Isu Perselingkuhan dan Jejaring Sosial Dunia Virtual

Kategori Opini Oleh

Sampeyan punya akun jejaring sosial di Facebook? Ya, ya, ya, situs inilah yang kini sedang cemerlang pamornya. Menurut CEO Facebook, Mark Zuckerberg, sebagaimana dilansir detikinet, jumlah pengguna jejaring sosial ini hingga kini telah mencapai angka fantastis. Dalam kurun waktu sekitar 5 tahun, penggunanya mencapai lebih dari 200 juta. Prestasi ini jelas melampaui popularitas jejaring sosial yang lain, semacam Myspace, Hi5, Twitter, atau Friendster. Bisa jadi, jumlah pemakainya akan terus bertambah seiring dengan sebaran “virus”-nya yang terus meluas menembus batas dan sekat-sekat ruang.

FB memang memudahkan penggunanya dalam melakukan interaksi lintasgeografis, lintasbudaya, dan lintasosial. Fitur-fiturnya yang menarik bisa membuat hasrat bergaul dan bereksistensi diri jadi lebih terpacu. Dalam hitungan detik, puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang dari berbagai belahan dunia, bisa berkumpul, bercanda, berdialog, dan berdiskusi, dari soal yang remeh-temeh hingga yang serius, dalam sebuah perkampungan global. FB tak hanya sekadar bisa menjadi ajang narsis dengan menampilkan status di dinding atau memajang foto keren, tetapi juga bisa menjadi media untuk berekspresi dalam bentuk catatan yang lebih lengkap, menghibur, informatif, dan sugestif. Tak salah kalau FB dibilang sebagai situs jejaring sosial yang bisa memenuhi kaidah-kaidah sosial ketika dunia virtual sudah merambah ke berbagai pelosok dunia. Tak berlebihan jika animo masyarakat untuk menikmati situs ini pun kian menggila.

Seiring dengan itu, “kecurigaan” pun mulai dimunculkan sebagai sebuah wacana pengharaman penggunaan FB. Penggagas wacana ini sekaligus meminta bantuan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar menyosialisasikan tentang hukum haram dari hubungan lawan jenis via HP, 3G, Facebook, atau Friendster, karena dinilai bisa menimbulkan syahwat atau fitnah. Meski demikian, tegasnya, akan terus dikaji tentang perkembangan fasilitas internet seperti Facebook, Friendster, dan lain sebagainya. Bilamana dampak buruknya jauh lebih besar dibanding baiknya, maka tidak menutup kemungkinan fasilitas internet tersebut akan dihukumi haram.

Duh, jadi makin repot kalau soal halal-haram tak memiliki kekuatan dalil yang jelas. Sepanjang pemahaman awam saya, halal-haram itu sudah memiliki batas-batas yang jelas, sehingga dibutuhkan kecermatan dan kejelian melalui alasan yang shahih, jelas, dan rasional, sebelum sesuatu itu divonis haram.

Persoalan FB bisa menimbulkan efek syahwat, fitnah, atau perselingkuhan, itu juga tak bisa demikian gampang digeneralisasi. Bahkan, FB termasuk situs yang sangat ketat dalam memfilter gambar yang dipajang. Bisa dipastikan, gambar-gambar yang terlalu vulgar dan cenderung mengumbar kemesuman, dengan sendirinya akan langsung dilepas, atau bahkan bisa jadi akan berlanjut pada pembekuan akun.

Tiba-tiba saja, saya jadi ingat kisah tentang pemburu kutu. Karena gagal menemukan kutu yang dicari, dengan luapan emosi berlebihan, sang pemburu mengangkat pistol, lantas menembakkannya tepat ke kepala, tempat kutu bersarang. Akibatnya? Bukan kutu yang berhasil ditemukan, melainkan hanya seonggok mayat, sebab saat peluru itu meluncur, sang kutu telah kabur entah ke mana.

Analog dengan sepenggal kisah tersebut, idealnya yang perlu diharamkan adalah pengguna FB yang dengan sengaja dan dengan amat sadar menggunakannya sebagai media untuk menaburkan kebencian, fitnah, kemesuman, atau perselingkungan. Ini artinya, yang akan menanggung beban dosa adalah pengguna yang bersangkutan. Jangan sampai, para pengguna yang ingin membangun nilai kesalehan sosial lewat dunia virtual lantas dengan gampang dicap sebagai pendosa. Nah, bagaimana? ***

Penggemar wayang kulit, gendhing dan langgam klasik, serta penikmat sastra. Dalam dunia fiksi lebih dikenal dengan nama Sawali Tuhusetya. Buku kumpulan cerpennya Perempuan Bergaun Putih diterbitkan oleh Bukupop dan Maharini Press (2008) dan diluncurkan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada hari Jumat, 16 Mei 2008 bersama kumpulan puisi Kembali dari Dalam Diri karya Ibrahim Ghaffar (sastrawan Malaysia).

138 Comments

  1. Semua itu berbalik ke kita masing-masing. Coba dibayangkan saja dulu waktu aku sekolah itu selalu masuk ke kelas/sekolah yang lebih banyak cowok bahkan majoritas … ceweknya bisa dihitung sama jari tangan …

    Dari sejibun cowok … ndak ada yang bikin aku tertarik … wakakakakak …

    Ya sama saja kalo otaknya pada otak selingkuhan … mo pake apa aja ya pikirannya mo selingkuh …

    Baca juga tulisan terbaru Juliach berjudul Sehari bersama “ESCARGOT”

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Tulisan terbaru tentang Opini

Go to Top