Jika tak ada aral melintang, Ujian Nasional (UN) akan dilaksanakan pada tanggal 20-24 April 2009 (SMA/MA), 27-30 April 2009 (SMP/MTs), 11-13 Mei 2009 (SD/MI), dan 20-22 April 2009 (SMK/SMALB). Dengan ditetapkannya jadwal UN (berdasarkan kesepakatan bersama antara BSNP, Depdiknas, dan Depag), kontroversi tentang perlu tidaknya UN digelar yang selama ini mencuat ke permukaan, tak akan memengaruhi niat pemerintah untuk menggelar hajat rutin tahunan itu. UN dinilai masih efektif jika dibandingkan dengan pelaksanaan ujian yang diserahkan sepenuhnya kepada sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Selain rentan dengan “tipu-tipu”, ujian sekolah dinilai juga semakin menjauhkan kualitas lulusan dari standar kompetensi lulusan yang sesungguhnya. Bisa jadi, itulah yang menyebabkan Mendiknas perlu menetapkan UN melalui Surat Keputusan No. 77, 78, dan 82 Tahun 2008 beserta Prosedur Operasi Standar (POS) oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Harus diakui, UN telah menyedot perhatian secara berlebihan. Tak hanya dari siswa didik dan orang tua. Guru, kepala sekolah, bahkan para birokrat pendidikan atau pejabat daerah pun tak jarang kena syndrom kecemasan. Maklum, UN telah dicitrakan sebagai tolok ukur keberhasilan suatu daerah dalam mengelola dunia pendidikan. Lebih-lebih setelah BSNP secara rutin membuat analisis hasil UN yang disebarluaskan kepada masyarakat luas. Dari hasil analisis ini, akan terlihat daerah mana saja yang berada di peringkat atas, menengah, atau bawah. Sangat beralasan kalau setiap daerah berupaya mencapai hasil UN yang terbaik untuk menciptakan citra dan mengangkat marwah daerah. Dari sisi ini, UN tak jauh berbeda dengan sebuah kompetisi yang akan memicu munculnya persaingan sengit antardaerah dalam mencapai hasil UN.
Sepanjang upaya untuk mendapatkan hasil UN yang terbaik itu dilakukan secara fair dan jujur, jelas tak ada masalah. Namun, tak jarang ada pihak-pihak tertentu yang berupaya mendongkrak nilai UN dengan menghalalkan segala cara. Yang lebih menyedihkan, ada upaya sistematis untuk membiarkan berbagai bentuk pelanggaran terus terjadi tiap tahun. Para pengawas UN yang berupaya untuk melaksanakan tugasnya secara jujur, justru sering kena intimidasi dan dikucilkan. Mereka dianggap tak memiliki “kemauan baik” untuk meningkatkan hasil UN.
Atmosfer persaingan antardaerah dalam mencapai hasil UN inilah yang dianggap telah memicu terjadinya berbagai bentuk “anomali” pelaksanaan UN. Setiap sekolah ditarget harus memperoleh nilai rata-rata UN dan tingkat kelulusan sesuai keinginan pejabat. Karena dihantui rasa takut mendapatkan teguran dan amarah, tak jarang pihak sekolah melakukan kecurangan dengan membantu siswa didiknya dengan berbagai cara ketika UN berlangsung agar target yang ditetapkan bisa terpenuhi.
UN seharusnya perlu dimaknai sebagai upaya untuk melakukan pemetaan mutu pendidikan secara nasional. Jika dilakukan secara fair dan jujur, akan terlihat daerah mana saja yang telah sukses menyelenggarakan UN dan mampu mencapai hasil UN seperti yang diharapkan. Agar ketimpangan antardaerah tak semakin melebar, seharusnya ada upaya serius untuk memantau dan memberikan perhatian khusus kepada sekolah/daerah yang masih rendah hasil UN-nya. Mereka perlu dipermudah dalam mendapatkan akses informasi dan subsidi dari pemerintah.
Namun, yang terjadi selama ini justru sebaliknya. Sekolah-sekolah yang nilai UN-nya tinggi itulah justru yang di-“anakemas”-kan, sehingga mereka bisa dengan mudah memperoleh berbagai fasilitas dan subsidi. Sedangkan, sekolah-sekolah yang rendah nilai UN-nya –bisa jadi lantaran tak mau larut dalam melakukan jamaah pelanggaran UN—justru dikebiri dan dimarginalkan. Sekolah dianggap telah gagal dalam melaksanakan UN sehingga tak perlu diurusi kelengkapan fasilitas, sarana, dan prasarana sekolahnya sebagai sanksinya.
UN selamanya akan menjadi momok yang mencemaskan jika tak diimbangi dengan upaya serius untuk memosisikannya pada aras yang benar. Sudah berkali-kali muncul “perlawanan” publik terhadap pelaksanaan UN yang dianggap tidak fair dan jujur. Berbagai bentuk pelanggaran dan penyimpangan dibiarkan terus berlangsung tanpa ada upaya serius untuk menindaknya. Pembiaran semacam inilah yang membuat UN tak lagi memiliki nilai “gengsi” yang membanggakan bagi siswa didik yang berhasil. UN tidak lagi dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan, tetapi justru menjadi tujuan itu sendiri. Kalau sudah begini kondisinya, jelas makin merepotkan. ***
Dengan kondisi UN sekarang ini, sebagai guru seperti menghadapi Buah Simalakama… 🙁
@paksiman,
iya, bener juga, paksiman. mau atau tidak, mereka juga mesti mengikuti sistem yang berlaku.
Terkadang untuk mendapatkan hasil UN yang diinginkan segala cara pun diraih, celakanya kadang cara-cara tidak rasional dan cenderung negatif jadi, bagaimana seharusnya
Baca juga tulisan terbaru Achmad Sholeh berjudul Kampanye Damai Pemilu Indonesia, Sebuah Pertarungan
@Achmad Sholeh,
nah itu dia yang jadi persoalan, pak sholeh. kalau UN sarat dg kecurangan, duh, ndak tahu lagi bagaimana nasib generasi masa depan negeri ini, hiks.
Kalo UN merupakan hajat Nasional, dan setiap daerah berkepentingan untuk memenuhi bahkan melampaui ukuran standar kompetensi, tahapannya sampai kepada pengawasan pelaksanaannya pun tentunya sudah menjadi mekanisme sistem yang “hopefully running well”.
Saya pikir optimalisasi teknisnya yang perlu terus dikembangkan, khususnya dalam hal pengawasan. Entah (di luar pengetahuan saya) apakah komite sekolah dilibatkan dalam hal ini, Pak? Kalau dilibatkan apakah perlu di “tugas silang”-kan mengawasi pelaksanaan UN di sekolah yang tidak di”komite”-i?
Baca juga tulisan terbaru dhoni berjudul Ketika 2 Sukhoi TNI AU Dikunci Missile, …
@dhoni,
terima kasih masukannya, mas dhoni, bagus banget nih pendapatnya. selama ini yang menjadi pengawas UN adalah guru dg menggunakan sistem silang penh antarsekolah. mereka dipantau oleh tim independen yang berasal dari lembaga pendidikan tinggi. tapi efektif atau tidak, saya juga belum tahu nih, mas.
Klo masih curang wah.. ga bakal bisa maju2 negeri ini.. 🙁
Baca juga tulisan terbaru spydeeyk berjudul How to Detect Our Blog from Hacking Activites
@spydeeyk,
iya, saya kira mas haris benar tuh. generasi yang lahir dari situasi zaman yang sarat dg kecurangan mungkin kelak mereka juga kan terbiasa berbuat curang, hehehe ….
@Sawali Tuhusetya,
Iya PakGuru, say jadi malu dulu pas Ebtanas SMK banyak yang nyontek
maaf..maaf…
Baca juga tulisan terbaru AgusNaim berjudul Facebook Dapat Menyebabkan Kanker, Stroke, Serangan Jantung Dan Gangguan Kehamilan Dan Janin
@AgusNaim,
hiks, masak begitu toh, mas agusnaim, hhehe ….
jaman dulu kan juga ada ujian macem begini ya om sawali, dan jaman dulu kan dianggap biasa saja. hanya frekuensi dan kualitas belajar ditingkatkan sedikit sebelum ujian.
siswa harus diajarkan berbuat yang terbaik dan jujur
@det,
iya, bener banget, mas dion, istilahnya un sering berganti-ganti. dulu ndak ada respon, sekarang setiap un digelar, jadi ramai. mungkin situasi dan zaman memang telah berubah, mas.
Ya mw gmn lg, kita dsni cm bs brharap thn ini tingkat kelulusannya smkin tinggi drpd thn yg lalu.. Thn kmrn pas angkatanku lbh parah lg, mndadak dr 3 mata ujian lngsng jd 6 mata ujian.. Kshan guru & muridnya.. Untung aku lulus dgn nilai yg sngat memuaskan.. Hehehe.. ^.^
@Herizo,
wah, syukurlah kalau mas pram bisa lulus dg prestasi yang memuaskan. ukses selalu buat mas pram.
kalo aku dulu mungkin biasa aja, tp kalo buat siswa sekarang mungkin iya, meleset 1 nilai aja ga lulus
Baca juga tulisan terbaru jarmen berjudul Proses Membuat SMS Broadcast
@jarmen,
hehehe … bener banget, mas. jangankan meleset satu nilai. 0,0001 pun bisa menjadi penyebab sswa tdk lulus kalau memang tdk memenuhi kriteria seperti yang dipersyaratkan.
sekarang kok ribet banget banget ya kalau dulu pokoknya ikut ujian pasti lulus. kalau sekolah yang hasil UN-nya bagus justru mendapat fasilitas lebih namanya nggak adil dong. ini namanya yang pinter tambah pinter yang nggak begitu pinter tambah nggak pinter.
semoga menuju ke arah perubahan yang lebih baik
Baca juga tulisan terbaru endar berjudul Kesederhanaan yang perlu saya teladani.
@endar,
iya, makanya itu, mas endar, un idealnya dijadikan sebagai alat pemetaan mutu pendidikan, bukan penentu kelulusan. sekolah yang nilai UN-nya rendah justru perlu dipermudah dalam mendapatkan fasilitas agar bisa mengejar prestasi.
Sukses ya untuk para guru dan para murid yang sedang menhadapi momok ini…semoga berjalan lancar
Baca juga tulisan terbaru Baka Kelana berjudul 25 Widget Blogspot Populer ala Mashable
@Baka Kelana,
amiiin, terima kasih supportnya, mas kelana.
Semoga ujian nasional benar – benar bersih hasilnya alias tidak ada rekayasa dan tidak termakan trik dan intrik …tidak ada permainan…benar-benar murni hasil yang dicapai oleh si murid…sehingga murid si anak orang miskin memperoleh kesuksesan yang sama
Baca juga tulisan terbaru Baka Kelana berjudul Award yang Indah dari Mbak Atca ditambah PR yang rumit
@Baka Kelana,
amiiin,. mudah2an seperti itu, mas kelana. anak2 juga akan merasa bangga jika nilai yang diperoleh benar2 berdasarkan kerja keras dan doa, bukan dg main curang.
wah kalau masalah ujian emg jadi momok bagi tiap siswa pak..hidup pak guru
@anto84,
wah, sepertiny ndak hanya jadi momok buat siswa, mas anto, tapi juga buat orang tua dan guru, hiks.
kebijakan yang selalu membuat meradang seluruh orang, hentikan dulu budaya kekerasan di sekolah, baru bisa bicara soal UN….kasian anak-anak…di hantui oleh kebijakan negara yang tidak ramah dengan kehidupan anak….
@imoe,
iya, memang realitas seperti itulah yang masih sering tampil ke permukaan, mas imoe. tapi sepertinya UN akan jalan terus, meski kekerasan demi kekerasan dalam dunia pendidikan masih terus terjadi.
bner banget pak sawali, UN bkan sprti sbuah ujian yg hsilx bner2 dbnggkan oleh siswa. Hnya mnjadi smcam kcmasan dan nyris tak brarti slain hnya untk sbgai mdal mlnjutkan ke jnjang pndidikan slnjutnya…
sya hran, knpa pola pikir mnjdi sprti itu yah? ap krena sistem pndidikannya? atw krna sstem UN-nya?
Baca juga tulisan terbaru Ardy Pratama berjudul Hosting si ‘Beruang’, murah meriah…
@Ardy Pratama,
mas ardy, bisa jadi memang sistem UN-nya yang belum terkmas dg bagus. selama masih ada pembiaran terhadap berbagai macam bentuk pelanggaran dan penyimpangan pelaksanaan UN, agaknya UN belum bisa menjadi media yang valid utk pemetaan mutu pendidikan nasional.
Waduh, kalau komentar di blognya mas ne….harus belajar menghitung dulu yach…. He….4 +10 = 14…. bener gak mas, jawaban saya….????
Wah, kalau udah bener….berarti saya udah bisa ikut ujian nasional dong mas…. He…. 🙂
Baca juga tulisan terbaru Fahrisal Akbar berjudul Pencarian Gedung Ismangun PSIK UGM Demi Menghadiri Seminar Sehari Sosioteknis dalam Penerapan Komputerisasi Puskesmas dan Dinas Kesehatan
@Fahrisal Akbar,
walah, saya ndak tahu, mas akbar, benar tidaknya jumlah itu, hiks. itu menjai wewenang spenuhnya buat guru matematika, kekeke ….
Mungkin itu salah satu masalah otonomi daerah yang juga perlu dipikirkan. Daerah saingan tetapi nggak sehat karena yang dikedepankan cuma gengsi kalo nilainya pada baik. 😳 🙄
Baca juga tulisan terbaru lovepassword berjudul Telah Terbit : Buku Membobol Password itu Mudah
@lovepassword,
iya, mas love. otoda agaknya juga menimbulkan efek domino dalam dunia pendidikan kita, hiks.
Ujian Nasioal memang salah satu daya ukur bagi siswa jaman sekarang, cuma terkadang apakah nilai-nilai tersebut bisa menjadikan tolok ukur bagi kehidupan masa depan bagi siswa tersebut? sampai saat ini, saia masih miris dengan berita-berita yang menyedihkan tentang siswa yang terpaksa rela membunuh dirinya sendiri (bahkan masa depannya) hanya karena suatu nilai dari Ujian Nasional yang kurang bagus…
semoga banyak pihak memaklumi dan menindak lanjuti semua permasalahan yang sudah melanda di negeri ini…
Baca juga tulisan terbaru gajah_pesing berjudul Tentang Sperma
@gajah_pesing,
maraknya siswa yang stres akibat gagal mengikuti UN mungkin disebabkan sistem UN yang belum memberikan rasa keadilan buat siswa, mas fay. siswa yang cerdas justru ancur nilainya. itu terjadi sekitar dua tahun yang lalu, semoga saja tahun ini dan mendatang tak terjadi lagi.
Pertama, saya bersyukur, entah karena ini respon dari usulan & usilan saya terdahulu ataukah dalam rangka menyambut hari valentin. Maksudnya bingkai di blog ini sudah tidak ijo kendhit lagi tapi malih jambon.
Kedua, selamat menjadi DENSUS, Pasukan Khusus Pemberantas Ketidaklulusan…
Baca juga tulisan terbaru marsudiyanto berjudul Target
@marsudiyanto,
hehehehe … masalah warna di box comment memang suka gonta-ganti warna, pak, sesuai selera danb mood aja, hehehe … wew… pak mar yang harus jadi komandannya, toh?
kalo guru ma murid nya udah punya persiapan yg bagus buat UN..
kek nya UN gak bakalan jd momok yg menakutkan lg deh….
@azwinner,
iya, saya sepakat, mas azwinner, persiapan yang matang akan sangat menentkan siswa ybs gagal atau sukses menempuh un.
ga cuma murid lhoo pak yang deg-degan menjelang UN,, uru juga
Baca juga tulisan terbaru emfajar berjudul Facebook dan Peraturan Barunya
@emfajar,
bener banget, mas fajar, apalagi kalau guru ybs sdh ditargetkan kalau murid2nya harus memenuhi nilai rata2 sekian. duh, makin repot ajah!
UN adalah penentu kelulusan dan bukan penentu masa depan… (kurang lebih begitu)
Baca juga tulisan terbaru ircham berjudul Nge-Blog
@ircham,
idealnya sih bukan sebagai sebagai penentu kelulusan, mas ircham, tapi sebagai alat pemetaan mutu pendidikan secara nasional, agar bisa terdeteksi daerah mana saja yang nilai UN-nya masih rendah, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus.
Meski UN sudah dekat…. PRAMUKA (PRASBHARA) jalan terus….. tak ada dalam catatan sejarah bahwa anak PRASBHARA Ponorogo gak lulus UN….
Semangat, semnagat, dan semangat…!!!!!!!
Baca juga tulisan terbaru PRASBHARA PONOROGO berjudul Andalkan Wisata Air Terjun Pletuk
@PRASBHARA PONOROGO,
wah, selamat, mas, semoga selalu sukses anakw2 prasbhara ponorogo.
jangan karena UN akhirnya hanya belajar bagaimana supaya lulus UN, sedangkan inti pelajarannya tidak dimengerti, begitu ngga pak?
Baca juga tulisan terbaru mascayo berjudul Apakah perempuan harus bisa masak?
@mascayo,
ya, bener, mascayo, un idealnya bukan menjadi tujuan, melainkan sarana dan alat utk mencapai tujuan.
Mas….silahkan berkunjung ke blog saya….ada AWARD untuk anda…. 🙂
Baca juga tulisan terbaru Fahrisal Akbar berjudul Reward Kedua Dalam Minggu Ini
@Fahrisal Akbar,
terima kasih award-nya, mas akbar, sungguh senang, bangga, dan terharu.
bila semenjak awal murid dikondisikan untuk bisa lancar menempuh ujian nasional, tentunya saat tiba waktu UNAS, nyantai-nyantai aja… btw… saya baru ada dua tulisan di blog podosari, mohon dilihat… 🙂 masih sangat kacau mohon direvisi…
Baca juga tulisan terbaru alifahru berjudul Kardi Bisa Terbang
@alifahru,
iya, betul banget, mas fahr, awal2 menjelang UN, siswa mamng perlu dikondisikan secara matang agar benar2 siap menghadapi UN.
jujur nih ya, sebagai siswa yg lulus tahun kemarin..kecurangannya semakin menjadi-jadi
1 jam sebelum UNAS dilaksanakan, teman-teman saya yg punya relasi dapet bocoran, dan bayangkan! jawabanya akurasinya 70%, segoblok-gobloknya anak kalo jiplak jawab itu plek-plek masih lulus….
ck ck ck ck ck
semoga tahun 2009 masih dapet kayak gitu hahahah
@monyetgaul,
duh, kok ya ada ya orang2 yang bersikap seperti itu, peristiwa seperti itu bisa jadi malah menghancurkan masa depan siswa itu sendiri, dan imbasnya pasti terhadap nasib masa depan bangsa.
@Sawali Tuhusetya,
kalo contekan antar teman sih lumrah mas
lha ini bukan’e, ada juga yg mengatasnamakan bimbingan belajar yang pake iming2 “uang kembali jika tidak lulus” makanya biar lulus mereka memberi “sedikit” bocoran.
semakin rusak aja moralnya, walau saya masih setuju budaya contekan antar teman , setidaknya masih ada yg mikir. kalo yg gini mah ga ada yg mikir
piss buat yg tersinggung 😀
@monyetgaul,
duh … sungguh celaka kalau modelnya seperti itu, mas vachzar, bukannya membekali mereka dg pemahaman konsep yang bener, tapi jalan pintas dg memberikan bocoran utk membawa nama baik bimbingan belajarnya. sungguh, dalam hal ini justru peserta bimbingan belajar yang jadi korban.
Ujian Nasional menjadi momok karena menggunakan kata “ujian”. Konotasinya memang mengandung makna sesuatu yang berat, misalnya: ujian dari Tuhan.
Coba gunakan kata evaluasi lagi seperti dulu, EBTANAS. Walaupun kriteria kelulusannya sama, saya yakin nggak akan terlalu jadi momok buat guru dan murid, maupun pejabat-pejabat Dindik dan orang tua.
Saya sendiri tidak melihat UN sebagai momok. Apabila nanti anak saya harus UN juga dan hasilnya ternyata tidak lulus, biarlah dia ngulang untuk ujian lagi. Daripada lulus tapi ngah-ngoh…
@moh arif widarto,
wah, sebuah sikap yang arf, mas arif, hehehe … anak2 kita memang perlu dibiarkan mengalami dan masuk ke dalam proses yang sesungguhnya. mereka tdk harus ditekan sehingga akhirnya menghalalkan segala cara utk mencapai tujuan.
Hi Friend.. Interesting post..Keep up the good work.. Do visit my blog and post your comments.. take care mate.. Cheers!!!
@goldensparks,
thanks for your attention!
yang kayak gini, membuat para guru menjadi dilema…
Baca juga tulisan terbaru k.u.c.l.u.k berjudul Slankers Club Lamongan (SCL)
@k.u.c.l.u.k,
sepertinya sih begitu, mas kucluks. semoga saja UN benar2 bisa menjadi sarana pemetaan mutu pendidikan secara nasional.
Target Unas sekarang katanya sih lebih berat, jadi semoga teriring haraan dan doa, para guru bisa menjadi jalan agar para siswa bisa lulus dengan hasil yang baik, amin
Baca juga tulisan terbaru Novianto berjudul Ke KBS ??? Knapa Tidak…..
@Novianto,
iya, mas novi, sekarang rata2nya mencapai 5,50 dan akan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Salam pepanggihan meleh bapak Sawali sang MUJADID Pendidikan.. 😀 .
Berbicara mengenai UN sebagai MOMOK???. Boleh jadi seperti itu adanya. Anak saya yg kelas 3 SMP, kini tiap 2 minggu sekali harus menjalani Tray Out di sekolahnya sampai 10 kali rencana kedepannya.
Hanya saja yg menjadi permasalahan sekarang Guru pendidik di kelas sudah bergeser seperti jaman saya dulu. Kini Guru banyak yg dalam memberikan pelajaran TINGGAL ENAKE wae. Tugas-tugas yg diberikan kepada si Murid selalu berkaitan dengan pernanan Teknologi khususnya Internet. Jadi di daerah saya, jika di rumah tidak ada Internet…jelas anak-anak akan mengalami kesulitan. Ahhhg…Pendidikan memang SELALU MAHAL yah pak???… 😳
Salam
http://kariyan.wordpress.com/2009/02/22/memahami-elmu-kamanungsan/
Baca juga tulisan terbaru Santri Gundhul berjudul MEMAHAMI ELMU KAMANUNGSAN
@Santri Gundhul,
wah, matur nuwun sanget rawuhipun, mas santri. dhawah kaleresan sanget. duh, itulah kalau sukses UN selalu dikaitkan dengan hitungan angka2 dan target2, mas santi. hakikat pendidikan telah berubah; sekolah hanya memproduk manusia2 penghafal kelas wahid.
Pokoknya setuju dengan tulisan di atas.
Baca juga tulisan terbaru Deni berjudul JALAN “MENDEKAT” KEPADA ALLAH
@Deni,
walah, pak deni tdk harus sependapat, loh, hehehehe ….
Maksudnya tulisan pak Sawali. 😳
Baca juga tulisan terbaru Deni berjudul JALAN “MENDEKAT” KEPADA ALLAH
@Deni,
iya, ya, pak deni, memang tulisan siapa, hiks.
Betapa berat perjuangan Pak Guru untuk kesekian kali.
Tangung jawab moral kepada ortu murid juga bangsa dan negara.
Selamat berjuang Pak Sawali.
Salam 😐
Baca juga tulisan terbaru Soccerman berjudul The History of Football
@Soccerman,
terima kasih support dan apresiasinya, mas.
Kasihan juga buat Ortu Guru dan Murid itu sendiri…Pak Menterinya iya enggak ya…
@Melyoku,
walah, kalau pak menteri ndak tahu juga sikapnya mengenai UN, hehehe … yang pasti akan sangat berharap agar hasil UN di negara kita mampu mendongkrak citra dan martabat bangsa.
Ikutan kejar paket A, B, C aja Pak. Lebih murah hehehe.
Baca juga tulisan terbaru Iwan Awaludin berjudul Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
@Iwan Awaludin,
walah, kejar paket itu kalau memang sdh ndak ada jalan lain utk menempuh sukses di pendidikan formal, pak iwan, hehehe ….
Tak hendak bermaksud menjelekkan, waktu SMP dan SMA saya dulu, kecurangan-kecurangan dan bocoran soal sudah menjadi hal yang lumrah. Yang rugi justru yang sudah mati-matian belajar sungguh-sungguh, bisa “kalah” oleh mereka yang (maaf) kurang berprestasi. Saya sendiri benar-benar terhina dan tidak terima waktu itu, tapi ya apalah yang bisa saya gugat, alih-alih saya malah dicap tidak solider dan sok suci. Ckk… 😐
.
Sempat saya membuat konklusi seperti ini:
1. Guru-guru terpaksa berkoalisi dengan pihak-pihak tertentu dalam membocorkan soal ujian dan mendapat jawaban soal, adalah karena didorong rasa malu apabila sekolah yang menjadi tempat ia mengajar menyisakan murid yang tidak lulus. Di Jawa Barat, khususnya di Cianjur kota saya, pihak-pihak sekolah dilanda kekhawatiran apabila ada anak didiknya tidak lulus UN. Hanya dua-tiga sekolah (SMU) yang benar-benar berani tidak meluluskan siswanya yang memang tidak memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk lulus. Entah kalau di kota lain, seperti sekolah tempat Bapak mengajar. Barangkali keadaannya lebih berbeda lagi.
2. Guru-guru yang saya kenal memiliki track-record baik, namun ketika UN ikut memberi jawaban bocoran, sepertinya karena didesak oleh ancaman psikis berupa cap “tidak sayang murid” atau, seperti yang saya terima, “sok suci”, dari guru-guru lain. Jadi mereka (guru-guru) yang sebetulnya berjiwa guru dan mengutamakan integritas, bisa goyah di saat-saat UN menjelang.
3. UN itu menyebalkan, setidaknya buat saya. Kebanyakan murid-murid yang malas, ketika UN biasanya kurang persiapan. Yang mereka andalkan cuma satu, yakni otot dan ancaman. Murid-murid yang cerdas akan diancam akan dipukuli, atau dicegat ketika pulang kalau mereka tidak memberi jawaban kepada mereka yang malas-malas tadi. Nah, apa itu juga tidak bermasalah, tuh, Pak? Tekanan psikis UN selain karena ketatnya limit nilai yang harus dicapai, juga berupa ancaman dari teman-teman sekelas sendiri. Saya mengalami ini sepanjang UN dulu. Sangat-sangat-sangat menyebalkan
Saya selalu bermimpi, UN kelak akan berisi pertanyaan-pertanyaan essay, dan tolok ukur keberhasilan adalah dari daya analisis jawaban sang siswa. Tapi ya kelemahannya, akan makan waktu lama sekali untuk menilai jawaban-jawabannya
*yah, namanya juga mimpi*
Semoga UN tak lagi jadi momok ke depannya. Senang, ada yang masih concern dengan UN.
Baca juga tulisan terbaru ariss_ berjudul Tuhan dan Agama? Analogikan Saja!
@ariss_,
mimpi mas ariss sesungguhnya sama dengan apa yang saya mimpikan. sejak kebijakan UN diterapkan, saya selalu mengkhawatirkan, siswa didik hanya dicetak menjadi generasi penghafal kelas wahid. soal pilihan ganda yang selalu digunakan dalam UN dari tahun ke tahun, saya ragukan tingkat kesahihannya, terlepas dari sisi keunggulannya. akibatnya, banyak siswa cerdas yang harus jadi korban. yang bagus memang soal esai yang akan melatih siswa utk mengungkapkan pemikiran2 kreatif sehingga kelak mereka memiliki pola dan daya berpikir yang runtut dan sistematis. meski demikian, utk waktu dekat, model soal seperti itu agaknya belum bisa diterapkan selama korektornya belum bisa bersikap fair dan jujur. dalam kondisi demikian, guru memang dihadapkan pada situasi dilematis, antara idealisme dan aturan main yang berlaku.
sangat amat susah memengaruhi pemerintah dalam hal pandangan mereka ttg pendidikan. sulit mengharapkan adanya terobosan di tingkat kebijakan. mau tak mau, terobosan harus diciptakan di dalam kelas oleh guru2 yang masih mau repot dan kreatif, atau justru di luar lingkup sekolah sama sekali.
Baca juga tulisan terbaru haris berjudul Kita Berbelanja Maka Kita Ada
@haris,
memang benar, mas haris, apalagi UN memang masih memiliki landasan hukum yang jelas melalu UU sisdiknas dan PP 19/2005 ttg BSNP. padahal, kebijakan UN ini dianggap tak sejalan dg kurikulum yang sekarang ini digunakan.
pelaksanaan UN masih saja mengundang pro dan kontra ya, pak? rasanya wajar saja, karena tujuan ideal UN belum segaris dengan pelaksanaan di lapangan dan hasil keluarannya.
kalau saja setiap guru dan pihak-pihak yang terkait bisa berpikir seperti njenengan, pak, menganggap UN bukan sebagai momok, mungkin ke depannya ujian ini bisa lebih bersih dan jauh dari praktek-praktek kecurangan.
tapi di mana pun, prestasi memang berimbas besar terhadap nama baik dan kesejahteraan. pantas saja orang bersedia melakukan apa saja untuk itu.
Baca juga tulisan terbaru marshmallow berjudul Nusa 3 In 1
@marshmallow,
iya, mbak yulfi, kita hanya bisa berharap agar generasi yang kahir dari proses UN yang semacam itu masih memiliki idealisme sehingga tak gampang melakukan tindakan konyol yang bia merugikan dirinya sendiri, hehehe ….
Tak bosan-bosannya Pak Sawali mengangkat tema UN. Concern betul tampaknya. Ya, untuk sebuah perubahan yang lebih baik, memang tak boleh menyerah ya, Pak Sawali. Bukankah sesuatu yang baik layak diperjuangkan…
Baca juga tulisan terbaru Daniel Mahendra berjudul Persinggahan dan Melacur
@Daniel Mahendra,
hehehe … mau atau tidak, saya tetep mosting ttg UN, mas daniel, hehehe…. banyak hal yang masih harus dibenahi ttg sistem penyelenggaraan UN di negeri ini.
menurut pak guru… mending dapat marah atau murid lulus tapi ngak jujur?
Baca juga tulisan terbaru suwung berjudul Perbedaan Denologis dan kera, menurut denologis
@suwung,
walah, tidak kedua2nya, mas suwung, hehehe …
Pak Sawali, saya sepakat, pelaksanaan UN memang menyita perhatian banyak pihak! Sepupu saya yang masih SMA pun tak kurang merasakan “ontran-ontran” ini.
Saya prihatin bukan dengan UN-nya tapi lebih karena ungkapan bahwa keberhasilan sebuah sekolah dalam meluluskan anak didiknya di UN!
Hal ini tentu rawan untuk dipermainkan, seperti biasanya, Pak Sawali.
Baca juga tulisan terbaru DV berjudul Weker Alarm
@DV,
iya, mas donny, sekolah seringkali tak berdaya ketika ditarget harus meluluskan siswanya 100%. akhirnya, muncul cara2 yang ndak bener seperti itu.
Saya tak tahu mau komen apa….
Tapi rasanya dulu ujian adalah hal yang memang harus dipersiapkan jauh hari, dan kok kayaknya nggak ada masalah.
Teman-teman SD ku banyak yang belajar sambil angon kebo…teman SMP pun begitu….dan mereka itu sekarang bisa menjadi seorang dokter dari lulusan PTN (biaya murah), kuliah sambil bekerja.
Untuk bisa lulus ujian SMA dan mendapatkan bangku PTN, anak-anakku dipersiapkan sejak SMA kelas I, karena kalau dimulai sejak kelas 3 semua sudah terlambat….
Baca juga tulisan terbaru edratna berjudul Mencoba makanan di “Omah Sendok”
@edratna,
betul banget, bu enny, kematangan sisa dalam mempersiapkan diri menghadapi un akan sangat menentukan kelulusan siswa ybs. sayangnya, sisa sekarang jarang yang mau repot2 mempersiapkan diri dg baik.
UN emang sepertinya bebaaaaaaaaannnnnnnnnn gitu…rasanya lulus/tidaknya hanya ditentukan slma 5 hari itu……
tapi kalo persiapannya matang, insyaallah UN bukan lagi momok melainkan sebuah jembatan menuju pintu gerbang SNMPTN
@balladona,
bener juga, mbak donna, seharusnya un tak harus jadi momok kalau sejak awal setiap siswa mau mempersiapkan diri dg baik.
Adik Abu, dia uring2an menjelang UAN…
Waktu bbrp hari menentukan hidupnya selamanya…
Wajar ia tertekan…
Baca juga tulisan terbaru TENGKU PUTEH berjudul TIDAK SEDANG MENCARI CINTA
@TENGKU PUTEH,
duh, kasihan juga tuh adik si abu. nasihati aja, mas tengku adik si abu itu agar jangan sampai dia tertekan. hadapi un dg reileks tapi tetep fokus.
UN mmng jadi momok….bagi kita yg dah kehilangan percaya diri dan jati diri!
Baca juga tulisan terbaru Nyante Aza Lae berjudul Cinta dan Jablai
@Nyante Aza Lae,
semoga para pelajar di negeri ini tetep pede, mas kurnia, sehingga mereka bisa optimis dalam menghadapi UN.
UN memang bikin guru serasa pny gawe yg super heboh..kdg malah ada oknum guru yg berani mempertaruhkan jabatan demi lulusnya sang murid..opo tumon…
@eNKa,
waduh, kok sampai sejauh itu, toh, bu narni, hehehe … kenapa UN mesti dijadikan sebagai momok secara berlebihan?
ya nih pak seperti menghadapi buah simalakama…..
Baca juga tulisan terbaru nafisa berjudul SAndal Jepit
@nafisa,
asalkan dilaksanakan secara wajar, tapi sungguh2, saya kira UN bisa ndak akan jadi momok, kok, mbak.
Pingback: Black Community vs White Community, dari PCMAV + clamAV sampai dengan Djarum Black + Marlboro Light, Quantum Leaps : Sukhoi TNI AU, Ponari, Olimpiade Kuark 2009, Penerimaan CPNS, Virus | PCMAV, Ujian Nasional 2009, Trend Kekerasan, Djarum Black, dll. Tunt
Mas sawali boleh tanya g sama mas
biar komentar itu keluar reply dan bisa keluar tanpa load lagi gimana yah
byme
Baca juga tulisan terbaru byme berjudul slideline wordpress theme
@byme,
utk reply, gunakan saja plugin wp thread comment lalu disetup lewat wp-admin, mas byme.