Pekik Setengah Merdeka buat Pendidikan

(Refleksi Hardiknas 2009)

Pendidikan

Oleh: Sawali Tuhusetya

Secara lahirilah, negeri ini memang sudah merdeka lebih dari enam dasawarsa. Perubahan fisik juga tampak menonjol. Jakarta telah berubah menjadi mega-belantara gedung raksasa yang tinggi menjulang. Kota-kota besar di negeri ini juga berupaya mengimbangi dinamika penduduk yang terus meningkat dengan menambah sejumlah jaringan infrastruktur publik yang bergengsi dan memanjakan. Namun, secara batiniah, diakui atau tidak, negeri ini belum sepenuhnya merdeka. Reformasi kultural yang gagal dinilai telah membangkitkan kembali meruyaknya semangat primordialisme yang mengagungkan egoisme, feodalisme, chauvinisme, atau fanatisme sempit yang berujung pada merajalelanya kekerasan berbau SARA. Ibarat kaos lampu petromaks, dari luar tampak gemebyar, tetapi gampang hancur ketika terkena sentuhan angin.

Ranah pendidikan pun tak luput dari situasi semacam itu. Pendidikan dinilai telah jauh menyimpang dari “khittah”-nya sebagai media pembebas untuk memanusiakan manusia agar menjadi lebih bermartabat, berbudaya, dan berperadaban. Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD 1945 pun tak lebih dari slogan dan retorika belaka. Pendidikan bukannya didesain untuk mencerdaskan anak bangsa, melainkan hanya sekadar jadi alat untuk melanggengkan status-quo dan mempertahankan kekuasaan semata.

Lihat saja, pelaksanaan UN selama ini! UN bukannya dijadikan sebagai media untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, melainkan justru menjadi tujuan itu sendiri. UN juga bukan untuk memotret kompetensi siswa secara integral dan komprehensif, melainkan semata-mata diperalat untuk mempertahankan dan sekaligus juga meningkatkan gengsi daerah/sekolah. Buktinya? Lihat saja kecurangan demi kecurangan yang berlangsung setiap tahun! Alih-alih mengusutnya hingga tuntas, perilaku tak terpuji itu justru dibiarkan membudaya dan mengakar hingga akhirnya orang yang berupaya menihilkan UN dari praktik-praktik kecurangan malah disingkirkan.

Miskin Kreativitas
Sungguh, kita sedih ketika ada pengawas UN, sebagaimana ditayangkan sebuah stasiun TV, membocorkan kunci jawaban secara terang-terangan di ruang UN. Kita juga prihatin menyaksikan berbagai bentuk pembocoran soal atau kunci jawaban dengan segala macam modus operandinya. Sungguh tak masuk akal kalau seorang pengawas mau-maunya membocorkan kunci jawaban kalau tak ada instruksi atau tekanan dari pihak tertentu yang memiliki taring kekuasaan.

Sungguh tragis, demi mempertahankan jabatan, gengsi, dan marwah kelembagaan, mereka tak segan-segan melakukan kecurangan demi kecurangan. Secara tidak langsung, praktik-praktik busuk semacam itu sesungguhnya telah menjadi mesin pembunuh terhadap talenta dan potensi anak-anak bangsa. Betapa tidak! Anak-anak yang ingin sukses melalui cara dan proses yang benar harus takluk oleh anak-anak pemalas dan bermental instan. Akibatnya bisa ditebak. Anak-anak yang cerdas justru telah ikut-ikutan tercuci otaknya dan ikut arus terhadap proses anomali yang amat tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa itu. Bukankah ini sebuah pembunuhan massal terhadap aset masa depan bangsa sendiri?

Kalau proses penyelenggaraan UN yang sarat pembusukan semacam itu terus berlangsung, bukan mustahil dunia pendidikan kita hanya akan melahirkan robot-robot peradaban yang miskin kreativitas dan inisiatif. Hidup mereka akan senantiasa bergantung kepada orang lain dan berharap meraih sukses tanpa melalui proses yang jujur dan fair. Pola dan sistem penyelenggaraan UN yang kacau benar-benar telah membuat dunia pendidikan kita tak lagi merdeka, mandiri, dan otonom.

Idealnya, UN bukan menjadi penentu kelulusan. Sungguh naif kalau di tengah situasi kesenjangan yang begitu lebar antara desa dan kota, UN dijadikan sebagai “alat penyihir” untuk menyamaratakan kemampuan siswa yang beragam kemampuannya. Anak-anak yang tersebar di berbagai penjuru jelas memiliki asupan ilmu yang amat berbeda ketika dukungan sarana dan fasilitas pendidikan masih demikian timpang. Dalam kondisi demikian, UN seharusnya dijadikan sebagai sarana pemetaan mutu pendidikan untuk memotret kemampuan daerah/sekolah dalam mengelola pendidikan. Daerah/sekolah yang rendah tingkat kelulusannya, perlu mendapatkan perhatian khusus, dicari sebab-sebab dan latar belakangnya, untuk selanjutnya diberikan kemudahan-kemudahan dalam mendapatkan akses sarana dan fasilitas pendidikan sehingga bisa mengejar kemajuan yang telah diperoleh daerah/sekolah lain.

Petuah Ki Hajar Dewantara
Diakui atau tidak, UN yang lebih mementingkan hasil ketimbang proses, telah membuat hakikat pendidikan kita tercabik-cabik. Mungkin sekarang belum terasakan dampaknya. Namun, kalau tak ada perubahan paradigma dalam sistem evaluasi pendidikan kita, bukan tidak mungkin kelak negeri ini hanya akan dihuni oleh generasi bermental instan yang ingin meraih sukses tanpa harus kerja keras. Otak dan kecerdasan mereka telah tercuci oleh desain pendidikan yang ditengarai sudah mulai mengarah pada upaya pembodohan massal melalui ujian nasional.

Sesungguhnya, sudah lama sekali kita diingatkan oleh petuah Ki Hajar Dewantara bahwa hakikat pendidikan adalah sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Dari sini tampak jelas bahwa kehadiran seorang anak dalam kancah dunia pendidikan tidak bisa dilepaskan dari konteksnya sebagai bagian dari alam dan kehidupan masyarakat. Namun, akibat pemahaman yang keliru terhadap hakikat pendidikan, potensi anak-anak justru dikerangkeng dan dipenjara, serta dijauhkan mereka dari konteks kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya.

Kalau kita merunut sejarah gerakan kebangsaan pada permulaan abad XX, dunia pendidikan memiliki titik singgung dengan perkembangan dan dinamika spirit kebangsaan sebagai kerangka kerja sosial pembebasan manusia dari kebodohan dan keterbelakangan. Namun, disadari atau tidak, praktik pendidikan kita selama ini justru makin menjauhkan siswa didik dari spirit kebangsaan itu. Siswa didik terus dicekoki bejibun teori model hafalan dan dijauhkan dari persoalan-persoalan kebangsaan secara riil. Pendidikan yang sejatinya berfungsi sebagai kerangka kerja sosial pembebasan manusia demi meraih martabat dalam kehidupan telah tereduksi sebagai sistem sosial yang menanggalkan misi profetik penguatan kesadaran kebangsaan itu.

Mengenang Ki Hajar Dewantara tahun ini, agaknya kita masih harus meneriakkan pekik setengah merdeka buat pendidikan kita yang belum sepenuhnya terbebas dari pasungan kekuasaan yang salah mengurus pendidikan. Entah sampai kapan? ***

119 Comments

  1. Test itu idealnya buat semacam pemetaan gicu. Jadi yang kurang tahu kurangnya gimana terus ditindakkanjuti, masalahnya kok dari dulu isinya pemetaan melulu. :mrgreen: 😉

    • @lovepassword,
      hehe … sejak kebijakan UN digulirkan, masalah kan selalu muncul toh, mas love, hehe … apalagi UN jadi penentu kelulusan. yang lebih repot, anak2 cerdas ada juga yang ndak lulus.

  2. memang benar, demi sebuah angka atau nilai kelulusan semua cara dipakai, namun jika langsung menemui kunci jawaban tanpa proses yang jelas yah berabe juga negeri ini, mungkin seharusnya soal-soal essay bisa lebih menjadi pilihan, daripada pilihan ganda yang bisa mudah sekali di curangi, namun entahlah juga pak…

    sampai kapan pendidikan disini bisa bangun lebih baik dalam arti kata yang sesungguhnya….

    Baca juga tulisan terbaru suryaden berjudul Pendidikan itu hak

    • @suryaden,
      itula kenyataan yang terjadi, mas surya. UN tak lagi jujur dan fair, karena menjadi penentu kelulusan. sesungguhnya yang bagus memang bentuk soal esai, asalkan yang mengoreksi juga mau bersikap jujur dan fair juga.

  3. semoga kemerdekaan pendidikan itu tidak lama lagi, pak 😀
    selamat hari pendidikan nasional, meski entah apa yang mesti diselamati kalau membacai ulang tulisan pak sawali di atas 🙁
    tetap sehat dan terus berkarya, pak.

    Baca juga tulisan terbaru goop berjudul Pencet Tombol Lift

    • @goop,
      amiiin, mudah2an demikian, mas goop. terima kasih doa dan supportnya, mas. mas juga. tetep sehat dan terus berkarya, apalagi sekarang di kota megapolitan.

  4. Anak saya yang gede kemarin juga UN SMP, saya berusaha keras mensterilkan dari hal-hal kecurangan meski banyak isu tentang kebocoran. Saya tekankan bahwa kejujuran lebih bernilai dari pada angka-angka, jangang takut tidak lulus, masih ada paket B, jangan takut tidak masuk SMU negeri SMU swasta juga masih bayak bahkan pesantren juga siap menampung. Hal itu dikarenakan KEJUJURAN tidak ada mata pelajarannya bahkan di Universitaspun saya tidak menemukan mata kuliahnya.

    • @ubadbmarko,
      wah, salut banget, pak marko. andai saja setiap orang tua bisa bersikap seperti pak marko, kecurangan demi kecurangan seperti itu bisa dihindari. sayangnya, orang tua sekarang banyak juga yang kebakaran jenggot kalau anaknya ndak lulus.

  5. memeringati hardiknas 2009 ini saya speechless, ndak bisa ngomong apa-apa. di satu sisi sebenarnya saya sangat berterimakasih kepada para pendidik bangsa. di satu sisi sangat kecewa akibat UN

    • @DETEKSI,
      UN memang telah mengecewakan banyak kalangan, mas dion. makanya harus ada perubahan. kalau sistem UN seperi tahun ini dan tahun2 sebelumnya masih terus berlanjut, makin ndak jelas potret masa depan negeri ini.

  6. pemetaan …. setuju, penentu kelulusan nanti dulu. Disaat anak2 dituntut memenuhi SK dan KD, dia juga masih dituntut untuk mengikuti UN dg sukses, karena mau tidak mau dia harus siap menerima vonis akhir itu, lulus atau tidak. Lantas kapan terpenuhinya SK dan KD itu, guru dan siswa pun bingung. Ditengah terkuranginya jam pelajaran, ditengah tuntutan improvisasi pembelajaran. Disisi lain siswa dan guru mempersiapkan peperangan yang menguras waktu, tenaga dan pikiran.

    Baca juga tulisan terbaru wahyubmw berjudul MEMBIDIK GURU BERPRESTASI

  7. semoga pendidikan di negeri kita bisa merdeka sepenuhnya. saya tidak habis pikir mengenai UN proses belajar selama 3 tahun hanya ditentukan dalam beberapa hari saja pada saat UN. seharusnya kita lebih menghargai proses dari pada hasil akhir.

    Baca juga tulisan terbaru endar berjudul Istri pertamaku demam

    • @endar,
      itulah yang terjadi dg dunia pendidikan kita saat ini, mas endar. proses dikebiri dan diabaikan. akibatnya, banyak cara dihalalkan, asalkan bisa lulus. dalam kondisi seperti ini, sangat sulit diharapkan mutu pendidikan kita akan meningkat.

  8. Kecurangan-kecurangan yang terjadi waktu UN sudah dari zaman aku SD juga seperti itu… Kapan yach Guru bisa betul-betul menjadi contoh baik buat siswanya? Yang betul-betul punya dedikasi yang bisa dibanggakan.

    • @Cah Sholihah,
      wah, sepertinya kecurangan telah membudaya, mbak yanti. ttg kualitas guru, sesungguhnya UN bermasalah bukan semata-mata terletak pada gurunya, mbak, melainkan karena sistemnya yang seringkali ndak memungkinkan guru utk mendesain pembelajaran secara optimal.

    • @sulfikar,
      wah, makasih banget masukannya, mas fikar. memang seperti itulah kenyataan yang terjadi. jabatan dan gengsi sepertinya lebih diutamakan ketimbang substansi. btw, blog yang di wp.com terus diapakan, mas fikar? ndak di-update lagi?

      • rencananya kemarin mau bikin yang “english edition” di Blogger, jd sebenarnya bukan pindah…yang di WP masih aktif & insyaAllah selalu di update..

        Baca juga tulisan terbaru sulfikar berjudul Iklan dalam Kapitalisme

  9. selama peringatan berhenti pada upacara dan seremonial belaka, esensi dan substansi tak tersentuh, maka pendidikan tetap jalan di tempat atau malahan balik kanan 😥

    Baca juga tulisan terbaru masjaliteng berjudul resep sukses bangun pagi

  10. Bagaimana kalau pendidikan formal, ijazah, dsb. tidak dijadikan suatu persyaratan keharusan ???

    Jadi bukan hanya itu tujuan menuntut ilmu, untuk sekedar lulus dan ijazah…

    Baca juga tulisan terbaru rayearth2601 berjudul Eriuqs spires healthy recreation

    • @rayearth2601,
      wah, kalau itu bisa diwujudkan, pasti dunia pendidikan di negeri ini bisa menjadi lebih baik, mas raye, karena mereka ndak lagi dipusingkan sekadar utk memburu selembar ijazah.

  11. Tidak hanya miskin kreativitas, yang terjadi juga prematur kreativitas dan intelektual, sehingga yang lahir nanti hanya generasi yang bermental korupsi

  12. selama management pendidikan kita amburadul, proses pendidikan hanya gitu – gitu saja hasilnya. Dengan biaya yang makin mahal namun mutu pendidikan dipertanyakan. Namun saya tetep hormat dan mengucapkan terima kasih pada bapak dan ibu guru, walaupun kesejahteraan belum benar – benar dapat dirasakan namun tetap telaten dan sabar mengajar putra putri kita

    Baca juga tulisan terbaru sepur berjudul DEKLARASI CAPRES DAN CAWAPRES JK – WIRANTO

    • @sepur,
      iya, saya kira mas pur ndak salah. memang menajemen pendidikan di negeri ini masih kacau dan amburadul. banyak kebijakan yang ndak jalan. implementasi di lapangan seperti jauh panggan dari api. btw, makasih supportnya terhadap kerja guru.

  13. Selamat Hari Pendidikan…
    Semangat buwat anak-anak Indonesia yang terus maju dalam menempuh pendidikan, walau masih terhambat akan UN…

    Baca juga tulisan terbaru gajah_pesing berjudul Blog Monetized

  14. sah-sah saja menetapkan batas nilai kelulusan dengan tinggi. asal sudah mengukur diri, apakah itu sudah layak? jangan-jangan malah menguji gajah manjat pohon 😛

    • @sibaho way,
      hehe … itulah yang sering luput dari perhatian, mas sibaho. UN distandarkan, tapi tak diimbangi dg “kemauan politik” utk menyedaiakan sarana dan fasilitas yang memadai dan merata.

  15. pendidikan itu penting, standar juga penting, maju bangsa indonesia.
    hadapi batasan2 yang ada.

    • @pensiun kaya,
      salam juga, mas. wah, sepakat banget, nilai-nilai pendidikan karakter semacam itulah yang selama ini hilang dalam dunia pendidikan kita. pendidikan hanya sekadar diarahkan utk memburu angka2.

  16. Bener pak gak ada yang kreatif…
    mosok nyontek pake cara manual
    hehehehehhehe

    Baca juga tulisan terbaru Pencerah berjudul Flu Babi

  17. yg mengandung hurus U dan N tampaknya memang sudah diharuskan kembali ke khittah..

  18. aLe

    Yup,
    Smoga pemerintahan kedepan lbh memperhatikan hal ini.
    Btw..
    Setengah Merdeka itu sama ga dgn Setengah Terjajah? ^^

  19. Pendidikan murah dan berkualitas di negeri kita, mungkin hanya mimpi .. kapan ya semua itu akan nyata.

    • @afiszone,
      bisa jadi akan terwujud, mas afis, asalkan ada sinergi, dan yang penting pemerintah dan pemkab/kota siap menyambutnya. percuma saja program sekolah gratis digulirkan kalau ndak direspon serius oleh pemkab/kota.

  20. Salam
    Entah kenapa ya segala hal di negeri ini terlihat begitu memprihatinkan, kurikulum sekolah khususnya dan dunia pendidikan umumnya seperti ga punya pijakan yang jelas bagaimana generasi ini akan dibentuk meski kalau dilihat dari tujuan pendidikan nasional seolah-olah sudah ideal, dan spt tersurat di tulisan Pakde memang akhirnya fakta dan data di lapanganlah yang bicara dan membuat miris akhirnya 😕

    Baca juga tulisan terbaru nenyok berjudul Scandal | Woman or …???

    • @nenyok,
      salam juga, mbak ney. betul banget, antara kebijakan dan implementasi dalam dunia pendidikan sering ndak klop. UU yang berkaitan dg dunia pendidikan terus dibikin, tapi ketika diterapkan di lapangan, duh, selalu saja muncul masalah.

  21. kita masih berteriak dengan teriakan yang sama. suara yang sama.. dan nada yang sama dari tahun ke tahun….

    sebenernya ngurus pendidikan negeri ini susah banget yah pak? mbuat lebih baek aja susah

  22. Negara Indonesia semakin morat marit. Bukan hanya politiknya, tapi pendidikan yang seharusnya bisa membentuk generasi bangsa, seakan-akan malah menjadi sebuah musuh bagi pelajar. Hal ini tentunya tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang dianggap tidak memihak pelajar karena adanya batas minimal angka kelulusan yang tidak disesuaikan dengan kemampuan siswa di masng-masing daerah. Sekarang pemerintah lebih mementingkan pembentukan otak yang cerdas, daripada pembentukan karakter pelajar yg yang baik.
    Pada tulisan di atas kita melihat kalau ada pengawas yang terang-terangan membocorkan kunci jawaban, ya tentunya diharapkan guru-guru yang lain jangan pernah melakukan hal yang sama. Tentunya sampai sekarang tetap berlaku kalau Guru Itu Digugu dan Ditiru!

    • @f@Rh@N,
      hehe … farhan, kamu makin kritis saja nib, terima kasih masukannya, semoga guru tak kehilangan hakikatnya sbg sosok yang digugu dan ditiru.

  23. saya kira kita tak perlu menyesali situasi terus pak. berbuat sesuatu yang kecil2 namun mewarnai. daripada meratapi kegelapan, lebih baik menyalakan lilin….

    selamat hari pendidikan nasional…

    Baca juga tulisan terbaru masmpep berjudul tamu peradaban

    • @masmpep,
      hehe … menyesal sih, ndak, masmpep. hanya agak geram menyaksikan kecurangan demi kecurangan yang terus berlangsung dari tahun ke tahun, tapi ndak pernah ditindak tegas, bahkan muncul kesan dilembagakan dan dibudayakan.

  24. DV

    Mbaca tulisan ini seperti mbaca “rangkuman” semua tulisan-tulisan tentang pendidikan yang akhir-akhir ini saya baca di blogosphere menyambut hari Pendidikan Nasional, Pak…:)

    Merd! (Nggak brani bilang “Merdeka” karena kan setengahnya, itupun nggak bisa pas-pas setengah karena kebanyakan huruf “d” )

    Baca juga tulisan terbaru DV berjudul Domino Effect

    • @DV,
      hehe … mas dony bisa saja nih, hehe … memang 1/2 meredka itu mesti dilakukan dengan cara memenggal vokalnya? hehe ….

  25. di sekolah adeknya casual cutie kunci jawaban UN juga bocor lo Pak Sawali. kenapa ya setiap tahun selalu saja ada kunci jawaban atau soal UN yang bocor??? sengaja atau tidak sengaja??

    heehehe…casual cutie suka majalah fashion. casual cutie juga suka bikin terusan sendiri, jarang beli yang udah jadi. casual cutie lebih nyaman pake hasil buatan sendiri, suatu saat nanti casual cutie akan posting. casual cutie suka sekali segala sesuatu tentang fashion

    Baca juga tulisan terbaru casual cutie berjudul Anna Piaggi

    • @casual cutie,
      wah, jadi bener, ternyata kebocoran soal itu telah terjadi di mana2. makasih infonya, mbak cutie. btw, dugaan saya ternyata bener, mbak cutie memang seorang penggiat fashion juga. salut dan terus berkarya, mbak.

  26. Memang benar pak… separuh pendidikan kita masih terjajah (oleh bangsa sendiri). Pendidikan kita selama ini juga terjajah oleh rezim otak kiri (buktinya ya UN). Selama ini justru pengembangan jatidiri dan karakter bangsa semakin tereduksi, sehingga lahirlah siswa yang lemot, males, tidak punya daya juang. Sehingga kalau dewasa jadi manusia robot yang tidak punya hati nurani yang menjadi akar-akar korupsi….
    Andai banyak rekan-rekan guru juga banyak yang peduli dengan sakitnya bangsa ini kayak pak Sawali….

    Baca juga tulisan terbaru Atik berjudul Aset yang Terabaikan

    • @Atik,
      itulah realitas yang terjadi dalam dunia pendidikan kita, bu atik. repotnya, indikasi ke arah pembusukan dalam dunia pendidikan semakin jelas tercium, tapi tanda2 perubahan itu agaknya belum muncul, bu. kebijakan UN jalan terus.

  27. jelas moralitas dan ahlak sebagai tonggak pendidikan tetapi standar nilai menjadi pendorong kemampuan.

    terimakasih mas telah mengunjungi blog saya, pesan telah dikirim ke email mas.

    • @Ansyah,
      yaps, setuju, mas ansyah. btw, makasih banget kiriman emailnya. sangat bermanfaat buat saya dan telah saya manfaatkan. semuanya berlangsung sukses dan lancar. sekali lagi, makasih.

  28. pendidikan di bangsa ini ya beginilag hasilnya sekarang ini. namun semangat anak bangsa untuk menuju dingklik pendidikan tetap optimis. . . . .

    hasil browsing dari mbah gugel Indonesia tampil cemerlang di tingkat dunia dengan perolehan medali emas terbanyak dan jumlah keseluruhan medali di antara mitra-mitra mereka dari Jerman, Belanda, Amerika Serikat, Rusia, Hongaria, dan Polandia.

    • @masnoer,
      hehe … memang benar, masnoer, hasil olimpiade pelajar kita cukup mengagumkan. tapi, seringkali aset yang membanggakan ini tidak direspon secara positif dan membiarkan anak2 cerdas itu diambil negeri lain. ironisnya, konon ada anak yang pernah meraih juara olimpiade, ternyata tdk lulus UN. wah, makin repot!

    • @Pulsa Termurah,
      hehe … itulah memang yang telah terjadi, mas. sekaligus menjadi bukti betapa merosotnya mutu pendidikan kita saat ini, sampai2 utk menuntut ilmu saja mesti harus pergi ke negeri orang.

  29. dua tahun lalu, saya menulis di buletin kampus, sorotan saya mengarah juga pada perlu tidaknya penyelenggaraan ujian nasional. diluar permasalahan yang kerap kali sama, ujian nasional menurut saya tidak layak diselenggarakan. saya menilai mengapa hasil belajar siswa selama tiga tahun hanya ditentukan dalam tiga hari (waktu itu masih 3 mata pelajaran yang diujikan). para siswa pun hanya berkonsentrasi pada tiga mata pelajaran yang diujikan. sedangkan mata pelajaran lain diabaikan. (walaupun sekarang mata pelajaran yang diujikan bertambah). padahal semua pelajaran adalah penting. selanjutnya, yang berhak menilai berhasil tidaknya seorang siswa dinyatakan lulus adalah guru itu sendiri, bukan pemerintah! karena guru adalah pribadi yang paling tahu tentang perkembangan pengetahuan dalam belajarnya selama tiga tahun pada seorang anak didik. guru lebih mengetahui apakah seorang siswa telah mampu menyerap semua ilmu yang selama ini diajarkan atau tidak. sekali lagi, gurulah yang lebih tahu perkembangan pengetahuan siswa karena beliaulah yang setiap hari mengajar.
    sorotan selanjutnya, ujian nasional ini adalah bentuk pembodohan seperti kata pak sawali juga. karena ujian nasional ini adalah ujian pukul rata. seorang siswa dianggap sama dan layak diujikan secara massal. kita tahu, setiap siswa mempunyai kompetensi berbeda-beda. selain itu beberapa faktor yang mempengaruhi kompetensi siswa yang siap diujikan adalah fasilitas belajar. bagaimana bisa, siswa yang punya fasilitas sekolahnya lengkap (laboratorium dll) diujikan bersama siswa yang fasilitas sekolahnya minim? pola pikir macam apa ini? siswa yang bersekolah dengan fasilitas lengkap tentu menunjang pada pemberian materi pelajaran disekolahnya, secara tidak langsung siswa berfasilitas sekolah yang lengkap tentu bisa mengerjakan soal yang kaitannya dengan fasilitas penunjang pembelajaran. sebaliknya, bagaimana siswa berfasilitas minim bisa menjawab soal tentang mikroskop sedangkan alat berupa mikroskop pun tak ada?
    hmmmmmmmmmmm……sudah itu dulu, pak….ntar ini disangka postingan, bukan komentar, hehehehehe

    Baca juga tulisan terbaru abeeayang berjudul hari pendidikan nasional: mencoba mengkritisi masalah pendidikan

    • @abeeayang,
      wah, ternyata mas abee malah sudah pernah mengulasnya secara rinci dalam buletin kampus. itulah yang memang terjadi dalam dunia pendidikan kita, mas. persoalannya sesungguhnya bukan berapa banyak mapel yang diujikan, melainkan lebih pada sistem UN yang nyata-nyata telah membikin masa depan anak2 negeri ini makin dank jelas, karena tekah dikondisikan utk menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan. makanya, kebocoran demi kebocoran yang berlangsung setiap tahun dibiarkan menguap begitu saja.

      • iya, pak, itu masalah 2 tahun yang lalu dimana banyak yang gak lulus dan para orang tua minta UN dihapus.
        untuk masalah pelaku pendidikan yang nilai/angka~minded ini, saya pernah membaca bahwa pada tahun 1995 saat momentum 50 tahun indonesia merdeka, Satyagraha Hoerip (alm) menulis kolom hidup menerobos masa depan ia mengatakan semua orang indonesia kelak jangan hanya akrab dengan high technology, high productivity maupun high efficiency, dan high proffit melulu. sebaliknya, mereka pun harus tegas pada HIGH MORALITY. sukur diikuti high solidarity.
        dan ucapan satyagraha ini terbukti bahwa kita sekarang menyesampingkan HIGH MORALITY hiks….!

        Baca juga tulisan terbaru abeeayang berjudul hari pendidikan nasional: mencoba mengkritisi masalah pendidikan

  30. SJ

    ndak tertarik join politikana, pak? seru juga lho 😀

  31. Semuanya saling keterkaitan pak, baik itu siswanya, gurunya, wali muridnya dan sistem pendidikannya, dana pendidikannya, semuanya saling terkait agar kita benar-baner merdeka di dunia pendidikan ini. heehe..

    • @afrianti takaful,
      yaps, bener banget, mbak yanti. dalam soal pendidikan, semua pihak mesti bersinergi. pemerintah, orang tua, dan tokoh2 masyarakat perlu bersama2 utk membangun basis kependidikan yang lebih visioner.

  32. Ketika menteri pendidikan nasional (saat ini) adalah orang partai dan seorang akuntan (bukan pendidik), maka tak dimungkiri itu adalah salah satu alasan mengapa kalimat “entah sampai kapan…?” akan selalu muncul pak. Sungguh sial memang mengapa para staf ahli mendiknas yg sebenarnya paham tentang dunia pendidikan itu ternyata banyak yang lupa akan hakikat pendidikan. Kalo sudah begini sy juga harus bilang, entah sampai kapan ini akan terselesaikan

    • @zenteguh,
      hehe … itu dia pertanyaan yang tak pernah bisa terjawab dg tuntas, mas teguh, ketika dunia pendidikan kita justru diurus oleh orang2 yang konon bukan ahlinya. bahkan, orang2 yang semula tahu dunia pendidikan, ikut arus dalam lingkaran kekuasaan.

  33. Dilema memang pak, disatu sisi memang itu kecurangan, tapi model pendidikan kita yang membuat seperti itu, lha mau gimana masak pendidikan 3 tahun lamanya, ulusnya hanya gara2 yang cuma beberapa hari itu aja, knapa ndak mending langsung cuma beberapa bulan sekolah trus ujian

    Baca juga tulisan terbaru Novianto berjudul Benarkah ini kiamat ?

    • @Novianto,
      hehehe … kalau sekolah hanya beberapa bulan saja, terus gimana mereka dapat ilmunya, mas novy, hehe … yang perlu segera dibenahi itu sistem UN-nya. UN harus bisa memotret kompetensi siswa secara utuh dan komprehensif.

  34. Mengenai pendidikan…
    Dinegara manpun setahu saya mas guru itu gajinya termasuk dalam jajaran tertinggi, nah dinegara kita gak sedikit guru yang melarat. Karena menurut saya uanglah yang mengatur negara, dan setiap orang pasti membutuhkan uang termasuk guru. 😀

    Baca juga tulisan terbaru Wireless berjudul Understanding Wireless Antenna

    • @Wireless,
      hehehe … sepertinya memang ada korelasinya juga, antara kesejahteraan guru dan mutu pendidikan. semoga saja kesejahteraan guru makin membaik sehingga bener2 mampu menjalankan tugas2 profesinya dg baik.

  35. Bagai mana kalau kelusan siswa sekolah yang menentukannya? bukankah mereka yang lebih tahu, siswatersebut pantas lulus atau tidak. Tentunya tetap harus menggunakan standart nilai kelulusan juga…

    • @buJaNG,
      idealnya memang begitu, mas, sehingga akan bisa diketahui sekolah yang bagus dan yang belum. tapi agaknya kritik seperti itu ndak dianggep oleh pemerintah. UN tetep jalan terus meski banyak kecurangan yang terjadi secara rutin dari tahun ke tahun.

  36. 1. Semangat memberi contoh sebagai guru bahasa yang familier dengan IT, master teacher bloger
    2. Tulisannya selalu menggugah
    3. Terinspirasi untuk mencontek, mencontek dari Pak Sawali
    😛

    Baca juga tulisan terbaru ilyas asia berjudul Rahasia Cari duit Internet

  37. semoga saja pendidikan tidak jadi ajang politisasi kaum picis.

    lha kok malah ada iklan pendidikan gratis? ini merunyamkan atau kabar gembira? lha kok biru semua? lha kok sebelum pemilu sih? lha?

    • @senoaji,
      pendidikan gratis? hmmm … bisa mencerahkan, bisa juga membusukkan, mas seno, tergantung keberanian dan komitmen pemda setempat utk menyediakan dana pendampingnya.

  38. sentilan hebat, pak satu. lagi-lagi menyoroti UN dan segala atributnya.

    saya lebih tertarik berbicara mengenai pembangunan mental di negeri tercinta yang masih kalah cepat dibandingkan pembangunan fisiknya. fenomena apakah ini, bahwa kita seringkali menganggap bahwa kemajuan dan modernisasi semata-mata diindikasikan oleh pembangunan fisik? bukan tidak baik, namun fisik hebat tanpa didukung oleh mental kuat tetap akan menjadi bangunan rapuh yang rentan goncangan.

    begitu pun bangunan pendidikan kita.

    Baca juga tulisan terbaru marshmallow berjudul The Brightest Star

    • @marshmallow,
      itulahn yang terjadi selama ini, mbak yulfi. negeri kita selalu silau oleh tampilan lahiriah, sehingga hal2 yang bersifat rohaniah selalu terabaikan dari tahun ke tahun.

  39. kita semua, bangsa ini masih bingung mencari format yg tepat dalam pendidikan kita.
    pendidikan indonesia dipersimpangan jalan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *