Pembelajaran Berperspektif Gender

Selama tiga hari (30 Juni-2 Juli 2008) saya bersama rekan-rekan guru dari 9 kabupaten mengikuti pelatihan “Pembelajaran Berperspektif Gender” di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah. Berikut ini rangkumannya.

Isu gender sebenarnya sudah lama menggema di negeri ini. Kuatnya cengkeraman kultur patriarki, disadari atau tidak, telah mempersempit gerak kesetaraan gender dalam berbagai ranah kehidupan. Dalam lingkungan keluarga, misalnya, anak laki-laki “dipaksa” membunuh kepribadiannya yang feminim, lembut, dan emosional. Sebuah pantangan apabila anak lelaki memiliki karakter cengeng dan suka menangis. Anak laki-laki harus kuat dan perkasa. Sebaliknya, anak perempuan juga dipaksa menanggalkan karakternya yang maskulin, rasional, dan aktif.

Pelabelan dan stigma yang stereotipe semacam itu diperkuat dengan masih kuatnya pencitraan masyarakat terhadap posisi kaum perempuan yang hanya layak terjun di ranah domestik atau hanya sekadar menjalankan fungsi reproduktif belaka. Sementara, di ranah publik atau fungsi produktif dan sosial hanya layak diisi oleh kaum lelaki. Akibat pencitraan masyarakat yang “salah kaprah” semacam itu, disadari atau tidak, banyak kaum perempuan yang “takut sukses” di ruang-ruang publik.

Pelabelan dan pencitraan masyarakat patriarki yang cenderung men-subordinasi (menomorduakan) kaum perempuan di ranah publik menjadikan sosok kaum hawa menjadi begitu rentan terhadap ketidakadilan gender, seperti kekerasan , pemiskinan (marginalisasi), maupun beban ganda. Mengguritanya akar patriarki yang demikian kuat di tengah-tengah kehidupan masyarakat membuat isu-isu gender menjadi bias dan salah kaprah. Banyak kaum lelaki yang merasa khawatir bahwa gender akan membuat peran kaum lelaki menyempit. Bahkan, tak jarang yang berpandangan bahwa gender merupakan bentuk “perlawanan” kaum perempuan terhadap kodrat yang akan menyingkirkan peran kaum lelaki di sektor publik.

Selama ini, gender sering disamakan dengan jenis kelamin (seksual) sehingga memunculkan stigma dan pencitraan publik yang keliru. Jenis kelamin atau hal-hal yang berkaitan dengan faktor seksual jelas merupakan bawaan sejak lahir yang secara biologis memang memiliki ciri yang berbeda. Seksual inilah yang berkaitan dengan kodrat sehingga tidak bisa dipertukarkan. Kodrat yang berkaitan dengan fungsi seksual kaum perempuan, misalnya, menstruasi, hamil, atau menyusui. Kodrat semacam itulah yang mustahil bisa dijalankan oleh kaum lelaki.

Gender dibentuk berdasarkan konstruksi sosial yang sangat erat kaitannya dengan masalah kultural, norma, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Setiap kelompok masyarakat, bisa jadi memiliki konstruksi sosial yang berbeda-beda dalam memandang posisi kaum lelaki dan perempuan sehingga akan terus berubah dan berkembang sesuai dengan peradaban yang membentuknya. Emosi, sikap empati, rasio, akal budi, atau hal-hal yang tidak berkaitan dengan kodrat merupakan unsur-unsur gender yang bisa dimiliki oleh kaum laki-laki dan perempuan. Dari sisi ini, sungguh tidak adil kalau ada orang berkata, “Eh, anak lelaki kok menangis, jangan cengeng, dong!” atau “Jadi anak perempuan itu jangan suka berteriak-teriak, dong!” Loh, memang yang bisa menangis itu hanya anak perempuan dan yang bisa berteriak-teriak itu hanya anak lelaki. Ini merupakan beberapa contoh kecil tentang ketidakadilan gender yang sudah demikian kuat mencengkeram kultur masyarakat kita yang patriarkis.

Repotnya, ketidakadilan gender semacam itu terbawa masuk melalui institusi pendidikan. Dunia persekolahan, diakui atau tidak, telah menjadi ruang jagal dan pembunuh unsur-unsur gender untuk tumbuh dan berkembang secara wajar. Ketika ada seorang siswa perempuan yang melakukan sedikit penyimpangan, stigma yang bias gender secara tidak sadar sering terlontar;

Eh, kamu anak perempuan kok berani-beraninya menampar pipi anak laki-laki. Kalau dibalas bagaimana? Kamu tak mungkin akan sanggup melawannya!

Tanpa bermaksud untuk menolerir kekerasan di dunia persekolahan, stigma yang bias gender semacam itu sangat tidak kondusif terhadap perkembangan jiwa dan kepribadian siswa perempuan. Mereka telah dibiasakan secara sistematis dan kultural untuk selalu mengalah, pasif, dan serba bergantung. Demikian juga peran siswa perempuan dalam bursa ketua OSIS, petugas upacara, atau kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler. Buku ajar pun masih banyak yang bias gender, seperti penggunaan ilustrasi “anak perempuan yang selalu membantu ibunya di dapur atau anak laki-laki yang bermain layang-layang”. Demikian juga penggunaan kalimat, “Ayah membaca koran, sedangkan ibu memasak di dapur.” Secara tidak langsung, penggunaan ilustrasi dan kalimat semacam itu telah memiliki andil untuk menanamkan kepribadian yang bias gender kepada siswa. Muncul stereotipe bahwa anak perempuan tidak pantas bermain layang-layang atau seorang ibu yang tak layak membaca koran.

Sebagai agen perubahan, sudah saatnya dunia persekolahan kita tampil memberikan internalisasi gender secara benar kepada peserta didik. Tidak harus menjadi sebuah mata pelajaran, tetapi diintegrasikan secara inklusif ke dalam proses pembelajaran. Secara lintas-mata pelajaran, para guru diharapkan menanamkan nilai-nilai gender sejak dini ke dalam desain dan proses pembelajaran sehingga anak-anak bangsa negeri ini tidak lagi terjebak dalam kungkungan patriarki yang sangat tidak menguntungkan. Bukan hal yang mudah memang menanamkan nilai-nilai baru di tengah-tengah kuatnya kultur masyarakat yang cenderung bias gender. Namun, jika penanaman dan penyuburan nilai-nilai gender semacam itu tidak terbonsai, pelan tapi pasti, akan lahir “generasi-generasi baru” yang sadar dan responsif terhadap gender.

Desain dan proses pembelajaran berperspektif gender semacam itu jelas akan lebih kontekstual dan memiliki daya tarik bagi siswa jika dikemas secara interaktif dan tidak lagi terjebak ke dalam hafalan dan teori. Dukungan media berbasis teknologi-informasi sangat diperlukan ketika dunia pendidikan sudah mulai mengarah pada pembelajaran elektronik. Tayangan-tayangan gambar berangkai, video, bahkan film, khususnya yang berkeadilan gender dan edukatif, sangat dibutuhkan untuk memberikan citraan baru ke dalam mind-set anak-anak sehingga secara tidak langsung akan membuka wawasan baru.

Lingkungan keluarga pun mesti memulai menginternalisasikan unsur-unsur gender secara benar sejak dini kepada anak-anak sehingga tidak lagi muncul stigma, pelabelan, penomorduaan, marginalisasi peran, beban ganda, atau kekerasan yang sangat tidak menguntungkan bagi kaum perempuan. Mengapa tidak dimulai dari sekarang? ***

Comments

  1. Alangkah tepat jika wacana seperti ini diusung ke dalam ranah para guru, karena posisinya yang begitu strategis dan memiliki kontribusi besar dalam dunia pendidikan khususnya perkembangan anak didik yang pada akhrnya membentuk mind-set tertentu akan suatu hal.

    Namun akan lebih tepat lagi jika pola-pola semacam ini disodorkan pada habitat anak itu sendiri, tentu dengan pendekatan yang lebih tepat.

    Bukankah di saat itulah dunia azas berkembang: sesuatu yang dibawa terus sejak kecil.

    (sok tau banget gini aku ya… hihihi!)

    >>>
    betul banget, mas daniel. maka dari itu, para guru diharapkan dapat mengintegrasikan persoalan gender ini ke dalam proses pembelajaran yang diampunya 💡

  2. Isu persamaan gender yang kita kenal dengan sebutan emansipasi wanita, sebenarnya juga berdampak positif terhadap ekonomi. Sebab penelitian membuktikan bahwa wanita yang bekerja (wanita karier) biasanya tidak mempunyai banyak anak. Sehingga kalau banyak wanita yang bekerja dan mengejar karier, maka laju pertumbuhan penduduk bisa dikendalikan. Tentunya ini berefek baik terhadap distribusi modal di antara penduduk itu sendiri.

    Terlepas dari semua itu, isu persamaan gender memang sudah seharusnya menjadi agenda utama kita para pendidik untuk menyuarakannya, minimal menyampaikannya kepada anak didik.

    >>>
    yaps, sepakat, pak rafky. namun, istilah yang benar mestinya kesetaraan gender, bukan persamaan gender, hehehee 😆 sudah saatnya persoalan gender ini masuk dalam kegiatan pembelajaran shg mampu membuka mind-set anak :oke

  3. Isu gender produk Barat yang diadopsi secara keliru (bisa jadi saya salah). Islam tidak mengenal separatis demikian sebab konsepnya saling melengkapi dan … bukan mempertentangkan. Itulah contoh betapa secara pemikiran kita mau-maunya diperbodoh.

    >>>
    sebenarnya gender tidak sama dengan gerakan feminisme radikal spt yang dikembangkan di barat, pak ersis, hehehe 🙂 pengarusutamaan gender dilakukan tanpa melalui revolusi, tapi setahap demi setahap sehingga akan terbangun konstruksi sosial baru yang benar responsif terhadap gender. bahkan, bisa jadi baru bisa terwujud antara 2-3 generasi mendatang, pak. saya pun cenderung tidak sepaham dg gerakan feminisme yang terkesan radikal. 💡

  4. Dalam opini saya, sesuatu yang kodrati belum tentu bersifat memisahkan secara bertingkat.

    Sesuatu yang sifatnya kodrati lebih pada penilaian bahwa pada akhirnya memang mentoknya disitu, tak bisa dilawan lagi, tak bisa ditawar lagi.

    Mungkin begitu …

    Donny Verdians last blog post..Timbuk2 Steve Sleeve, Amplop Sang Master

    >>>
    betul sekali, mas donny. kodrat tak mungkin dilawan dan tak bisa dipertukarkan. hal ini beda dg gender yang dibentuk berdasarkan konstruksi sosial, nilai, dan norma2 yang berlaku di masyarakat setempat. *hiks, kok jadi sok tahu nih* 💡

  5. Yah…. perubahannya setahap demi setahap pak, yang penting ada perbaikan. Kalau saya dari dulu memang sudah menerapkan prinsip “kesetaraan” (namun kesetaraan yang tentu saja bukan pemaksaan). Apa yang istri saya sanggup kerjakan, ya sebaiknya dia kerjakan, namun kalau dia tidak sanggup ya tentu tidak saya paksakan. Yang penting dia berusaha dulu untuk mengerjakannya dan pekerjaan tersebut aman untuknya.

    Menurut saya permasalahan jender ini sebaiknya kita mulai dari rumah dulu, itu menurut saya yang paling efektif (menurut saya loh… :mrgreen: ), jangan sampai kita teriak2 di luar rumah untuk memecahkan masalah jender ini, nggak tahunya di rumah kita sendiri prakteknya beda… hehehe…. Bener nggak pak?? :mrgreen:

    Yari NKs last blog post..Deutschland über alles?? Das ist Unsinn, ja??

    >>>
    yaps, saya sepakat dg semua pernyataan bung yari. gender memang perlu tahapan2. tak bisa dilakukan sekaligus seperti yang dikembangkan oleh kaum feminis barat. bahkan, bisa jadi baru bisa diaplikasikan dalam beberapa generasi mendatang. namun, praktiknya bisa dimulai dari sekarang melalui lingkungan keluarga. dunia pendidikan memberikan internalisasi dan penguatan2. 💡

  6. Saya senantiasa nggak paham mengenai gender ini. Setahu saya dulu yang namanya gender itu alat musik yang dipukul itu.
    Tetapi andaikan memang harus ada persamaan gender, apakah nanti dinilai wajar bila seorang perempuan kerja mencangkul di sawah, bapak memasak di dapur? Ibu tindak nderes, bapak nggeneni badhek?
    Apakah bias gender itu hanya dalam tataran hal-hal yang mengenakkan saja? Berapa banyak wanita yang mau berkarir sebagai kuli bangunan, sebagai nelayan? Apakah salah pemaknaan saya?
    nyuwun sewu lho pakdhe… 😡

    >>>
    istilah yang bener, hehehe 😆 kesetaraan gender, ndoro seten, bukan persamaan gender. sangat beda itu. gender tdk harus diartikan serdikal itu bahwa kaum perempuan mesti mengambil alih peran kaum lelaki karena juga ada faktor2 bilogis yang memengaruhinya. 💡

  7. Tengkyu Pak Guru. Ngepas juga nie bwat pembelajaran saya membekali perjalanan Nashya. Tapi ngomongin soal gender gini barangkali cukup fenomenal, mirip-mirip nyerempet kalo ngomongin dengan HAM (baca: hubungan Sipil dan Militer)..CWIIW 😡

    >>>
    hehehe 😆 yaps, memang benar, mas dhoni, sangat erat kaitannya juga dg HAM, sebab selama ini yang selalu menjadi korban adalah kaum perempuan :oke

  8. bukan cuma di pendidikan pak, sekarang perencanaan pembangunan juga harus memasukkan issue gender 😀

    itikkecils last blog post..Arrrgghhh

    >>>
    yaps, betul banget, mbak ira. ada banyak lini yang perlu dimasuki oleh pengarusutamaan gender, tak hanya dalam dunia pendidikan saja :oke

  9. wah mantap nihmemang sebenarnya kita tak harus membeda-bedakan berdasarkan gender. Cuma kita harus menjelaskan peran masing2. Karenatetap antara laki2 dan perempuan an berbeda 🙂

    achoey sang khilafs last blog post..Kiat Mantap Memulai Usaha

    >>>
    secara kodrati antara laki2 dan perempuan memang sangat berbeda, mas. sayangnya, selama ini antara kodrati (seks) sering dipertukarkan maknanya dengan gender yang dibentuk berdasarkan konstruksi sosial :oke

  10. Mungkin begitulah maksud Allah menciptakan pria dan wanita. Bukan karena adanya diskriminasi gender pak. Justru untuk saling melengkapi kekurangan dari masing² jenis itu pak. Jika semua sama .. jadi, mengapa juga Tuhan menciptakan dua jenis. Koq ga satu aja. Mungkin kira² begitu pak.

    Tapi kalo masalah hukum, ya harus tetap sama pak. Tidak ada perbedaan gender. Yang berbeda hanya peran masing² jender.

    Sorry pak .. kalo keliru.

    eranders last blog post..Perubahan

    >>>
    yaps, betul banget, pak eby. yang terjadi di tengah2 masyarakat sebenarnya bukan perbedaan gender, pak, tapi ketidakadilan akibat konstruksi sosial patriarkis yang sudah mengakar secara turun temurun. keberadaan laki2 dan perempuan secara kodrati memang utk saling melengkapi, pak, karena fungsi2 biologis semacam itu ndak mungkin bisa dipertukarkan :oke

  11. gender adalah pembedaan peran laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya. gender bersifat lintas wilayah dan waktu….
    halahhhh saya ngomong apa itu ya pak?
    semoga tidak lagi ada “ini ibu budi… bapak budi berangkat ke kantor, ibu budi memasak di dapur…
    budi bermain sepak bola di lapangan… wati membantu ibu memasak di dapur….”

    ***saya habis makan apa ya kok jadi feminis***
    ***kabuurrrr***

    >>>
    loh, kok malah kabur, hehehe 😆 memang seperti itu, pak slamet, penafsiran yang benar ttg gender, hehehe 😆

  12. Saya kok ya setuju dengan Pak Ersis.
    Masak anak laki-laki dibiarkan main boneka barbie?
    Kalau sesekali ikut sekedar bermain peran (role playing), gak papa.
    Anak perempuan sesekali main layangan gak papa.
    Tapi kalau keterusan kayaknya gak bagus juga.

    Ah entahlah…. :acc

    suhadinets last blog post..Dongeng Tentang Wanita Tukang Tenung (Part 2)

    >>>
    ilustrasi seperti itu kan sebenarnya utk menggambarkan, betapa selama ini telah terjadi pemahaman yang keliru ttg seks dan gender, pak suhadi. muncul kesan pelabelan atau stereotipe bahwa laki2 harus memiliki sifat perkasa dan rasional, sedangkan perempuan lemah lembut dan irasional. padahal, sesungguhnya unsur2 gender seperti itu kan bisa dipertukarkan, pak 💡

  13. Perbedaan Gender sampai sekarang masih sering diperdebatkan ,menurut saya dengan perbedaan gender gunaya untuk saling melengkapi dan tidak saling mencari kekurangan .Bukan untuk saling diperdebatkan

    cmmiw

    😀

    Diahs last blog post..Masih Pingin Rasanya Disuapi

    >>>
    betul banget, mbak diah. sebenarnya yg terjadi bukan perbedaan gender, mbak, tapi ketidakadilan gender akibat kuatnya kultur patriarki yang turun termurun dari generasi ke generasi 💡

  14. Agustina Kustulasari

    hhmmm.. kesetaraan gender..
    Wacana yg dimunculkan oleh para feminist ini masih perlu untuk terus dibahas dan diuji berulangkali definisinya.

    Satu yg saya sangat setuju dari tulisan Bapak adalah bahwa gender is socially constructed and, therefore, is intertwined with the culture and the norms in the given society.
    Maka dari itu, sebelum bergerak untuk menyetarakan gender, saya rasa masyarakat kita perlu untuk merumuskan gender yg setara itu yg seperti apa dulu; yg sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.

    Satu hal lain yg tidak kalah pentingnya adalah bahwa kesetaraan gender seperti layaknya hak2 sosial lainnya, seyogyanya sejalan dengan hak2 asasi manusia. Yg mana berarti bahwa setiap individu, baik perempuan maupun lelaki berhak untuk mendapatkan kesempatan yg sama sebagai seorang manusia. Jangan sampai ketika kita bergerak dibawah bendera kesetaraan gender, kita malah melanggar hak2 asasi manusia.

    >>>
    yupas, betul banget mbak agustina. tapi ini sangat beda dengan gerakan yang dilakukan oleh kaum femenis barat yang cenderung radikal. perspektif gender dimaksudkan utk meluruskan internalisasi yang benar antara seks dan gender yang selama ini dicampuradukkan sehingga terjadi pelabelan dan marginalisasi terhadap kaum perempuan. pengarusutamaan gender pun diarahkan seiring dg HAM, mbak. :oke

  15. Masalah gender dan agama tidak akan habis dibicarakan di negeri ini.

    imcws last blog post..Lima Mitos SEO

    >>>
    bener juga pak dokter. padahal sesungguhnya agama sangat memuliakan posisi kaum perempuan, bahkan poligami pun masih juag menimbulkan banyak penafsiran, pak. 💡

  16. waduh gak mudeng
    jadi pak pertanyaanku, apakah jika ada lelaki yg sering menangis itu salah? lalu apakah persamaan gender bisa mengakibatkan hilangnya kekerasan terhadap wanita?? kalaupun iya, alasannya apa pak??
    **berubah jadi murid yg baik tapi bodoh** :292

    hanggadamais last blog post..Tekad dan Doaku…

    >>>
    hehehehe 😆 yang bener bukan persamaan gender, melainkan kesetaraan gender, mas hangga, hehehe 😆 unsur2 gender, seperti emosi dan karakter itu kan sebenarnya bisa dimiliki oleh siapa saja, baik itu laki2 mauoun perempuan, mas. kalau ada kesetaraan gender, kekerasan terhadap kaum perempuan pun saya kira kok bisa dieliminir. *jadi sok tahu nih * 💡

  17. dah nyampe semarang kok ndak mampir jogja pak? 🙂

    btw, kesetaraan gender memang sedang naik daun.. sayangnya, kadang penyampaian yang tidak tepat bisa mengakibatkan hal yang fatal..

    yainals last blog post..Entrepreneurship Training for Santri, Mau?

    >>>
    wah, mau ke jogja, waduh, kan lebih dekat ke kendal, mas yain, hehehe 😆 bener banget, mas yain, persoalan gender memang belum bisa diaplikasikan secara nyata. butuh tahapan utk bisa mewujudkannya 💡

  18. Langkah yang solutif untuk mengusung wacana gender ke masyarakat melalui pendidikan, pak! Kalau cuma mengandalkan para aktifis perempuan, skalanya terlalu kecil dan dengan beban kerja yang sedemikian berat. sekali lagi salut!

    >>>
    bener banget, pak gempur. dunia pendidikan agaknya memang tempat yang strategis utk menginternalisasi nilai2 keseteraan gender kepada anak2 bangsa negeri ini sehingga kelak mereka mampu membangun konstruksi sosial baru yang sesuai dengan nilai2 kesetaraan gender itu *wah kok jadi sok tahu nih, hehehe 😆 * 💡

  19. Saya suka masak lho, Pak Sawali….Kalau lagi liburan dan kumpul sama keluarga istri di Bandung, masakan udang goreng saus tiram saya selalu ditunggu-tunggu. Berarti kami sudah tidak bias gender kan Pak?

    Hery Azwans last blog post..Erik Hartmann Lagi

    >>>
    hehehe 😆 betul, mas azwan. memasak yang dilakukan oleh kaum lelaki bisa menjadi salah satu contoh kesetaraan gender itu. salut banget, mas azwan 💡

  20. Tadinya kaget juga melihat judulnya…terus bagaimana ceritanya pak kaitan gender dengan pendidikan di sekolah? Saya agak bingung juga, atau saya yang terlalu ndableg ya…kayaknya dari dulu kok saya aman-aman aja ya. Guru sekolah ya nggak menganggap saya aneh, bahkan dulu ada teman cewek yang jago olahraga dan beladiri, mengalahkan teman-temannya yang cowok.

    Saya merasa ada perbedaan gender pada awal masuk bekerja…namun kami (saya dan teman-teman cewek) berusaha membuktikan bahwa hal tersebut harusnya tak perlu ada. Yang penting adalah kesetaraan hak, dan kebebasan memilih. Pada akhirnya masing-masing orang yang akan menentukan akan kearah mana…..bahkan sayapun akhirnya tetap memilih tak melanjutkan kuliah di luar negeri karena tak tega meninggalkan anak masih kecil, dan memilih melanjutkan S2 di dalam negeri…yang penting dibebaskan untuk memilih, dan pilihan pada perempuan itu sendiri. Sayapun mendidik kedua anak saya sama, mereka bebas mau melanjutkan studi kemana saja, sampai tingkat berapa, karena pada akhirnya mereka sendiri yang menilai pro’s dan con’s nya.

    edratnas last blog post..Penawaran kredit melalui sms: benar atau penipuan model baru?

    >>>
    nggih, bu. gender juga bisa diimplementasikan berdasarkan pilihan2. gender memang tdk sama dg gerakan feminisme radikal yang berkembang di barat, bu. oleh karena itu, pelaksanaannya butuh tahapan2 dan tak bisa dilterapkan secara instan 💡

  21. Setali tiga uang, sangat sulit, kalau dalam kehidupan pribadi boleh berbeda-beda (Saya laki2 juga berhak memakai rok dan BH, misalnya), namun dalam kehidupan bermasyarakat tentu berbeda di minangkabau dengan di jawa. Bagi pemerintah adalah menciptakan regulasi hukum secara setara baik hak dan kewajiban setiap warganya.

    >>>
    betul banget, pak aryo. karena gender itu ada berdasarkan konstruksi sosial, dengan sendirinya setiap masyarakat atau daerah memiliki ciri2 gender yang berbeda. 🙄

  22. hal seperti ini kaya’nya hanya bisa di obrolin aja,.. selalu menemukan kesulitan untuk mempraktekkannya,..

    bayus last blog post..Freelance Photographer

    >>>
    memang betul, mas. makanya perlu dimulai. dari lingkungan klg dulu, sekolah memberikan penguatan, hingga akhirnya masyarakat pun mulai memiliki kesadaran gender utk membangun konstruksi sosial yang baru 💡

  23. Wah, commentnya bebobot semua, kecuali coment saya.

    Rasanya sih, bagi saya saling mengambil peran,
    seperti sekarang ini saya pergi jauh untuk menyelesaikan pekerjaan.
    Maka banyak peran yang dilakukan istri saya.

    Bahkan saya berusaha memberdakan istri, wanita, bukan “DIPERDAYA” seperti yang saya tulis dalam artikel sbb:

    http://www.sumintar.com/pemberdayaan-ibu-rumah-tangga-dengan-bisnis-online.html

    Kalau gak setuju mohon maaf, namanya manusia pasti salahnya banyak pol.

    Salam sukses….
    sumintar.com

    >>>
    wew… komen pak sumintar berbobot juga, kok, bahkan malah sudah menerapkan gender dalam keluarga. salut dan salam sukses juga, pak. :oke

  24. Prspektif Gender memang istilah dari Barat. Namun bukan berarti isinya bertentangan dengan Timur.
    Blog pun merupakan istilah dari Barat. Tapi nyatanya, Pak Sawali yang orang Timur ini malah begitu lihai dalam memanfaatkan blog untuk pembelajaran masyarakat (termasuk saya).

    M Shodiq Mustikas last blog post..Goyang Inul kini sopan karena sudah haji?

    >>>
    walah, hanya postingan biasa aja kok, pak shodiq. memang istilah itu dari barat, pak, tapi penerapannya sangat beda dengan gerakan feminisme seperti di negeri barat itu, butuh tahapan utk bisa mewujudkannya :oke

  25. hari gini maish beda2in gender?? Cp D 😀
    profesi, kerjaan, karir tidak hanya milik para lelaki. wanita juga bisa berkarya… 🙄

    >>>
    betul banget, bu ita. selamat memperjuangkan kesetaraan gender lewat dunia pendidikan, bu 🙄

  26. Kalau menurut saya, gender merupakan pembatas agar kita senantiasa berbuat di jalur yang benar, tidak menyalahi kodrat.

    Edi Psws last blog post..Soto Madura Asli Tapak Siring

    >>>
    betul, pak edi. pengarusutamaan gender bukan dimaksudkan untuk menyalahi kodrat, kok. kan jelas seklai perbedaan antara seks (kodrat) dan gender 💡

  27. Setelah hampir 60 tahun kita merdeka, isu gender baru (bisa) dibahas blum lama ini. Permasalahan yang paling mendasar sebenarnya pola didik yang harus digunakan agar perbedaan gender tidak terlalu mencolok. Kesetaraan gender perlu, agar wanita dapat duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Namun memberi pengertian yang humanis terhadap siswa siswi ttg kodrat alamiah jasmaniah mereka sangat penting. Agar Pria tidak otoriter terhadap wanita, dan si wanita tidak salah kaprah terhadap kebebasan barunya (emansipasi)nya.Saatnya saling mendukung melalui perbuatan, perkataan, dan tingkah laku yang tidak melecehkan (merendahkan) wanita..

    Iis sugiantis last blog post..Pemerintahan ‘Presiden-sial’!

    >>>
    sepakat banget, mbak is. memang seperti itulah idealnya. pengarusutamaan gender bukan dimaksudkan untuk menggeser peran kaum laki-laki, melainkan untuk memberikan ruang kepada kaum perempuan agar mampu menjalankan kesetaraan gender di ruang-ruang publik :oke

  28. setuju dengan kesetaraan gender (bukan kesamaan lho, karena laki2 dan perempuan bagaimanapun ga akan bisa sama).
    Tapi harus konsisten donk. Maksudnya wanita harus menunjukkan kesetaraannya dengan usaha. Jangan mau enaknya saja dan dikasihani (ini mah akan jadi bumerang). Semoga kesetaraan gender secepatnya bisa terwujud..

    made ekas last blog post..Telapak Kaki para Presiden

    >>>
    yaps, betul banget, mas made. melalui kesetaraan gender, kaum perempuan diharapkan mampu mewujudkan kiprahnya di ruang publik sehingga mereka mampu membuktikan eksistensi dan jati dirinya. 💡

  29. kesetaraan gender sangat perlu menurut saya, karena bukan hanya kaum adam saja yang dapat berkarya dalam berbagai bidang, namun sayangnya masih belum begitu berkembang dalam kehidupan masyarakat yang real :oke
    tapi tetap saja, pada akhirnya seorang perempuan juga tidak boleh lupa terhadap kodratnya, ya kodrat yang sudah ditaqdirkan oleh Allah dari zaman siti hawa.

    CMIIW, pak saya dah nyoba beberapa kali ke rumah bapak tapi baru berhasil sekarang ini, loadingnya gagal melulu…apa karena terlalu berat ya?

    >>>
    betul banget dan saya setuju dengan pernyataan mas bumi-langit. kesetaraan gender jelas bukan dimaksudkan untuk melawan kodrat karena memang hal2 yang bersifat kodrati mustahil bisa dipertukarkan. btw, padahal sudah saya kurangi pluginnya, mas. nggak tahu juga nih, kenapa load-nya masih berat juga, hiks :181

  30. Salam
    Laki-laki dan perempuan itu sebenarnya sama klo dalam hal kedudukan dan posisi bagaimana dia beraktivitas di masayarakat atau di ruang publik, tapi memang fithrah dan kodrat tetep melekat untuk memberi batasan fungsi laki-laki dan perempuan, betul ga ya pak Dhe??
    Btw sebenarnya laki2 itu kalah lo pak Dhe ma wanita buktinya?? “laki2 bertekuk lutut di sudut kerling wanita” he..he.. *baru kerlingannya doang lho*

    nenyoks last blog post..Morning On Seven: Miss Them

    >>>
    betul banget, mbak nenyok. makanya, kesetaraan gender ini perlu diinternalisasikan kepada anak2 sejak dini agar kelak mereka mampu membangun konstruksi sosial yang baru. btw, baru kerlingannya saja, ternyata banyak lelaki yang takluk pada kaum perempuan, yak, kekeke 😆 kaum perempuan ternyata lebih sakti daripada lelaki, hehehe :oke

  31. Tapi sekarang udah banyak wanita yang sukses dan mandiri dalam berpenghasilan online maupun offline, dan banyak juga pria yang malah melempem… 😀

    sapimotos last blog post..Report Hari Kemarin

    >>>
    betul sekali, mas, memang sudah banyak kaum perempuan yang terjun ke ruang publik. meski demikian, tak sedikit juga kaum perempuan yang menjadi korban akibat ketidakadilan gender :oke

  32. Hi hi, leres pak :mrgreen:
    Setelah membaca uraian diatas, jadi sadar kalau secara langsung dan buanyak sekali tidak langsung ternyata kita seringkali mengkotak-kotakkan peran gender.

    Saya baru sadar jika hal ini bahkan berlaku sampai kepada hal-hal semacam kalimat “Ayah membaca koran, sedangkan ibu memasak di dapur.” 😡

    sigids last blog post..Mengenal Alkitab I (Sejarah Umum)

    >>>
    hehehe 😆 bener banget, pak sigid. dunia pendidikan kita selama ini masih rentan terhadap ketidakadilan gender akibat masih banyaknya buku teks yang kurang responsif terhadap gender 💡

  33. Hakikat dari persamaan gender sebenernya bukan untuk meruntuhkan hegemoni pria terhadap wanita. Tapi untuk memberi ruang bagi wanita untuk lebih memberdayakan segenap kemampuannya untuk ikut membangun bangsa. jadi alangkah naifnya jika pria menganggap hal tersebut merupakan ancaman terhadap eksistensi dirinya…

    Iis sugiantis last blog post..‘Bike Way’, Solusi Tokyo!

    >>>
    betul banget, mbak is. karena itu, kekeliruan pemahaman antara seks dan gender perlu diinternalisasikan sejak dini lewat bangku pendidikan agar kelak mereka mampu membangun konstruksi sosial baru yang berkeadilan gender 🙄

  34. Paragraf terakhir.. Akur Pak Guru.
    anak sy female dua-duanya..

    Mampir ke Boyolali Pak.. banyak susu lho.. 😀

    trijokobss last blog post..Tk’s ya Friends..

    >>>
    hehehe 😆 cewek semua? gpp, mas trijoko. laki2 atau perempuan sama saja, kok :oke

  35. Iya nih… saya juga sering bertanya…

    apakah wanita juga tidak boleh gaul ? 😡

    masalah gender ini selalu merebak dan tidak ada habisnya 😐

    Meniks last blog post..Bisa Nebak ga ?

    >>>
    bener banget bunda. kesetaraan gender barangkali baru bisa terwujud pada 2-3 generasi mendatang jika konstruksi sosial yang responsif terhadap gender itu sdh terbangun :oke

  36. Menurut saya, budaya yang paling dulu mengenal kesetaraan gender adalah budaya Jawa. Lha bagaimana tidak, sejak semula gender selalu berada di tempat yang sejajar dengan yang lainnya, macam kethuk, kenong, saron, slenthem, rebab, kendang, bonang atau gong. penabuhnya pun bayarannya sama.

    Nayantakas last blog post..Gendhel

    >>>
    wakakakaka 😀 bener juga, ki, haks. suaranya pun klenyer2, kekekekeke 😀

  37. udin

    mas berbicara soal gender menurut saya agak sulit dipahami..karena sebenarnya budaya kita dari dulu emang udah terkonstruk patriarki. apabila kita mencoba untuk merubah saya kira butuh waktu yang relatif lama..
    sebenarnya perempuan dari dulu memang memiliki sifat inferrior dari intern (perempuan sendiri) yang cenderung untuk dinomorduakan..

    betul sekali, pak udin. utk menghilangkan bias gender, sepertinya butuh waktu 2-3 generasi lagi karena memang gender ini sangat dipengaruhi oleh konstruksi sosial. akar partriarki yang sudah begitu kuat bukan hal yang mudah utk dibongkar dan didesain ulang 🙄

  38. udin

    mas saya sedang menyelesaikan studi S1 saya, skripsi saya tentang pendidikan berperspektif gender di pesantren, saya masih agak bingung sebenarnya sosok perempuan yang ideal dalam islam itu bagaimana sih?apakah pemaknaan gender itu harus dimaknai secara vulgar?/ada nilai-nilai tertentu yang harus dijaga?trus seberapa besarkah peran perempuan dalam sektor publik?bila dilihat dari kaca mata sekarang ini..dalam kajian kitab klasik perempuan jelas termarjinalisasi misal dalam kitab uqudullujain…bagaimana pendapat saudara..?
    terima kasih atas jawabanya..

  39. menurut salah satu blog yang saya baca,sekarang perencanaan pembangunan juga harus memasukkan issue gender…sudah harusnya diberlakukan..

  40. issue gender yang ada sekarang sepertinya terlalu dilebih-lebihkan,,
    perempuan dan laki-laki memang beda,, memiliki peran yang berbeda tetapi tidak untuk dibeda-bedakan

  41. issue gender yang ada sekarang sepertinya terlalu dilebih-lebihkan,,perempuan dan laki-laki memang beda,, memiliki peran yang berbeda tetapi tidak untuk dibeda-bedakan

  42. Betul sekali.. issue gender yang selama ini beredar di masyarakat memang sangat membingungkan beberapa pihak. Menurut pendapat saya, membahas gender berarti membahas pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dan bukan berarti lantas bertujuan untuk membeda-bedakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *