Tragedi kekerasan di lembaga pendidikan yang berujung maut kembali terungkap. Beberapa waktu yang silam, Clift Muntu, seorang mahasiswa IPDN harus menemui ajal dengan cara yang tragis; menjadi korban kebiadaban para seniornya di IPDN. Di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, ternyata juga terungkap kasus yang sama. Jiwa Agung Bastian Gultom harus melayang menjadi korban “jagal” para seniornya. Melihat tayangan video amatir di RCTI beberapa hari yang lalu, nurani dan akal sehat kita jelas tak bisa menerima. Betapa para calon pemimpin masa depan itu tak ubahnya seperti masyarakat kanibal yang berpesta di depan mata calon korbannya. Mereka bisa tertawa dan menikmati betul ketika melayangkan pukulan dengan kekuatan penuh ke dada dan ulu hati para yuniornya. Silakan saksikan videonya di sini!.
Sungguh, kita tak habis pikir, kenapa hakikat pendidikan yang seharusnya memanusiakan manusia, justru telah tereduksi menjadi “membinatangkan” manusia. Perilaku kanibal yang diperagakan oleh “manusia-manusia dungu” itu semakin menguatkan bukti bahwa institusi pendidikan telah dikepung budaya kekerasan. Tawuran pelajar, pemerkosaan, pembunuhan, dan perilaku vandalistis yang dilakukan oleh kaum remaja kita telah menjadi fenomena yang acapkali terjadi di negeri ini. Kekerasan telah menggurita dan membudaya lewat tembok-tembok sekolah dan kampus. Para penghuninya seolah-olah sudah menjadi “homo violens” yang menghalalkan darah dalam memanjakan naluri dan hasrat purbanya.
Akar kekerasan yang membelit dunia pendidikan kita tentu saja tidak lahir begitu saja. Sistem pendidikan kita yang belum efektif dalam melahirkan generasi-generasi masa depan yang cerdas sekaligus bermoral yang kemudian “berselingkuh” dengan kultur sosial masyarakat kita yang sedang chaos dan “sakit” setidaknya telah memiliki andil yang cukup besar dalam menciptakan lingkaran kekerasan itu.
Fungsi pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab –sebagaimana termaktub dalam pasal 3 UU Sisdiknas— (nyaris) hanya menjadi slogan ketika kultur sosial masyarakat tak kondusif dalam mendukung terciptanya atmosfer pendidikan yang nyaman dan mencerahkan.
Nilai-nilai luhur baku yang digembar-gemborkan di lembaga pendidikan (nyaris) tak bergema dalam gendang nurani siswa didik ketika berbenturan dengan kenyataan sosial yang chaos dan “sakit”. Nilai-nilai kesantunan dan keberadaban telah terkikis oleh meruyaknya perilaku-perilaku anomali sosial yang berlangsung di tengah panggung kehidupan masyarakat. Ketika guru menanamkan nilai-nilai moral dan religi, para siswa harus melihat kenyataan, betapa masyarakat kita demikian gampang kalap dan lebih mengedepankan emosi ketimbang logika dan hati nurani dalam menyelesaikan masalah. Nilai-nilai kearifan dan kesantunan telah terbonsai menjadi perilaku yang sarat darah dan kekerasan. Ketika guru menanamkan nilai-nilai kejujuran, betapa anak-anak masa depan negeri ini harus menyaksikan banyaknya kaum elite yang tega melakukan pembohongan publik, manipulasi, atau korupsi. Hal itu diperparah dengan tersingkirnya anak-anak miskin dari dunia pendidikan akibat ketiadaan biaya.
Akumulasi perilaku anomali sosial, terbonsainya nilai-nilai kesantunan, dan hancurnya nilai-nilai kejujuran, serta tersingkirnya anak-anak miskin dalam mengakses pendidikan, disadari atau tidak, telah membuat siswa didik mengalami “kepribadian yang terbelah” sehingga lebih suka memilih jalan agresivitas dan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Persoalannya menjadi semakin rumit dan kompleks. Ketika nilai-nilai dalam dunia pendidikan tidak bisa lagi bersinergi dengan kenyataan-kenyataan kultural dan sosial, maka yang terjadi kemudian adalah matinya nilai-nilai luhur baku itu dalam ranah kepribadian siswa didik. Sesuai dengan gejolak dan dinamika masa adolesensia, anak-anak bangsa negeri ini akan memilih cara yang sesuai dengan naluri agresivitas mereka. Yang lebih repot kalau justru institusi pendidikan itu sendiri yang telah melembagakan dan membudayakan kekerasan itu kepada siswa didiknya, misalnya melakukan pembiaran dan bersikap apatis terhadap perilaku kekerasan yang dilakukan oleh para siswa senior terhadap yuniornya.
Sampai kapan pun lingkaran kekerasan dalam dunia pendidikan ini tidak akan pernah bisa terputus apabila tidak didukung oleh atmosfer dunia pendidikan yang nyaman dan mencerahkan serta kultur sosial yang kondusif. Oleh karena itu, sudah selayaknya fenomena kekerasan dalam institusi pendidikan mendapatkan perhatian serius dari semua komponen bangsa untuk menghentikannya. Para elite negeri, tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama, orang tua, atau pengelola media, perlu bersinergi untuk bersama-sama membangun iklim kehidupan yang nyaman dan mencerahkan di berbagai lapis dan lini kehidupan masyarakat. Demikian juga dari ranah hukum. Perlu diciptakan efek jera kepada para pelaku kekerasan agar tidak terus-terusan mewabah dan memfosil dari generasi ke generasi. ***
Kayaknya model pendisiplinan macam senioritas dan hukuman fisik sudah menjadi trade mark-nya institusi pendidikan macam IPDN dan STIP.
Apa memang harus begitu?
Saya pikir inilah penyebabnya..
suhadinets last blog post..Enam Alasan Pentingnya Membaca
Mungkin (mungkin lho Pak) mereka salah menafsirkan tentang pendidikan semi-militer yang diterapkan di sekolah. Yang diambil malah adegan kekerasan ala militer bukannya tentang disiplin serta hormat kepada orang lain terutama yang memiliki tingkatan di atas kita.
Tapi kalaupun militer ya tidak sebiadab yang di video itu. Mereka sudah punya takaran (asumsi saya dengan militer yang baik lho, Pak)
Mau menangis rasanya melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Apalagi di tempat saya berdomisili sekarang, pendidikannya masih jauh ketinggalan dari daerah-daerah lain. 😥
Rafki RSs last blog post..Download PCMAV 1.4
Wah ini lingkaran setan. Parah lagi kalo sudah jadi pimpinan. Pasti mereka akan memerintah dengan kekerasan pula.
Orang-orang yang diperintah dengan kekerasan (walaupun dikandungan sekalipun) pasti akan membalas dengan kekerasan.
Muter terus. Pusing ah…….
Juliachs last blog post..Perancis: Tak berhak mengondol Piala Eropa 2008
wah wah anarkhisasi perilaku justru ditanamkan di institusi bernama IPDN yang konon katanya kawah chandradimuka mental para aparatur pemerintahan. Calon pelayan masyarakat tetapi dididik secara kekerasan seperti preman jalanan. Coba kita bandingkan dengan AAU *halah sok tahu* sekolah militer tetapi justru tidak ada anarkhisme, karena lebih memfokuskan diri pada pendidikan teknologi. ❓
laporans last blog post..Charles Darwin, Pria Punya Selara!
yang susah adalah melupakan dendam, karena mereka diperlakukan seperti itu oleh seniornya, nantinya setelah jadi senior mereka pasti pengen balas dendam ke juniornya, dan begitu seterusnya.. gimana cara meng-cut lingkaran ini ya? miris dan sedih melihat video itu..
jimmys last blog post..Teknik Marketing Jitu
Mungkin perlu di bentuk tim independen untuk merumuskan perbaikan-perbaikan dinegeri ini dan salah satunya tim untuk memperbaiki sistem pendidikan.
duh ngeliat videonya bikin lelah bathin aja,..
apalah kata orang tua mereka ntar yah,..
@jimmy,
Udah kronis kaya’nya,.. sebaiknya di bubarkan dan dibuat yang baru yang lebih bagus.
bayus last blog post..The Happening, The Fall, Hulk dan Kung Fu Panda
😐 bener2 keterlaluan itu, kekerasan dlm pendidikan adalah penghianatan thdp hakikat pendidikan. Saat ini bahkan penyelenggara pendidikan sndiri melakukan hal tsb scr sistemik.. terbukti, pada kasus IPDN dan STIP yg notabene adalah sokolah milik negara dan mhswa yg kuliah pun dibiayai oleh negara.. memberikan contoh yag nggilani begitu pak…
fauzansigmas last blog post..Bantuan Khusus Mahasiswa, Kebijakan Busuk!
Tidak terbayang jika hal ini tidak pernah di blow up di media massa. Btw, saya tidak terlalu mengikuti lagi berita ini, apakah sekolah tersebut hingga kini masih ada? Berganti nama? Atau jangan-jangan sudh dibubarkan ya?
Riyogartas last blog post..Mega Promo Dari Dreamhost
ini juga ada salah satu potret yang lainnya pak..
yainals last blog post..Ekonomi Kreatif a la Petruk dan Gareng
pendidkkan identik dengan kedisiplinan, disiplin identik dengan kekerasan, kekerasan identik dengan kekuatan fisik. Sepertinya pengetian kekerasan ini yang menjadi salah tafsir. 😀
awans last blog post..Biru
Saya sangat setuju pak! dan memang ini adalah tanggung jawab besar bagi kita semua kalo tidak mau kehilangan sebuah generasi
btw maaf baru bisa mampir pak.. ni lagi UAS 🙂
azaxss last blog post..Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (kecuali Ahmadiyah)
Tak ada alasan bagi para rektor, Pimpinan untuk menghindar….sebetulnya saat masuk kuliah di awal 70 an, ditempat saya mapram sudah dilarang…dan agar disiplin ini benar-benar ditaati dilapangan, maka Bapak Andi Hakim Nasution, tiap hari nongkrongi di kampus. Dan ternyata hasil didikan tak ada korelasinya dengan mapram….bahkan sebetulnya, saat kuliah, mengerjakan tugas-tugas, yang sering hanya tidur 2-3 jam setiap malam, sudah merupakan mapram sendiri, dan yang tak kuat akan gugur sendiri.
Sudah waktunya para orangtua dan pendidik untuk bahu membahu agar disiplin di kampus bukan berubah menjadi ajang kekerasan. Saat anak bungsu saya mengikuti mapram, suami saya malah menunggu terus di kampus ITB…demikian juga orangtua lainnya, sehingga ortu yang sibuk, bisa menitipkan pada ortu lain. Akibatnya terjadi pemandangan lucu…di lingkaran dalam adalah anak-anak mahasiswa baru yang mengikuti mapram…dilingkaran luar adalah para ortu yang menunggu putra putrinya. Sampai pak KK (rektor saat itu) bergurau… “saya kaget saat malam-malam ke lab, lho kok ada ibu-ibu yang sedang menyuapi putrinya.” Mungkin si anak saking sibuknya tak sempat pulang kerumah, tak makan dsb nya….
(jadi merasa bersalah, karena si bungsu juga terlihat makin kurus, karena sering tidur di lab…..OOT)
edratnas last blog post..Monas di Minggu 15 Juni 2008
Ngeri banget pak, apalagi lihat video2 yg ditayangkan mulai dari genk nero /cewek,IPDN,STIP. sebabnya saya masih punya anak kecil cowok lagi.kalau pendidikan di Indonesia masih kayak seperti itu mau dikemannakan negara ini.:(
Diahs last blog post..Belajar SEO Nggak ada habisnya
Agaknya… semuwa nyang berbau “semi-militer” arah pembinaanna ndak jelas Pak. Mereka pada ndak memahami filosofi disiplin..”Waton Cepak tapi ndak Pake Otak” 😛
Di pendidikan tentara ajahh sekarang ndak boleh ngampleng (mukul)… “kalo ketahuan” bisa dipecat n dimasukin kurungan lhoo.. ini malah ngejalankan pembinaan jaman jahiliahhh… mo jadi iblis po…??? :DD
Jangan niru-niru pendidikan ala milter-lah kalo bukan militer.
Emang memprihatinkan sangat Pak… ❓
serdadu95s last blog post..Belanda vs Rusia Menurut Perasaan Saya
Lagi-lagi dehumanisasi. Ada kesalahan berpikir secara kolektif di Indonesia ini. Sehingga pengejawantahannya seperti itu.
Setelah kejadian demi kejadian, aku sudah tidak bisa benci melihat hal seperti itu. Tidak, aku tidak lagi benci. Tapi iba, kasihan. Betapa rendah budayanya. Sangat rendah. Baru sampai situ saja ternyata tingkat budayanya. Mengibakan.
Daniel Mahendras last blog post..In The Name of The Father
Kekerasan lagi kekerasan lagi, makin menambah daftar panjang citra buruk dunia pendidikan kita. 😛
menurut pak guru gimana, Rektornya bilang solusi yang diambil untuk memutus mata rantai kekerasan di STIP ini adalah: asrama mahasiswa hanya akan dihuni oleh anak tingkat satu saja, yang lain di luar asrama (dengan pengawasan). apa ini cukup efektif, pak? 😐
Saya sangat menyesalkan kejadian ini pak! Bagaimana ndak sakit hati, la wong anaknya itu baik selama di sekolah, kebetulan sma-nya di tempat saya mengajar pak! rumahnya juga tak jauh dari rumah saya. Rasane mangkel banget pak! Amarah saya benar-benar memuncak kemarin saat tau ada korban meninggal dari STIP yang ternyata pernah jadi murid di SMA saya mengajar.
teman-teman guru juga sangat menyesalkan kejadian ini, anaknya sangat baik, penurut dan pendiam, juga pintar. Kok ujungnya tragis begini…
tapi anehnya olahraga yang kental unsur kekerasan koq malah ngga begitu berkembang ya? lihat saja tinju Indonesia..
mungkin karena kalo di dalam olahraga, tetep harus satu-satu, mana berani yang begitu, jelas2 enakan keroyokan
*haris last blog post..Gara-gara Tanda Tangan
Mungkin.. mungkin kesalahannya adalah menjadikan kekerasan sebagai salah satu “mata pelajaran” tak tertulis yang menentukan keberhasilan si siswa setelah lulus dari sana.
SAyangnya demikian…
Donny Verdians last blog post..Klepon
sayangnya masih belum ketemu metode yg jitu untuk membuat efek jera terhadap mental bangsa ini :DD
Sip!
Bener banget!
Saia tidak setuju dengan ‘aroma kekerasan’ yang senantiasa berhembus di area pendidikan, mencerminkan subjeknya tidak mendapat pendidikan seperti yang sepatutnya..
Huuuuh
Maluuuu!!! :DD
sheis last blog post..it’s a happy day
Semestinya kekerasan itu seperti ini :DD :DD jangan diarahkan kepaa yang lain.
wah teori ini mantep sakali pak. dan jangan lupa bagi pengidap kekerasan dianggap bahwa (keker)asan itu berbanding lurus dengan MACHO. padahal tidak ubahnya sebagai MAnusia ngaCO.
Kurts last blog post..Polarisasi “Kyai Kampung” dan “Kyai Kampus”
sekolah (STM) saya juga menerapkan sistem militer, tapi yang mendidik benar-benar orang yang terlatih dan terampil, bukan dari kalangan senior.
Mungkin salahnya adalah disitu.. yang mendidik adalah senior, senior secara tidak langsung punya naluri balas dendam dan pelampiasan sudah pasti dilakukan ke yunior. Karena asas kesenioritasan itulah yang mereka pakai buat melampiaskannya..
tapi kalo kegiatan seniornya nda diketahui oleh pihak sekolah atau pun guru itu yang jadi masalah..
😯 berharap semuanya berubah 😯
Karena sudah dimulai dari dulunya, jangan salahkan mahasiswa atau taruna yang sekarang, yang jelas karena metode pembinaan mental ini sudah ada dari dulunya. Kalau di lembaga pendidikan non militer ada pembinaan mental seperti ini, hal itu adalah sebuah “latah”, dengan psikologinya tetap yaitu dendam, maksudnya : “gue dulu pernah dimapram sama senior gue, ya gue balasnya ke junior gue tahun depan”. Begitu dan begitu seterusnya ditambah dengan modifikasi dan improvement yang jelek cara mapramnya, sebab cara “nyiksa” tahun kemaren harus beda dengan tahun ini. Tapi kok yang digodok di Kawah Candradimuka Akmil, mereka malah bangga ? sebab sistem-nya yang bener. Dan itu adalah sebuah perjuangan, yang kuat lulus, yang nggak kuat ya….. kelaut aja deh….. :112 :112 :112
Yoyos last blog post..Mengapa selalu Kang Roy Suryo ?
Mungkin, pendidikannya sudah balik ke model pendidikan kanuragan Pak. He he he.
Iwan Awaludins last blog post..E-learning ala Indonesia
dah jadi budaya kaya nya kekerasan ini
Salam
Ah saya sungguh tak mengerti Pak Dhe apa maunya negeri ini, menciptakan monster-monster berseragam sungguh ngeri, mengapa seakan tak bernurani..saya tak habis pikir akhirnya cuma bisa menangis menyaksikan semua itu 🙁
nenyoks last blog post..Sleepy
Biasa deh orang Indonesia…. bisanya keroyokan… (eh nggak semuanya seh!) dari FPI sampai Nero sampai kini di dalam institusi pendidikan! Ck..ck..ck… Mau jadi apa ya?? Coba deh daripada keroyokan begitu mendingan belajar ilmu bela diri yang benar, terus mendapat medali emas olimpiade atau menjuarai kejuaraan2 bela diri tingkat dunia. Nah, itu baru namanya jagoan sejati! :112
Yari NKs last blog post..Asal-Muasal Kehidupan
Hii,, ngeri… 😯
institusi pendidikan di Indonesia kejam2,,,
Inovs last blog post..Pentingnya Dunia Cyber *Menurutku*
Maksudnya ‘pendidikan kekerasan’ kali he he, biar generasi Indonesia nanti pada ‘berani’; tidak seperti yang sekarang, pulau diambil orang he eh, BUMN dibeli he eh, kayu dicuri, ikan dirampk he he. Pokoknya he e terus … Biar jadi bangsa yang tegas, keras, dan … berani (Komen antara becanda dan serius he he).
Ersis Warmansyah Abbass last blog post..Kompor Menulis
apakah hanya dengan militerisme kita bisa disiplin?
lho apakah militerisme = kekerasan?
tidak juga kan?
Hm,, *jadi inget pas waktu saiya ngospek Adik-adik kelas… heHEhe,,,
Saya tidak setuju dengan kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan…
pendidikan adalah dunia belajar akademik dan sopan santun, bukan untuk belajar adu jotos… 🙄
galihyonks last blog post..kasian pelajar SMP+SMA saat ini
yang lebih parah lagi pihak-pihak yang seharusnya bisa mengayomi (dosen + rektor)justru menutup-nutupi dan melindungi pelaku kejahatan tersebut.
chodirins last blog post..LIFELOCK: LIFE PROTECTION
Parah sekali ya,,, pendidikan di Indonesia,,,,
Fikars last blog post..Post#59
saya rasa pemukulan memang tidak pantas untuk membentuk suatu disiplin dalm sebuah pendidikan.
tapi apa yang harus dilakukan apabila anak murid (anak didik) tersebut sudah tidak bisa diingatkan lagi secara baik-baik dan terus-terusan membandel??
watak dan karakter setiap orang tentu berbeda-beda, ada yang dengan sekali teguran sudah berubah, ada pula yang dengan beberapa kali teguran baru berubah bahkan ada yang harus dengan tamparam baru busa berubah.
saya rasa apa yang ada dalam video tersebut bukanlah fakta yang ada sekarang. setahu saya di IPDN pemukulan sudah tidak di izinkan lagi. sedangkan vedeo yang sering ditampilkan di TV itu sudah sering saya liat pada tahun 2003 yang lalu pada waktu kasus mahasiswa asal jabar yang meninggal dunia.
salam kenal dari http://www.kawasah.co.cc 😈 😀
I just could not imagine that is happening in the university in Indonesia.
Belajar Seos last blog post..Belajar SEO-4July 2008
sy taruna di STIP…
sy jg ga stuju bgt
namun…!!
seandainya anda semua yg ada di dalam sana…
kalian hanya tertawa dengan kalimat2 anda semua…
terima kasih infonya, mas.
Sebetulnya sistem pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah kedinasan adalah sistem yang bagus dan tidakada masalah. Sistem itu dibuat untuk membangun siswanya menjadi berkarakter. Hanya saja sistem ini menjadi menyimpang ketika pemahaman yang salah diterima oleh para senior-seniornya. Buktinya ? yang menjadi korban adalah karena korban kekerasan seniornya sendiri bukan gurunya. padahal bukan tidak mungkin gurunya pun sedikit memberlakukan hal-hal yang represif dalam mendidik anak didiknya. Ini saya rasakan sendiri ketika saya pernah menjadisiswa sekolah kedinasan, dan sekarang menjadi instrukturnya. Sistem pendidikan seperti itu membuat saya kuat dan tangguh,dan ini yang ingin saya transfer kepada anak didik saya dengan cara yang lebih baik tentunya.