27. wah, kayaknya emang pendidikan sngat perlu buat diprioritaskan… wah, kayake melihat pendidikan sekarang yang kalo banyak ketangkep malah berorientasi materi, sepertinya perlu dibangun lagi bagaimana hakikan pendidikan sebenarnya, wah, perlu kembali ke nilai2 luhur nih… berhubung saya muslim, ya gimana cara tidak mendikotomikan agama dan pendidikan, kalau bisa juga segala aspek, agar semua berlangsung dengan ideal… *maap kalo OOT hehehe*

    • agama kan juga termasuk bagian dari pendidikan juga, mas azis. saya kira tak ada dikotomi kok antara pendidikan dan agama. yang jadi persoalan kan selama ini telah terjadi pendangkalan terhadap makna kebudayaan, hingga akhirnya dipisahkan dari dunia pendidikan.

  28. Saya melihat sekarang memang ada guru yang hanya melaksanakan tugas mengajar bukan mendidik ya..

    • hmmm … itu dia yang jadi persoalan, mas saung, hehe … makin repot kalau pendidikan diidentikkan dengan pengajaran semata.

  29. Kebudayaan Indonesia memiliki nilai-nilai luhur yang perlu dilestarikan dan diajarkan kepada generasi berikutnya. Jalan keluarnya adalah melalui pendidikan. Namun, kebudayaan luar seringkali terlalu mempengaruhi sehingga mematikan kebudayaan kita sendiri. Kita perlu mencari cara untuk menjaga keberadaan kebudayaan kita. Semoga pemikiran Gus Dur senantiasa dipahami, dilanjutkan, dan dijalankan oleh kita semua.

    • setuju banget, mas. gerusan budaya global agaknya benar2 telah menggeser kebudayaan nasional. memang amat strategis jika dunia pendidikan diarahkan ke sana. sayangnya, kini kebudayaan justru disingkirkan dari dunia pendidikan.

    • ya, ya, mudah2an perubahan itu segera terjadi, mas, meski kita belum juga sanggup menepis sikap pesimis.

  30. sentuhan budaya sangat penting dalam keberhasilan pendidikan, sekarang malah pendidikan dipaksa keluar dari bagian kebudayaan itu sendiri, sehingga manusia lebih dipandang sebagai mesin.
    .-= Baca juga tulisan terbaru HE. Benyamine berjudul "BANJARBARU KOTA “SERIBU SUNGAI”" =-.

    • itulah yang terjadi, bang ben. jadi makin repot kalau kebudayaan hanya sekadar dipahami dari ranah materiil belaka.

  31. jaman internet ini, kita tidak semestinya bergantung dengan pendidikan di sekolah juga. peran ortu juga penting dalam pendidikan budaya sesuai dengan etika dan adat masing2.

    • setuju, mas boyin. idealnya, kebudayaan dan pendidikan, perlu dikembangkan dengan memperhatikan sinergi seluruh komponen bangsa.

  32. wah pak sawali ganti themes baru nih.. maaf baru tau nih pak 😀

    • hehe … baru uji coba, mas heru. pingin sih pakai theme hitam. eh, setelah dipikir2 kok ndak sreg juga, haks. akhirnya kembali lagi deh ke theme yang lama.

  33. waduh lama gak berkunjung ternyata back groundnya udah ganti lagi hehhe cakep juga black heheheh… :d btw salam buat semuanya pak sawali ini masih repot dengn kerjaan menjelang ulangan umum
    .-= Baca juga tulisan terbaru dameydra berjudul "Car Free Day On My City" =-.

    • hehe … baru uji coba, mas damey. pingin sih pakai theme hitam. eh, setelah dipikir2 kok ndak sreg juga, haks. akhirnya kembali lagi deh ke theme yang lama.

  34. nilai2 budaya akan bersinggungan dengan pemahaman keyakinan …
    jika pendidikan spt itu bersifat dan berakar dari pemahaman dan keyakinan akan agama, maka budaya akan lahir dr budi pekerti seseorang yang lahir dengan pemahaman dan keyakinan yang benar 🙂
    .-= Baca juga tulisan terbaru afwan auliyar berjudul "Situs Game horor, hanya buka jam 6 PM – 6 AM" =-.

  35. :-w:-w:-w
    Peduli terhadap Pendidikan…berarti peduli masa depan bangsa….Salam pak..

  36. Memang sulit mas kalau membicarakan masalah pendidikan.
    Bisa salah dari pendidikan dininya, bisa juga salahpendidikan lanjutannya.
    Setahu saya, yang terpenting adalah bagaimana caranya mengembangkan kreativitas sejak dini. Tidak boleh dihantui oleh ketakutan terhadap gurunya yang suka nyetrap atau melempar kapur.

    Mudah-mudahan negara kita bisa mencontoh model pendidikan di negara lain yang sudah terbukti bisa menghasilkan para ilmuwan kelas super.

    Salam hangat.
    .-= Baca juga tulisan terbaru Lambang berjudul "Menurut Ba’asyir, Gus Dur itu Murtad" =-.

    • salam hangat juga, mas lambang. terima kasih tambahan infonya, mas. yang pasti saya setuju banget dengan komentar mas lambang.

  37. Agaknya pendidikan sudah mengarah kepada pencarian nilai raport. Nilai raport itu berbeda dengan ilmu.
    Orientasi yang berujung pada nilai raport akan mengesampingkan budaya yang seharusnya diajarkan sejak dini untuk bekal penghidupan dalam bermasyarakat.
    .-= Baca juga tulisan terbaru mandor tempe berjudul "Tulang ikan" =-.

    • begitulah kenyataan yang terjadi selama ini, mas mandor. kalau pendidikan dipahami dengan upaya mendapatkan nilai yang bagus, doh, ini sudah terjadi proses pembusukan akut. repot!

  38. saya masih berkeyakinan bahwa konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara masih menjadi pilihan terbaik untuk mencerdaskan kehidupan bangsa… 😉

    • hmm … bener juga, mas mahendra. konsep pendidikan pamong model taman siswa memang masih relevan hingga kini, bahkan mungkin juga utk beberapa generasi mendatang.

  39. DM

    Bukankah ontran-ontran akan selalu ada, Pak Sawali. Zaman kapan pun itu. Namun tentu adalah solusi yang terus kita cari dan temukan. Semoga 2010 ini atmosfer pendidikan di Indonesia makin berbudaya (atau baru akan melirik kebudayaan? 😕 )
    .-= Baca juga tulisan terbaru DM berjudul "Epitaph: Mantan Wartawan Tempo itu Hilang di Sibayak" =-.

    • amiiin, semoga harapan seperti bisa segera terwujud, mas dan, supaya anak2 bangsa negeri ini tdk makin tenggelam ke dalam sistem pendidikan yang salah urus.

  40. salam pak guru
    semoga tahun ini menjadi tahun kesadaran akan pendidikan bukan hanya pengajaran yang hanya mentransfer pengetahuan dan berujung angka rapor tetapi juga pendidikan yang mampu mentransfer nilai kultural dan meweujud akhlak mulia
    ammin

    • salam juga, mas amsi. saya setuju banget dengan pendapat mas amsi, sudah saatnya memang pendidikan karakter dan budi pekerti yang selama ini telah hilang, kembali direvitalisasi dan dihidupkan dalam ranah pendidikan kita.

  41. Ria

    Selamat Tahun baru pak…
    semoga tahun 2010 ini dunia pendidikan tidak akan bertemu dengan intrik2 yg menurunkan mutunya 🙂
    .-= Baca juga tulisan terbaru Ria berjudul "Liburan penghujung tahun" =-.

  42. Sudah menjadi tugas kita bersama untuk mengawasi Jalannya pendidikan agar anak2 kita bisa menempuh pendidikan dengan baik dan bisa menjadi generasi penerus bangsa….amin..salam hangat selalu pak..

  43. hmm,, saya hanya bisa mengelus dada, Pak Dhe.
    Saya memang belum tahu banyak tentang gemelut dunia pendidikan yang kian tak bersahabat dengan kualitas generasi bangsa, tapi saya bisa merasakan mirisnya hal ini.
    Ya,,mari kita bersama-sama memperbaiki..
    .-= Baca juga tulisan terbaru damai berjudul "Belajar dari tragedi 1 Januari" =-.

  44. saya anak kecil, belum ngerti apa-apa! tapi saya melihat bangsa ini, ngenes…! ketika yang kecil makin dikucilkan, hmm. Bangsa ini perlu reformasi ideologi.

  45. sebuah tantangan besar dari dunia pendidikan yang selama ini diharapkan bisa memperbaiki kehidupan bangsa ini, namun masih belum mampu mencerahkan nasib bangsa ini pak
    .-= Baca juga tulisan terbaru achmad sholeh berjudul "Mengapa Gairah Itu Menjadi Hilang" =-.

    • begitulah, pak. tantangan demi tantangan terus bermunculan. namun, selama ini, setiap kali ada tantangan justru malah banyak yang tiarap, pak, hehe …

  46. Kita semua merasakan seperti yang p. Sawali tulis. Tetapi kita mesti juga jangan terlarut oleh suasana pesimistis terlalu dalam. Mari di tahun 2010 ini kita yang nota bene ikut bertanggung jawab mengenai pendidikan di negeri ini masing-masing berbenah diri mulai dari hal-hal kecil di lingkungan tempat kita bekerja, dan yang kalah penting tetap konsisten menyuarakan kebenaran.
    .-= Baca juga tulisan terbaru M Mursyid PW berjudul "Ms. Powerpoint Versus Adobe Flash" =-.

    • betul sekali, pak mursyid. saya setuju banget dengan pendapat pak mursyid. memang kita ndak boleh terlalu pesimis., perubahan sekecil apa pun, kalau dilakukan secara kolektif dan serentak di lingkungan kita masing2, insyaallah perubahan itu pasti akan terjadi.

  47. Masalah pendidikan di negeri ini sudah sangat rumit , mau dari mana mulai memperbaikinya, juga sulit untuk menetapkannya. Banyak kemunafikan yang terjadi di dunia pendidikan, mulai dari KKM, pemberian penilaian, sampai adanya target pemkab/pemkot dalam tingkat kelulusan UN. Dan , tragisnya, banyak guru dan sekolah terbelenggu oleh kondidi seperti ini .
    Terima kasih Pak.

    Salam.
    .-= Baca juga tulisan terbaru abdul aziz berjudul "Akidah, Ikatan Perjanjian Manusia dengan Tuhannya" =-.

    • ada bagusnya kita perlu memulainya dari diri sendiri, mas azis, meski seringkali sikap inovatif kita dinilai bertentangan arus dan kurang populer. tapi justru itu lebih terhormat ketimbang ikut2an melakukan tindakan populer tapi justru menghancurkan masa depan anak didik kita.

    • wah, bisa jadiu benar, mas. reformasi belum menyentuh ke substansi persoalan yang dulu gencar diperjuangkan.

  48. mungkinkah kta masih bisa berfikir bahwa pendidikan harus berbudaya?
    mikir ongkos pendidikan saja pusing. katanya GRATIS ?
    kenyataanya malahan lebih mahal dengan harus membeli buku-buku yang harganya selangit.
    nggak sempat kita berfikr itu
    .-= Baca juga tulisan terbaru Blogger Terpanas berjudul "Menjaring Dollar di Promoteburner" =-.

    • hehe … karena pendidikan tak menyentuh persoalan budaya, makanya buku2 pelajaran pun jadi rumit, mas. sekarang malah ada buku sekolah elektronik, tapi justru malah ndak pernah dirasakan manfaatnya secara langsung oleh setiap sekolah.

  49. Pendidikan yang berarti dapat disaksikan dan dirasakan langsung oleh rakyat. Jika yang disaksikan rakyat adalah ketidakadilan, mustahil untuk tercipta suasana yang damai dan harmonis.
    .-= Baca juga tulisan terbaru Novita berjudul "Hem Batik Dobi (HBD-03) – Rp.75.000" =-.

  50. tobat pak? aku nilai 5 di PPKN, bahasa jawa, menjahit, kesenian.

  51. aki

    tapi pak, aspek pembinaan kebudayaan memang berbeda dengan pendidikan. terutama pendidkan bertujuan menetak p[egawai di pemerintah maupun swasta sehingga ilmu yang diberikan adalah pengetahuan teknis mengenai dunia kerja yang akan dihadapi anak di masa kerja kelak.
    untuk itu sebaiknya sejak kecil anak sudah tahu cita-citanya sehingga penjurusan sudah terbentuk dan anak tidak perlu materi pendidikan yang banyak. jika dia tidak menemukan pekerjaan dia bisa merintis usaha.
    departemen pendidikan harusnya buat konsultasi dengan pendidikan karena budaya bangsa tidak boleh hilang.
    .-= Baca juga tulisan terbaru aki berjudul "yang unik aja" =-.

    • memang benar, tapi keduanya seharusnya tak dipisahkan. kebudayaan yang terpisah dari pendidikan hanya menghasilkan kultur yang berorientasi pada hal2 yang bersifat lahiriah semata.

  52. Jangan sampai negeri kita ini kebangetan sampai mengorbankan makna pendidikan hanya demi memperoleh penghormatan atas gelar.

  53. saya seharian mengikuti seminar desa produktif di bandung, yang menarik Mas eri Sudewo menjadikan suku baduy sebagai salah satu suku yang bisa dijadikan contoh oleh daerah2 yang lainnya. terutama dalam memelihara lingkungannya. Ternyata mereka hebat. itulah budaya yang mesti kita pelajari

    • oh, ya, wah sebuah contoh yang bagus juga tuh, mas, yang dipaparkan narasumber., agaknya suku baduy sangat care terhadap masalah lingkungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *