Senandung Duka Usai Pesta

Dua hari yang lalu, saat pesta ngundhuh mantu, Pak Sukri tampak ceria. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya menyambut para tamu. Bu Sukri pun tampak bersemangat. Tubuh tambunnya bukan halangan untuk bergerak dan beramah-tamah dengan para tamu. Namun, hari ini, Pak Sukri lemas. Kekuatannya bagai tersedot. Bahkan, sejak pesta usai, Pak Sukri sulit tidur. Pikirannya kusut. Kepalanya terasa nyut-nyutan. Berkali-kali lelaki separo abad itu menghitung angka-angka di buku catatan pestanya. Sama saja. Pengeluaran untuk pesta itu terlalu besar sehingga saldo dalam buku itu minus. Neraca pestanya gonjing. Bu Sukri yang melihat tingkah suaminya jadi uring-uringan.

“Dulu, aku kan sudah bilang toh, Pak, jangan buat pesta terlalu besar, sederhana sajalah. Tapi Sampeyan tetep saja nekad!” kata Bu Sukri. Pak Sukri terdiam beberapa lama. Pikirannya bundhet bak benang dilanda ayam. “Coba kalau begini, yang repot kita sendiri, kan?” lanjut Bu Sukri ketus. Pak Sukri tergeragap. Kepalanya makin nyut-nyutan.

“Sudahlah, Bu! Sekarang bukan saatnya bertengkar. Kita harus cari cara agar utang-utang kita impas!” balas Pak Sukri.

“Cari saja sendiri, aku nggak mau ikut-ikutan!” sahut Bu Sukri sambil mencibir.

“Lo, ini kan persoalan kita bersama!”

Pak Sukri terdiam beberapa saat. Jidatnya berkerut, memikirkan sesuatu.

“Oh, ya, Bu. Bagaimana kalau perhiasanmu dijual dulu untuk menutup utang-utang itu?” Pak Sukri merajuk. Bu Sukri diam. Pak Sukri tiba-tiba saja merasa plong. Ia sangat paham tabiat istrinya. Kalau diam, itu pertanda setuju.

***

Membuat pesta, memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada hal-hal sepele yang sering luput dari perhatian sehingga menjadi batu sandungan. Akibatnya?

“Eh, dengar nggak tuh, tetangga kita. Habis pesta, habis pula perhiasan,” sindir Bu Santi ketika arisan di rumah Bu Er-Te.

“Itulah risiko orang yang cari wah,” timpal Bu Erna.

“Alah, biarlah, Bu, itu kan urusan mereka. Kita tepa slira sedikitlah!” sela Bu Er-Te.

Suasana menjadi riuh. Persoalan pesta Pak dan Bu Sukri menjadi gosip utama di tengah-tengah arisan itu. Untung saja Buk Sukri tak bisa hadir. Kalau dia hadir, tentu akan tertelanjangi habis-habisan.

Mungkin itulah konsekuensi hidup bertetangga. Ketika kita mendapat untung, para tetangga cuek. Tapi begitu buntung, mereka beramai-ramai memojokkan kita. Kita menjadi bahan gosip. Ibarat orang di medan perang, Pak Sukri garang di medan laga, tapi jatuh tersandung batu ketika pulang perang. Lantas, prajurit lain bersorak.

Namun, kalau dipikir, apa yang dialami Pak Sukri itu tak perlu terjadi seandainya dia jeli membuat rencana. Dia terlalu memburu status dan gengsi. Tampaknya, dia ingin mendapatkan pengakuan harga diri di hadapan para tamu bahwa “dia bisa”. Hal itu memang wajar-wajar saja. Bahkan, Abraham Maslow lewat teori “hierarki tingkat kebutuhan manusia”-nya pun mengisyaratkan hal itu. Pada tataran tertentu, orang membutuhkan status dan harga diri. Jadi, bukan hal yang aneh kalau Pak Sukri harus tombok demi status dan harga dirinya.

Dari sudut apa pun, yang namanya membuat pesta, lebih banyak buntung daripada untung. Memang, bisa saja berspekulasi. Sebarkan undangan sebanyak mungkin. Persetankan sambutan dan hidangan. Yang penting amplop para tamu masuk kantong. Mungkin kita untung, tapi jangan tanya soal harga diri.

***

Belajar dari pengalaman Pak Sukri, ada baiknya juga kita bersikap samadya. Tak perlu ngayawara. Tidak membuat pesta, juga tidak membuat status dan harga diri kita anjlog. Justru kita akan dipandang “lebih” karena kebersahajaan kita. Undang saja beberapa tetangga, sanak famili, dan rekan terdekat untuk menjadi saksi pernikahan anak kita. Yang penting, maksud kita menikahkan anak telah terwujud. Selesai! Tak ada persoalan yang mengganjal. Seandainya saja kita ingin sedikit wah, membuat pesta, kita perlu membuat planning yang njlimet. Nomor sekian-kan amplop para tamu. Perlu diusahakan semua kebutuhan pesta tertutup oleh tabungan kita sendiri, tak perlu utang sana utang sini. Plong! Usai pesta, kita bisa tidur nyenyak, mengembalikan stamina yang tersedot sebelum, selama, dan sesudah pesta. Kepala tidak nyut-nyutan.

Akan lain halnya kalau di balik pesta ada tendensi bisnis. Keutungan menjadi faktor utama. Hal itu akan membuat kita terjebak pada keangkuhan nurani. Mempersetankan harga diri. Kita jadi memiliki prasangka negatif kepada para tamu dalam soal “amplop”. Amplop ala kadarnya dianggap makian, amplop tebal dianggap sanjungan. Timbul simbolisasi status para tamu lewat amplop. Para tamu adalah saksi hajat kita. Seorang tamu tidak wajib hukumnya memberikan amplop.

***

Sebenarnya, Pak Sukri sudah mendapat warning dari Buk Sukri, jauh sebelum pesta. Namun, kebutuhannya akan status dan harga diri begitu kuat mendesak-desak. Pak Sukri jadi mengabaikan perhitungan neraca pesta. Usai pesta, betapa neraca itu begitu timpang. Dia sekadar nuruti greget, ati karep, ning bandha cupet. Bukan kenaikan status dan pengakuan harga diri yang diperoleh, melainkan sindiran dan menjadi sumber gosip para tetangga.

Hingga matahari condong ke arah Barat, kepala Pak Sukri masih saja nyut-nyutan. Lelaki berjidat licin itu tetap saja puyeng memikirkan nasib pestanya. Meski utang-utangnya tertutup oleh perhiasan Bu Sukri, pikirannya terus menerawang memikirkan cara mengembalikan giwang, kalung, cincin, dan gelang istrinya.

Meski diam, Buk Sukri tetap saja mbesengut, menyiratkan tuntutan agar perhiasan-perhiasannya yang melayang itu bisa segera kembali.

“Aha, pesta itu!” desah Pak Sukri sambil memandang mendung yang kelabu, sekelabu pikirannya. ***

Keterangan:

  • Tulisan ini hanyalah fiktif belaka. Kalau ada kesamaan nama, itu hanya kebetulan saja.
  • Gambar merupakan karya Mas Dwijo D. Laksono

Daftar kosakata:

  1. anjlog = turun
  2. bundhet = ruwe
  3. buntung, tombok = rugi
  4. gonjing = timpang (tidak seimbang)
  5. mbesengut = memendam amarah
  6. ngayawara = muluk-muluk
  7. ngundhuh mantu = pesta pernikahan
  8. njlimet = cermat dan teliti
  9. nuruti greget, ati karep, ning bandha cupet = menuruti hasrat, niat hati, tetapi tak didukung modal yang cukup
  10. nyut-nyutan, puyeng = pusing
  11. plong = lega
  12. samadya = sederhana, bersahaja
  13. tepa slira = tenggang rasa
  14. uring-uringan = marah-marah

Comments

  1. Oalah, Pak Sukri… Pak Sukri…
    Begitu banyak pak Sukri-pak Sukri di sekitar kita.
    (Salam buat Pak Sukri!)

    >>>
    bisa jadi, mas daniel, hehehehe 😆 bahkan mungkin sdh jadi budaya, haks :292

  2. edy

    pak guru mo kawin lagi? :292

    >>>
    wew… kok njurusnya ke situ, bung caplang, wakakakakaka 😀

  3. BEp saja udah bagus :), nggak menghitung Tenaga dan pikiran kasihan p.Sukri nggak di reken ama b.sukri 🙁

    Diahs last blog post..Ketika IBU Memasak Batu

    >>>
    bener banget, mbak dyah. boro2 untung, balik modal aja dah bersyukur. tapi kayaknya pak sukri nekad juga tuh, hehehehe 😆

  4. 🙄 cerita yang berangkat dari realita. Masyarakat kita sekarang emang lebih memintangkan gengsi tanpa mengukur substansi dan kemampuan diri (*halah*).
    Coba aja lihat di negeri ini, apa2 demi gengsi. Beli hape keluaran terbaru dengan segala fiturnya hanya untuk gengsi… padahal hapenya cuma buat SMS dan nelpon doang. Beli jam tangan buat gengsi, bukan buat ingat pada waktu agar tak molor menepati janji… Begitu juga dengan pesta nikah yang semestinya sunah nabi, jadi ajang pesona ketakabarun dengan harapan dapat amplop lebih dari undangan :292
    Mas, Sawali berhasil memotret masalah status dan gengsi ini dengan apik! 💡

    Qizinks last blog post..Dindik Pesimis Kelulusan UN Capai Target

    >>>
    hehehehehe 😆 mas qizink bisa aja nih. tapi kayaknya bener, ya, mas. masyarakat di sekitar tempat saya tinggal punya kecenderungan semacam itu. utk menikahkan anak seringkali dibesar2kan tanpa mempertimbangkan risikonya. sedih :181

  5. Mantu kebanyakan memang rugi.. Uang yang didapat biasanya ga sebanding dengan yang dikeluarkan.. Mungkin ada kepuasan tersendiri kalo bisa berpesta.. :114
    Sebaiknya melihat keadaan lah.. Pak Sukri orang yang aneh… :114 [tora sudiro mode:ON]

    >>>
    seharusnya begitu, mas totz. lagian yang dinikahkan juga merasa kurang nyaman kalau denger orang tuanya mesti tombok, haks 🙁

  6. Dalam sejarah perpestaan yang saya ketahui, rasanya tidak pernah sohibul hajat bisa untung. Bisa nutup biaya katering saja sudah bagus. Karena itu, kalau tabungan tidak cukup ya jangan dipaksakan membuat pesta yang muahaaal.
    cukuplah pesta diadakan di rumah atau musholla sebelah.
    Pasti biayanya lebih murah.
    Saya nggak ngerti sejak kapan undangan pesta di Indonesia seabrek-abrek.
    Padahal syareatnya kan minimal menyembelih seekor kambing.
    Moga2 hutangnya Pak Syukri bisa terbayar.
    Eh, ini fiktif ya? Kok jadi terhanyut…

    Hery Azwans last blog post..Pesona Airbus A380

    >>>
    bener banget, mas azwan. seharusnya ngukur dirilah. sayangnya gengsi dan harga diri lebih diutamakan. yang lebih repot, kayaknya ini malah sdh menjadi bagian dari budaya masyarakat kita. suka berpesta :181

  7. indri

    kasian….. pak sukri 😥
    sudah tau pas2an masih maksain
    tapi itu lumrah di negeri kt ko…
    yg pntng gengsi… :205 :205 :205

    >>>
    hahahaha 😆 itulah yang sering terjadi di tengah masyarakat kita 😆 demi gengsi, orang tega menzalimi diri sendiri, haks :291

  8. Kisah pak Sukri itu hampir mirip dengan kisah pak S yang lain yang mengadakan pesta 100 tahu kebangkitan Indonesia :p

    Riyogartas last blog post..Pembantu Baru, Akregator

    >>>
    hehehehe 😆 pak s, siapa mas riyo, hehehehe 😆 kebangkitan nasional bukan mewarisi semangath, tapi cencerung pakai upacara dan pesta tanpa jelas tujuannya, haks. ironis :181

  9. Yah begitulah pak… di negara kita memang masih banyak yang seperti itu…. lebih mengutamakan bagusnya pakaian dibandingkan dengan bersihnya badan. Yang penting pakaiannya bagus, baru dan mahal, nggak peduli badannya nggak pernah mandi, banyak dakinya dan bau ketiak badan.

    Dalam sehari2 juga banyak, coba aja berapa karyawan (+ manajer)yang ke kantor gengsi kalo nggak pakai mobil, padahal di kantornya kali cuma karyawan kelas teri yang nggak ada prestasinya.

    Juga para koruptor, yang penting kaya dulu, prestasi belakangan dan dari mana sumber kekayaan itu didapat, persetan amat! Jadilah negeri kita seperti ini pak, Indonesia, yang dari luar sekilas terlihat besar, kaya, penduduknya banyak padahal……… (silahkan terusin sendiri deh! ) Belum lagi negeri ini yang katanya ramah, tepa selira, sosial, tapi nyatanya gampang diadu domba! Yah… begitulah kalau rakyat negeri kita ini lebih mementingkan kosmetik daripada pesona asli tubuh kita sendiri… bukan begitu pak? :mrgreen:

    Yari NKs last blog post..Veksilologi

    >>>
    betul banget, bung yari. gengsi, harga diri, dan hal2 lain yang serba fisik, agaknya masih dianggap segala2nya tanpa mempertimbangkan risikonya. bener2 repot. mudah2an ada perubahan kultur masyarakat kita, ya, bung yari 💡

  10. penyesalan selalu dibelakang. ya itu resiko kalo ga ada manajemen keuangan yg baik.

    chodirins last blog post..Agar Extension Kompatibel dengan Firefox 3

    >>>
    nah itu dia, mas chodirin, sebagian besar masyarakat kita masih cenderung berpandangan bahwa pesta pernikahan itu merupakan hajat utama sehingga harus dibesar2kan lewat pesta tanpa menyusun planning yang matang, haks :181

  11. Seharusnya ketika membuat pesta apa pun, buatlah pesta yang dapat dicukupi dengan dana yang ada. Saya setuju bahwa amplop tamu bukan barang wajib. Semua pengeluaran dana untuk pesta adalah pengeluaran (expenses) bukan modal kerja sehingga kalau habis pun ya tidak apa-apa. Yang penting kita jangan membuat pesta yang di luar kemampuan kita. Bisa-bisa, maunya mburu wah, eh yang didapat malah utang segunung.

    arifs last blog post..Muhaimin Iskandar Lebih Kuat dari Gus Dur, Habib Rizieq Dilamar PPP

    >>>
    hehehehe 😆 seharusnya begitu, mas arif. jangan hanya sekadar nuruti karep ning bandha cupet kalau pada akhirnya malah menanggung kerugian, haks :181

  12. njlimet bukane rumit ?

    abahs last blog post..Alhamdulillah Lulus

    >>>
    bisa juga begitu, mas bah, tergantung konteksnya. njlimet juga sebagai manifestasi sikap kehati2an. 🙄

  13. Salam
    ya segala diitung secara komersil, lebih mengedapankan prestise daripada urgensitan dan kemampuan, wah untung saya ga suka dan hampir ga pernah pesta-pestaan, kok rasanya sayang aja, mending uangnya ditabung atau diinvestasikan ke yang lain. wah ternyata hampir di setiap daerah ada kultur begitu ya, soale di t4 saya tatar sunda juga hampir persis serupa, pesta walimahan atau apapaun ujung2nya kayak transakasi jual beli tapi kebanyakan ya itu buntung kayak kasus Pa Sukri,padahal klopun niat mau pesta, niatnya syukuran dan sedekah jadi ga hitung untung rugi tapi berkahnya. Hmm kenapa ya apa memang pandangan umum masyrakat juga selalu menganggap status dan martabat dengan melihat kekuatan materi 🙁

    nenyoks last blog post..Crying In The Rain

    >>>
    itu dia, mbak nenyok, kultur yang masih berlangsung di tengah2 masyarakat kita. hajatan cenderung dibesar2kan mesti harus menanggung kerugian. aku juga sependapat, mbak, ngapain bikin pesta? duitnya lebih bagus ditabung aja, haks 🙄

  14. Sepertinya niat dan rencana Pak Sukri ini kurang tepat.

    aminherss last blog post..Slamat & Sukses

    >>>
    bener banget, pak amin. kalau planning matang, pak sukri ndak akan puyeng begitu, hehehehe :DD

  15. Ceritanya lebih seru lagi kalau ditambah begini :
    -lalu pada malam harinya kompor Gas Bantuan Pemerintah Meledak dan terbakarlah Rumah Pak Sukri, Habis Ludes…
    -Keesokan harinya seakan Dunia ikut berduka..lalu hujan turun dengan deras…dan Banjir Bandangpun datang memporak porandakan puing puing rumah Pak Sukri yang habis terbakar…
    Wah jadi ngeri dech..

    semelekethes last blog post..Blog Bayumukti dkk (Cosaaranda Cak Wid dll) dan Blog Priyadi dkk ( Yari NK Pak Ersis) dan Sawali Info

    >>>
    wakakakaka 😀 terlalu kejam, mas semelekethe, haks. lebih seru lagi kalau pengantin yang dinikahkan malah ndak sempat menyelamatkan diri, kekekeke 😆 ada2 aja nih idenya. kreatif juga 🙄

  16. Ngomong-ngomong tentang tetangga Pak Sukri, kenapa ya kalau tetangga itu kebanyakkan begitu? Teringat sebuah iklan: “Senang lihat orang susah – susah lihat orang senang.”

    Mengharapkan pengakuan akan kemampuan dari orang lain tanpa diikuti dengan kemampuan aslinya, menurut saya itu sudah jatuh kepada penipuan kepada diri sendiri. Tul nggak Pak?

    Rafki RSs last blog post..Apakah Tujuan Anda?

    >>>
    bener banget pak rafky. bagusnya kalau mau punya hajat apa pun *sok tahu* mesti mengukur kemampuan diri sendiri juga. kalau ndak begitu, tetangga kanan kiri yang akan terus menyorot kita, pak, hehehehe 🙄

  17. Pak sawali kok blognya elfrida (elfridatse2.wordpress.com) sudah sebulan lebih ngak ada postingan ya. Biasanya dia ngak pernah telat nulis. Ada apa ya? 🙁

    laporans last blog post..Pharaoh, Bernadette Soubirous (Part 4)

    >>>
    wah, saya kok nggak tahu juga ya, pak. mbak elfrida kali aja sibuk. tapi kulihat YM-nya sering aktif. dia sering pakai mobile-phone, baik utk ngeblog maupun chat, pak. 😡

  18. FAD

    Menjadi bahan renungan kita bersama bahwa segala sesuatu itu musti di rencakan dengan baik.
    Dihitung faktor faktor resikonya,untung dan ruginya, Kalau tidak kita akan menjadi Pak Sukri Pak Sukri yang lain

    FADs last blog post..Advetorial – Berocca untuk tantangan Stamina Konsentrasi dan dapatkan LCD 40 Inc, Laptop dan 200 Paket Bingkisan

    >>>yaps, bener banget, mas fad. kayaknya tak hanya nggelar hajatan. pekerjaan apa pun *halah* mesti bikin rencana yang cermat agar tak muncul penyesalan seperti yang dialami pak sukri itu, haks :oke

  19. 💡

    ada yang mau nikahkan anak ya? pak sukri itu lho, hehe…
    cerpennya kok pendek,Pak? ❓

    Hannahannas last blog post..Untuk Jiwaku

    >>>
    hehehehe 😆 ini bukan cerpen kok, mbak. cuman ngrumpi biasa. jadi, pendek deh, hehehehe 💡

  20. 🙂 🙂 🙂 🙂 pesta itu..

    begitulah paksawali, kalau yg dituruti adalah nafsu terhadapa sebuah pengakuan diri seseorang, yg dilaksanakan tanpa meggunakaan logika , semua dikorbankan.. bahkan istri pun jadi salah satu korba..

    ada lagi contoh kegila2an yang aneh, baru2 ini ada sepasaang suami istri, dan akhirnya tragis, krn tdk bisa mengikuti keingignan duniawi, seorang suami bunuh diri di depan istri.. 😥 😥 :DD

    fauzansigmas last blog post..Bernapas Dalam-dalam

    >>>
    bener banget, sigma. tapi kalau sampai mesti sampai bunuh diri gara2 ingin dapat pengakuan, waduh, ndak masuk akal juga, haks 😥

  21. Wah, repot juga ya, Pak, kalau seperti itu. Padahal hidup berumah-tangga itu jauh langkahnya, perlu banyak uang. Kalau uang dihabiskan saat pesta pernikahan, terus gimana dengan kehidupan setelah pesta nanti? Bisa-bisa malah tambah repot.

    Edi Psws last blog post..Jangan Pernah Berdamai dengan Polisi

    >>>
    bener banget, pak edy, makanya ndak heran kalau kepala pak sukri jadi puyeng ndak sembuh2 😥

  22. Pak Sukri sulit tidur … itu pertanda pikirannya bekerja. Bagaimana kalau kita suruh dia menulis saja he he

    Ersis Warmansyah Abbass last blog post..Ghibah Menulis

    >>>
    wakakakaka 😆 ajakan yang bagus dan simpatik, pak ersis. bahkan, bisa juga diajak ngeblog, kekekekeke 😀 kan hanya fiktif! :oke

  23. Syukuran is syukuran… is not bisnis. Ketika makna syukuran diubah menjadi ajang cari keuntungan/meningkatkan pamor… maka nyang terjadi adalah kerugian besar dan berkah-nya pun ndak akan sampai ditangan. *haiiiyyaahhhh*

    *ngunduh mantu itu…. perlu ndak sehh Pak..??*

    serdadu95s last blog post..Koopsau… selamat ulang tahun yakk…!!

    >>>
    bener banget, bung serdadu. mestinya hajatan bukan utk cari pamrih apa pun. btw, ttg ngundhuh mantu, agaknya masih banyak masyarakat yang suka menggelarnya, bung. kalau aku sih ngapain *halah* mesti repot2 ngundhuh mantu, kan hajatannya dah digelar duluan oleh pihak besan 💡

  24. :DD
    Pak Sukri dan Bu Sukri… ternyata sama saja ya Pak.

    suhadinets last blog post..Rahasia Halaman Belakang

    >>>
    hehehehe 😆 sebenarnya bu sukri sudah mengingatkan suaminya itu, tapi ternyata ndak dituruti, hiks 😛

  25. menurut perhitungan pernikahan saya dulu, 80 – 90 persen biaya pesta adalah untuk makanan. Jadi mau bikin di mushola maupun di rumah, selama hidangannya sama, ya sami mawon. Makanya dulu milih di gedung, cuma nambah 2 juta, bisa dapat gedung, pelaminan dan taman gratis, tambah lagi penginapan di hotel untuk malam pertama, huhuy.
    Kalo mau murah, ya kateringnya semurah mungkin, bukan masalah gedung dan tetek bengek lainnya.
    Jadi, saya diundang ke pesta pernikahannya Pak Sawali?

    Iwan Awaludins last blog post..Sekolah

    >>>
    siasat yang jitu, pak iwan, mestinya begitu, hehehehe 😆 nggak perlu repot2. btw, kok ngundang pernikahan, kan yang mantu pak sukri, pak, wakakakaka 😀

  26. Memang repot pak, kakak sepupu saya malah mau mantu di Bali, ya jelas saya tak bisa datang, selain pekerjaan, biayanya juga mahal sekali.

    Ternyata alasannya sederhana, besannya (yang punya anak cewek) berasal dari Bali (campuran antara China, Bali, Manado), kemudian setelah usahanya besar pindah ke Jakarta. Pada zaman BBM naik seperti ini, jika pesta di adakan di Jakarta, mereka tak bisa menghindar untuk pesta yang undangannya banyak…jadi kalau pesta di Bali, yang diundang cuma 200 orang, dan yang benar-benar dekat.

    Memang sulit mengkoordinasikan dengan 2 keluarga, tapi saya sendiri lebih suka yang sederhana, hanya teman dekat, akrab, sehingga pestanya benar-benar dihadiri oleh teman dekat…mereka bisa mengobrol, bercanda dan tak terlalu formil.

    edratnas last blog post..Persahabatan

    >>>
    makasih, bu enny, tambahan infonya. ini penting bagaimana cara menggelar hajat nikah yang sederhana tanpa mengurangi kemeriahan, apalagi jika berlangsung di kora besar 💡

  27. jadi bingung, niatnya mau berbagi kebahagiaan atau mau nyari duit dari sana ya?
    sayangnya banyak yang seperti itu sekarang ini…

    itikkecils last blog post..236

    >>>
    hehehehe 😆 gara2 pak sukri tuh mbak yang kepingin dapat wah, hiks. akhirnya, malah dia dan istrinya yang mesti menanggung risikonya, haks :291

  28. ahahaa.. jadi inget undangan kemaren yang bejibun datangnya pak.. sayangnya saya pada nggak bisa dateng.. jauhhh semua je..

    yainals last blog post..Ekonomi Kreatif a la Petruk dan Gareng

    >>>
    undangan hajat pernikahan juga, mas yain, hehehehe 😆 pasti meriah, yak?

  29. Saya cuma mendoakan agar kedua mempelai menjadi keluar yang sakinah dan mawardah serta diberikan limpahan rejeki, sehingga apa yang telah ‘dikorbankan’ Pak Sukri dan Bu Sukri tidak menjadi sia².

    Mungkin kekayaan — perhiasan — yang dulu ada tidak akan kembali lagi tapi Pak Sukri dan Bu Sukri mendapat pengganti yang lebih besar dari sekedar kekayaan berupa perhiasan.

    Yaitu anak dan menantu yang berbakti pada orang tua dan mertua. Hubungan besan juga semakin mesra. Keluarga besar Pak Sukri semakin guyub. Dan lebih dari itu semua, mereka dalam keadaan sehat walafiat tak kurang satu apapun.

    Hidup bukan soal materi saja .. tapi lebih dari itu http://sawali.info/wp-includes/images/smilies/icon_sip.gif
    *bukan lebih kaya materi loh*

    eranders last blog post..Mengejar angin …

    >>>
    wah, makasih pak eby. mudah2an pak sukri mendengarnya, hehehehe 😆 *padahal fiktif, haks* tapi memang benar kok, pak. sayangnya, pak sukri agaknya justru telah terjebak ke dalam hitung2an untung rugi secara material itu, haks :oke

  30. kapok lombok
    kapok sambel

    besok diulang lagi,
    bikin pesta yang lebih guuueddeee!
    namanya:
    PESTA DEMOCRAZY

    *pesta=sumber cerita

    gakpedes last blog post..Sang Guru

    >>>
    hehehehe 😆
    ungkapannya keren banget, pak. agaknya sudah jadi budaya ya, pak. tahu kalau lombok atau sambal itu pedas, eh, malah diulangi lagi, haks 😛

  31. bisa gak ya uang itu lebih dihemat dan dialokasikan untuk hal lain yang lebih bermanfat dan sedikit mengandung mudharat :205

    achoey sang khilafs last blog post..Ah Biarkan Saja

    >>>
    yang bagus mestinya begitu, mas achoey. tdk seperti pak sukri itu, hiks 😛

  32. saya ndak mau ikutan pesta pak! apatis dan anti hingar bingar.. maklum dari dulu tinggal di keramaian membuat saya jadi bosan.. hehehehehe… *gak nyambung* maaf OOT

  33. memang itulah salah satu bisnis terselubung yang paling umum di negeri ini.
    Tapi ngga cuma urusan pesta saja yang membuat orang pengin terlihat wah, banyak juga untuk hal-hal yang lain, terutama untuk sesuatu yang bernama gaya hidup, biar kere yang penting keren :mrgreen:

    *haris last blog post..Kenapa Pak Satpam Marah??

    >>>
    hehehehe 😆 begitulah mas hari kalau gaya hidup dan gengsi lebih diutamakan. seringkali ndak mau melihat kenyataan, haks :oke

  34. kita adalah produk dari lingkungan kita….
    tidak ada yang salah dan benar disini.
    apalagi kalo kita kita emang bener2 tidak punya pilihan,.. ugh,..

    bayus last blog post..IM Feeds

    >>>
    hehehehe 😆 bener juga, mas bayu :oke

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *