Mengekspresikan Keunikan Diri lewat Blog

Siapa bilang santri itu gaptek? Sesekali, lakukanlah browsing. Lantas, ketikkan kata kunci “santri malhikdua” di search engine! Maka, Sampeyan akan menemukan sekitar 1,130 link hasil telusur yang direkomendasikan google untuk Sampeyan kunjungi. Ya, ya, ya, ribuan link tersebut sebagian besar merupakan postingan karya santri Ponpes Malhikdua yang terpublikasikan lewat blognya masing-masing. Lokasi pondok yang terletak di desa Benda Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes Jawa Tengah, agaknya bukan halangan bagi mereka untuk bersentuhan dengan internet.

Salah satu blog yang layak Sampeyan kunjungi adalah GARUDA With WHITE ROSE yang dikelola oleh SITI DZARFAH MAESAROH. Dengan tagline “Kreatifitas adalah ekspresi keunikan diri”, sang pemilik blog, damai_wardani –demikian siswi kelas I Madrasah Aliyah itu biasa menggunakan nickname-nya– tampak sekali ingin mengekspresikan keunikan dirinya lewat kreativitas –ini ejaan yang benar, bukan kreatifitas, hehe … –yang hendak terus dipacu di sela-sela rutinitas kesehariannya sebagai seorang santri yang sudah terbiasa hidup di lingkungan pondok dengan jadwal yang superketat. Toh, Damai Wardani, tetap bisa enjoy dan intens ngeblog. Aksi kreativitas dunia maya yang ditunjukkan oleh sang pemilik blog, jelas bisa menjadi tamparan serius buat anak-anak muda yang punya banyak waktu luang, tetapi sering menggunakan waktu luangnya terbuang sia-sia.

Dilihat dari arsip tulisan di blognya, Damai Wardani telah memulai ngeblog sejak September 2008. Ini artinya, sebentar lagi, dia sudah hampir setahun mengelola blog cantiknya itu. Dari sekian bulan, ada dua bulan yang dia absen ngeblog, yakni bulan November 2008 dan Juni 2009. Namun, kalau dilihat jumlah postingannya yang mencapai angka ke-103, jelas merupakan prestasi yang layak diacungi jempol. Kalau dirata—rata, dia sanggup menghasilkan 10 tulisan lebih pada setiap bulannya. Hmm … mengagumkan! Jelas bukan hal yang mudah untuk tetap bisa eksis ngeblog di tengah rutinitas yang menumpuk. Tulisannya juga bagus dan inspiratif. Polos, tak ingin menggurui, dan sebisa mungkin menghindari penggunaan bahasa prokem yang cenderung “meracuni” anak-anak muda dalam berekspresi.

Coba, simak saja tulisannya yang bagus berikut ini.

…….
Sebenarnya puisi itu bukan tercipta atas kesadarnku. Awalnya diminta membuatkan puisi dengan tema persahabatan dan perpisahan yang akan dibawakan oleh kakak kelas 3 dalam pentasa seni nanti ( tapi ini rahasia lho…) ternyata gagal karena orang yang akan membawakan tidak bisa hadir saat itu. Tak apa lah. Aku justru berterima kasih karena permintaan itu mengingatkanku akan produktivitas puisiku yang semakin menurun. Bahkan sangar drastis. Apa yang menyebabkan aku seperti ini? aku jadi teringat kata-kata Andreas Herafa, ” Bila manusia ( perseorangan maupun kelompok) tidak belajar selama sekian bulan, sekian tahun, sekian puluh tahun _ yakni seperti elite politik dimasa orde lama maupun orde baru juga para pejabat dilembaga-lembaga yangberkaitan dengan pendidikan_ dan kebudayaan_ maka yang terjadi bukan sekedar kemunduran, tetapi pembusukan danpembinatangan diri menjdi tidak manusiawi”

Penulis buku best seller ” Menjadi Manusia Pembelajar ” ini memang benar. Bulu kudukku berdiri ketika membaca kata-kata itu. Jangankan menulis puisi yang membutuhkan pemusatan pikiran dan diksi, menulis tangan yang teksnya sudah ada didepan mata pun bisa tuliasannya tidak bisa dibaca ( tulisaanya damai _kaya cakaran bebek_) bila memang lama tak menulis tangan (min: 1 bulan saja) iya kan? Llu bagaimana dengan otak kita? ternyata benar juga , kita diperintahkan untuk menuntut ilmu seumur hidup. Benar juga perumpamaan pisau yang tumpul dan tak bisa digunakan bila diasah bisa menjadi landep _bahasa jawa_. Sebaliknya, pisau yang runcing dan landep bila tidak digunakan dan tidak diasah lagi bisa karatan dan tidak terpakai. * iya, neng*

PS: ” Setiap detik waktumu didunia itu akan dipertanggungjawabkan diakherat ” (itu pesan ibu yang selalu ku ingat)
(Dikutip dari Kaku)

Hmm .. tulisan yang menarik. Ia berkata demikian jujurnya, tetapi tak terjebak pada gaya berekspresi yang linear. Ia berpikir multidimensional. Seperti orang main bola sodok, Damai Wardani tak langsung sekali tembak, tetapi selalu mengambil posisi “ngeban” dalam menembak sasaran. Ini yang membuat tulisan-tulisanya jadi renyah dan enak dibaca. Diksi yang digunakan juga lincah dan bernas, tak terjebak pada penggunaan langgam bahasa majas dan konotasi yang berlebihan. Ia juga tak suka mengumbar kata-kata vulgar yang acapkali menghinggapi anak-anak remaja sebayanya dalam menulis.

Tentu saja, masih banyak tulisan lain yang menarik untuk dibaca. Tidak percaya? Silakan kunjungi blognya, Sampeyan akan mendapatkan suguhan menu yang lezat dan mencerahkan. Kalau toh Sampeyan masih menemukan ejaan yang salah, misalnya Andreas Herafa, yang seharusnya Andreas Harefa, atau kata-kata lain yang salah ketik, termasuk penggunaan bentuk “di” sebagai kata depan atau awalan, bisa jadi itu di luar kontrol dia yang masih harus terus berkutat dengan berbagai aktivitas lain yang terus memburunya.

Terlepas dari itu semua, saya acungi jempol dan salut kepada Damai Wardani, santriwati remaja yang punya nyali besar untuk menulis dan terus menulis di sela-sela jadwal padatnya. Ayo, teruskan kreativitas menulismu di dunia maya, Damai! Kamu punya potensi besar untuk menjadi perempuan penulis hebat!

Saya juga memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pengelola malhikdua.com yang telah memberikan subdomain gratis kepada para santri untuk go-blog! Sebuah langkah hebat yang layak ditiru oleh institusi lain. Bravo Malhik 2! ***

No Comments

  1. semakin lama hutang saya ke pak sawali jadi semakin banyak :)).

    makasih banyak pak. telah mengulas blog salah satu santri di malhikdua. bulan ini sepertinya mereka tidak bisa ngeblog. program pondok selama puasa biasanya diisi pasaran full sebulan. pasaran itu ngaji kelompok-kelompok.
    .-= novi cuk lanang´s last blog ..Pake Otak Loe =-.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *